Seminggu telah berlalu. Gala menyimpan rapat rahasia itu dari Danil. Setiap pagi ia berangkat sekolah, tapi tidak untuk pergi ke sekolah. Gala sudah memutuskan untuk menyimpan beban hidupnya sendiri. Apalagi setelah tau jika hidup ayah angkatnya tidak seindah yang ia pikirkan."Gala, bagaian dengan sekolahmu?" ucap Danil mengalihkan tatapannya pada Gala.Gala mengalihkan tatapannya pada lelaki yang duduk di depannya. "Baik Ayah!" balas Gala terdengar tidak bersemangat. Lalu kembali melanjutkan menyantap sarapan pagi."Apakah kamu sedang sakit?" Danil memperhatikan dengan seksama wajah Gala. Tidak pucat, tapi suaranya terdengar tidak bersemangat."Tidak!" Gala menjawab singkat seraya menggelengkan kepalanya. Tangannya terus menyendok makanan dan memasukannya ke dalam mulut.Danil terdiam sesaat. Matanya menelisik memperhatikan Gala. Tubuh bocah lelaki itu memang sedikit kurus. Tidak segemuk saat pertama kali ia membawanya ke Jakarta.Gala seperti tidak peduli. Ia segera menyelesaikan m
Guru menyatakan jika Akbar putra Tuan Wisnu adalah pelaku atas penyembunyian pakaian dalam siswa perempuan saat menjalankan kegiatan camping di Bandung. Beberapa bukti dan saksi sudah jelas mengarah pada bocah lelaki yang ia adopsi dari jalanan itu. Rupanya, lingkungan Dimas dengan mudah membentuk kepribadian bocah lelaki itu. Tidak ada bimbingan orang tua, membuat Dimas tidak terarah. Butiran bening jatuh membasahi pipi Asma. Payung yang ada di dalam genggamannya bergetar. Satu tangan Asma membungkam mulutnya, menahan suara tangisannya. Wajahnya kecewa, semua orang tua pasti kecewa mendengar anaknya melakukan perbuatan tercela. Begitu juga dengan Asma."Ada apa, Bik?" Gala menatap bingung pada Asma yang tiba-tiba menangis. Sementara Wisnu yang menghampirinya, merangkul tubuh wanita berkerudung itu ke dalam pelukannya. Tangannya setia mengusap pada bahu wanita itu.Asma tidak ingin menjawab. Rasa malu dan kecewa sedang memenuhi dadanya saat ini. Bagaimana dia tidak malu, anak lelaki
"Diam!" Danil membungkam mulut Bianca. Mengunci tubuh wanita bertubuh sintal itu dengan tangan yang ia tarik ke belakang punggung. "Ehm, ehm!" Bianca menggelengkan kepalanya, keras. Berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Danil.Rahang Danil mengeras. Urat-urat pada pelipisnya nampak menegang. Lengan kerasnya, menarik tubuh Bianca masuk ke dalam rumah sewa berukuran sedang. Namun cukup jika ditinggali hanya untuk Bianca.Bruk!Danil menendang kasar pintu rumah Bianca dengan kakinya. Lalu menyeret tubuh Bianca yang berusaha memberontak untuk melepaskan diri masuk ke dalam kamar. "Diam!" sentak Danil tak kala Bianca terus memberontak. Matanya membulat, menakutkan.Kasar, Danil melempar tubuh Bianca di atas ranjang berukuran sedang yang berada di dalam kamar. Tubuh wanita itu memantul di atas kasur, setelah sesaat ia berteriak saat Danil melempar tubuhnya."Ampun Danil, aku benar-benar tidak menipumu! Natasya adalah cewek bokingan!" Bianca masih dengan pendirinya. Menegaskan j
Gerimis lagi-lagi turun. Membuat siapa saja memilih untuk menghindar daripada harus basah terkena cairan bening yang jatuh dari langit gelap. Gala menatap pada sepatu yang ia kenakan. Lalu mendengus berat. Baru saja sepatu itu kering karena hujan tadi pagi, kini sudah harus basah lagi.Langit semakin gelap, karena matahari pun telah menyingsing di ujung langit barat. Tidak ada cahaya kemuning hanya ada mendung yang semakin pekat dan menyatu dengan gelap malam."Apakah supir ayah lupa untuk menjemput aku!" gerutu Gala pada dirinya sendiri. Wajahnya nampak berpikir sesaat.Kegiatan sekolah memaksanya harus pulang terlambat. Sudah menjadi hal biasa untuk Gala. Sepersekian detik Gala berpikir. Ia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki melewati jalan rahasia. Tidak peduli seragam yang ia kenakan akan basah karena hujan. Setidaknya ia bisa tiba di rumah lebih awal. Daripada harus menunggu hingga malam di sekolah yang nampak sepi. Bagi Gala menunggu supir pribadi Danil adalah suatu
