Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 9 Mencari pengganti?

Share

Bab 9 Mencari pengganti?

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 17:48:33

Pagi itu, udara pulau terasa lebih sejuk dari biasanya. Luna masih berbaring malas di tempat tidur menikmati ketenangan pagi tanpa gangguan Jacob. Tapi ketenangan itu segera pecah oleh suara bising helikopter yang mendadak terdengar semakin mendekat.

Ia melompat dari ranjang, mengenakan sandal buru-buru lalu berlari keluar. Di halaman mansion, angin kencang dari baling-baling helikopter membuat dedaunan dan debu beterbangan, memaksa Luna menutup wajahnya dengan tangan.

Pandangannya tertuju ke arah Jacob, pria itu sempat menoleh ke arahnya sebelum terbang tinggi bersama helikopter yang di naikinya. Luna mendongak, melihat kendaraan udara itu perlahan menjauh ke udara.

"Aku tidak mengira, doaku semalam langsung dikabulkan hari ini." batinnya senang.

Sementara itu, Jacob duduk tenang di dalam helikopter. Tatapannya kosong, melihat pemandangan laut yang terbentang luas. Tiga tahun ia menghabiskan waktu di pulau itu, jauh dari hiruk-pikuk dunia luar.

Sesampainya di New Jersey, Jacob langsu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
buahahahaha... tunggu setahun lagi Jacob nanti Luna sudah 20 tahun... hahahaha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 10 Perasaan gamang

    Suara helikopter kembali terdengar setelah dua hari Jacob meninggalkan pulau, Luna yang berada di kebun bersama pelayan lain segera melihat siapa yang datang kali ini. Tapi ia terkejut karena Jacob yang ia kira tidak akan kembali, justru datang lagi.Tatapan mereka bertemu dalam sekejap, tapi Jacob cepat-cepat memalingkan wajahnya. Ia sibuk memberi instruksi pada orang-orang di helikopter untuk menurunkan barang-barang yang ia bawa.Luna memperhatikannya dari kejauhan, namun suara Maci memotong lamunannya. "Jangan hanya berdiri bengong, Luna. Kalau kau tak mau membantu, paling tidak tunjukkan kalau kau peduli. Bukankah kau dan Tuan Muda punya hubungan yang... baik?"Seketika Luna langsung menoleh, mengingat cara Jacob yang kerap menjahilinya dan juga suka bersikap menyebalkan, apakah itu bisa dikatakan sebagai hubungan yang baik? Luna mendengus, berbalik badan kembali ke ladang tanpa membantu Jacob sedikitpun. Jacob masuk ke dalam mansion, setelah beberapa saat pria itu keluar lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 11 Membatasi diri

    Beberapa buku sudah Luna siapkan, ia juga duduk dengan tenang dan belajar sambil menunggu Jacob datang untuk mengajarinya seperti biasa. Karena pria itu tak suka keterlambatan, akhirnya Luna berusaha datang lebih dulu agar Jacob tidak marah-marah seperti biasanya.Namun, satu jam berlalu, dan Jacob tak kunjung muncul. Jantung Luna mulai terasa tidak tenang. Ia melirik jam di dinding untuk kesekian kali. Apa dia marah padaku? pikirnya.Luna akhirnya menutup buku dengan desahan kecil, lalu berdiri. Tidak biasanya Jacob melewatkan rutinitas yang sudah ia tetapkan sendiri, terlebih untuk sesuatu yang dianggap penting seperti mengajari Luna. Pria itu selalu menjadi orang yang tegas dan disiplin. Jadi, mengapa kali ini berbeda?"Luna, mau ke mana kau?" tegur Maci saat melewati ruangan.Luna menoleh cepat. "Bu, sepertinya aku membuat kesalahan. Tuan pemburu kelinci itu tidak mengajariku hari ini," jawabnya dengan nada ragu.Maci hanya menggeleng sambil tertawa kecil. "Bukankah kau sering ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 12 Tindakan yang salah

    Hari-hari berlalu dengan lambat, dan Jacob masih menjaga jarak. Sikap pria itu yang terus-menerus menghindar mulai mengusik pikiran Luna. Kecemasannya tumbuh semakin besar. Bagaimana jika Jacob benar-benar mengusirnya dari pulau ini? Namun, Luna sendiri tak tahu apa yang telah ia lakukan hingga membuat Jacob begitu marah.Luna melangkah keluar, ia hanya melihat Jacob memberi makan kelinci siang ini. Pria itu tampak jauh lebih pendiam dari biasanya yang suka marah-marah, jelas bagi Luna ini ada yang tidak beres."Kau ada masalah dengan Tuan Muda?" suara Maci memecah lamunannya. Wanita itu muncul dari arah halaman belakang, membawa keranjang penuh buah-buahan segar.Luna menggeleng pelan, tampak bingung. "Aku tidak tahu. Tapi sepertinya dia benar-benar marah padaku.""Kalau begitu, kau harus minta maaf. Kalau tidak, mungkin kau harus meninggalkan pulau ini," ujar Maci santai sebelum melenggang pergi, meninggalkan Luna yang tertegun.Kata-kata itu menghantam Luna seperti badai. Meninggal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 13 Pertahanan diri

    Luna semakin kepikiran, wajah Jacob yang ia lihat tadi benar-benar marah. Berbeda ketika pria itu marah saat mengajarinya, kali ini kemarahan itu membuat Luna takut. Ia terdiam lama di dalam kamarnya, sampai hari semakin larut dan ia tak bisa tidur."Aku harus bicara padanya," ia bangun, dengan perlahan menuju ke kamar Jacob berada. Luna tau ini terlalu beresiko membangunkan seseorang di tengah malam seperti ini, tapi disisi lain ia juga tidak mau di usir dari tempat itu.Tangannya terangkat dengan ragu lalu mengetuk perlahan pintu kamar Jacob beberapa kali, tidak ada sahutan, ia pun berinisiatif mengetuknya kembali sampai suara Jacob terdengar di belakangnya."Apa yang kau lakukan tengah malam seperti ini di depan kamarku?"Tubuh Luna tersentak kaget, gadis itu berbalik dengan cepat dan melihat Jacob berdiri di depannya. Tubuh besar pria itu seolah mendominasi Luna yang tampak mungil, ia menelan ludah dengan susah payah."A-aku... bisakah kita bicara sebentar?" tanyanya, suara sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 14 Gairah tertahan

    Sejak semalam Jacob tidak bisa tidur, ia masih belum yakin dengan perasaannya sendiri. Terlebih, tiga tahun lalu kekasihnya meninggal tepat di hari pernikahan yang membuat Jacob meragukan dirinya sendiri bahwa dia bisa kembali jatuh hati pada wanita lain.Pagi ini, ditemani secangkir teh hangat ia bersantai di balkon kamarnya yang menghadap kolam renang. Tak jauh dari kolam renang tersebut, tampak Luna sedang berlarian seperti saat Jacob melihat gadis itu untuk pertama kalinya.Namun, kali ini berbeda. Luna sudah tumbuh lebih dewasa dari tiga tahun lalu, lebih tinggi dan juga terlihat ... menggoda.Jacob mengangkat cangkir tehnya, menyesap sedikit tanpa melepaskan pandangan ke arah Luna."Aku harap, aku bisa menahan diriku." batin Jacob, sampai akhirnya Luna yang berada di taman itu menoleh ke arahnya, senyumnya tampak cerah dan dia bahkan melambaikan tangan ke arah Jacob penuh semangat.Alih-alih membalas, Jacob justru memalingkan wajah seraya menikmati pemandangan ke arah lain.Sete

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 15 Panik

    Suara tawa Luna terdengar setiap kali gadis itu berhasil menangkap udang, tidak terasa hasil tangkapan mereka sudah mulai memenuhi wadah yang Luna bawa. Setiap kali Luna tertawa, Jacob hanya memperhatikan dengan senyum tipis nyaris tidak kentara di bibirnya."Kau senang?" tanya Jacob akhirnya, suaranya rendah namun cukup terdengar.Luna menoleh, wajahnya basah oleh percikan air, tetapi senyum lebar tak pernah hilang dari bibirnya. "Tentu saja! Lihat ini, kita punya cukup banyak udang. Aku akan memasak makanan yang lezat untukmu malam ini." ia mengangkat wadah penuh hasil tangkapan mereka dengan bangga.Sekilas Jacob berdecih lirih, tapi ia juga menepi dan meraih bajunya. Semoga saja ia bisa menjadi sosok pria yang lebih kuat menahan nafsunya, karena jika tidak maka santapan utama yang Jacob incar di pulau ini sudah pasti adalah Luna.Membiarkan Luna berjalan lebih dulu di depannya, sesekali gadis itu tampak puas melihat hasil tangkapan udang yang mereka dapat. Kalau saja Jacob tak mena

