Share

Permohonan Maaf Andi

Maya memutuskan untuk kembali bekerja dengan perasaan yang was-was. Meskipun sari sudah memberikan saran pada Maya untuk mengambil cuti, tapi Maya merasa dirinya baik-baik saja.

Perlakuan Andi yang liar, membuat Maya merasa tidak nyaman selama hampir sebulan terakhir ini. Kalau saja tidak ada Sari sahabatnya, dan Raka seseorang yang selalu muncul bak pangeran kuda putih yang menyelamatkan putri raja dari ancaman penyihir jahat, mungkin Maya tidak akan kuat menjalani hidup ini.

"Kamu yakin mau berangkat kerja?" Tanya sari saat Maya bersiap untuk pergi ke kantor.

"Aku, harus yakin sar. Aku gak mau hidupku terus di penuhi ketakutan seperti ini." Jawabnya.

Sari tersenyum sambil memberikan pelukan semangat kepada sahabatnya itu.

"Makasih sar, kamu selalu membantu ku." Bisik Maya sambil berpamitan.

Sari melambaikan tangan di muka pintu. Melihat sahabatnya yang pergi berjalan kaki menuju halte pemberhentian bus yang ada di depan jalan utama.

Perasaan khawatir menyergap hati Sari. Ia memutuskan untuk menelepon orang yang selalu membantu Maya belakangan ini. Raka.

"Halo Raka." Sapa Sari.

"Halo kenapa sar?"

"Hari ini kamu sibuk gak?"

"Aku, cuma ada meeting sebentar sampai jam sepuluh. selepas itu aku santai. Kenapa sar?" Tanya Raka.

"Aku, khawatir dengan Maya. dia maksa untuk berangkat kerja, dan sekarang sudah pergi ke kantor."

Raka mengangguk seolah sari bisa melihat ekspresinya. "Ok kamu tenang aja, selama Maya di kantor dia aman." Jawab Raka.

Sari mengerutkan kening. Ia heran kenapa Raka bisa begitu yakin. "Kamu serius?"

"Iya aku serius. aku jamin." jawab Raka pasti.

Dengan hati yang sedikit tenang, Sari menutup telepon sambil berfikir, kenapa Raka bisa berkata sebegitu yakinnya. Sari dan Maya memang belum begitu mengenal Raka. Maya dan Raka bertemu di kondisi yang tidak di sengaja. Lalu, mereka selalu bertemu dan semakin dekat.

Padahal mereka belum tahu siapa sebenarnya Raka?

***

"Maya, kamu bisa keruangan saya." Ucap salah seorang atasan langsung Maya di kantor tempatnya bekerja.

Maya mengangguk sambil berdiri meninggalkan meja kerjanya.

Maya masuk ke dalam sebuah ruangan bertuliskan manager area di depan pintu masuk nya. Hatinya sedikit tegang, ia takut kalau-kalau ia berbuat salah dan ia tidak menyadari itu.

"Silahkan duduk." Ucap Pak Subroto.

Maya mengangguk lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan manager area nya itu.

"Ada apa pak?" Tanya Maya ragu.

"Oh enggak may, saya cuma mau tanya bagaimana kondisi kamu setelah sebulan kerja disini. Saya juga belum mengenal baik kamu kan?" Tanya lelaki yang memiliki badan tegap walaupun uban sudah hampir memenuhi rambutnya.

"Saya, sangat bersyukur pak bisa mendapatkan pekerjaan disini dan saya sangat kerasan."

Pak Subroto tersenyum. Ada Kerut di bagian matanya yang tertarik. "Syukurlah, saya cuma mau memastikan kalau pekerjaan kamu lancar dan baik-baik saja. Karena, setelah tiga bulan masa training kamu berakhir, saya punya rencana untuk memindahkan kamu ke kantor cabang yang ada di Semarang. Kamu bersedia kalau nanti kamu saya pindahkan ke Semarang?" Tanya pak Subroto lagi.

Maya terdiam sebentar mendengar pertanyaan mendadak ini. Benaknya tentu beradu argumen, ia ingin sekali memulai kehidupan. Kehidupan rumah tangga nya dan babak baru setelah perceraian dengan Andi nanti, pasti akan lebih berat.

"Begitu ya pak? apa saya harus menjawab sekarang pak?" Tanya Maya ragu.

"Tidak perlu sekarang may. kamu hanya cukup memikirkan matang-matang keputusan kamu dulu. Karena memang kami mencari orang yang tepat untuk mengembangkan perusahaan ini di cabang semarang. Dan saya rasa, kamu adalah orang yang tepat."

Maya mengangguk, menghargai penilaian manager area nya ini. "Baik pak terimakasih sebelumnya. Saya harus memikirkan ini terlebih dahulu saya minta waktu untuk menjawabnya."

Pak Subroto mengangguk. "Baiklah may, saya rasa cuma itu yang bisa saya tanyakan. Selamat bekerja kembali." Ucap nya sembari mempersilahkan Maya keluar dari ruangannya.

Maya kembali ke meja kerjanya dengan perasaan yang tidak karuan. Langkahnya gontai. entah kenapa ia ingin sekali menghubungi Raka untuk membicarakan hal ini. Padahal, Andi adalah masih menjadi suami sah nya dalam proses perceraiannya.

"Raka." Gumamnya pelan sambil menjatuhkan badannya ke kursi.

Maya segera mengambil handphonenya, lalu mencari kontak Raka di handphone nya.

"Halo, Raka." Tanya Maya.

"Halo... may, nanti aku telepon kamu balik ya." Jawab Raka berbisik.

