Share

PERLAKUAN ANDI

Author: dyudhistira
last update Last Updated: 2024-06-30 05:11:15

Maya kembali ke rumah Sari dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega bahwa Raka ada di sana untuk membantunya, namun bayangan Andi yang marah masih menghantui pikirannya. Sari menyambut mereka dengan wajah khawatir, segera mendekati Maya.

"Maya, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" tanya Sari dengan cemas.

Maya menceritakan kejadian di taman, dan Sari terlihat marah dan khawatir sekaligus. "Andi sudah keterlaluan. Kita harus melaporkannya ke polisi."

Maya mengangguk pelan. "Aku tahu, Sari. Tapi aku takut. Aku takut Andi akan melakukan sesuatu yang lebih buruk."

Raka menatap Maya dengan tegas. "Kita tidak bisa membiarkan dia terus menerormu. Aku akan menemanimu ke kantor polisi besok. Kamu tidak perlu takut lagi."

Maya merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Raka dan Sari. Malam itu, ia tidur di kamar tamu dengan perasaan was-was, namun tekadnya semakin kuat untuk melindungi dirinya sendiri.

Esok harinya, Maya, Raka, dan Sari pergi ke kantor polisi. Maya memberikan laporan tentang kejadian malam sebelumnya dan perlakuan Andi yang kasar. Polisi mendengarkan dengan serius dan mencatat semua detail yang diberikan Maya. Mereka berjanji akan menyelidiki dan memberikan perlindungan jika diperlukan.

Setelah memberikan laporan, Maya merasa sedikit lebih lega. Raka dan Sari tetap berada di sisinya, memberikan dukungan moral yang sangat dibutuhkan. Ketika mereka keluar dari kantor polisi, Maya merasa beban di pundaknya sedikit berkurang.

Maya dan Sari duduk di ruang tamu, membicarakan rencana ke depan. Maya merasa lebih kuat dengan adanya dukungan dari sahabatnya. Namun, malam itu tidak berlalu tanpa kejutan. Tepat ketika Maya merasa sedikit tenang, telepon rumah berbunyi. Sari mengangkatnya, dan ekspresinya berubah menjadi cemas.

"Maya, ini untukmu," kata Sari, menyerahkan telepon dengan tangan gemetar.

Maya mengambil telepon dengan perasaan was-was. "Halo?"

Suara Andi terdengar di ujung sana, dingin dan penuh ancaman. "Maya, ini belum selesai. Aku tahu di mana kamu berada. Kamu tidak akan bisa lari dariku."

Maya merasakan ketakutan yang luar biasa. "Andi, tolong hentikan ini. Aku hanya ingin hidup dengan tenang."

Andi tertawa kecil, suara yang terdengar menyeramkan. "Kamu tidak akan pernah bisa hidup tenang tanpa aku. Aku akan membuat hidupmu sengsara jika kamu terus melawan."

Telepon terputus, meninggalkan Maya dengan perasaan takut yang mencekam. Ia menatap Sari dengan mata yang penuh ketakutan.

"Dia tahu di mana kita," kata Maya dengan suara gemetar. "Dia akan datang."

Sari memeluk Maya erat-erat, mencoba menenangkannya. "Kita akan menemukan cara untuk melindungi dirimu, Maya. Kamu tidak sendirian."

***

Beberapa hari kemudian, Maya memutuskan untuk menemui seorang pengacara untuk mencari tahu opsi hukumnya. Sari dan Raka menemaninya ke kantor pengacara tersebut. Mereka diterima oleh seorang wanita muda bernama Anita, yang mendengarkan dengan penuh perhatian cerita Maya.

"Ini adalah situasi yang sangat serius," kata Anita dengan tegas. "Kami bisa mengajukan perintah penahanan terhadap Andi dan memastikan dia tidak bisa mendekatimu."

Maya merasa sedikit lega mendengar kata-kata Anita. "Terima kasih, Bu Anita. Aku benar-benar butuh bantuan ini."

Anita tersenyum. "Kita akan melalui ini bersama. Kamu tidak perlu merasa sendirian."

Namun, saat mereka keluar dari kantor pengacara, Maya merasakan perasaan yang aneh. Ketika mereka berjalan menuju mobil, Maya melihat sosok Andi di seberang jalan, menatap mereka dengan penuh kebencian.

"Andi ada di sini," bisik Maya dengan suara gemetar, menunjuk ke arah Andi.

Raka segera menghalangi pandangan Maya dan Andi, mengarahkan Maya dan Sari ke mobil dengan cepat. "Kita harus pergi sekarang."

Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, dan Raka melajukan mobil menjauh dari kantor pengacara. Maya merasa jantungnya berdetak kencang, ketakutan yang mencekam kembali menghantui.

Ketika mereka akhirnya tiba di rumah Sari, Maya merasa sedikit lebih aman, namun bayangan Andi yang mengikuti mereka terus menghantui pikirannya. Di dalam rumah, mereka berusaha menenangkan diri dan mencoba memikirkan langkah selanjutnya.

Sari segera membuat teh hangat untuk semua orang dan mengajak Maya duduk di ruang tamu. Raka, yang masih merasa khawatir, berdiri di dekat jendela, memastikan tidak ada yang mencurigakan di sekitar rumah.

"Kita harus memperketat keamanan di sini," kata Raka serius. "Aku bisa memasang beberapa kamera pengawas dan alarm tambahan."

Maya menatapnya dengan mata penuh terima kasih. "Terima kasih, Raka. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan kalian."

Sari mengangguk setuju. "Kita harus melakukan apa pun yang bisa membuatmu merasa aman, Maya. Kamu tidak sendirian dalam menghadapi ini."

Maya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku ingin bisa hidup tenang tanpa rasa takut."

Dengan bantuan Raka, mereka memasang beberapa kamera pengawas di sekitar rumah Sari. Maya merasa sedikit lebih tenang dengan adanya langkah-langkah keamanan tambahan tersebut. Namun, ketakutan dan kecemasan masih menghantui setiap harinya.

Sementara itu, Maya terus bekerja dan berusaha menjalani kehidupan sehari-hari. Raka sering mengunjunginya di kantor, memberikan dukungan dan perhatian yang sangat dibutuhkan. Mereka berdua mulai mengembangkan ikatan yang lebih dalam, meskipun Maya masih merasa ragu untuk membuka hatinya setelah pengalaman traumatis dengan Andi.

Suatu sore, ketika Maya sedang bekerja, ia menerima pesan dari nomor tak dikenal. Isi pesan tersebut membuat darahnya berdesir.

"Aku melihatmu, Maya. Tidak ada tempat yang aman bagimu."

Maya merasakan ketakutan yang luar biasa. Ia segera menunjukkan pesan tersebut kepada Raka, yang segera menghubungi polisi. Mereka melaporkan pesan tersebut sebagai ancaman dan menyerahkan nomor telepon kepada pihak berwajib untuk ditindaklanjuti.

***

Setelah pulang kerja, Maya duduk di ruang tamu bersama Sari dan Raka. Mereka mencoba menghibur Maya dengan percakapan ringan, namun ketegangan masih terasa di udara. Suara ketukan di pintu depan membuat mereka semua terdiam sejenak.

"Siapa yang datang malam-malam begini?" tanya Sari dengan cemas.

Raka berdiri dan berjalan menuju pintu, memastikan untuk melihat melalui lubang intip sebelum membuka pintu. "Ada seorang petugas polisi di sini," kata Raka, membuka pintu dengan hati-hati.

Petugas polisi itu memperkenalkan dirinya dan menjelaskan bahwa mereka telah melakukan penyelidikan terhadap nomor telepon yang mengirim ancaman kepada Maya. "Kami menemukan bahwa pesan itu berasal dari ponsel yang terdaftar atas nama Andi. Kami akan mengambil langkah-langkah hukum untuk melindungi Anda, Nona Maya."

Maya merasa sedikit lega mendengar kabar tersebut. "Terima kasih, Pak. Saya benar-benar berharap ini akan segera berakhir."

Setelah petugas polisi pergi, Maya, Sari, dan Raka duduk kembali di ruang tamu. Mereka mencoba merencanakan langkah selanjutnya dan memastikan bahwa Maya akan tetap aman. Namun, ketegangan belum berakhir di sana.

***

Malam semakin larut, dan Maya memutuskan untuk beristirahat. Ia masuk ke kamar tamu, mencoba untuk tidur. Namun, rasa cemas masih menghantui pikirannya. Maya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit sambil memikirkan segala hal yang telah terjadi.

Di tengah malam, suara keras terdengar dari luar rumah. Maya terbangun dengan jantung berdebar kencang. Ia mendengar suara kaca pecah dan langkah kaki yang tergesa-gesa di luar kamarnya. Maya segera bangkit dari tempat tidur dan bersembunyi di balik pintu, mencoba untuk tetap tenang.

Pintu kamar Maya tiba-tiba terbuka dengan keras, dan Andi berdiri di sana dengan wajah marah. "Kamu pikir kamu bisa lari dariku, Maya?"

Maya merasa ketakutan yang luar biasa. Ia mencoba berteriak, namun suaranya terperangkap dalam tenggorokan. Andi mendekat dengan langkah berat, sementara Maya merasa dunia di sekelilingnya semakin menyempit.

Sebelum Andi bisa mendekat lebih jauh, suara langkah kaki lain terdengar. Raka muncul di pintu kamar, wajahnya penuh kemarahan. "Berhenti di situ, Andi!"

Andi menoleh dengan tatapan benci, namun sebelum ia bisa bereaksi, Raka menerjangnya. Mereka berdua bergulat di lantai, saling memukul dengan penuh emosi. Maya menyaksikan dengan perasaan campur aduk, ketakutan dan harapan bercampur jadi satu.

Di tengah kekacauan itu, suara sirene polisi terdengar semakin mendekat. Pertarungan antara Raka dan Andi semakin intens, namun Maya tahu bahwa bantuan segera tiba. Namun, apakah mereka akan tiba tepat waktu untuk menyelamatkan Maya dari ancaman Andi?

***

Related chapters

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   KEPUTUSAN BERANI

    Ketika polisi datang, suasana di rumah Sari penuh dengan ketegangan. Raka dan Andi masih bergulat di lantai, namun dengan cepat polisi memisahkan mereka dan memborgol Andi. Maya, yang gemetar di sudut ruangan, merasa sedikit lega melihat Andi akhirnya dibawa pergi. Namun, kelegaan itu hanya sesaat. Setelah polisi pergi, Maya, Sari, dan Raka duduk bersama di ruang tamu, mencoba menenangkan diri. Malam itu begitu panjang, dan mereka tahu bahwa ini belum berakhir. Pagi harinya, Maya bangun dengan perasaan campur aduk. Meskipun Andi telah ditangkap, bayangan dan ketakutan akan dirinya masih menghantui. Maya memutuskan untuk tetap melanjutkan hidup dan mencoba mencari cara untuk meraih kebebasan yang selama ini ia rindukan. Di kantor, Maya berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus kembali pada kejadian malam sebelumnya. Sari menghubungi Maya di siang hari, memastikan bahwa ia baik-baik saja. "Maya, aku sudah bicara dengan pengacara lagi. Mereka akan membantu kita untu

    Last Updated : 2024-06-30
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   ANCAMAN ANDI

    Maya merasa gelisah sepanjang malam, tak bisa tidur dengan tenang. Setiap suara kecil membuatnya terlonjak, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Andi yang mengancam. Sari dan Raka mencoba menenangkan Maya, namun ketakutan masih menyelimuti dirinya. Keesokan paginya, Maya, Sari, dan Raka duduk di ruang tamu, memikirkan langkah selanjutnya. Sari menyeduh kopi untuk semua orang, sementara Raka memeriksa kembali keamanan rumah. "Kita harus tetap waspada," kata Raka dengan suara serius. "Aku sudah menghubungi polisi lagi dan mereka berjanji akan meningkatkan patroli di sekitar rumah ini." Maya mengangguk lemah. "Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan seperti ini." Sari memegang tangan Maya erat. "Kamu tidak sendirian, Maya. Kita akan melalui ini bersama. Kita harus tetap kuat." *** Beberapa hari berlalu dengan ketegangan yang terus menghantui. Suatu pagi, saat Maya membuka pintu depan untuk mengambil surat, ia menemukan sebuah

    Last Updated : 2024-06-30
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   Permohonan Maaf Andi

    Maya memutuskan untuk kembali bekerja dengan perasaan yang was-was. Meskipun sari sudah memberikan saran pada Maya untuk mengambil cuti, tapi Maya merasa dirinya baik-baik saja. Perlakuan Andi yang liar, membuat Maya merasa tidak nyaman selama hampir sebulan terakhir ini. Kalau saja tidak ada Sari sahabatnya, dan Raka seseorang yang selalu muncul bak pangeran kuda putih yang menyelamatkan putri raja dari ancaman penyihir jahat, mungkin Maya tidak akan kuat menjalani hidup ini. "Kamu yakin mau berangkat kerja?" Tanya sari saat Maya bersiap untuk pergi ke kantor. "Aku, harus yakin sar. Aku gak mau hidupku terus di penuhi ketakutan seperti ini." Jawabnya. Sari tersenyum sambil memberikan pelukan semangat kepada sahabatnya itu. "Makasih sar, kamu selalu membantu ku." Bisik Maya sambil berpamitan. Sari melambaikan tangan di muka pintu. Melihat sahabatnya yang pergi berjalan kaki menuju halte pemberhentian bus yang ada di depan jalan utama. Perasaan khawatir menyergap h

    Last Updated : 2024-07-27
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   BUKET BUNGA BESAR

    Sepanjang hari, setelah Maya bertemu Andi dan menyetujui untuk kembali ke rumahnya, Maya semakin memikirkan apa langkah yang seharusnya ia ambil. Maya menyetujui ucapan Andi untuk pulang kerumahnya, hanya agar Andi bisa cepat pergi dan Maya bisa kembali lagi ke kantor dengan selamat siang tadi. Kali ini, ketika waktu pulang kerja semakin dekat, Maya semakin gelisah, ketakutan dan entah kenapa kali ini ada perasaan bimbang di hatinya. Perlakuan Andi tadi, kata-kata manisnya, membuai keyakinan Maya kalau Andi memang sudah berubah. Mungkin karena ia sempat di tahan di kantor polisi beberapa hari lalu, pikir Maya. Raka, orang yang paling ingin di temuinya sehari ini, bahkan belum memberikan kabar kepada Maya. Maya ingin sekali bercerita soal ini kepada Raka. "Mbak, suami nya sudah nunggu di lobi." Lamunan Maya buyar ketika seorang satpam masuk ke ruangannya dan memberi tahukan info kalau Andi yang tadi siang membuat keributan di lobi kantor nya sudah tiba. Maya mengerjap, ia meli

    Last Updated : 2024-07-29
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   Ibu Mertua Maya

    Rumah yang sempat ditinggalkan Maya, belum berubah sama sekali. Semuanya masih sama. Walaupun hatinya masih ragu, akhirnya Maya memutuskan untuk pulang bersama Andi sepulang kerja. "Selamat datang kembali Maya." Ucap Andi sambil tersenyum. Maya tahu keputusan nya ini bukanlah keputusan yang terbaik. Maya hanya berfikir untuk memberikan Andi satu lagi kesempatan sebelum dirinya mengambil keputusan untuk bersama dengan Andi lagi atau benar-benar berpisah untuk selamanya. "Terimakasih" Gumam Maya sambil berjalan melewati beberapa ruangan di rumah lamanya ini. Tidak bisa di pungkiri, ada rasa rindu di hati Maya saat ia melihat lagi setiap ruangan di rumah yang sudah mengisi harinya selama tujuh tahun pernikahan nya dengan Andi. Dulu, ketika awal pernikahan, Andi adalah pribadi yang baik, romantis dan penuh perhatian. Sampai kemudian, sikapnya berubah setelah tahun ke tiga pernikahan.Bu Ratna, ibu mertua Maya yang terus menerus menanyakan soal momongan kepada Andi, mulai merubah sik

    Last Updated : 2024-07-31
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   RUMAH TANGGA YANG TIDAK HARMONIS

    Maya mengelap keringat di dahinya sambil memandang meja makan yang telah tertata rapi. Piring porselen dengan motif bunga mawar, sendok dan garpu yang berkilau, serta mangkuk sup yang mengepulkan uap hangat berisi sup ayam kesukaan suaminya, Andi. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke-7, dan Maya telah berusaha keras untuk memastikan semuanya sempurna.Maya adalah seorang wanita berusia 34 tahun dengan wajah lembut dan mata yang selalu memancarkan kebaikan. Meskipun usianya bertambah, kecantikannya tetap terjaga, terlihat dari senyum yang selalu ia kenakan meski di tengah kepedihan. Ia mengenakan gaun berwarna biru muda yang dipilihnya dengan hati-hati pagi tadi, berharap Andi akan memperhatikan dan mungkin, hanya mungkin, memujinya.Tepat saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, Maya mendengar suara derap kaki di pintu depan. Ia memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan dan berdiri dengan gugup menanti kedatangan Andi. Pintu terbuka dengan suara berderit, dan

    Last Updated : 2024-06-30
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   PERJALANAN BARU KEHIDUPAN MAYA

    Maya memandangi kertas di tangannya dengan perasaan campur aduk. Malam telah semakin larut, dan bunyi jam di ruang tamu berdetak pelan, seolah menghitung setiap detik yang berlalu. Isi amplop itu ternyata adalah surat perceraian yang Andi ajukan. Ia merasa terperangkap dalam mimpi buruk yang tak berujung. Pagi harinya, Maya terbangun dengan perasaan tak tenang. Cahaya matahari masuk melalui celah tirai, menerangi kamar yang terasa begitu dingin dan asing. Andi telah bangun lebih awal seperti biasa, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Maya duduk di tepi tempat tidur, memegangi surat itu dengan tangan yang masih gemetar. Di ruang tamu, Andi sedang duduk dengan tenang, menyeruput kopi sambil membaca koran. Ketika Maya masuk, ia bahkan tidak menoleh. Jantung Maya berdegup kencang, dan ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk menghadapi kenyataan yang pahit. "Mas, apa maksudnya ini?" tanya Maya dengan suara yang hampir berbisik, menahan air mata yang sudah mulai mengalir di pi

    Last Updated : 2024-06-30
  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   DIBALIK SEBUAH KESULITAN