Tanda lahir berbentuk hitam bulat pada tubuh Akbar ada dibagian bahunya. Dulu Umi bilang, tanda lahir itu, sebagai penanda jika suatu saat ada hal buruk terjadi, Asma masih bisa mengenali putranya. Mendengar penuturan itu, Asma hanya terkekeh. Tapi tidak untuk saat ini, ucapan Umi seperti doa yang kini telah menjadi nyata. Ia tidak menemukan tanda hitam itu di bahu bocah lelaki yang terbaring di atas ranjang.Asma terdiam. Kepalanya mendadak terasa berputar-putar. Telinganya mendengung begitu keras untuk sesaat. Ia membolak balikkan tubuh bocah lelaki yang terbaring di atas ranjang yang ia kenal sebagai Akbar. Tetapi ia sama sekali tidak menemukan tanda lahir itu."Siapa? Lalu siapa?" Pertanyaan itu mendengung dalam benak Asma. Jika bocah lelaki yang ada di depannya bukan Akbar. Lalu kemana perginya putra semata wayangnya. Mendadak Asma berubah menjadi ragu. Sifat-sifat Wisnu yang rela melakukan apapun demi keinginannnya mengikis rasa percaya Asma pada Wisnu."As!" Cepat Asma mengal
Kunci cadangan menjadi jawaban Wisnu untuk membuka kamar Asma. Untung, ia memiliki semua kunci cadangan untuk setiap ruangan di dalam rumahnya. Jika tidak pasti saat ini ia berada dalam kebingungan.Kamar berdinding abu-abu telah berhasil Wisnu buka. Wisnu tidak menemukan siapapun di dalam kamar. Bahkan, rajang semalam tempat Asma tidur yang harusnya berantakan. Masih tertata rapi, dengan bantal dan guling yang tertumpuk di ujung ranjang."As, Asma!" teriak Wisnu suaranya menggema. Suara berat lelaki itu memantul pada dinding kamar. Wisnu khawatir, ia tidak menemukan Asma di manapun sekalipun di dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar itu.Tidak ada ekspresi apapun yang Miss Sisi tujukan. Wajahnya datar, dengan tatapan menelisik ke seluruh ruang berdinding abu-abu. Langkah kakinya tertuju kepada jendela yang terletak di samping bangku Sofa berwarna abu-abu. Di sanalah, biasanya Asma menghabiskan waktunya untuk menikmati pemandangan taman kecil yang berada di belakang rumah. Taman
Ekor mata Natasya melirik kepada Vero yang duduk pada bangku kemudi. Sebelah bibirnya terangkat sinis. Dalam hati ia merutuk kesal pada Vero. Jika lelaki bertubuh besar itu terus mengikutinya, bagaimana mungkin dirinya bisa kabur.Sepanjang perjalanan hanya suara mesin mobil yang menderu. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi antara Natasya dan Vero. Hingga mobil yang membawa Natasya berhenti di depan gedung kampus tempat ia menempuh pendidikannya selama ini. Kampus yang hampir satu bulan tidak ia kunjungi. Karena Natasya di sekap oleh Danil."Kamu tunggu di sini? Aku akan menemui dosen sebentar," ucap Natasya dengan nada ketus setelah Vero mematikan mesin mobil.Vero tidak menjawab. Wajahnya datar menatap ke arah kaca yang berada di depan mobil. Satu tangan Natasya membuka pintu mobil dan hendak turun. Tetapi lelaki yang duduk di sampingnya juga melakukan hal yang sama, membuka pintu mobil dan hendak turun.Gerakan tangan Natasya terhenti. Memasang wajah kesal, menatap pada Ver
Vero menyadari jika Natasya sedang menipunya. Hampir saja lelaki bertubuh kekar dan kulit hitam itu kehilangan jejak. Saat Natasya pura-pura masuk ke dalam toilet wanita dan berpisah dengan Desta. Sebuah ruangan yang tidak mungkin untuk Vero masuk. Hampir dua puluh menit menunggu di depan pintu toilet wanita, tetapi Natasya tidak kunjung keluar dadi dalam sana.Vero semakin gusar. Berjalan mondar mandir di depan toilet. Vero berlari menghampiri seorang mahasiswi yang keluar dari dalam toilet."Mbak apakah di dalam masih ada seseorang?" tanya Vero dengan nada memburu."Maksud anda siapa?" jawab Mahasiswi berkerudung itu dengan wajah bingung. "Di dalam toilet sudah tidak ada siapapun," ungkapnya."Apa?" Vero berdecak. Matanya hampir saja mencelos dari tempatnya."Tapi teman saya belum keluar dari dalam toilet ini, Mbak? Sejak tadi saya menunggunya di sini. Jadi tidak mungkin saya tidak melihat dia keluar!" Vero bersikukuh. Wajah lelaki garang itu nampak khawatir dan takut. Khawatir jika
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli