Home / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 9 Mencari pengganti?

Share

Bab 9 Mencari pengganti?

Author: SILAN
last update Last Updated: 2024-12-19 17:48:33

Pagi itu, udara pulau terasa lebih sejuk dari biasanya. Luna masih berbaring malas di tempat tidur menikmati ketenangan pagi tanpa gangguan Jacob. Tapi ketenangan itu segera pecah oleh suara bising helikopter yang mendadak terdengar semakin mendekat.

Ia melompat dari ranjang, mengenakan sandal buru-buru lalu berlari keluar. Di halaman mansion, angin kencang dari baling-baling helikopter membuat dedaunan dan debu beterbangan, memaksa Luna menutup wajahnya dengan tangan.

Pandangannya tertuju ke arah Jacob, pria itu sempat menoleh ke arahnya sebelum terbang tinggi bersama helikopter yang di naikinya. Luna mendongak, melihat kendaraan udara itu perlahan menjauh ke udara.

"Aku tidak mengira, doaku semalam langsung dikabulkan hari ini." batinnya senang.

Sementara itu, Jacob duduk tenang di dalam helikopter. Tatapannya kosong, melihat pemandangan laut yang terbentang luas. Tiga tahun ia menghabiskan waktu di pulau itu, jauh dari hiruk-pikuk dunia luar.

Sesampainya di New Jersey, Jacob langsung pergi ke sebuah toko bunga dan membeli buket mawar putih. Langkahnya berat saat ia menuju pemakaman, hingga akhirnya berhenti di depan sebuah makam dengan nisan bertuliskan nama Anastasya Belvaux. Air mata yang selama ini ia tahan akhirnya jatuh tanpa bisa dikendalikan.

Ia meletakkan bunga dengan lembut di depan nisan, jemarinya mengusap nama Anastasya yang terukir di batu dingin itu. "Maaf karena aku baru datang sekarang," bisiknya dengan suara serak. "Aku belum bisa benar-benar merelakanmu."

Jacob menunduk, menekan dada yang terasa sesak. Semalam saat ia melihat Luna, ada sesuatu yang aneh tumbuh dalam hatinya, perasaan yang tidak seharusnya ia rasakan. Dan perasaan itu membuatnya merasa seolah ia telah mengkhianati Anastasya.

"Anna," gumamnya lirih, "jika suatu hari nanti aku bertemu wanita yang menggantikan posisimu, apa kau akan membenciku? Aku tidak bermaksud mencari penggantimu... tapi aku rasa aku telah berkhianat."

Jacob menghela nafas, ia tidak mungkin tertarik pada Luna kan? Dia adalah gadis sepuluh tahun lebih muda darinya, diantara jutaan wanita di muka bumi ini, mengapa harus gadis itu? Jacob menggeleng, sepertinya ini hanya efek karena ia sudah bersama Luna dan menyaksikan pertumbuhan gadis itu.

"Big Bro, kau disini ternyata."

"Apa yang kamu lakukan datang kemari?" tanya Jacob tanpa menoleh ke arah adiknya, ia buru-buru menyeka air matanya yang kembali menetes sebelum Hazel melihatnya.

Hazel mendekat, berdiri tepat di sebelah Jacob sambil meletakkan setangkai bunga mawar putih. "Aku ingin mengunjungi Anastasya, tidak aku sangka kamu sudah kembali dari pulau itu tanpa memberitahuku."

Jacob tak menjawab, Hazel kembali menatapnya sambil menepuk bahu Jacob. "Bagaimana kalau kita bicara sebentar, aku menunggumu di mobil." katanya sambil berjalan menjauh.

Beberapa saat kemudian, mereka duduk di sebuah kafe kecil di tengah kota. Hazel memandang Jacob dengan penuh simpati. Kakaknya tampak kusut, tatapannya kosong, dan senyumnya terasa begitu berat.

"Kau tidak bisa terus seperti ini setiap kali pulang, kau terlihat seperti zombie. Sudah tiga tahun berlalu sejak kepergian kekasihmu, aku rasa kau perlu mencari wanita lain untuk menjadi pasanganmu." ujar Hazel.