    Di saat yang sama, seseorang mendengar suara gaduh dari gang tersebut. Langkah kaki mendekat dengan cepat, dan tiba-tiba ada seorang pria lain yang menerobos masuk, mendorong penyerang Maya hingga terjatuh. "Apa yang kau lakukan?!" bentak pria itu, memukul penyerang hingga terlempar ke tanah. Penyerang itu melarikan diri, meninggalkan Maya yang terengah-engah dan gemetar. Pria penyelamat itu mendekati Maya dengan wajah khawatir. "Kamu baik-baik saja?" Maya mengangguk pelan, masih shock. "Ya, terima kasih... Kamu siapa?" Pria itu tersenyum lembut. "Aku Raka. Aku kebetulan lewat dan mendengar teriakanmu." Maya mencoba bangkit, namun kakinya masih lemas. Raka membantunya berdiri dan membawanya ke tempat yang lebih aman. Mereka duduk di sebuah bangku taman, dan Raka menawari Maya air dari botol yang dibawanya. "Kamu harus lebih berhati-hati. Ini daerah yang agak rawan," kata Raka. Maya mengangguk, mencoba menenangkan diri. "Terima kasih banyak, Raka. Aku tidak tahu apa yan

    Last Updated : 2024-06-30

Latest chapter

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   Ibu Mertua Maya

    Rumah yang sempat ditinggalkan Maya, belum berubah sama sekali. Semuanya masih sama. Walaupun hatinya masih ragu, akhirnya Maya memutuskan untuk pulang bersama Andi sepulang kerja. "Selamat datang kembali Maya." Ucap Andi sambil tersenyum. Maya tahu keputusan nya ini bukanlah keputusan yang terbaik. Maya hanya berfikir untuk memberikan Andi satu lagi kesempatan sebelum dirinya mengambil keputusan untuk bersama dengan Andi lagi atau benar-benar berpisah untuk selamanya. "Terimakasih" Gumam Maya sambil berjalan melewati beberapa ruangan di rumah lamanya ini. Tidak bisa di pungkiri, ada rasa rindu di hati Maya saat ia melihat lagi setiap ruangan di rumah yang sudah mengisi harinya selama tujuh tahun pernikahan nya dengan Andi. Dulu, ketika awal pernikahan, Andi adalah pribadi yang baik, romantis dan penuh perhatian. Sampai kemudian, sikapnya berubah setelah tahun ke tiga pernikahan.Bu Ratna, ibu mertua Maya yang terus menerus menanyakan soal momongan kepada Andi, mulai merubah sik

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   BUKET BUNGA BESAR

    Sepanjang hari, setelah Maya bertemu Andi dan menyetujui untuk kembali ke rumahnya, Maya semakin memikirkan apa langkah yang seharusnya ia ambil. Maya menyetujui ucapan Andi untuk pulang kerumahnya, hanya agar Andi bisa cepat pergi dan Maya bisa kembali lagi ke kantor dengan selamat siang tadi. Kali ini, ketika waktu pulang kerja semakin dekat, Maya semakin gelisah, ketakutan dan entah kenapa kali ini ada perasaan bimbang di hatinya. Perlakuan Andi tadi, kata-kata manisnya, membuai keyakinan Maya kalau Andi memang sudah berubah. Mungkin karena ia sempat di tahan di kantor polisi beberapa hari lalu, pikir Maya. Raka, orang yang paling ingin di temuinya sehari ini, bahkan belum memberikan kabar kepada Maya. Maya ingin sekali bercerita soal ini kepada Raka. "Mbak, suami nya sudah nunggu di lobi." Lamunan Maya buyar ketika seorang satpam masuk ke ruangannya dan memberi tahukan info kalau Andi yang tadi siang membuat keributan di lobi kantor nya sudah tiba. Maya mengerjap, ia meli

