Guru menyatakan jika Akbar putra Tuan Wisnu adalah pelaku atas penyembunyian pakaian dalam siswa perempuan saat menjalankan kegiatan camping di Bandung. Beberapa bukti dan saksi sudah jelas mengarah pada bocah lelaki yang ia adopsi dari jalanan itu. Rupanya, lingkungan Dimas dengan mudah membentuk kepribadian bocah lelaki itu. Tidak ada bimbingan orang tua, membuat Dimas tidak terarah. Butiran bening jatuh membasahi pipi Asma. Payung yang ada di dalam genggamannya bergetar. Satu tangan Asma membungkam mulutnya, menahan suara tangisannya. Wajahnya kecewa, semua orang tua pasti kecewa mendengar anaknya melakukan perbuatan tercela. Begitu juga dengan Asma."Ada apa, Bik?" Gala menatap bingung pada Asma yang tiba-tiba menangis. Sementara Wisnu yang menghampirinya, merangkul tubuh wanita berkerudung itu ke dalam pelukannya. Tangannya setia mengusap pada bahu wanita itu.Asma tidak ingin menjawab. Rasa malu dan kecewa sedang memenuhi dadanya saat ini. Bagaimana dia tidak malu, anak lelaki
"Diam!" Danil membungkam mulut Bianca. Mengunci tubuh wanita bertubuh sintal itu dengan tangan yang ia tarik ke belakang punggung. "Ehm, ehm!" Bianca menggelengkan kepalanya, keras. Berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Danil.Rahang Danil mengeras. Urat-urat pada pelipisnya nampak menegang. Lengan kerasnya, menarik tubuh Bianca masuk ke dalam rumah sewa berukuran sedang. Namun cukup jika ditinggali hanya untuk Bianca.Bruk!Danil menendang kasar pintu rumah Bianca dengan kakinya. Lalu menyeret tubuh Bianca yang berusaha memberontak untuk melepaskan diri masuk ke dalam kamar. "Diam!" sentak Danil tak kala Bianca terus memberontak. Matanya membulat, menakutkan.Kasar, Danil melempar tubuh Bianca di atas ranjang berukuran sedang yang berada di dalam kamar. Tubuh wanita itu memantul di atas kasur, setelah sesaat ia berteriak saat Danil melempar tubuhnya."Ampun Danil, aku benar-benar tidak menipumu! Natasya adalah cewek bokingan!" Bianca masih dengan pendirinya. Menegaskan j
Gerimis lagi-lagi turun. Membuat siapa saja memilih untuk menghindar daripada harus basah terkena cairan bening yang jatuh dari langit gelap. Gala menatap pada sepatu yang ia kenakan. Lalu mendengus berat. Baru saja sepatu itu kering karena hujan tadi pagi, kini sudah harus basah lagi.Langit semakin gelap, karena matahari pun telah menyingsing di ujung langit barat. Tidak ada cahaya kemuning hanya ada mendung yang semakin pekat dan menyatu dengan gelap malam."Apakah supir ayah lupa untuk menjemput aku!" gerutu Gala pada dirinya sendiri. Wajahnya nampak berpikir sesaat.Kegiatan sekolah memaksanya harus pulang terlambat. Sudah menjadi hal biasa untuk Gala. Sepersekian detik Gala berpikir. Ia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki melewati jalan rahasia. Tidak peduli seragam yang ia kenakan akan basah karena hujan. Setidaknya ia bisa tiba di rumah lebih awal. Daripada harus menunggu hingga malam di sekolah yang nampak sepi. Bagi Gala menunggu supir pribadi Danil adalah suatu
Tanda lahir berbentuk hitam bulat pada tubuh Akbar ada dibagian bahunya. Dulu Umi bilang, tanda lahir itu, sebagai penanda jika suatu saat ada hal buruk terjadi, Asma masih bisa mengenali putranya. Mendengar penuturan itu, Asma hanya terkekeh. Tapi tidak untuk saat ini, ucapan Umi seperti doa yang kini telah menjadi nyata. Ia tidak menemukan tanda hitam itu di bahu bocah lelaki yang terbaring di atas ranjang.Asma terdiam. Kepalanya mendadak terasa berputar-putar. Telinganya mendengung begitu keras untuk sesaat. Ia membolak balikkan tubuh bocah lelaki yang terbaring di atas ranjang yang ia kenal sebagai Akbar. Tetapi ia sama sekali tidak menemukan tanda lahir itu."Siapa? Lalu siapa?" Pertanyaan itu mendengung dalam benak Asma. Jika bocah lelaki yang ada di depannya bukan Akbar. Lalu kemana perginya putra semata wayangnya. Mendadak Asma berubah menjadi ragu. Sifat-sifat Wisnu yang rela melakukan apapun demi keinginannnya mengikis rasa percaya Asma pada Wisnu."As!" Cepat Asma mengal