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 16 Sisi liar

    "Tuan, berhenti!" seru Luna, suaranya terdengar putus asa. Jacob terhenti, namun sorot matanya yang tajam masih terpatri pada Luna, seperti angin badai yang tidak kunjung reda.Luna memalingkan wajah, tidak sanggup menatap pria itu lebih lama. Wajahnya memerah, bukan hanya karena rasa malu, tapi juga karena jantungnya yang berdebar tak terkendali.Ia menelan ludah tanpa sadar, mengambil satu langkah mundur. Tapi itu tidak cukup untuk menjauh dari aura Jacob yang begitu mendominasi. Dengan gemetar, Luna berbalik dan mulai berlari. Kakinya melangkah cepat, namun perasaannya tetap tertinggal di belakang, bersama tatapan membara Jacob yang tak kunjung memudar dari ingatannya.Jacob tidak mengejarnya. Pria itu hanya berdiri di tempatnya, menatap punggung Luna yang semakin menjauh. Bibirnya terangkat membentuk seringai samar, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri, mengingat kelembutan yang baru saja ia rasakan."Astaga," gumam Jacob sambil tersenyum miring. "Bibirnya... manis sekali."Ia meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 17 Menjaga jarak aman

    Suara percikan air terdengar dari arah kolam, Jacob tampak berenang dengan baik menikmati musim panas yang sedang terik hari ini. Sekaligus juga mendinginkan kepalanya, yang terus berpikiran mesum tentang Luna."Tuan, Nona Hazel berkata dia akan datang hari ini." ucap Maci dari ambang pintu.Jacob berhenti, rambut basahnya meneteskan air saat ia naik ke permukaan. Dengan gerakan tenang, ia meraih handuk dan melilitkannya di pinggangnya yang basah."Kapan dia akan datang?" tanyanya, suaranya dalam dan tenang."Sore nanti, kemungkinan pukul lima," jawab Maci.Jacob hanya mengangguk singkat sebelum Maci berlalu pergi. Tidak ada tanda-tanda antusiasme atau ketertarikan di wajahnya mendengar kabar kedatangan Hazel, karena sudah pasti Hazel datang karena gadis itu punya niat sesuatu.Alih-alih langsung masuk ke rumah, Jacob memilih duduk di tepi kolam. Handuk melingkar di bahunya, sementara ia meraih segelas jus jeruk yang telah disiapkan. Pandangannya melayang jauh ke depan, menatap hampara

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 173 Hal tidak diinginkan

    Beberapa hari berlalu, dan Luna masih setia merawat Nico yang masih terbaring di rumah sakit. Sikap keras kepalanya masih tidak luntur, kadang lelaki itu berniat untuk kabur dari rumah sakit, tapi selalu ketahuan oleh Luna.Hari ini, pagi bahkan belum lama menyapa, tapi Nico sudah duduk bersandar dengan wajah jenuh yang tak bisa ditutupi. “Bisakah kau segera membiarkan aku keluar dari rumah sakit?” keluhnya dengan nada malas.“Kau masih sakit, Nico,” jawab Luna tenang, sudah hafal alur pembicaraan ini.“Ini sudah hari keempat!” serunya, hampir seperti anak kecil yang protes karena tak dibelikan mainan. “Aku merasa seperti tahanan. Kalau kau benar-benar tidak mau membiarkanku keluar dari tempat ini, setidaknya bawakan komputerku. Banyak hal yang harus aku kerjakan.”Luna menahan tawa, lalu menggeleng pelan. “Apa kau yakin sudah sehat? Jangan sampai kau pingsan lagi hanya karena menatap layar terlalu lama.”Nico mendengus. “Kau pikir aku selemah itu?”Luna menaikkan satu alisnya, lalu t

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 172 Karena kau adikku

    "Ada denganmu?" tanya Jacob setibanya di rumah sakit. Wajahnya menegang, langkahnya tergesa, dan nafasnya masih belum stabil sejak menerima kabar bahwa Luna tengah berada di rumah sakit.Pikiran terburuk sempat terlintas di benaknya. Ia mengira sesuatu telah terjadi pada Luna, hingga akhirnya, ia mendapati perempuan itu berdiri di depan ruang perawatan dengan wajah lelah dengan sedikit kekhawatiran.“Bukan aku yang dirawat,” ucap Luna, mencoba tersenyum untuk meredakan kekhawatiran pria itu.Jacob akhirnya bisa bernafas lega, meski jantungnya masih berdetak cepat.“Jadi... siapa?”Luna menoleh ke arah ruang perawatan di belakangnya. “Nico.”Jacob mengerutkan alis. Ia tak mengira remaja keras kepala itu yang kini justru terbaring lemah di ranjang rumah sakit. "Ada apa dengan adikmu?"“Dia mengalami dehidrasi berat,” jelas Luna lirih. “Kondisinya drop karena sudah lima hari berturut-turut tak tidur. Di apartemennya aku menemukan kaleng-kaleng minuman energi berserakan, catatan kerja, fil