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   Permohonan Maaf Andi

    Maya memutuskan untuk kembali bekerja dengan perasaan yang was-was. Meskipun sari sudah memberikan saran pada Maya untuk mengambil cuti, tapi Maya merasa dirinya baik-baik saja. Perlakuan Andi yang liar, membuat Maya merasa tidak nyaman selama hampir sebulan terakhir ini. Kalau saja tidak ada Sari sahabatnya, dan Raka seseorang yang selalu muncul bak pangeran kuda putih yang menyelamatkan putri raja dari ancaman penyihir jahat, mungkin Maya tidak akan kuat menjalani hidup ini. "Kamu yakin mau berangkat kerja?" Tanya sari saat Maya bersiap untuk pergi ke kantor. "Aku, harus yakin sar. Aku gak mau hidupku terus di penuhi ketakutan seperti ini." Jawabnya. Sari tersenyum sambil memberikan pelukan semangat kepada sahabatnya itu. "Makasih sar, kamu selalu membantu ku." Bisik Maya sambil berpamitan. Sari melambaikan tangan di muka pintu. Melihat sahabatnya yang pergi berjalan kaki menuju halte pemberhentian bus yang ada di depan jalan utama. Perasaan khawatir menyergap h

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   ANCAMAN ANDI

    Maya merasa gelisah sepanjang malam, tak bisa tidur dengan tenang. Setiap suara kecil membuatnya terlonjak, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Andi yang mengancam. Sari dan Raka mencoba menenangkan Maya, namun ketakutan masih menyelimuti dirinya. Keesokan paginya, Maya, Sari, dan Raka duduk di ruang tamu, memikirkan langkah selanjutnya. Sari menyeduh kopi untuk semua orang, sementara Raka memeriksa kembali keamanan rumah. "Kita harus tetap waspada," kata Raka dengan suara serius. "Aku sudah menghubungi polisi lagi dan mereka berjanji akan meningkatkan patroli di sekitar rumah ini." Maya mengangguk lemah. "Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan seperti ini." Sari memegang tangan Maya erat. "Kamu tidak sendirian, Maya. Kita akan melalui ini bersama. Kita harus tetap kuat." *** Beberapa hari berlalu dengan ketegangan yang terus menghantui. Suatu pagi, saat Maya membuka pintu depan untuk mengambil surat, ia menemukan sebuah

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   KEPUTUSAN BERANI

    Ketika polisi datang, suasana di rumah Sari penuh dengan ketegangan. Raka dan Andi masih bergulat di lantai, namun dengan cepat polisi memisahkan mereka dan memborgol Andi. Maya, yang gemetar di sudut ruangan, merasa sedikit lega melihat Andi akhirnya dibawa pergi. Namun, kelegaan itu hanya sesaat. Setelah polisi pergi, Maya, Sari, dan Raka duduk bersama di ruang tamu, mencoba menenangkan diri. Malam itu begitu panjang, dan mereka tahu bahwa ini belum berakhir. Pagi harinya, Maya bangun dengan perasaan campur aduk. Meskipun Andi telah ditangkap, bayangan dan ketakutan akan dirinya masih menghantui. Maya memutuskan untuk tetap melanjutkan hidup dan mencoba mencari cara untuk meraih kebebasan yang selama ini ia rindukan. Di kantor, Maya berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus kembali pada kejadian malam sebelumnya. Sari menghubungi Maya di siang hari, memastikan bahwa ia baik-baik saja. "Maya, aku sudah bicara dengan pengacara lagi. Mereka akan membantu kita untu

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   PERLAKUAN ANDI

    Maya kembali ke rumah Sari dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega bahwa Raka ada di sana untuk membantunya, namun bayangan Andi yang marah masih menghantui pikirannya. Sari menyambut mereka dengan wajah khawatir, segera mendekati Maya. "Maya, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" tanya Sari dengan cemas. Maya menceritakan kejadian di taman, dan Sari terlihat marah dan khawatir sekaligus. "Andi sudah keterlaluan. Kita harus melaporkannya ke polisi." Maya mengangguk pelan. "Aku tahu, Sari. Tapi aku takut. Aku takut Andi akan melakukan sesuatu yang lebih buruk." Raka menatap Maya dengan tegas. "Kita tidak bisa membiarkan dia terus menerormu. Aku akan menemanimu ke kantor polisi besok. Kamu tidak perlu takut lagi." Maya merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Raka dan Sari. Malam itu, ia tidur di kamar tamu dengan perasaan was-was, namun tekadnya semakin kuat untuk melindungi dirinya sendiri.Esok harinya, Maya, Raka, dan Sari pergi ke kantor polisi. Maya memberikan lapora