Jacob menatap adiknya, "Itu tidak mudah, Hazel."

"Tentu saja tidak mudah, karena kau menutup hatimu untuk wanita lain. Coba kau mulai menerima kepergian Anastasya, dan mencari penggantinya agar dirimu tidak terpuruk seperti ini sepanjang waktu. Mau sampai kapan kamu akan begini? Kau bukan hanya menyiksa dirimu, tapi juga orang di sekitarmu dan mungkin juga ... Anastasya."

Sejenak Hazel menghela nafas, "Kau sudah tidak lagi muda, Jacob. Kepergian Anastasya sudah tiga tahun lalu, mulailah buka hatimu untuk wanita lain. Mungkin dengan begitu, kau bisa mengobati luka hatimu secara perlahan." katanya memberikan saran.

Jacob tersenyum tipis, tetapi tidak menjawab. Dalam diamnya, ia tahu Hazel benar. Namun, membuka hati untuk orang lain terasa seperti sebuah pengkhianatan yang kejam setelah kematian Anastasya.

Tapi di saat yang bersamaan, bayangannya Luna muncul di pikirannya. Tidak, gadis itu terlalu muda untuknya dan Jacob adalah tipe pria yang tidak mudah untuk jatuh cinta.

"Hei, kau itu pria normal. Tidakkah kau ingin melakukan sesuatu pada wanita untuk memenuhi kebutuhan seksualmu?" goda Hazel yang berhasil membuat Jacob mendelik.

Tapi Hazel tersenyum geli dengan tatapan mengejek, "Kau sudah tiga tahun tak berhubungan dengan wanita, aku rasa kau juga perlu untuk menuntaskan hasratmu untuk mengembalikan gairah hidupmu."

"Tutup mulutmu itu, Hazel." sahut Jacob.

Hazel tertawa lirih, "Aku mengenal dirimu dengan baik, kau hanya perlu bertemu dengan wanita yang sesuai dengan kriteriamu. Apa kau ingin meminta rekomendasi dariku? Adikmu yang cantik ini akan mencarikan wanita yang tepat untukmu."

Jacob menghela napas panjang, tangannya memijat pelipis yang terasa berdenyut. Namun tanpa sadar pikirannya melayang ke Luna dan bayangan semalam, saat ia melihat siluet tubuh gadis itu di bawah sinar lentera.

Cepat-cepat Jacob menggeleng, mencoba menepis pikiran itu. Meskipun bayangan Luna di air tanpa busana sempat membuat sesuatu dalam tubuhnya yang tertidur lama kembali bangun.

"Jadi bagaimana? Kau mempertimbangkan ideku?" tanya Hazel semangat, dengan harapan Jacob bisa kembali seperti Jacob yang ia kenal dulu.

"Aku rasa tidak," jawab Jacob singkat.

Hazel mendesah, menyandarkan bahunya ke kursi sambil menyesap minumannya. 

Sementara Jacob terdiam, mendadak detak jantungnya berdegup kencang karena ia membayangkan hubungan dewasa itu ia lakukan bersama Luna. Cepat-cepat ia menggeleng dan meraih minumannya, hal itu tak luput dari perhatian Hazel yang berpikir saudaranya sudah hampir gila karena ditinggal mati oleh kekasihnya.

Tapi sebenarnya tidak, Jacob hanya mengenyahkan pikirannya karena ia tidak mungkin menggoda gadis muda yang sepuluh tahun lebih muda darinya.

Ia ... bukan pedofil.

Related chapters

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 10 Perasaan gamang

    Suara helikopter kembali terdengar setelah dua hari Jacob meninggalkan pulau, Luna yang berada di kebun bersama pelayan lain segera melihat siapa yang datang kali ini. Tapi ia terkejut karena Jacob yang ia kira tidak akan kembali, justru datang lagi.Tatapan mereka bertemu dalam sekejap, tapi Jacob cepat-cepat memalingkan wajahnya. Ia sibuk memberi instruksi pada orang-orang di helikopter untuk menurunkan barang-barang yang ia bawa.Luna memperhatikannya dari kejauhan, namun suara Maci memotong lamunannya. "Jangan hanya berdiri bengong, Luna. Kalau kau tak mau membantu, paling tidak tunjukkan kalau kau peduli. Bukankah kau dan Tuan Muda punya hubungan yang... baik?"Seketika Luna langsung menoleh, mengingat cara Jacob yang kerap menjahilinya dan juga suka bersikap menyebalkan, apakah itu bisa dikatakan sebagai hubungan yang baik? Luna mendengus, berbalik badan kembali ke ladang tanpa membantu Jacob sedikitpun. Jacob masuk ke dalam mansion, setelah beberapa saat pria itu keluar lagi

    Last Updated : 2024-12-20
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 11 Membatasi diri

    Beberapa buku sudah Luna siapkan, ia juga duduk dengan tenang dan belajar sambil menunggu Jacob datang untuk mengajarinya seperti biasa. Karena pria itu tak suka keterlambatan, akhirnya Luna berusaha datang lebih dulu agar Jacob tidak marah-marah seperti biasanya.Namun, satu jam berlalu, dan Jacob tak kunjung muncul. Jantung Luna mulai terasa tidak tenang. Ia melirik jam di dinding untuk kesekian kali. Apa dia marah padaku? pikirnya.Luna akhirnya menutup buku dengan desahan kecil, lalu berdiri. Tidak biasanya Jacob melewatkan rutinitas yang sudah ia tetapkan sendiri, terlebih untuk sesuatu yang dianggap penting seperti mengajari Luna. Pria itu selalu menjadi orang yang tegas dan disiplin. Jadi, mengapa kali ini berbeda?"Luna, mau ke mana kau?" tegur Maci saat melewati ruangan.Luna menoleh cepat. "Bu, sepertinya aku membuat kesalahan. Tuan pemburu kelinci itu tidak mengajariku hari ini," jawabnya dengan nada ragu.Maci hanya menggeleng sambil tertawa kecil. "Bukankah kau sering ber

    Last Updated : 2024-12-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 12 Tindakan yang salah

    Hari-hari berlalu dengan lambat, dan Jacob masih menjaga jarak. Sikap pria itu yang terus-menerus menghindar mulai mengusik pikiran Luna. Kecemasannya tumbuh semakin besar. Bagaimana jika Jacob benar-benar mengusirnya dari pulau ini? Namun, Luna sendiri tak tahu apa yang telah ia lakukan hingga membuat Jacob begitu marah.Luna melangkah keluar, ia hanya melihat Jacob memberi makan kelinci siang ini. Pria itu tampak jauh lebih pendiam dari biasanya yang suka marah-marah, jelas bagi Luna ini ada yang tidak beres."Kau ada masalah dengan Tuan Muda?" suara Maci memecah lamunannya. Wanita itu muncul dari arah halaman belakang, membawa keranjang penuh buah-buahan segar.Luna menggeleng pelan, tampak bingung. "Aku tidak tahu. Tapi sepertinya dia benar-benar marah padaku.""Kalau begitu, kau harus minta maaf. Kalau tidak, mungkin kau harus meninggalkan pulau ini," ujar Maci santai sebelum melenggang pergi, meninggalkan Luna yang tertegun.Kata-kata itu menghantam Luna seperti badai. Meninggal

    Last Updated : 2024-12-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 13 Pertahanan diri

    Luna semakin kepikiran, wajah Jacob yang ia lihat tadi benar-benar marah. Berbeda ketika pria itu marah saat mengajarinya, kali ini kemarahan itu membuat Luna takut. Ia terdiam lama di dalam kamarnya, sampai hari semakin larut dan ia tak bisa tidur."Aku harus bicara padanya," ia bangun, dengan perlahan menuju ke kamar Jacob berada. Luna tau ini terlalu beresiko membangunkan seseorang di tengah malam seperti ini, tapi disisi lain ia juga tidak mau di usir dari tempat itu.Tangannya terangkat dengan ragu lalu mengetuk perlahan pintu kamar Jacob beberapa kali, tidak ada sahutan, ia pun berinisiatif mengetuknya kembali sampai suara Jacob terdengar di belakangnya."Apa yang kau lakukan tengah malam seperti ini di depan kamarku?"Tubuh Luna tersentak kaget, gadis itu berbalik dengan cepat dan melihat Jacob berdiri di depannya. Tubuh besar pria itu seolah mendominasi Luna yang tampak mungil, ia menelan ludah dengan susah payah."A-aku... bisakah kita bicara sebentar?" tanyanya, suara sedikit