Kunci cadangan menjadi jawaban Wisnu untuk membuka kamar Asma. Untung, ia memiliki semua kunci cadangan untuk setiap ruangan di dalam rumahnya. Jika tidak pasti saat ini ia berada dalam kebingungan.Kamar berdinding abu-abu telah berhasil Wisnu buka. Wisnu tidak menemukan siapapun di dalam kamar. Bahkan, rajang semalam tempat Asma tidur yang harusnya berantakan. Masih tertata rapi, dengan bantal dan guling yang tertumpuk di ujung ranjang."As, Asma!" teriak Wisnu suaranya menggema. Suara berat lelaki itu memantul pada dinding kamar. Wisnu khawatir, ia tidak menemukan Asma di manapun sekalipun di dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar itu.Tidak ada ekspresi apapun yang Miss Sisi tujukan. Wajahnya datar, dengan tatapan menelisik ke seluruh ruang berdinding abu-abu. Langkah kakinya tertuju kepada jendela yang terletak di samping bangku Sofa berwarna abu-abu. Di sanalah, biasanya Asma menghabiskan waktunya untuk menikmati pemandangan taman kecil yang berada di belakang rumah. Taman
Ekor mata Natasya melirik kepada Vero yang duduk pada bangku kemudi. Sebelah bibirnya terangkat sinis. Dalam hati ia merutuk kesal pada Vero. Jika lelaki bertubuh besar itu terus mengikutinya, bagaimana mungkin dirinya bisa kabur.Sepanjang perjalanan hanya suara mesin mobil yang menderu. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi antara Natasya dan Vero. Hingga mobil yang membawa Natasya berhenti di depan gedung kampus tempat ia menempuh pendidikannya selama ini. Kampus yang hampir satu bulan tidak ia kunjungi. Karena Natasya di sekap oleh Danil."Kamu tunggu di sini? Aku akan menemui dosen sebentar," ucap Natasya dengan nada ketus setelah Vero mematikan mesin mobil.Vero tidak menjawab. Wajahnya datar menatap ke arah kaca yang berada di depan mobil. Satu tangan Natasya membuka pintu mobil dan hendak turun. Tetapi lelaki yang duduk di sampingnya juga melakukan hal yang sama, membuka pintu mobil dan hendak turun.Gerakan tangan Natasya terhenti. Memasang wajah kesal, menatap pada Ver
Vero menyadari jika Natasya sedang menipunya. Hampir saja lelaki bertubuh kekar dan kulit hitam itu kehilangan jejak. Saat Natasya pura-pura masuk ke dalam toilet wanita dan berpisah dengan Desta. Sebuah ruangan yang tidak mungkin untuk Vero masuk. Hampir dua puluh menit menunggu di depan pintu toilet wanita, tetapi Natasya tidak kunjung keluar dadi dalam sana.Vero semakin gusar. Berjalan mondar mandir di depan toilet. Vero berlari menghampiri seorang mahasiswi yang keluar dari dalam toilet."Mbak apakah di dalam masih ada seseorang?" tanya Vero dengan nada memburu."Maksud anda siapa?" jawab Mahasiswi berkerudung itu dengan wajah bingung. "Di dalam toilet sudah tidak ada siapapun," ungkapnya."Apa?" Vero berdecak. Matanya hampir saja mencelos dari tempatnya."Tapi teman saya belum keluar dari dalam toilet ini, Mbak? Sejak tadi saya menunggunya di sini. Jadi tidak mungkin saya tidak melihat dia keluar!" Vero bersikukuh. Wajah lelaki garang itu nampak khawatir dan takut. Khawatir jika
Udara dingin terasa menusuk pangkal hidung wanita yang terbaring di atas ranjang empuk. Sayup-sayup suara percakapan antara suara yang tidak asing di telinganya dengan seorang wanita dengan suara ringan masuk ke dalam Indra pendengarannya. Tapi entah mengapa, matanya terasa begitu lengket dan kepalanya terasa berputar-putar. Membuatnya memilih untuk terus memejamkan mata dan mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan."Nona Natasya mengalami darah rendah. Makanya dia jatuh pingsan. Saya sudah memberikan resep obat. Semoga saja, Nona Natasya bisa segera membaik," ucap wanita berseragam putih pada Danil.Wajah Danil terlihat cemas. Sekilas ia melirik pada gadis yang terbaring di atas pembaringan dengan netra terpejam."Baiklah!" jawab Danil lirih. Seraya mengangguk lembut."Dalam tiga hari ke depan jika keadaan Nona Natasya belum membaik. Tuan Danil bisa membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut," tutur Dokter.Danil mengangguk lesu. Wajahnya nampak cemas. Dalam hati i