Hati Maya mencelos mendengarnya. Tanpa Maya tahu, Raka Memang sedang ditengah rapat di kantornya.

"Oh baik, maaf aku mengganggu." Jawabnya sambil mematikan telepon.

Raka kembali menyimpan handphonenya. Lalu, sedetik kemudian dering teleponnya berbunyi.

Nomor tidak dikenal yang meneleponnya.

"Halo ..." Maya mengangkat teleponnya ragu.

"MAYA! KELUAR KAMU AKU DI LOBI KANTOR MU!"

Jelas sekali suara Andi. Suara Andi yang membentak keras sampai Maya harus menjauhkan teleponnya dari telinga.

"Mas--Mau apa lagi kamu datang?" Ucap Maya pelan.

"CEPAT KELUAR! ATAU AKU AKAN PERMALUKAN KAMU DISINI!"

Maya terdiam sebentar, kaki nya gemetar. Tapi, dengan ragu, Maya memutuskan untuk turun ke lobi dan menemui Andi.

Sosok yang beberapa hari ini mengancam dan membabi buta, sudah berdiri di meja resepsionis, di tahan dua orang satpam yang menjaga nya agar tidak masuk.

Maya menarik nafas pelan, ia berjalan menghampiri Andi yang sudah melihatnya.

"May. Ayo ikut aku!" Tanpa ragu, Andi menarik tangan Maya menerobos dua orang satpam yang menjegalnya.

"Mas! stop mas!" Maya mencoba meronta melepas tangan Andi. Tapi sayangnya, cengkeraman tangan Andi begitu keras.

Mau tidak mau, Maya mengikuti langkah Andi, keluar dari kantornya dan dibawa masuk ke dalam mobilnya kali ini tanpa orang yang membantu tanpa penjagaan dari Raka dan Sari.

Maya di bawa oleh Andi, pergi meninggalkan kantornya.

***

Maya mendelik ke sekitar. Duduknya tidak nyaman, tapi setidaknya hati nya lega karena Andi membawa nya ke tempat umum, ke sebuah cafe yang jaraknya hampir setengah jam dari kantor Maya.

Walaupun agak sedikit jauh, tapi Maya merasa tempat ini akan aman baginya, kalaupun Andi berbuat sesuatu yang jahat, Maya hanya tinggal teriak, meminta tolong pada orang-orang yang penuh mengisi meja-meja di cafe ini.

"May, lihat aku." Ucap Andi tegas.

Maya mengangkat wajahnya ragu.

"Kamu tega melaporkan aku ke polisi? Aku ini masih suami kamu may."

Maya tidak kuasa menahan air matanya.

"Maya. Amaya. Aku melakukan ini, karena aku ingin..." Andi menarik nafas pelan. Tiba-tiba ia memegangi tangan Maya dengan lembut. "Aku ingin memperbaiki hubungan rumah tangga kita."

DEG...

Maya benar-benar tidak menyangka, Andi berbicara seperti itu. Apalagi, Maya sempat melihat manik mata Andi yang sudah berlinangan air mata. entahlah Maya merasa ketulusan dari genggaman tangan Andi saat ini.

"Aku minta maaf kemarin aku marah. aku emosi aku kesal. Aku tahu surat permohonan cerai dari aku itu, yang membuat kamu akhirnya pergi. Tapi aku gila may. aku gila sendirian di rumah!" Andi memelankan suaranya.

Maya terisak pelan. ia tidak lagi berani menatap mata Andi.

"May tolong, maaf in aku. Tolong kamu pulang ya. Kita rujuk kita ga usah cerai."

Maya yang naif, tentunya merasa ucapan Andi ini adalah tulus. Hatinya sempat merasakan kehangatan yang dulu pernah hilang. Andi yang di kenalnya dulu, mungkin saja sudah kembali dari khilaf nya. Tapi, trauma di diri Maya, membuatnya kesulitan mengambil keputusan saat ini.

"Mas, aku ..." Maya mencoba menenangkan suaranya. "Aku ingin percaya sama kamu. Tapi..."

Andi menggenggam semakin erat tangan Maya.

"Aku janji may. DEMI TUHAN ... Aku janji aku akan mencintai kamu lagi seperti dulu. Aku gak peduli kalau pun kamu tidak bisa memberikan aku keturunan sekalipun, aku akan tetap mencintai kamu."

Dada Maya berdegup begitu kencang. Permasalah ini lah yang memang membuat Andi semakin hari semakin dingin. Keturunan. Maya dan Andi memang sudah menikah sepuluh tahun dan belum diberikan keturunan. Itulah yang membuat Andi ingin menceraikan Maya.

Maya menarik tangannya. "Aku belum bisa percaya kamu mas. Buktikan kalau kamu memang ingin kembali menata rumah tangga kita." Ucap Maya.

Andi mengangguk. Ia mengembuskan nafasnya pelan. "Baik, kasih aku waktu seminggu. Aku minta waktu kamu seminggu ini. kamu pulang selama seminggu saja, supaya aku bisa membuktikan kalau aku benar-benar ingin memperbaiki rumah tangga ku."

Lagi-lagi di kepala Maya teringat sosok Raka. Ia sangat ingin membicarakan ini dengan Raka sebelum ia mengambil keputusan. Tapi, Andi yang terus mendesaknya, dan Raka yang sepertinya tidak bisa di ganggu, membuat Maya harus memberikan keputusannya saat ini juga.

"Baik. Antar aku kembali ke kantor. Aku harus tetap kerja, sepulang kerja aku akan pulang ke rumah kita." Jawab Maya tegas.

Andi tersenyum sambil mengusap tangan Maya. "Terimakasih may. aku janji. " Ucapnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status