    Last Updated : 2024-12-22
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 14 Gairah tertahan

    Sejak semalam Jacob tidak bisa tidur, ia masih belum yakin dengan perasaannya sendiri. Terlebih, tiga tahun lalu kekasihnya meninggal tepat di hari pernikahan yang membuat Jacob meragukan dirinya sendiri bahwa dia bisa kembali jatuh hati pada wanita lain.Pagi ini, ditemani secangkir teh hangat ia bersantai di balkon kamarnya yang menghadap kolam renang. Tak jauh dari kolam renang tersebut, tampak Luna sedang berlarian seperti saat Jacob melihat gadis itu untuk pertama kalinya.Namun, kali ini berbeda. Luna sudah tumbuh lebih dewasa dari tiga tahun lalu, lebih tinggi dan juga terlihat ... menggoda.Jacob mengangkat cangkir tehnya, menyesap sedikit tanpa melepaskan pandangan ke arah Luna."Aku harap, aku bisa menahan diriku." batin Jacob, sampai akhirnya Luna yang berada di taman itu menoleh ke arahnya, senyumnya tampak cerah dan dia bahkan melambaikan tangan ke arah Jacob penuh semangat.Alih-alih membalas, Jacob justru memalingkan wajah seraya menikmati pemandangan ke arah lain.Sete

    Last Updated : 2024-12-23
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 15 Panik

    Suara tawa Luna terdengar setiap kali gadis itu berhasil menangkap udang, tidak terasa hasil tangkapan mereka sudah mulai memenuhi wadah yang Luna bawa. Setiap kali Luna tertawa, Jacob hanya memperhatikan dengan senyum tipis nyaris tidak kentara di bibirnya."Kau senang?" tanya Jacob akhirnya, suaranya rendah namun cukup terdengar.Luna menoleh, wajahnya basah oleh percikan air, tetapi senyum lebar tak pernah hilang dari bibirnya. "Tentu saja! Lihat ini, kita punya cukup banyak udang. Aku akan memasak makanan yang lezat untukmu malam ini." ia mengangkat wadah penuh hasil tangkapan mereka dengan bangga.Sekilas Jacob berdecih lirih, tapi ia juga menepi dan meraih bajunya. Semoga saja ia bisa menjadi sosok pria yang lebih kuat menahan nafsunya, karena jika tidak maka santapan utama yang Jacob incar di pulau ini sudah pasti adalah Luna.Membiarkan Luna berjalan lebih dulu di depannya, sesekali gadis itu tampak puas melihat hasil tangkapan udang yang mereka dapat. Kalau saja Jacob tak mena

    Last Updated : 2024-12-23
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 16 Sisi liar

    "Tuan, berhenti!" seru Luna, suaranya terdengar putus asa. Jacob terhenti, namun sorot matanya yang tajam masih terpatri pada Luna, seperti angin badai yang tidak kunjung reda.Luna memalingkan wajah, tidak sanggup menatap pria itu lebih lama. Wajahnya memerah, bukan hanya karena rasa malu, tapi juga karena jantungnya yang berdebar tak terkendali.Ia menelan ludah tanpa sadar, mengambil satu langkah mundur. Tapi itu tidak cukup untuk menjauh dari aura Jacob yang begitu mendominasi. Dengan gemetar, Luna berbalik dan mulai berlari. Kakinya melangkah cepat, namun perasaannya tetap tertinggal di belakang, bersama tatapan membara Jacob yang tak kunjung memudar dari ingatannya.Jacob tidak mengejarnya. Pria itu hanya berdiri di tempatnya, menatap punggung Luna yang semakin menjauh. Bibirnya terangkat membentuk seringai samar, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri, mengingat kelembutan yang baru saja ia rasakan."Astaga," gumam Jacob sambil tersenyum miring. "Bibirnya... manis sekali."Ia meng

