Home / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 2 Hati yang luka

Share

Bab 2 Hati yang luka

Author: SILAN
last update Last Updated: 2024-12-15 12:33:39

Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.

Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.

Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca.

"Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."

Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya."

"Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.

Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan, tapi Jacob tetap tak bergerak, seperti patung yang membatu dalam kenangan.

"Ayo ikut denganku," kata Hazel, mencoba menarik tangan Jacob agar berdiri. "Kau tidak bisa begini terus. Aku tahu ini berat, tapi Anastasya pasti tidak ingin melihatmu seperti ini."

Jacob akhirnya menoleh, matanya redup tapi penuh dengan rasa sakit. Nafasnya terdengar berat sebelum ia menjawab, "Aku tahu... Tapi hatiku belum sanggup, Hazel. Kehilangannya terlalu menyakitkan."

Hazel menghela napas panjang, berlutut di hadapan Jacob. "Aku tahu, Big Bro. Tapi kau harus berjuang. Aku yakin Anastasya ingin kau melanjutkan hidupmu dengan baik. Kau selalu membuatnya tertawa, dan dia pasti ingin itu terus terjadi, bahkan setelah kepergiannya."

Iris mata Jacob bergerak melihat Hazel, kemudian menghembuskan nafas dalam. Tampak jelas beban hatinya yang belum bisa mengikhlaskan wanita yang ia cintai pergi untuk selamanya.

"Kamu ada benarnya," Jacob mendongak, menatap langit senja yang mulai berubah gelap. "Anastasya pasti tidak akan suka melihatku bersedih karena kehilangan dirinya, tapi aku tak bisa mengontrol perasaanku untuk merelakannya."

Hazel tersenyum samar, hatinya turut sedih karena Jacob sering melamun di taman belakang seperti ini. Ia menarik Jacob bangkit dari duduknya, lalu memeluk hangat saudaranya itu.

"Kau pasti bisa menyembuhkan hatimu, aku yakin itu. Mungkin, sementara waktu kamu butuh tempat tenang agar hatimu bisa merelakan orang yang kamu cintai itu sudah tiada."

Jacob membalas pelukan Hazel, tak sadar ia kembali menangis. Hatinya kembali sakit jika teringat wanita yang ia cintai kini telah tiada, tepat di hari pernikahan.

Tangan Hazel mengusap bahu Jacob, ia tau seberapa besar cinta yang Jacob berikan pada Anastasya. Kini, Hazel tau bahwa cinta yang menyenangkan juga dapat begitu menyakitkan. Padahal sebelum ini, Hazel tidak pernah melihat Jacob menangis dan tampak sangat lemah seperti ini.

"Hei, ayo! Kau pasti bisa keluar dari suasana hatimu yang berkabut itu," ia mendorong tubuh besar Jacob, membantu membersihkan air mata yang membasahi wajah saudaranya.

Sambil tersenyum, Hazel berkata. "Kakakku adalah orang yang hebat, Anastasya pasti sangat beruntung bisa dicintai olehmu sebesar ini." ucapnya.

Dan setelah itu, Jacob mau menyunggingkan senyumnya walau sangat samar. Dengan lembut, Hazel mengajak Jacob masuk ke dalam rumah.

**

Keesokan harinya. Langkah Jacob terdengar dari lantai atas. Ia turun membawa koper besar, wajahnya terlihat lebih tegas meski sorot matanya masih menyimpan duka. Di ruang makan, Dustin, Elsa, dan Hazel serentak menoleh.

"Jacob, kau mau kemana? Sementara ini tinggal saja di rumah ini," Dustin segera meninggalkan sarapannya menghampiri Jacob.

Jacob menaruh kopernya di sudut ruangan, lalu duduk bersama mereka untuk sarapan. Dustin pun kembali duduk, menunggu jawaban kemana Jacob akan pergi.

"Nak, Ibu tau kamu sangat terpukul dengan kepergian calon istrimu. Tapi jangan siksa dirimu seperti ini, itu membuat ibu khawatir." ucap Elsa.

Jacob tersenyum tipis, meski rasa sakit masih terpancar dari wajahnya. "Ibu, aku harus melakukannya. Tinggal di sini hanya membuatku terus mengingat Anastasya dan hari itu... Aku butuh waktu untuk berdamai dengan diriku sendiri."