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   DIBALIK SEBUAH KESULITAN

    Di saat yang sama, seseorang mendengar suara gaduh dari gang tersebut. Langkah kaki mendekat dengan cepat, dan tiba-tiba ada seorang pria lain yang menerobos masuk, mendorong penyerang Maya hingga terjatuh. "Apa yang kau lakukan?!" bentak pria itu, memukul penyerang hingga terlempar ke tanah. Penyerang itu melarikan diri, meninggalkan Maya yang terengah-engah dan gemetar. Pria penyelamat itu mendekati Maya dengan wajah khawatir. "Kamu baik-baik saja?" Maya mengangguk pelan, masih shock. "Ya, terima kasih... Kamu siapa?" Pria itu tersenyum lembut. "Aku Raka. Aku kebetulan lewat dan mendengar teriakanmu." Maya mencoba bangkit, namun kakinya masih lemas. Raka membantunya berdiri dan membawanya ke tempat yang lebih aman. Mereka duduk di sebuah bangku taman, dan Raka menawari Maya air dari botol yang dibawanya. "Kamu harus lebih berhati-hati. Ini daerah yang agak rawan," kata Raka. Maya mengangguk, mencoba menenangkan diri. "Terima kasih banyak, Raka. Aku tidak tahu apa yan

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   PERJALANAN BARU KEHIDUPAN MAYA

    Maya memandangi kertas di tangannya dengan perasaan campur aduk. Malam telah semakin larut, dan bunyi jam di ruang tamu berdetak pelan, seolah menghitung setiap detik yang berlalu. Isi amplop itu ternyata adalah surat perceraian yang Andi ajukan. Ia merasa terperangkap dalam mimpi buruk yang tak berujung. Pagi harinya, Maya terbangun dengan perasaan tak tenang. Cahaya matahari masuk melalui celah tirai, menerangi kamar yang terasa begitu dingin dan asing. Andi telah bangun lebih awal seperti biasa, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Maya duduk di tepi tempat tidur, memegangi surat itu dengan tangan yang masih gemetar. Di ruang tamu, Andi sedang duduk dengan tenang, menyeruput kopi sambil membaca koran. Ketika Maya masuk, ia bahkan tidak menoleh. Jantung Maya berdegup kencang, dan ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk menghadapi kenyataan yang pahit. "Mas, apa maksudnya ini?" tanya Maya dengan suara yang hampir berbisik, menahan air mata yang sudah mulai mengalir di pi

  • Dibalik Pintu Rumah Tanggaku.   RUMAH TANGGA YANG TIDAK HARMONIS

    Maya mengelap keringat di dahinya sambil memandang meja makan yang telah tertata rapi. Piring porselen dengan motif bunga mawar, sendok dan garpu yang berkilau, serta mangkuk sup yang mengepulkan uap hangat berisi sup ayam kesukaan suaminya, Andi. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke-7, dan Maya telah berusaha keras untuk memastikan semuanya sempurna.Maya adalah seorang wanita berusia 34 tahun dengan wajah lembut dan mata yang selalu memancarkan kebaikan. Meskipun usianya bertambah, kecantikannya tetap terjaga, terlihat dari senyum yang selalu ia kenakan meski di tengah kepedihan. Ia mengenakan gaun berwarna biru muda yang dipilihnya dengan hati-hati pagi tadi, berharap Andi akan memperhatikan dan mungkin, hanya mungkin, memujinya.Tepat saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, Maya mendengar suara derap kaki di pintu depan. Ia memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan dan berdiri dengan gugup menanti kedatangan Andi. Pintu terbuka dengan suara berderit, dan

DMCA.com Protection Status