    Last Updated : 2024-12-25
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 17 Menjaga jarak aman

    Suara percikan air terdengar dari arah kolam, Jacob tampak berenang dengan baik menikmati musim panas yang sedang terik hari ini. Sekaligus juga mendinginkan kepalanya, yang terus berpikiran mesum tentang Luna."Tuan, Nona Hazel berkata dia akan datang hari ini." ucap Maci dari ambang pintu.Jacob berhenti, rambut basahnya meneteskan air saat ia naik ke permukaan. Dengan gerakan tenang, ia meraih handuk dan melilitkannya di pinggangnya yang basah."Kapan dia akan datang?" tanyanya, suaranya dalam dan tenang."Sore nanti, kemungkinan pukul lima," jawab Maci.Jacob hanya mengangguk singkat sebelum Maci berlalu pergi. Tidak ada tanda-tanda antusiasme atau ketertarikan di wajahnya mendengar kabar kedatangan Hazel, karena sudah pasti Hazel datang karena gadis itu punya niat sesuatu.Alih-alih langsung masuk ke rumah, Jacob memilih duduk di tepi kolam. Handuk melingkar di bahunya, sementara ia meraih segelas jus jeruk yang telah disiapkan. Pandangannya melayang jauh ke depan, menatap hampara

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 69 Kebetulan bertemu

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Hazel dan Luna tiba di klinik tempat Luna akan menjalani terapi. Mereka disambut oleh seorang wanita dengan senyum ramah, yang langsung mengarahkan mereka ke ruangan yang sudah disiapkan. Namun, Hazel diberitahu bahwa ia tidak diperbolehkan ikut masuk."Kalau begitu, aku menunggu di luar," ujar Hazel sambil tersenyum kepada Luna, mencoba memberikan semangat sebelum gadis itu masuk ke dalam ruangan.Setelah pintu ruangan tertutup, Hazel duduk di bangku luar. Ia menghela nafas panjang, pikirannya mulai melayang-layang. 'Ibu kejam macam apa yang tega membunuh putrinya sendiri?' batinnya.Kalau memang wanita itu tidak menginginkan anaknya, kenapa membiarkan dia lahir?"Jadi ini alasan Jacob begitu protektif terhadap Luna," gumam Hazel pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Kini, ia memahami betapa seriusnya Jacob saat memperingatkannya agar menjaga Luna jauh dari ibunya. Namun, Hazel tetap merasa kebingungan karena ia bahkan tidak tahu seperti

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 68 Dukungan

    Suasana meja makan terasa hening, hanya suara denting sendok beradu dengan piring yang terdengar. Luna mencuri pandang ke arah Jacob beberapa kali, ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. Tapi akhirnya, Jacob yang membuka suara lebih dulu."Besok, jadwalmu untuk terapi," ucap Jacob tanpa menoleh dari makanannya. "Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Jadi, aku sudah meminta Hazel untuk membawamu ke sana."Luna mengangguk pelan, meski ada sedikit rasa kecewa yang ia sembunyikan di balik senyumnya. Jacob menatapnya sejenak, memastikan bahwa Luna tidak keberatan, sebelum kembali fokus pada makanannya.Namun, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Ponsel Jacob yang tergeletak di meja ruang tamu tiba-tiba berdering, memecah keheningan. Jacob menghela napas, meletakkan sendoknya, lalu bangkit untuk menjawab panggilan tersebut.Suara tegasnya segera menggema di ruang tamu saat ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Tanpa sadar, Jacob berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan Luna sendi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 67 Bendera perang