"Maaf membuat kalian cemas, tapi setelah aku pikir lagi, aku akan menenangkan diri sementara waktu." lanjutnya.

"Ke mana kau akan pergi?" tanya Hazel dengan cepat, suaranya memancarkan kekhawatiran.

Jacob menatapnya lembut. "Ke pulau pribadi milik Ayah. Tempat itu jauh dari semua ingatan yang menyakitkan ini. Aku yakin di sana aku bisa menemukan ketenangan."

Dustin mengangguk setelah beberapa saat berpikir. "Jika itu keputusanmu, Ayah tidak akan melarang. Kau bukan lagi anak kecil yang butuh perlindungan terus-menerus. Ayah akan mengatur semua agar kau bisa pergi dengan aman."

Hazel yang tadinya diam, tiba-tiba berdiri dan memeluk Jacob erat. "Aku pasti akan sangat merindukanmu, Big Bro." isaknya, air mata mulai membasahi pipinya.

Jacob tersenyum kecil, mengusap kepala adiknya. "Aku hanya pergi sementara, Hazel. Jika kau rindu, kau selalu bisa datang menemuiku."

Hazel menggeleng, suaranya gemetar. "Tapi aku tahu kau. Kau akan menyendiri terlalu lama, dan itu membuatku takut."

Jacob mendekap Hazel lebih erat. "Aku janji, Hazel. Setelah aku bisa mengikhlaskan semuanya, aku akan kembali. Kau tidak perlu takut, aku hanya butuh waktu."

"Itu artinya aku akan jarang bertemu denganmu, aku pasti akan sering merindukanmu." ujarnya sambil terisak.

Jacob memeluk Hazel penuh kasih sayang, tapi keputusannya sudah bulat. Ia akan meninggalkan semua kekayaannya untuk sementara waktu, dengan kondisi hatinya yang seperti ini, bekerja pun juga akan sia-sia.

"Aku hanya butuh menyendiri sejenak, Hazel. Setelah aku bisa mengikhlaskan kepergiannya, aku pasti akan kembali." bisik Jacob.

Namun, pada nyatanya Jacob tidak tau kapan perasaan kehilangan ini akan sembuh. Ia hanya berharap, semua yang terjadi padanya bisa membuatnya bisa lebih memahami bahwa apa yang dicintainya tak selamanya bisa ia miliki.

Meskipun itu sangat menyakitkan, mungkin ini adalah awal dari masalah hidupnya. Jacob juga tidak tau, sebenarnya takdir macam apa di kehidupan masa depan yang sedang menantinya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hamidah Mida
sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 3 Gadis kecil

    Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan men

    Last Updated : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 4 Bukan teman biasa

    Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran."Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padany

    Last Updated : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 5 Tidak seperti yang dibayangkan

    Keesokan harinya, aktivitas Luna masih sama seperti hari sebelumnya. Saat Jacob keluar dari kamar ke arah balkon, ia akan langsung dihadapkan pemandangan Luna yang berlarian mengejar para kelinci.Wajahnya begitu riang saat dia berhasil mendapatkan kelinci yang dikejarnya, Luna akan menggendong dan mengusap kepala kelinci itu penuh kasih sayang sambil memberi sebuah wortel.“Berteman dengan gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku… aneh juga rasanya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh ke pagar balkon. “Tapi kalau hidup di pulau ini tanpa teman, rasanya terlalu membosankan. Mungkin sudah waktunya aku mengajarkan pada gadis itu bahwa pendidikan itu sama pentingnya dengan bermain.”Sementara itu, Luna tidak sadar bahwa dia sering kali diperhatikan oleh Jacob. Ia terbiasa sendirian selama dua tahun tinggal di pulau itu, teman-temannya adalah para kelinci yang begitu banyak di pulau itu.Seekor kelinci remaja berada dalam dekapannya, ia mengusap bulu lembut kelinci itu sambil me

    Last Updated : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 6. Menjadi guru

