Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 3 Gadis kecil

Share

Bab 3 Gadis kecil

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 12:34:34

Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.

Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.

Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.

Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.

“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.

Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan menuju kamar yang terasa asing meski dulu sering ia tinggali. Banyak yang berubah sejak terakhir kali ia mengunjungi tempat ini. Ruangannya lebih terang, dengan perabot baru yang memberikan nuansa segar.

"Berapa orang yang bekerja di sini?" tanya Jacob datar, suaranya pelan tapi berwibawa.

"Enam orang, Tuan. Tiga di pertanian dan tiga lainnya menjaga kebersihan mansion," jawab pelayan.

Jacob hanya mengangguk kecil, lalu memberi isyarat agar pelayan itu pergi. Setelah pintu tertutup, ia melangkah keluar, mencari udara segar dan tempat untuk menenangkan diri. Kakinya membawanya ke sebuah gazebo di tepi tebing, menghadap ke laut luas. Angin sore menyapu rambutnya, membawa ketenangan sesaat yang tak pernah ia rasakan sejak kehilangan Anastasya.

"Seharusnya kau ada di sini bersamaku," gumamnya, suaranya hampir tenggelam oleh deburan ombak. Ia memejamkan mata, membiarkan kenangan indah yang pahit itu mengalir. "Aku masih tidak percaya kau pergi secepat ini."

Jacob duduk diam di sana, membiarkan waktu berlalu tanpa peduli. Langit mulai gelap saat Jacob kembali ke mansion. Pelayan menyajikan makan malam sederhana, tetapi ia makan dengan pikiran melayang. Setelah selesai, ia menuju balkon kamar, duduk memandangi kegelapan malam yang terasa selaras dengan kekosongan di hatinya.

"Kenapa rasanya ini tidak pernah menjadi lebih mudah?" batinnya, tangannya memegang dadanya yang terasa berat. Kehilangan Anastasya dan calon anak mereka seperti lubang yang terus membesar.

_

Keesokan paginya, Jacob memutuskan untuk berjalan-jalan di taman. Udara pagi terasa segar, dan embun masih melekat di daun-daun. Ia berharap keindahan pagi itu dapat sedikit mengusir kesedihan di hatinya. Namun, langkahnya terhenti ketika telinganya menangkap suara tawa ceria dari kejauhan yang seolah sedang mengejeknya.

Ia memiringkan kepala, mencari sumber suara itu. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, seorang gadis kecil berlarian dengan dress tidur putih, mengejar seekor kelinci kecil yang melompat-lompat di rerumputan. Wajah gadis itu dipenuhi kebahagiaan murni, tawa lepasnya menggema di udara pagi.

Jacob memperhatikannya dari kejauhan, bingung sekaligus tertarik. "Bagaimana bisa ada anak kecil di pulau ini?" pikirnya.

Namun, ia tidak berusaha menghentikan gadis itu, hanya berdiri diam, mengamati kegembiraan sederhana yang terpancar dari wajah mungilnya.

Gadis itu akhirnya menangkap kelinci kecilnya, memeluknya erat sambil tertawa puas. Rambut pendeknya berantakan, tetapi tidak mengurangi semangat di matanya. Melihat gadis itu, Jacob merasa ada sesuatu yang menohok dalam hatinya, ia iri pada keceriaan yang tampak begitu mudah gadis itu dapatkan.

Ketika ia kembali ke mansion untuk sarapan, Jacob bertanya pada pelayan, "Siapa gadis kecil di luar itu?"

Pelayan yang sedang menyusun makanan menoleh, sedikit ragu menjawab. "Namanya Luna, Tuan. Maaf jika keberadaannya mengganggu Anda."

Jacob mengernyit. "Apa dia anakmu?"

"Bukan, Tuan. Luna anak yang ditelantarkan orang tuanya. Keluarganya tidak mau mengakui Dia. Dua tahun lalu, saat saya mulai bekerja di sini, saya membawanya bersama saya. Tuan Dustin memberi izin untuk membiarkannya tinggal."

