Kaki dengan s.endal jepit lusuh. Melangkah menyusuri lorong panjang. Suara derap langkah kakinya hampir saja tidak terdengar. Tubuhnya yang kurus, begitu ringan untuk berjalan. Tetapi tidak dengan suara langkah kaki wanita yang berjalan di belakangnya. Suara langkahnya, begitu jelas terdengar, hingga memekikkan telinga Nada yang berjalan mendahuluinya.Seorang lelaki bangkit dari bangku tunggu. Saat melihat wanita dengan kerudung hitam muncul dari balik penyekat ruangan. Seragam orange khas tahanan, melekat pada tubuh wanita kurus dengan wajah lusuh itu. Tatapan wanita itu seketika memicing saat melihat siapa tamu yang ingin bertemu dengannya. "Hanya lima belas menit!" Wanita berseragam kepolisian itu menatap kepada Danil. Sebelum ia melangkahkan kakinya meninggalkan Nada di ruang tunggu bersama Danil.Danil mengangguk lembut, seraya tersenyum ramah. Ia kembali duduk pada bangku. Sementara Nada duduk pada bangku yang berada di hadapannya."Bagaimana kabar kamu, Nad?" tanya Danil sete
Langit masih gelap saat Gala terbangun dari tidurnya. Setelah menyelesaikan shalat subuh bocah lelaki itu kembali bergumul dengan selimut. Mungkin karena udara pagi yang masih terasa begitu dingin. Menjelang musim kemarau, memang sering terjadi perubahan cuaca yang ekstrim. Termasuk dengan dingin pagi ini, hampir saja Gala membeku saat menyentuh air wudhu beberapa saat yang lalu.Lantunan ayat kursi terdengar hingga ke rumah baru Gala. Kebetulan rumah baru yang menjadi tempat tinggalnya terletak begitu dekat sekali dengan Masjid. Hati Gala mendadak begitu sedih. Rindunya kepada Asma seperti sebuah siksaan yang ia sendiri pun tidak tau kapan ujungnya. Ia sudah bosan jika harus memohon dan meminta pada Danil untuk mengantarnya ke pulau seberang, menjenguk ibunya. Karena sudah pasti, lelaki itu akan memberikannya alasan yang berujung dengan penolakan.Bocah lelaki itu semakin erat memeluk guling. Dadanya mendadak terasa sesak setiap kali ia memikirkan Ibunya. Butiran air mata berjatuhan
Udara dingin semakin menusuk-nusuk tulang saat bus rombongan camping mulai memasuki kawasan hutan. Rintik hujan memukul-mukul kaca bus yang melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan yang licin membuat supir bus tidak berani menambah kecepatannya. Apalagi jalanan berkelok yang harus ia lalui. Kerap kali rawan terjadi kecelakaan.Gala mengeratkan jaket yang menutupi tubuhnya. Rasa dingin yang menusuk tulang, hampir sebanding dengan jiwanya yang terasa hampa. Kehidupannya yang baru bagikan jalan yang enggan untuk ia lalui. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain, kecuali harus tetap melangkah.Gala memejamkan matanya. Menyandarkan kepalanya pada kaca samping bus. Di mana, butiran air hujan menampar-nampar di sana. Menciptakan percikan kabut yang memburamkan padangannya pada kaca jendela bus.Gala tidak ingin tidur. Ia hanya ingin menciptakan bayangan-bayangan indah di masalalu yang dulu ia pikir sebagai hari yang sangat menjenuhkan. Tapi saat ini, hari itu adalah hari yang sangat ia rindukan.