    Tak pernah terlintas di benak Jacob bahwa pelariannya ke pulau ini akan membawanya pada pengalaman baru, menjadi seorang guru privat bagi gadis berusia enam belas tahun. Niatnya semula sederhana, menjauh dari dunia yang penuh kenangan pahit setelah kehilangan kekasih tercinta. Namun, takdir memiliki rencana lain dan mempertemukannya pada Luna.“Salah lagi. Lakukan dengan cara yang lain!” suara Jacob menggema di ruangan, disertai dentuman keras meja yang dipukulnya. Luna tersentak, matanya melebar, nyalinya hampir ciut oleh ketegasan pria itu.Jacob memperhatikan Luna dengan cermat, lebih cermat dari biasanya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya, baru kali ini ia bertemu seseorang yang dalam pandangannya, begitu sulit memahami hal-hal dasar. Perhitungan sederhana saja menjadi tantangan besar bagi Luna."Apa sebenarnya isi kepalamu ini?" gumamnya sambil menekan tongkat kayu sepanjang lima puluh sentimeter ke dahi Luna.Luna menatapnya polos, tanpa rasa bersalah. “Isi kepalaku ini tentu

    Last Updated : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 7 Sehari tanpa perdebatan

    Hari demi hari berlalu, namun bagi Jacob, waktu seolah berjalan di tempat. Mengajar Luna terasa seperti menghadapi tembok yang keras kepala. Gadis itu sepertinya lebih tertarik pada hal-hal lain daripada pelajaran yang ia berikan. Setiap kali mereka duduk bersama, Jacob mendapati dirinya di ambang kehilangan kewarasan."Luna! Ini sudah lima bulan sejak aku mengajarimu, tapi kenapa kau tetap saja tidak paham apa yang aku jelaskan?!" serunya sambil mengetukkan tongkat kayu kecil ke kening Luna. "Gunakan otakmu! Apa kau kira belajar itu hanya sekedar duduk-duduk manis?"Luna memanyunkan bibir, mengeluh seperti anak kecil yang dimarahi. "Anda selalu marah-marah. Apa tidak bisa mengajar dengan lebih lembut?"Jacob menggerutu, meletakkan tongkatnya dengan kasar di meja. "Lembut? Bagaimana aku bisa lembut kalau muridku sekeras batu dan seceroboh dirimu?!"Luna menunduk, memainkan jari-jarinya di atas buku. "Angka-angka ini sulit sekali," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Jacob menghela n

    Last Updated : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 8. Menuju kedewasaan

    Tiga tahun kemudian.Pagi di pulau itu terasa damai seperti biasa, tapi di sebuah ruangan kecil dengan jendela terbuka, suara perdebatan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Jacob dengan sikap santainya, duduk di kursi sambil memperhatikan Luna yang sibuk menulis di atas buku."Akhirnya, setelah bertahun-tahun otakmu menunjukkan perkembangan yang layak diapresiasi. Tidak sia-sia aku mengabdikan diriku sebagai guru privat selama tiga tahun belakangan," ujar Jacob dengan nada setengah menggoda.Luna berhenti menulis sejenak, menatap Jacob dengan tatapan yang nyaris membunuh, sebelum kembali sibuk dengan tugasnya. Meski kesal, ia tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Jacob ada benarnya. Tak terasa, tiga tahun sudah berlalu dan kini Luna sudah berusia sembilan belas tahun.Tapi, gadis itu masih mempertahankan penampilannya dengan rambut pendek sebatas leher. Setiap kali rambutnya tampak sedikit panjang, Luna akan memotongnya."Aku sudah selesai," kata Luna, membuyarkan lamunan Jacob. Ia mendor

    Last Updated : 2024-12-18
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 9 Mencari pengganti?

    Pagi itu, udara pulau terasa lebih sejuk dari biasanya. Luna masih berbaring malas di tempat tidur menikmati ketenangan pagi tanpa gangguan Jacob. Tapi ketenangan itu segera pecah oleh suara bising helikopter yang mendadak terdengar semakin mendekat.Ia melompat dari ranjang, mengenakan sandal buru-buru lalu berlari keluar. Di halaman mansion, angin kencang dari baling-baling helikopter membuat dedaunan dan debu beterbangan, memaksa Luna menutup wajahnya dengan tangan.Pandangannya tertuju ke arah Jacob, pria itu sempat menoleh ke arahnya sebelum terbang tinggi bersama helikopter yang di naikinya. Luna mendongak, melihat kendaraan udara itu perlahan menjauh ke udara."Aku tidak mengira, doaku semalam langsung dikabulkan hari ini." batinnya senang.Sementara itu, Jacob duduk tenang di dalam helikopter. Tatapannya kosong, melihat pemandangan laut yang terbentang luas. Tiga tahun ia menghabiskan waktu di pulau itu, jauh dari hiruk-pikuk dunia luar.Sesampainya di New Jersey, Jacob langsu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 10 Perasaan gamang