Jacob terdiam, memikirkan cerita itu. Gadis kecil ceria itu ternyata menyimpan luka yang lebih dalam dari yang terlihat. "Jika keberadaannya tidak nyaman untuk Anda, saya bisa meminta dia untuk—"

"Tidak perlu," potong Jacob, suaranya lembut tapi tegas. "Biarkan dia bermain. Dia masih anak-anak. Berapa usianya?"

"Enam belas tahun, Tuan," jawab pelayan.

Jacob mengangguk kecil. "Baik. Pastikan dia tidak terganggu."

Beberapa jam kemudian, ketika Jacob keluar dari ruang baca, ia tak sengaja bertemu Luna yang baru saja berlari masuk dari taman. Gadis itu menabraknya, tubuh kecilnya terpental hingga jatuh terduduk. Jacob hanya berdiri diam, melihat gadis itu bangun dengan tergesa.

Luna mendongak, matanya melebar kaget. "Anda siapa? Kenapa Anda ada di sini?" tanyanya cepat.

Jacob menatap gadis itu dalam diam. Luna memiliki tubuh yang jauh lebih kecil dari yang ia lihat dari kejauhan. Rambutnya pendek sebatas leher, matanya bulat dengan iris berwarna hijau.

Setelah jeda yang terasa panjang, Jacob menjawab, "Aku tuan rumah disini, apa yang ingin kau lakukan?" ujarnya dingin.

Wajah Luna langsung berubah. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, suaranya pelan. "Maaf, saya tidak tahu." Tanpa menunggu jawaban, gadis itu berbalik dan pergi dengan cepat, meninggalkan Jacob yang masih berdiri heran.

Jacob memperhatikan punggung kecil itu menghilang di balik pintu. "Apa aku semenakutkan itu?" gumamnya.

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 4 Bukan teman biasa

    Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran."Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padany

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 5 Tidak seperti yang dibayangkan

    Keesokan harinya, aktivitas Luna masih sama seperti hari sebelumnya. Saat Jacob keluar dari kamar ke arah balkon, ia akan langsung dihadapkan pemandangan Luna yang berlarian mengejar para kelinci.Wajahnya begitu riang saat dia berhasil mendapatkan kelinci yang dikejarnya, Luna akan menggendong dan mengusap kepala kelinci itu penuh kasih sayang sambil memberi sebuah wortel.“Berteman dengan gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku… aneh juga rasanya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh ke pagar balkon. “Tapi kalau hidup di pulau ini tanpa teman, rasanya terlalu membosankan. Mungkin sudah waktunya aku mengajarkan pada gadis itu bahwa pendidikan itu sama pentingnya dengan bermain.”Sementara itu, Luna tidak sadar bahwa dia sering kali diperhatikan oleh Jacob. Ia terbiasa sendirian selama dua tahun tinggal di pulau itu, teman-temannya adalah para kelinci yang begitu banyak di pulau itu.Seekor kelinci remaja berada dalam dekapannya, ia mengusap bulu lembut kelinci itu sambil me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 6. Menjadi guru

    Tak pernah terlintas di benak Jacob bahwa pelariannya ke pulau ini akan membawanya pada pengalaman baru, menjadi seorang guru privat bagi gadis berusia enam belas tahun. Niatnya semula sederhana, menjauh dari dunia yang penuh kenangan pahit setelah kehilangan kekasih tercinta. Namun, takdir memiliki rencana lain dan mempertemukannya pada Luna.“Salah lagi. Lakukan dengan cara yang lain!” suara Jacob menggema di ruangan, disertai dentuman keras meja yang dipukulnya. Luna tersentak, matanya melebar, nyalinya hampir ciut oleh ketegasan pria itu.Jacob memperhatikan Luna dengan cermat, lebih cermat dari biasanya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya, baru kali ini ia bertemu seseorang yang dalam pandangannya, begitu sulit memahami hal-hal dasar. Perhitungan sederhana saja menjadi tantangan besar bagi Luna."Apa sebenarnya isi kepalamu ini?" gumamnya sambil menekan tongkat kayu sepanjang lima puluh sentimeter ke dahi Luna.Luna menatapnya polos, tanpa rasa bersalah. “Isi kepalaku ini tentu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 7 Sehari tanpa perdebatan

