Ekor mata Natasya melirik kepada Vero yang duduk pada bangku kemudi. Sebelah bibirnya terangkat sinis. Dalam hati ia merutuk kesal pada Vero. Jika lelaki bertubuh besar itu terus mengikutinya, bagaimana mungkin dirinya bisa kabur.Sepanjang perjalanan hanya suara mesin mobil yang menderu. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi antara Natasya dan Vero. Hingga mobil yang membawa Natasya berhenti di depan gedung kampus tempat ia menempuh pendidikannya selama ini. Kampus yang hampir satu bulan tidak ia kunjungi. Karena Natasya di sekap oleh Danil."Kamu tunggu di sini? Aku akan menemui dosen sebentar," ucap Natasya dengan nada ketus setelah Vero mematikan mesin mobil.Vero tidak menjawab. Wajahnya datar menatap ke arah kaca yang berada di depan mobil. Satu tangan Natasya membuka pintu mobil dan hendak turun. Tetapi lelaki yang duduk di sampingnya juga melakukan hal yang sama, membuka pintu mobil dan hendak turun.Gerakan tangan Natasya terhenti. Memasang wajah kesal, menatap pada Ver
Vero menyadari jika Natasya sedang menipunya. Hampir saja lelaki bertubuh kekar dan kulit hitam itu kehilangan jejak. Saat Natasya pura-pura masuk ke dalam toilet wanita dan berpisah dengan Desta. Sebuah ruangan yang tidak mungkin untuk Vero masuk. Hampir dua puluh menit menunggu di depan pintu toilet wanita, tetapi Natasya tidak kunjung keluar dadi dalam sana.Vero semakin gusar. Berjalan mondar mandir di depan toilet. Vero berlari menghampiri seorang mahasiswi yang keluar dari dalam toilet."Mbak apakah di dalam masih ada seseorang?" tanya Vero dengan nada memburu."Maksud anda siapa?" jawab Mahasiswi berkerudung itu dengan wajah bingung. "Di dalam toilet sudah tidak ada siapapun," ungkapnya."Apa?" Vero berdecak. Matanya hampir saja mencelos dari tempatnya."Tapi teman saya belum keluar dari dalam toilet ini, Mbak? Sejak tadi saya menunggunya di sini. Jadi tidak mungkin saya tidak melihat dia keluar!" Vero bersikukuh. Wajah lelaki garang itu nampak khawatir dan takut. Khawatir jika
Udara dingin terasa menusuk pangkal hidung wanita yang terbaring di atas ranjang empuk. Sayup-sayup suara percakapan antara suara yang tidak asing di telinganya dengan seorang wanita dengan suara ringan masuk ke dalam Indra pendengarannya. Tapi entah mengapa, matanya terasa begitu lengket dan kepalanya terasa berputar-putar. Membuatnya memilih untuk terus memejamkan mata dan mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan."Nona Natasya mengalami darah rendah. Makanya dia jatuh pingsan. Saya sudah memberikan resep obat. Semoga saja, Nona Natasya bisa segera membaik," ucap wanita berseragam putih pada Danil.Wajah Danil terlihat cemas. Sekilas ia melirik pada gadis yang terbaring di atas pembaringan dengan netra terpejam."Baiklah!" jawab Danil lirih. Seraya mengangguk lembut."Dalam tiga hari ke depan jika keadaan Nona Natasya belum membaik. Tuan Danil bisa membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut," tutur Dokter.Danil mengangguk lesu. Wajahnya nampak cemas. Dalam hati i
Pijatan tangan Danil cukup membuat Natasya lega. Entah mengapa mendadak perutnya sarasa diaduk-aduk, sangat mual. Melihat makanan yang berada di atas meja. Ia sama sekali tidak bernafsu, justru membuat perutnya terasa tidak enak."Bagaimana, apakah sudah lega?" tanya Danil. Setelah Natasya memuntahkan seluruh isi perutnya. Hanya air, karena sejak kemarin perut' gadis itupun belum memakan' apapun. Dengan tangan yang lemas, Natasya menyingkirkan tangan Danil dari atas tengkuk lehernya. Menyalakan air kran yang keluar dari atas wastafel untuk membersihkan tempat pencucian piring itu dan mengusap bibirnya."Kita ke dokter, ya!" seru Danil. Wajahnya nampak sangat khawatir sekali melihat keadaan Natasya yang tidak kunjung membaik.Natasya mencuci kedua tangannya pada kucuran air yang berada di atas wastafel. Lalu matikannya. Tanpa menjawab ia berlalu meninggalkan Danil yang mencemaskan keadaannya. Sejak gadis itu kabur dan dibawa pulang ke rumahnya. Wajah Natasya nampak semakin pucat dan k