    Suara helikopter kembali terdengar setelah dua hari Jacob meninggalkan pulau, Luna yang berada di kebun bersama pelayan lain segera melihat siapa yang datang kali ini. Tapi ia terkejut karena Jacob yang ia kira tidak akan kembali, justru datang lagi.Tatapan mereka bertemu dalam sekejap, tapi Jacob cepat-cepat memalingkan wajahnya. Ia sibuk memberi instruksi pada orang-orang di helikopter untuk menurunkan barang-barang yang ia bawa.Luna memperhatikannya dari kejauhan, namun suara Maci memotong lamunannya. "Jangan hanya berdiri bengong, Luna. Kalau kau tak mau membantu, paling tidak tunjukkan kalau kau peduli. Bukankah kau dan Tuan Muda punya hubungan yang... baik?"Seketika Luna langsung menoleh, mengingat cara Jacob yang kerap menjahilinya dan juga suka bersikap menyebalkan, apakah itu bisa dikatakan sebagai hubungan yang baik? Luna mendengus, berbalik badan kembali ke ladang tanpa membantu Jacob sedikitpun. Jacob masuk ke dalam mansion, setelah beberapa saat pria itu keluar lagi

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 69 Kebetulan bertemu

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Hazel dan Luna tiba di klinik tempat Luna akan menjalani terapi. Mereka disambut oleh seorang wanita dengan senyum ramah, yang langsung mengarahkan mereka ke ruangan yang sudah disiapkan. Namun, Hazel diberitahu bahwa ia tidak diperbolehkan ikut masuk."Kalau begitu, aku menunggu di luar," ujar Hazel sambil tersenyum kepada Luna, mencoba memberikan semangat sebelum gadis itu masuk ke dalam ruangan.Setelah pintu ruangan tertutup, Hazel duduk di bangku luar. Ia menghela nafas panjang, pikirannya mulai melayang-layang. 'Ibu kejam macam apa yang tega membunuh putrinya sendiri?' batinnya.Kalau memang wanita itu tidak menginginkan anaknya, kenapa membiarkan dia lahir?"Jadi ini alasan Jacob begitu protektif terhadap Luna," gumam Hazel pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Kini, ia memahami betapa seriusnya Jacob saat memperingatkannya agar menjaga Luna jauh dari ibunya. Namun, Hazel tetap merasa kebingungan karena ia bahkan tidak tahu seperti

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 68 Dukungan

    Suasana meja makan terasa hening, hanya suara denting sendok beradu dengan piring yang terdengar. Luna mencuri pandang ke arah Jacob beberapa kali, ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. Tapi akhirnya, Jacob yang membuka suara lebih dulu."Besok, jadwalmu untuk terapi," ucap Jacob tanpa menoleh dari makanannya. "Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Jadi, aku sudah meminta Hazel untuk membawamu ke sana."Luna mengangguk pelan, meski ada sedikit rasa kecewa yang ia sembunyikan di balik senyumnya. Jacob menatapnya sejenak, memastikan bahwa Luna tidak keberatan, sebelum kembali fokus pada makanannya.Namun, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Ponsel Jacob yang tergeletak di meja ruang tamu tiba-tiba berdering, memecah keheningan. Jacob menghela napas, meletakkan sendoknya, lalu bangkit untuk menjawab panggilan tersebut.Suara tegasnya segera menggema di ruang tamu saat ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Tanpa sadar, Jacob berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan Luna sendi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 67 Bendera perang