    Hari demi hari berlalu, namun bagi Jacob, waktu seolah berjalan di tempat. Mengajar Luna terasa seperti menghadapi tembok yang keras kepala. Gadis itu sepertinya lebih tertarik pada hal-hal lain daripada pelajaran yang ia berikan. Setiap kali mereka duduk bersama, Jacob mendapati dirinya di ambang kehilangan kewarasan."Luna! Ini sudah lima bulan sejak aku mengajarimu, tapi kenapa kau tetap saja tidak paham apa yang aku jelaskan?!" serunya sambil mengetukkan tongkat kayu kecil ke kening Luna. "Gunakan otakmu! Apa kau kira belajar itu hanya sekedar duduk-duduk manis?"Luna memanyunkan bibir, mengeluh seperti anak kecil yang dimarahi. "Anda selalu marah-marah. Apa tidak bisa mengajar dengan lebih lembut?"Jacob menggerutu, meletakkan tongkatnya dengan kasar di meja. "Lembut? Bagaimana aku bisa lembut kalau muridku sekeras batu dan seceroboh dirimu?!"Luna menunduk, memainkan jari-jarinya di atas buku. "Angka-angka ini sulit sekali," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Jacob menghela n

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 8. Menuju kedewasaan

    Tiga tahun kemudian.Pagi di pulau itu terasa damai seperti biasa, tapi di sebuah ruangan kecil dengan jendela terbuka, suara perdebatan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Jacob dengan sikap santainya, duduk di kursi sambil memperhatikan Luna yang sibuk menulis di atas buku."Akhirnya, setelah bertahun-tahun otakmu menunjukkan perkembangan yang layak diapresiasi. Tidak sia-sia aku mengabdikan diriku sebagai guru privat selama tiga tahun belakangan," ujar Jacob dengan nada setengah menggoda.Luna berhenti menulis sejenak, menatap Jacob dengan tatapan yang nyaris membunuh, sebelum kembali sibuk dengan tugasnya. Meski kesal, ia tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Jacob ada benarnya. Tak terasa, tiga tahun sudah berlalu dan kini Luna sudah berusia sembilan belas tahun.Tapi, gadis itu masih mempertahankan penampilannya dengan rambut pendek sebatas leher. Setiap kali rambutnya tampak sedikit panjang, Luna akan memotongnya."Aku sudah selesai," kata Luna, membuyarkan lamunan Jacob. Ia mendor

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 1 Kehilangan 

    Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 2 Hati yang luka

    Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 8. Menuju kedewasaan

    Tiga tahun kemudian.Pagi di pulau itu terasa damai seperti biasa, tapi di sebuah ruangan kecil dengan jendela terbuka, suara perdebatan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Jacob dengan sikap santainya, duduk di kursi sambil memperhatikan Luna yang sibuk menulis di atas buku."Akhirnya, setelah bertahun-tahun otakmu menunjukkan perkembangan yang layak diapresiasi. Tidak sia-sia aku mengabdikan diriku sebagai guru privat selama tiga tahun belakangan," ujar Jacob dengan nada setengah menggoda.Luna berhenti menulis sejenak, menatap Jacob dengan tatapan yang nyaris membunuh, sebelum kembali sibuk dengan tugasnya. Meski kesal, ia tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Jacob ada benarnya. Tak terasa, tiga tahun sudah berlalu dan kini Luna sudah berusia sembilan belas tahun.Tapi, gadis itu masih mempertahankan penampilannya dengan rambut pendek sebatas leher. Setiap kali rambutnya tampak sedikit panjang, Luna akan memotongnya."Aku sudah selesai," kata Luna, membuyarkan lamunan Jacob. Ia mendor