    Russel menghentikan langkahnya begitu suara sepatu hak tinggi itu mendekat. Ia perlahan menoleh, dan di sana, Leah Hamilton berdiri dengan seringai yang begitu familiar, seringai yang pernah memikatnya sekaligus menghancurkannya. Wajah Russel seketika berubah dingin, penuh kebencian yang tak lagi ia sembunyikan.Leah berjalan mendekat dengan langkah santai, tatapannya penuh kemenangan. "Bisa bicara sebentar?" tanyanya, suaranya manis namun sarat sindiran. Pandangannya melirik tajam pada asisten Russel, membuatnya sadar diri untuk segera menjauh.Mereka berdua pun melangkah menuju sudut terpencil, jauh dari keramaian dan bahkan dari jangkauan kamera pengawas. Tempat itu seperti diatur untuk menjadi panggung kecil bagi perasaan emosional mereka. Leah berdiri dengan sikap percaya diri, melipat tangannya di depan dada sambil menatap Russel dengan tatapan yang hanya bisa diartikan sebagai penghinaan."Sudah lama tidak bertemu, mantan kekasih gelapku," ujar Leah, nadanya licik, memancing ama

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 66 Ternyata?

    Langit malam sudah sepenuhnya gelap, dan jarum jam mendekati pukul sebelas ketika Jacob masih terjebak di ruang kerjanya. Berkas-berkas menumpuk di mejanya, mencerminkan kekacauan pikiran yang memenuhi kepalanya.Proyek besar yang seharusnya sudah berada di bawah kendali perusahaannya tiba-tiba saja diambil alih oleh Zenith Corp tanpa pemberitahuan apa pun. Ini bukan hanya sekadar pelanggaran prosedur, ini penghinaan yang tidak bisa dibiarkan.Pintu ruang kerja terbuka tiba-tiba, mengusik konsentrasinya. Asisten pribadinya masuk dengan tergesa-gesa, membawa sebuah map di tangannya dan wajahnya penuh kecemasan."Tuan, pihak yang berkaitan akan mengadakan rapat mendadak besok pagi," katanya dengan suara tegas, meskipun nada paniknya jelas terdengar.Jacob menghela nafas panjang sambil memijat keningnya yang terasa berat. Ia mengambil map itu dari tangan asistennya dan membolak-baliknya sekilas. Informasi di dalamnya hanya membuat frustrasinya semakin memuncak."Pastikan pengacaraku hadi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 65 Mengagumi Luna

    Hazel baru saja meninggalkan ruangan setelah berdebat singkat dengan Jacob, meninggalkan suasana yang kini terasa lebih sunyi. Jacob berdiri di dekat meja kerjanya, menghela nafas panjang, seolah berusaha meredakan amarah yang sebenarnya tak pernah ia tujukan pada Hazel. Luna sejak tadi merasa canggung, segera berdiri dan menatap Jacob dengan tatapan penuh rasa bersalah."Ini bukan salah Hazel," ucap Luna, suaranya lembut namun tegas. "Kau jangan marah padanya, dia hanya ingin aku merasa lebih percaya diri."Namun, reaksi Jacob jauh dari apa yang ia bayangkan. Alih-alih marah, pria itu melangkah mendekat, mendekap Luna dengan kehangatan yang tak ia duga. Pelukan itu tidak berlangsung lama, namun cukup untuk membuat Luna tertegun."Aku tidak marah," kata Jacob dengan suara tenang. "Aku hanya khawatir padamu. Kau belum sepenuhnya terbiasa dengan lingkungan luar, apalagi bertemu banyak orang. Bagaimana jika hal itu membuatmu kembali takut atau merasa tertekan?"Luna perlahan melepaskan di

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 64 Ruangan Jacob

    Bagaikan dihantam oleh fakta yang mengejutkan, Keith memanggil Leah dengan sebutan ibu. Jika Luna tidak mendengar langsung, ia pasti akan menganggap ini hanyalah mimpi. Namun sayangnya tidak, setelah Keith dan Leah pergi tanpa menyadari keberadaannya, saat itu Luna masih dapat melihat bahu mereka dari kejauhan.Ibu yang selalu menjadikannya sasaran kemarahan dan teman yang selalu membulinya, mengapa mereka menjadi begitu sangat akrab sampai Keith memanggil Leah sebagai ibu. Mungkinkah Leah sudah menikah dengan ayah dari Keith?Ini masih menjadi pertanyaan untuk Luna, ia sudah terlalu lama tidak mendengar kabar ibunya dan ini adalah kali pertama ia bertemu namun sebuah kejutan besar membuatnya hanya bisa diam."Hei, maaf membuatmu menunggu lama," suara Hazel membuyarkan lamunannya. Hazel berdiri dengan senyum hangat, membawa sebuah paper bag kecil di tangan. Luna mendongak, mencoba menyembunyikan kegelisahannya dengan senyuman kaku."Bagaimana, kau sudah mendapatkan barang yang kau mau

