Share

PERLAKUAN ANDI

Maya kembali ke rumah Sari dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega bahwa Raka ada di sana untuk membantunya, namun bayangan Andi yang marah masih menghantui pikirannya. Sari menyambut mereka dengan wajah khawatir, segera mendekati Maya.

"Maya, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" tanya Sari dengan cemas.

Maya menceritakan kejadian di taman, dan Sari terlihat marah dan khawatir sekaligus. "Andi sudah keterlaluan. Kita harus melaporkannya ke polisi."

Maya mengangguk pelan. "Aku tahu, Sari. Tapi aku takut. Aku takut Andi akan melakukan sesuatu yang lebih buruk."

Raka menatap Maya dengan tegas. "Kita tidak bisa membiarkan dia terus menerormu. Aku akan menemanimu ke kantor polisi besok. Kamu tidak perlu takut lagi."

Maya merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Raka dan Sari. Malam itu, ia tidur di kamar tamu dengan perasaan was-was, namun tekadnya semakin kuat untuk melindungi dirinya sendiri.

Esok harinya, Maya, Raka, dan Sari pergi ke kantor polisi. Maya memberikan laporan tentang kejadian malam sebelumnya dan perlakuan Andi yang kasar. Polisi mendengarkan dengan serius dan mencatat semua detail yang diberikan Maya. Mereka berjanji akan menyelidiki dan memberikan perlindungan jika diperlukan.

Setelah memberikan laporan, Maya merasa sedikit lebih lega. Raka dan Sari tetap berada di sisinya, memberikan dukungan moral yang sangat dibutuhkan. Ketika mereka keluar dari kantor polisi, Maya merasa beban di pundaknya sedikit berkurang.

Maya dan Sari duduk di ruang tamu, membicarakan rencana ke depan. Maya merasa lebih kuat dengan adanya dukungan dari sahabatnya. Namun, malam itu tidak berlalu tanpa kejutan. Tepat ketika Maya merasa sedikit tenang, telepon rumah berbunyi. Sari mengangkatnya, dan ekspresinya berubah menjadi cemas.

"Maya, ini untukmu," kata Sari, menyerahkan telepon dengan tangan gemetar.

Maya mengambil telepon dengan perasaan was-was. "Halo?"

Suara Andi terdengar di ujung sana, dingin dan penuh ancaman. "Maya, ini belum selesai. Aku tahu di mana kamu berada. Kamu tidak akan bisa lari dariku."

Maya merasakan ketakutan yang luar biasa. "Andi, tolong hentikan ini. Aku hanya ingin hidup dengan tenang."

Andi tertawa kecil, suara yang terdengar menyeramkan. "Kamu tidak akan pernah bisa hidup tenang tanpa aku. Aku akan membuat hidupmu sengsara jika kamu terus melawan."

Telepon terputus, meninggalkan Maya dengan perasaan takut yang mencekam. Ia menatap Sari dengan mata yang penuh ketakutan.

"Dia tahu di mana kita," kata Maya dengan suara gemetar. "Dia akan datang."

Sari memeluk Maya erat-erat, mencoba menenangkannya. "Kita akan menemukan cara untuk melindungi dirimu, Maya. Kamu tidak sendirian."

***

Beberapa hari kemudian, Maya memutuskan untuk menemui seorang pengacara untuk mencari tahu opsi hukumnya. Sari dan Raka menemaninya ke kantor pengacara tersebut. Mereka diterima oleh seorang wanita muda bernama Anita, yang mendengarkan dengan penuh perhatian cerita Maya.

"Ini adalah situasi yang sangat serius," kata Anita dengan tegas. "Kami bisa mengajukan perintah penahanan terhadap Andi dan memastikan dia tidak bisa mendekatimu."

Maya merasa sedikit lega mendengar kata-kata Anita. "Terima kasih, Bu Anita. Aku benar-benar butuh bantuan ini."

Anita tersenyum. "Kita akan melalui ini bersama. Kamu tidak perlu merasa sendirian."

Namun, saat mereka keluar dari kantor pengacara, Maya merasakan perasaan yang aneh. Ketika mereka berjalan menuju mobil, Maya melihat sosok Andi di seberang jalan, menatap mereka dengan penuh kebencian.

"Andi ada di sini," bisik Maya dengan suara gemetar, menunjuk ke arah Andi.

Raka segera menghalangi pandangan Maya dan Andi, mengarahkan Maya dan Sari ke mobil dengan cepat. "Kita harus pergi sekarang."

Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, dan Raka melajukan mobil menjauh dari kantor pengacara. Maya merasa jantungnya berdetak kencang, ketakutan yang mencekam kembali menghantui.

Ketika mereka akhirnya tiba di rumah Sari, Maya merasa sedikit lebih aman, namun bayangan Andi yang mengikuti mereka terus menghantui pikirannya. Di dalam rumah, mereka berusaha menenangkan diri dan mencoba memikirkan langkah selanjutnya.