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 7 Sehari tanpa perdebatan

    Hari demi hari berlalu, namun bagi Jacob, waktu seolah berjalan di tempat. Mengajar Luna terasa seperti menghadapi tembok yang keras kepala. Gadis itu sepertinya lebih tertarik pada hal-hal lain daripada pelajaran yang ia berikan. Setiap kali mereka duduk bersama, Jacob mendapati dirinya di ambang kehilangan kewarasan."Luna! Ini sudah lima bulan sejak aku mengajarimu, tapi kenapa kau tetap saja tidak paham apa yang aku jelaskan?!" serunya sambil mengetukkan tongkat kayu kecil ke kening Luna. "Gunakan otakmu! Apa kau kira belajar itu hanya sekedar duduk-duduk manis?"Luna memanyunkan bibir, mengeluh seperti anak kecil yang dimarahi. "Anda selalu marah-marah. Apa tidak bisa mengajar dengan lebih lembut?"Jacob menggerutu, meletakkan tongkatnya dengan kasar di meja. "Lembut? Bagaimana aku bisa lembut kalau muridku sekeras batu dan seceroboh dirimu?!"Luna menunduk, memainkan jari-jarinya di atas buku. "Angka-angka ini sulit sekali," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Jacob menghela n

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 6. Menjadi guru

    Tak pernah terlintas di benak Jacob bahwa pelariannya ke pulau ini akan membawanya pada pengalaman baru, menjadi seorang guru privat bagi gadis berusia enam belas tahun. Niatnya semula sederhana, menjauh dari dunia yang penuh kenangan pahit setelah kehilangan kekasih tercinta. Namun, takdir memiliki rencana lain dan mempertemukannya pada Luna.“Salah lagi. Lakukan dengan cara yang lain!” suara Jacob menggema di ruangan, disertai dentuman keras meja yang dipukulnya. Luna tersentak, matanya melebar, nyalinya hampir ciut oleh ketegasan pria itu.Jacob memperhatikan Luna dengan cermat, lebih cermat dari biasanya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya, baru kali ini ia bertemu seseorang yang dalam pandangannya, begitu sulit memahami hal-hal dasar. Perhitungan sederhana saja menjadi tantangan besar bagi Luna."Apa sebenarnya isi kepalamu ini?" gumamnya sambil menekan tongkat kayu sepanjang lima puluh sentimeter ke dahi Luna.Luna menatapnya polos, tanpa rasa bersalah. “Isi kepalaku ini tentu

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 5 Tidak seperti yang dibayangkan

    Keesokan harinya, aktivitas Luna masih sama seperti hari sebelumnya. Saat Jacob keluar dari kamar ke arah balkon, ia akan langsung dihadapkan pemandangan Luna yang berlarian mengejar para kelinci.Wajahnya begitu riang saat dia berhasil mendapatkan kelinci yang dikejarnya, Luna akan menggendong dan mengusap kepala kelinci itu penuh kasih sayang sambil memberi sebuah wortel.“Berteman dengan gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku… aneh juga rasanya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh ke pagar balkon. “Tapi kalau hidup di pulau ini tanpa teman, rasanya terlalu membosankan. Mungkin sudah waktunya aku mengajarkan pada gadis itu bahwa pendidikan itu sama pentingnya dengan bermain.”Sementara itu, Luna tidak sadar bahwa dia sering kali diperhatikan oleh Jacob. Ia terbiasa sendirian selama dua tahun tinggal di pulau itu, teman-temannya adalah para kelinci yang begitu banyak di pulau itu.Seekor kelinci remaja berada dalam dekapannya, ia mengusap bulu lembut kelinci itu sambil me

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 4 Bukan teman biasa

    Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran."Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padany

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 3 Gadis kecil

    Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan men

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 2 Hati yang luka

    Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 1 Kehilangan 

    Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.

DMCA.com Protection Status