    Russel menghentikan langkahnya begitu suara sepatu hak tinggi itu mendekat. Ia perlahan menoleh, dan di sana, Leah Hamilton berdiri dengan seringai yang begitu familiar, seringai yang pernah memikatnya sekaligus menghancurkannya. Wajah Russel seketika berubah dingin, penuh kebencian yang tak lagi ia sembunyikan.Leah berjalan mendekat dengan langkah santai, tatapannya penuh kemenangan. "Bisa bicara sebentar?" tanyanya, suaranya manis namun sarat sindiran. Pandangannya melirik tajam pada asisten Russel, membuatnya sadar diri untuk segera menjauh.Mereka berdua pun melangkah menuju sudut terpencil, jauh dari keramaian dan bahkan dari jangkauan kamera pengawas. Tempat itu seperti diatur untuk menjadi panggung kecil bagi perasaan emosional mereka. Leah berdiri dengan sikap percaya diri, melipat tangannya di depan dada sambil menatap Russel dengan tatapan yang hanya bisa diartikan sebagai penghinaan."Sudah lama tidak bertemu, mantan kekasih gelapku," ujar Leah, nadanya licik, memancing ama

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 66 Ternyata?

    Langit malam sudah sepenuhnya gelap, dan jarum jam mendekati pukul sebelas ketika Jacob masih terjebak di ruang kerjanya. Berkas-berkas menumpuk di mejanya, mencerminkan kekacauan pikiran yang memenuhi kepalanya.Proyek besar yang seharusnya sudah berada di bawah kendali perusahaannya tiba-tiba saja diambil alih oleh Zenith Corp tanpa pemberitahuan apa pun. Ini bukan hanya sekadar pelanggaran prosedur, ini penghinaan yang tidak bisa dibiarkan.Pintu ruang kerja terbuka tiba-tiba, mengusik konsentrasinya. Asisten pribadinya masuk dengan tergesa-gesa, membawa sebuah map di tangannya dan wajahnya penuh kecemasan."Tuan, pihak yang berkaitan akan mengadakan rapat mendadak besok pagi," katanya dengan suara tegas, meskipun nada paniknya jelas terdengar.Jacob menghela nafas panjang sambil memijat keningnya yang terasa berat. Ia mengambil map itu dari tangan asistennya dan membolak-baliknya sekilas. Informasi di dalamnya hanya membuat frustrasinya semakin memuncak."Pastikan pengacaraku hadi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 65 Mengagumi Luna

    Hazel baru saja meninggalkan ruangan setelah berdebat singkat dengan Jacob, meninggalkan suasana yang kini terasa lebih sunyi. Jacob berdiri di dekat meja kerjanya, menghela nafas panjang, seolah berusaha meredakan amarah yang sebenarnya tak pernah ia tujukan pada Hazel. Luna sejak tadi merasa canggung, segera berdiri dan menatap Jacob dengan tatapan penuh rasa bersalah."Ini bukan salah Hazel," ucap Luna, suaranya lembut namun tegas. "Kau jangan marah padanya, dia hanya ingin aku merasa lebih percaya diri."Namun, reaksi Jacob jauh dari apa yang ia bayangkan. Alih-alih marah, pria itu melangkah mendekat, mendekap Luna dengan kehangatan yang tak ia duga. Pelukan itu tidak berlangsung lama, namun cukup untuk membuat Luna tertegun."Aku tidak marah," kata Jacob dengan suara tenang. "Aku hanya khawatir padamu. Kau belum sepenuhnya terbiasa dengan lingkungan luar, apalagi bertemu banyak orang. Bagaimana jika hal itu membuatmu kembali takut atau merasa tertekan?"Luna perlahan melepaskan di

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 64 Ruangan Jacob

    Bagaikan dihantam oleh fakta yang mengejutkan, Keith memanggil Leah dengan sebutan ibu. Jika Luna tidak mendengar langsung, ia pasti akan menganggap ini hanyalah mimpi. Namun sayangnya tidak, setelah Keith dan Leah pergi tanpa menyadari keberadaannya, saat itu Luna masih dapat melihat bahu mereka dari kejauhan.Ibu yang selalu menjadikannya sasaran kemarahan dan teman yang selalu membulinya, mengapa mereka menjadi begitu sangat akrab sampai Keith memanggil Leah sebagai ibu. Mungkinkah Leah sudah menikah dengan ayah dari Keith?Ini masih menjadi pertanyaan untuk Luna, ia sudah terlalu lama tidak mendengar kabar ibunya dan ini adalah kali pertama ia bertemu namun sebuah kejutan besar membuatnya hanya bisa diam."Hei, maaf membuatmu menunggu lama," suara Hazel membuyarkan lamunannya. Hazel berdiri dengan senyum hangat, membawa sebuah paper bag kecil di tangan. Luna mendongak, mencoba menyembunyikan kegelisahannya dengan senyuman kaku."Bagaimana, kau sudah mendapatkan barang yang kau mau