Sudah hampir satu jam Gala menunggu jemputan, tapi supir pribadi Danil belum juga datang. Bahkan sekolah tempatnya belajar sudah sepi dan pintu pagar sekolah pun sudah dikunci oleh satpam sekolah sejak beberapa menit yang lalu.Bukan hal asing jika supir pribadi Danil tidak menjemputnya saat pulang sekolah. Hampir sering lelaki itu melakukannya. Tetapi Gala memilih diam, dan tidak pernah sekalipun ia melaporkannya kepada Danil. Satu hal, dia tidak ingin terjadi keributan antara ayah angkatnya dan sopir pribadinya. Seringnya Gala tidak dijemput, membuat bocah lelaki itu memiliki jalan tikus untuk sampai ke rumahnya. Jadi, jika supir itu tidak menjemputnya, Gala akan pulang sendiri melalui jalan tikus. Jalan yang sama, dimana ia menemukan Akbar dalam keadaan mabuk di depan rumah kosong tempatnya berteduh.Mata Gala menatap ke kiri dan ke kanan jalan. Satu tangannya memegangi perutnya yang keroncongan, rasa lapar sudah mendera sejak beberapa saat yang lalu. Apalagi panas yang menyengat,
"Terimakasih Ayah, besok pagi aku akan pulang ke rumah pagi-pagi sekali," jawab Gala. Agar seseorang yang berada di balik telepon tidak mengkhawatirkannya. "Tidak usah. Besok Ayah akan menjemput kamu ke sana. Kamu kirimkan saja alamat rumah itu," jawab Danil dari balik telepon.Wajah Gala berubah. Wisnu menatap penasaran pada penyebab perubahan wajah Gala. Ia sama sekali tidak bisa mendengar apa yang sedang seseorang dibalik telepon bicarakan pada Gala."Apakah hal itu tidak merepotkan, Ayah?" lirih Gala mengigit bibir bawahnya. Selama ini Danil selalu sibuk dengan pekerjaannya mengurus semua perusahaan Tuan Seno. Yang kelak akan menjadi milik Gala juga. Begitulah pikirnya. Padahal hal itu tidak akan pernah mungkin terjadi. Karena Danil akan menguasai semuanya."Tidak, katakan saja di mana alamat rumahnya. Besok Ayah akan menjemput kamu sekalian berangkat kerja," balas Danil.Gala menyebutkan alamat tempat tinggal Wisnu pada Danil. Lalu mengucapakan salam pada Danil sebelum ia mengak
Beberapa kali Gala mengucang tubuh Wisnu yang tidur di atas sofa. Hingga lelaki itupun terbangun."Tuan, Bik Asma mengigau terus!" ucap Gala dengan wajah panik. Tangannya terus mengucang tubuh Wisnu.Cepat Wisnu menyadarkan dirinya. Tidak peduli kepalanya seperti berputar-putar karena terkejut Gala membangunkannya. Ia bergegas turun dari bangku sofa dan berjalan menuju ranjang Asma. Wisnu mengatur nafasnya untuk sesaat. Ia tidak ingin mengagetkan Asma yang merancau. Perlahan Wisnu membangunkan Asma, mengucang pelan bahunya dan sesekali menepuk lembut pipi Asma."As, bangun sayang!" lirih Wisnu."Akbar!" teriak Asma tersadar. Kedua matanya membulat, nafasnya terengah-engah. Entah apa yang baru saja memenuhi alam bawah sadarnya. Yang pasti wajah Asma terlihat sangat ketakutan sekali."Sayang minum' dulu!" perintah Wisnu menyodorkan segelas air putih pada Asma. Yang ia ambil dari atas nakas. Wajahnya nampak sangat khawatir sekali menatap pada Asma.Asma membuang tatapannya dari Wisnu. W
"Tuan mengenal ayahku?" Gala menoleh pada Wisnu yang berdiri di sampingnya. Memasang wajah terkejut."I-iya aku mengenalnya!" jawab Wisnu tanpa menoleh sedikitpun pada Gala. Netranya mengawasi lelaki yang turun dari dalam mobil."Gala!" sapa Danil melemparkan senyuman hangat pada Gala. Berjalan menghampiri Gala dan Wisnu yang berdiri di depan pintu pagar rumah."Danil jadi Gala adalah ...!" Wisnu seperti tidak percaya. Jika bocah lelaki yang sudah menolong istrinya tidak lain adalah anak Danil."Iya, Gala ada adalah anakku!" Danil merangkul bahu Gala ke dalam pelukannya setelah tiba di beranda rumah.Wisnu tercengang. Jari telunjuknya mengacung ke arah Danil dan Gala yang berdiri saling mensejajari. "Ya Tuhan, semua seperti kebetulan!" Senyuman Danil terukir. Satu tangannya menepuk bahu Danil."Iya, takdir memang membuat kita selalu takjub," balas Danil tersenyum hangat."Kenapa dengan Asma, aku denger ada sesuatu yang terjadi?" tanya Danil.Gurat pada wajah Wisnu mendadak berubah pi