Tangan yang masih terasa ngilu itu saling meremas. Wajah pemilik keberanian itu kini hanya mampu tertunduk lesu. Tidak seperti saat ia membabi buta melakukan penyerangan pada Gala. Saat emosinya meledak-ledak dan tidak tertahankan. Karena rasa kebencian yang menguasai hatinya.Sebenarnya masalah yang terjadi bukanlah sebuah alasan untuk Akbar marah. Tapi lebih karena rasa iri dan dengki yang mudah sekali menyulut amarahnya."Sekarang berikan ponsel itu pada kami!" titah suara berat yang menggetarkan dada Akbar. Tanpa menjawab atau bahkan menatap, Akbar memutar tubuhnya menuju ke arah tenda berwarna orange. Sesaat kemudian ia kembali dengan benda pintar yang menjadi sumber masalah perkelahian itu terjadi."Kenapa kamu membawa ponsel ini, jelas-jelas peraturan sudah menegaskan jika dilarang membawa ponsel." Lelaki bertubuh subur itu menatap kesal. Setelah Gala memberikan benda pintar miliknya pada lelaki itu."Maaf Pak, saya hanya membawa ponsel untuk menghubungi orang tua saya, takut j
Keributan dari luar tenda membangunkan Gala yang masih terbuai di alam mimpi. Akhir-akhir ini, Gala lebih suka tertidur lebih lama. Selain berharap ia bisa bertemu dengan Ibunya di dalam mimpi. Waktu juga berjalan sangat cepat sekali saat ia tertidur. Jadi, ia tidak perlu memikirkan sakitnya kerinduannya pada Nada. Suara kentongan dibunyikan begitu keras. Menandakan jika sebuah hal buruk telah terjadi. Mungkin bukan hanya Gala yang saat ini masih terlelap. Beberapa siswa lain juga masih ingin bergumul dengan selimut. Karena langit memang masih gelap. Apalagi udara yang dingin membuat siapa saja pasti akan malas untuk bangun.Gala tersadar, ia bergegas bangkit. Ada dua siswa yang juga masih tidur di sampingnya. Salah satunya adalah Akbar. Bocah lelaki yang kemarin menyerangnya hanya karena ia melarangnya membawa ponsel."Ayo bangun, ayo bangun!" Gala mengucang tubuh Akbar dan satu temannya yang tidur dalam satu tenda bersamanya. Akbar mengerang malas. Tapi tidak dengan anak lelaki ya
Langkah kaki Gala terasa ringan. Berjalan menyusuri jalanan setapak menuju rumah berlantai dua yang ada di depannya. Taman indah berada di samping kanan dan kiri jalan yang dibuat dari batu kerikil. Biasanya setiap pagi Danil akan menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan di sana. Seraya menikmati pemandangan bunga-bunga indah yang bermekaran pada tanam.Gala tidak menemukan lelaki yang biasanya membersihkan taman yang ada di depan rumah ayah angkatnya. Mungkin karena taman itu masih terlihat rapi jadi tukang kebun itu tidak membersihkannya. Sekeliling rumah tampak begitu sepi. Gala melanjutkan langkah kakinya mendekati pintu rumah. Mobil yang terparkir di garasi rumah memacu debaran jantung Gala. Sepertinya kali ini ia harus membagi ceritanya pada Danil yang akan membuat lelaki itu kecewa. Karena lelaki itu kini sudah kembali dari luar kota.Sejenak Gala menghentikan langkah kakinya di depan pintu rumah. Beberapa kali ia mengenal nafas panjang untuk mengisi kerongkongan yang terasa
Akbar menatap heran kepada Asma. Tidak biasa wanita itu ikut mengantarkannya ke sekolah. Biasanya ia pergi ke sekolah bersama Wisnu yang akan pergi ke kantor."Bang, sudah belum?" Asma menaikkan nada suaranya. Hampir lima belas menit ia menunggu di beranda rumah tetapi Wisnu tidak kunjung turun dari lantai atas."Iya sebentar," jawab suara Wisnu terdengar jauh.Beberapa saat kemudian, terdengar suara derap langkah kaki yang berjalan cepat menuruni anak tangga. Lelaki dengan setelan pakaian kerja itupun menghampiri Asma dan Akbar yang sudah menunggunya di beranda rumah."Maaf, maaf, aku baru menemukan berkas yang aku cari terselip di buku catatanku," jawab Wisnu berjalan cepat menuju dari dalam rumah. "Maaf sudah membuat kalian menunggu!" Imbuhnya tersenyum hangat pada Asma dan Akbar.Asma mendengus berat. Bangkit dari bangku yang berada di beranda rumah, mengikuti langkah Wisnu menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Sementara Akbar, berjalan di barisan paling belakang dengan bena
Gala masih berdiri di samping jendela kamarnya. Menatap ke arah lantai bawah. Dari tempatnya berada ia bisa melihat Danil tengah menarik kasar seorang wanita keluar dari dalam rumah. Menyeretnya masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan rumah.Suara tangisan dan permintaan tolong wanita itu terdengar hingga ke kamar Gala yang berada di lantai atas. Keheningan malam, membuat Gala dapat mendengar dengan jelas suara rintihan wanita yang berada di dalam kamar Danil beberapa saat yang lalu. Tapi kini wanita itu ditarik paksa meninggalkan rumah Danil.Lampu mobil menyala. Sorotnya begitu jauh menyapu taman bunga yang ada di halaman rumah Danil yang sangat luas. Dengan kecepatan tinggi, kendaraan berkali empat itu melaju meninggalkan rumah berlantai dua milik Danil. Meninggalkan pagar rumah yang dibiarkan terbuka begitu saja.Gala membuang nafas panjang. Benaknya mengembara jauh menerka apa yang sebenarnya terjadi pada ayah angkatnya. Tetapi ia tetap tidak menemukan jawaban apapun. Terbes