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 63 Kejutan tak terduga

    Sejak pukul delapan, Jacob sudah meninggalkan apartemen. Tadinya, Luna pikir ia akan menghabiskan seharian di apartemen itu dengan membosankan, namun rupanya Jacob menyuruh Hazel untuk menemani Luna bepergian."Nona, aku minta maaf. Anda sampai harus meluangkan waktu menemaniku," ucap Luna, merasa sedikit canggung.Hazel menoleh, matanya yang penuh dengan binar semangat itu tak peduli dengan kalimat Luna, bahkan dengan santai Hazel merangkul bahu Luna seakan mereka ada sahabat yang sudah sangat dekat."Kau malah menyelamatkanku, Luna! Pekerjaan menumpuk, liburan seharian pun sulit aku didapatkan. Tapi Jacob memberiku kesempatan untuk bolos demi menemanimu, bagaimana menurutmu? Itu kan luar biasa?" Hazel menyeringai, mengedipkan sebelah matanya.Luna sedikit terkejut, tapi tak bisa menahan senyum kecil yang terbit. "Aku tidak ingin merepotkanmu," jawabnya, meskipun hatinya merasa ringan.Hazel tertawa pelan, tanpa peduli dengan kekhawatiran Luna. "Nonsense! Kita kan sama-sama manusia, d

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 62 Leah Hamilton

    Di dalam sebuah apartemen dengan suasana temaram, televisi menyala menampilkan tayangan berita malam. Di sofa, seorang wanita duduk dengan anggun, memegang segelas wine di tangannya. Ia memutar gelas itu perlahan, memperhatikan cairan merah gelap yang berputar seiring pikirannya yang bergulir.Di dapur, seorang pria dengan penampilan santai sedang memilih botol minuman dingin dari lemari pendingin. Suara kaca yang bersentuhan terdengar samar di tengah keheningan apartemen."Kau sudah menerima surat panggilan dari perusahaan Lawson?" tanya Eric dengan nada datar, tanpa menoleh.Leah menghela nafas ringan, menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil meneguk sedikit wine. "Belum," jawabnya singkat. "Tapi aku yakin mereka akan mempertimbangkanku. Lagi pula, kemampuan seperti milikku jelas tak mudah mereka temukan." Ada nada percaya diri dalam suaranya, meski matanya tampak menerawang jauh.Sejenak keheningan melingkupi ruangan. Leah menghabiskan sisa wine di gelasnya dengan satu tegukan. Namun

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 61 Sesempit itu

    Saat bangun keesokan harinya, hal pertama yang Luna rasakan adalah nyeri di sekujur tubuh. Pinggangnya terasa akan patah saat ia beranjak duduk, bukti betapa brutalnya Jacob semalam membuatnya tak berdaya."Aku sudah berusaha menghindarinya, tapi dia tetap saja berhasil melakukan hal ini padaku." batin Luna sambil meringis, ia turun dari tempat tidur dan saat itu juga ia jatuh ke lantai yang dingin.Bertepatan dengan itu, pintu kamar terbuka dan Jacob masuk. "Luna, kau tidak apa-apa?" dengan cepat pria itu menghampiri, membantu Luna berdiri, namun kedua kaki Luna rasanya seperti mati rasa dan ia bahkan tak mampu untuk berdiri.Gadis itu menatap Jacob dengan pandangan tajam, "Kau tau siapa yang membuatku sampai seperti ini?!" geramnya."Harusnya kau bilang dari awal kalau membutuhkan bantuan," dengan tanpa rasa bersalah, Jacob menggendong Luna ke kamar mandi, membantu gadis itu membersihkan diri.Luna hanya diam memperhatikan, ia tak punya tenaga untuk membalas Jacob. Setelah selesai,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status