Share

ANCAMAN ANDI

Maya merasa gelisah sepanjang malam, tak bisa tidur dengan tenang. Setiap suara kecil membuatnya terlonjak, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Andi yang mengancam. Sari dan Raka mencoba menenangkan Maya, namun ketakutan masih menyelimuti dirinya.

Keesokan paginya, Maya, Sari, dan Raka duduk di ruang tamu, memikirkan langkah selanjutnya. Sari menyeduh kopi untuk semua orang, sementara Raka memeriksa kembali keamanan rumah.

"Kita harus tetap waspada," kata Raka dengan suara serius. "Aku sudah menghubungi polisi lagi dan mereka berjanji akan meningkatkan patroli di sekitar rumah ini."

Maya mengangguk lemah. "Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan seperti ini."

Sari memegang tangan Maya erat. "Kamu tidak sendirian, Maya. Kita akan melalui ini bersama. Kita harus tetap kuat."

***

Beberapa hari berlalu dengan ketegangan yang terus menghantui. Suatu pagi, saat Maya membuka pintu depan untuk mengambil surat, ia menemukan sebuah amplop misterius yang tidak beralamat. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop tersebut dan menemukan sebuah surat yang membuat darahnya berdesir.

"Aku selalu tahu di mana kamu berada. Tidak ada tempat yang aman bagimu."

Maya berlari kembali ke dalam rumah dengan surat tersebut, menunjukkan kepada Sari dan Raka. "Andi mengirimkan ini. Dia tahu di mana aku berada."

Raka mengambil surat itu dan membacanya dengan rahang terkatup. "Kita harus segera melaporkan ini ke polisi. Ini tidak bisa dibiarkan."

Maya mengangguk, merasa ketakutan yang mendalam kembali menyergap. "Aku tidak tahu bagaimana dia bisa menemukan kita. Apa yang harus kita lakukan?"

Mereka segera pergi ke kantor polisi dan menyerahkan surat tersebut sebagai bukti tambahan. Petugas polisi berjanji akan meningkatkan pengawasan dan mencoba melacak asal usul surat tersebut. Mereka juga memberi tahu Maya bahwa mereka telah mengeluarkan peringatan pencarian terhadap Andi di seluruh kota.

"Kami akan melakukan yang terbaik untuk menangkapnya," kata petugas polisi dengan tegas. "Tolong tetap waspada dan jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada hal mencurigakan."

***

Malam itu, Sari dan Raka duduk bersama Maya, mencoba merencanakan langkah lebih jauh untuk memastikan keamanannya. Raka mengusulkan agar Maya tinggal di tempat lain untuk sementara waktu, mungkin di rumah keluarga atau teman yang lain.

"Kita harus mempertimbangkan semua opsi," kata Raka. "Mungkin tinggal di tempat yang Andi tidak tahu bisa memberikanmu sedikit ketenangan."

Maya menggeleng. "Aku tidak ingin terus melarikan diri. Aku ingin menghadapi ini dan mendapatkan kebebasanku. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya."

Sari memeluk Maya erat. "Kita akan menemukan caranya, Maya. Kita tidak akan membiarkan Andi terus mengendalikan hidupmu."

Malam semakin larut dan Maya mencoba untuk tidur meskipun perasaan cemas masih menghantui. Namun, saat tengah malam, suara ketukan keras di pintu depan membangunkan semua orang. Raka segera bergegas ke pintu, memastikan untuk melihat melalui lubang intip sebelum membuka.

"Tidak ada siapa-siapa di luar," kata Raka, bingung. "Tapi ada sesuatu di pintu."

Raka membuka pintu dengan hati-hati dan menemukan sebuah paket kecil yang ditinggalkan di depan pintu. Ia membawanya masuk dan mereka bertiga duduk di meja makan, menatap paket tersebut dengan cemas.

"Jangan buka, Raka. Itu bisa saja jebakan," kata Sari dengan suara gemetar.

Raka mengangguk dan memutuskan untuk membuka paket dengan hati-hati menggunakan alat untuk menjaga jarak. Di dalam paket tersebut, mereka menemukan sebuah boneka kecil yang rusak dengan pesan tertulis di kertas.

"Kamu akan berakhir seperti ini jika terus melawan."

***

Maya, Sari, dan Raka duduk terdiam di ruang tamu, merenungkan pesan mengerikan yang baru saja mereka terima. Ketakutan Maya semakin memuncak, namun ia tahu bahwa ia harus tetap kuat demi keselamatannya sendiri dan orang-orang yang ia sayangi.

Keesokan paginya, mereka segera pergi ke kantor polisi untuk melaporkan ancaman terbaru dari Andi. Petugas polisi yang menangani kasus mereka, Pak Budi, mendengarkan dengan serius dan berjanji akan meningkatkan patroli di sekitar rumah Sari.