Sari segera membuat teh hangat untuk semua orang dan mengajak Maya duduk di ruang tamu. Raka, yang masih merasa khawatir, berdiri di dekat jendela, memastikan tidak ada yang mencurigakan di sekitar rumah.

"Kita harus memperketat keamanan di sini," kata Raka serius. "Aku bisa memasang beberapa kamera pengawas dan alarm tambahan."

Maya menatapnya dengan mata penuh terima kasih. "Terima kasih, Raka. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan kalian."

Sari mengangguk setuju. "Kita harus melakukan apa pun yang bisa membuatmu merasa aman, Maya. Kamu tidak sendirian dalam menghadapi ini."

Maya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku ingin bisa hidup tenang tanpa rasa takut."

Dengan bantuan Raka, mereka memasang beberapa kamera pengawas di sekitar rumah Sari. Maya merasa sedikit lebih tenang dengan adanya langkah-langkah keamanan tambahan tersebut. Namun, ketakutan dan kecemasan masih menghantui setiap harinya.

Sementara itu, Maya terus bekerja dan berusaha menjalani kehidupan sehari-hari. Raka sering mengunjunginya di kantor, memberikan dukungan dan perhatian yang sangat dibutuhkan. Mereka berdua mulai mengembangkan ikatan yang lebih dalam, meskipun Maya masih merasa ragu untuk membuka hatinya setelah pengalaman traumatis dengan Andi.

Suatu sore, ketika Maya sedang bekerja, ia menerima pesan dari nomor tak dikenal. Isi pesan tersebut membuat darahnya berdesir.

"Aku melihatmu, Maya. Tidak ada tempat yang aman bagimu."

Maya merasakan ketakutan yang luar biasa. Ia segera menunjukkan pesan tersebut kepada Raka, yang segera menghubungi polisi. Mereka melaporkan pesan tersebut sebagai ancaman dan menyerahkan nomor telepon kepada pihak berwajib untuk ditindaklanjuti.

***

Setelah pulang kerja, Maya duduk di ruang tamu bersama Sari dan Raka. Mereka mencoba menghibur Maya dengan percakapan ringan, namun ketegangan masih terasa di udara. Suara ketukan di pintu depan membuat mereka semua terdiam sejenak.

"Siapa yang datang malam-malam begini?" tanya Sari dengan cemas.

Raka berdiri dan berjalan menuju pintu, memastikan untuk melihat melalui lubang intip sebelum membuka pintu. "Ada seorang petugas polisi di sini," kata Raka, membuka pintu dengan hati-hati.

Petugas polisi itu memperkenalkan dirinya dan menjelaskan bahwa mereka telah melakukan penyelidikan terhadap nomor telepon yang mengirim ancaman kepada Maya. "Kami menemukan bahwa pesan itu berasal dari ponsel yang terdaftar atas nama Andi. Kami akan mengambil langkah-langkah hukum untuk melindungi Anda, Nona Maya."

Maya merasa sedikit lega mendengar kabar tersebut. "Terima kasih, Pak. Saya benar-benar berharap ini akan segera berakhir."

Setelah petugas polisi pergi, Maya, Sari, dan Raka duduk kembali di ruang tamu. Mereka mencoba merencanakan langkah selanjutnya dan memastikan bahwa Maya akan tetap aman. Namun, ketegangan belum berakhir di sana.

***

Malam semakin larut, dan Maya memutuskan untuk beristirahat. Ia masuk ke kamar tamu, mencoba untuk tidur. Namun, rasa cemas masih menghantui pikirannya. Maya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit sambil memikirkan segala hal yang telah terjadi.

Di tengah malam, suara keras terdengar dari luar rumah. Maya terbangun dengan jantung berdebar kencang. Ia mendengar suara kaca pecah dan langkah kaki yang tergesa-gesa di luar kamarnya. Maya segera bangkit dari tempat tidur dan bersembunyi di balik pintu, mencoba untuk tetap tenang.

Pintu kamar Maya tiba-tiba terbuka dengan keras, dan Andi berdiri di sana dengan wajah marah. "Kamu pikir kamu bisa lari dariku, Maya?"

Maya merasa ketakutan yang luar biasa. Ia mencoba berteriak, namun suaranya terperangkap dalam tenggorokan. Andi mendekat dengan langkah berat, sementara Maya merasa dunia di sekelilingnya semakin menyempit.

Sebelum Andi bisa mendekat lebih jauh, suara langkah kaki lain terdengar. Raka muncul di pintu kamar, wajahnya penuh kemarahan. "Berhenti di situ, Andi!"

Andi menoleh dengan tatapan benci, namun sebelum ia bisa bereaksi, Raka menerjangnya. Mereka berdua bergulat di lantai, saling memukul dengan penuh emosi. Maya menyaksikan dengan perasaan campur aduk, ketakutan dan harapan bercampur jadi satu.

Di tengah kekacauan itu, suara sirene polisi terdengar semakin mendekat. Pertarungan antara Raka dan Andi semakin intens, namun Maya tahu bahwa bantuan segera tiba. Namun, apakah mereka akan tiba tepat waktu untuk menyelamatkan Maya dari ancaman Andi?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status