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 63 Kejutan tak terduga

    Sejak pukul delapan, Jacob sudah meninggalkan apartemen. Tadinya, Luna pikir ia akan menghabiskan seharian di apartemen itu dengan membosankan, namun rupanya Jacob menyuruh Hazel untuk menemani Luna bepergian."Nona, aku minta maaf. Anda sampai harus meluangkan waktu menemaniku," ucap Luna, merasa sedikit canggung.Hazel menoleh, matanya yang penuh dengan binar semangat itu tak peduli dengan kalimat Luna, bahkan dengan santai Hazel merangkul bahu Luna seakan mereka ada sahabat yang sudah sangat dekat."Kau malah menyelamatkanku, Luna! Pekerjaan menumpuk, liburan seharian pun sulit aku didapatkan. Tapi Jacob memberiku kesempatan untuk bolos demi menemanimu, bagaimana menurutmu? Itu kan luar biasa?" Hazel menyeringai, mengedipkan sebelah matanya.Luna sedikit terkejut, tapi tak bisa menahan senyum kecil yang terbit. "Aku tidak ingin merepotkanmu," jawabnya, meskipun hatinya merasa ringan.Hazel tertawa pelan, tanpa peduli dengan kekhawatiran Luna. "Nonsense! Kita kan sama-sama manusia, d

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 62 Leah Hamilton

    Di dalam sebuah apartemen dengan suasana temaram, televisi menyala menampilkan tayangan berita malam. Di sofa, seorang wanita duduk dengan anggun, memegang segelas wine di tangannya. Ia memutar gelas itu perlahan, memperhatikan cairan merah gelap yang berputar seiring pikirannya yang bergulir.Di dapur, seorang pria dengan penampilan santai sedang memilih botol minuman dingin dari lemari pendingin. Suara kaca yang bersentuhan terdengar samar di tengah keheningan apartemen."Kau sudah menerima surat panggilan dari perusahaan Lawson?" tanya Eric dengan nada datar, tanpa menoleh.Leah menghela nafas ringan, menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil meneguk sedikit wine. "Belum," jawabnya singkat. "Tapi aku yakin mereka akan mempertimbangkanku. Lagi pula, kemampuan seperti milikku jelas tak mudah mereka temukan." Ada nada percaya diri dalam suaranya, meski matanya tampak menerawang jauh.Sejenak keheningan melingkupi ruangan. Leah menghabiskan sisa wine di gelasnya dengan satu tegukan. Namun

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 61 Sesempit itu

    Saat bangun keesokan harinya, hal pertama yang Luna rasakan adalah nyeri di sekujur tubuh. Pinggangnya terasa akan patah saat ia beranjak duduk, bukti betapa brutalnya Jacob semalam membuatnya tak berdaya."Aku sudah berusaha menghindarinya, tapi dia tetap saja berhasil melakukan hal ini padaku." batin Luna sambil meringis, ia turun dari tempat tidur dan saat itu juga ia jatuh ke lantai yang dingin.Bertepatan dengan itu, pintu kamar terbuka dan Jacob masuk. "Luna, kau tidak apa-apa?" dengan cepat pria itu menghampiri, membantu Luna berdiri, namun kedua kaki Luna rasanya seperti mati rasa dan ia bahkan tak mampu untuk berdiri.Gadis itu menatap Jacob dengan pandangan tajam, "Kau tau siapa yang membuatku sampai seperti ini?!" geramnya."Harusnya kau bilang dari awal kalau membutuhkan bantuan," dengan tanpa rasa bersalah, Jacob menggendong Luna ke kamar mandi, membantu gadis itu membersihkan diri.Luna hanya diam memperhatikan, ia tak punya tenaga untuk membalas Jacob. Setelah selesai,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status