"Kami akan mengerahkan segala upaya untuk menangkap Andi. Sementara itu, tolong tetap waspada dan jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada hal mencurigakan," kata Pak Budi.

Maya mengangguk, merasa sedikit lebih tenang dengan jaminan dari polisi. Namun, ia tahu bahwa ketakutan ini tidak akan hilang begitu saja.

***

Sari dan Raka mulai membahas rencana pelarian yang lebih terstruktur. Mereka memutuskan bahwa Maya harus tinggal di tempat lain untuk sementara waktu, mungkin di rumah kerabat yang jauh dari jangkauan Andi.

"Maya, aku punya sepupu yang tinggal di luar kota. Mereka bisa menampung mu sementara waktu," kata Sari.

Maya mempertimbangkan usulan itu. "Aku tidak ingin merepotkan orang lain, tapi mungkin ini adalah langkah terbaik untuk sementara."

Raka mengangguk setuju. "Kami akan mengantar dan memastikan kamu aman di sana. Kita harus bertindak cepat sebelum Andi mencoba sesuatu yang lebih berbahaya."

Maya, Sari, dan Raka berkemas dengan cepat. Mereka memilih waktu yang tepat untuk meninggalkan rumah dengan harapan tidak akan menarik perhatian Andi. Perjalanan menuju rumah sepupu Sari berlangsung dalam diam yang penuh ketegangan.

Saat mereka mendekati tujuan, Raka berhenti di sebuah pom bensin untuk mengisi bahan bakar. Maya tetap di dalam mobil, sementara Sari keluar untuk membeli makanan dan minuman.

Saat Raka sedang mengisi bensin, Maya melihat ke arah cermin spion dan merasakan jantungnya berdebar kencang. Sebuah mobil yang familiar sedang mendekat. Itu mobil Andi.

"Ayo cepat, Raka! Kita harus pergi sekarang!" teriak Maya panik.

Raka melihat ke arah yang ditunjuk Maya dan segera menyadari bahaya yang mendekat. Ia segera menyelesaikan pengisian bahan bakar dan memanggil Sari yang baru saja keluar dari toko.

Sari berlari kembali ke mobil, dan mereka segera melarikan diri dari pom bensin dengan kecepatan tinggi. Andi mulai mengejar mereka, membuat ketegangan meningkat.

Mobil yang mereka kendarai melaju dengan cepat, mencoba menghindari kejaran Andi. Raka mengemudi dengan penuh konsentrasi, sementara Maya dan Sari berdoa agar mereka bisa lolos dengan selamat.

"Sari, hubungi polisi dan beri tahu mereka tentang situasi kita," kata Raka dengan suara tegas.

Sari segera menghubungi polisi dan melaporkan pengejaran tersebut. Polisi berjanji akan mengirimkan bantuan secepat mungkin.

Maya menatap ke belakang, melihat Andi yang terus mengejar mereka dengan ekspresi marah di wajahnya. "Kita harus keluar dari jalan utama. Mungkin kita bisa kehilangan dia di jalan kecil."

Raka mengikuti saran Maya dan membelokkan mobil ke jalan yang lebih sempit dan berkelok-kelok. Namun, Andi tetap gigih dalam mengejar mereka.

Saat mereka melintasi jalan sempit, sebuah truk besar muncul dari arah berlawanan. Raka harus mengerem mendadak dan membelokkan mobil untuk menghindari tabrakan, membuat mereka hampir tergelincir dari jalan.

Andi, yang tidak bisa bereaksi secepat itu, menabrak truk tersebut dengan keras. Tabrakan itu membuat mobil Andi terhenti dan memberi kesempatan bagi Maya, Sari, dan Raka untuk melarikan diri.

Namun, ketegangan belum berakhir. Meskipun mereka berhasil lolos untuk sementara, Maya tahu bahwa Andi akan terus mengejar mereka. Mereka harus menemukan cara untuk memastikan Andi tidak lagi mengancam hidup mereka.

***

Maya, Sari, dan Raka akhirnya tiba di rumah sepupu Sari dengan selamat. Mereka disambut dengan hangat dan segera diberi tempat untuk beristirahat. Namun, saat malam tiba, Maya tidak bisa tidur. Pikirannya masih dipenuhi oleh ketakutan akan Andi.

Tengah malam, suara dering telepon membuat Maya terbangun. Ia melihat layar telepon dan merasa jantungnya berhenti sejenak. Itu adalah nomor yang tidak dikenal.

Dengan tangan gemetar, Maya mengangkat telepon dan mendengar suara yang sangat ia kenal.

"Kamu pikir bisa lari dari aku, Maya? Aku akan selalu menemukanmu."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status