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 171 Persaudaraan

    Keesokan paginya, aroma roti panggang dan kopi hitam menyambut pagi yang tenang di rumah keluarga Dustin. Sarapan pagi dilakukan bersama di meja makan, suasananya santai dan akrab. Tawa kecil sesekali terdengar di antara obrolan ringan, menciptakan kehangatan yang jarang Luna rasakan selama bertahun-tahun.Sebelum berangkat kerja, Dustin seperti biasa tak lupa menunjukkan kemesraannya. Ia mencium kening Elsa dengan lembut, kemudian merangkul pinggang istrinya sambil berbisik sesuatu yang membuat Elsa terkekeh geli. Di ujung meja, Luna memperhatikan adegan itu dengan kagum, tak menyangka pria yang tampak menakutkan, tegas dan berwibawa, ternyata begitu hangat dan romantis terhadap istrinya.“Mereka memang selalu seperti itu,” bisik Jacob pelan sambil menyendok sarapan. Ia menyadari sorot mata Luna yang terpaku pada orang tuanya.Luna tersenyum malu, lalu menoleh ke arah Jacob. Namun begitu Jacob membalas tatapannya, Luna buru-buru mengalihkan pandangan, wajahnya memerah.Jacob mengangk

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 170  Sisi liarnya pun sama

    Usai makan malam yang hangat dan penuh tawa, mereka berpindah ke ruang keluarga. Sofa empuk, cahaya lampu yang temaram, dan secangkir teh hangat di tangan masing-masing menciptakan suasana santai yang jarang ditemukan Luna dalam kehidupannya yang penuh gejolak. Malam itu terasa berbeda, penuh kehangatan dan penerimaan yang diam-diam menyentuh hatinya."Jadi..." Elsa membuka percakapan sambil menatap Luna dengan senyum penasaran, "cukup mengejutkan ya, ternyata Tuan Calderon memiliki seorang putri. Kami semua tidak pernah menduganya."Luna tersenyum kaku, masih canggung setiap kali nama keluarga Calderon disebut. "Aku sendiri pun terkejut, terakhir kali aku melihat ayahku itu saat aku masih berusia delapan tahun. Wajahnya pun sudah samar di ingatan."Elsa mengangguk penuh simpati, sementara Dustin yang duduk bersebelahan dengan istrinya, mengalihkan pandangannya ke arah pasangan muda itu. Jacob dan Luna duduk berdampingan di sofa seberang, tampak serasi meski keduanya berusaha menyembun

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 169 Disambut baik 

    Pertanyaan Elsa begitu tiba-tiba, membuat Luna langsung terperanjat. “Hah… apa? Hamil?” ulangnya dengan ekspresi terkejut, alis terangkat dan suara nyaris melengking.Elsa justru menanggapinya dengan santai, bahkan dengan senyum menggoda yang seolah menyimpan seribu makna. “Benar. Aku hanya memastikan, Jacob itu anak paling keras kepala saat disuruh mengenalkan seorang wanita ke rumah ini. Tapi tiba-tiba saja, ia membawamu. Jadi aku sempat curiga, mungkin kau sedang mengandung cucuku, makanya ia berubah begitu drastis.”Luna tertawa kaku. Tangan refleks menyentuh perutnya, mengingat hasil pemeriksaan singkat saat mereka masih di kapal pesiar. Hasilnya… negatif. Ia tidak sedang hamil, dan mendengar dugaan Elsa barusan, rasanya jantungnya hampir lompat keluar.“Maaf sebelumnya… tapi aku tidak hamil,” jawabnya dengan suara pelan, nada bicaranya agak ragu-ragu, seolah takut mengecewakan.Elsa mengangguk pelan, masih dengan senyum yang tak luntur. “Tak perlu khawatir, sayang. Aku hanya bert

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 168 Pertemuan pertama

    Luna tak tahu kemana Jacob membawanya. Sejak mereka keluar dari rumah sakit, pria itu hanya diam, tapi ekspresi wajahnya yang penuh antusias dan senyum yang tak pernah hilang membuat Luna semakin penasaran. Mobil terus melaju, membelah jalanan kota, meninggalkan hiruk-pikuk dan menuju arah yang semakin asing baginya."Apa tujuan kita masih jauh?" tanya Luna, melirik Jacob dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung.Jacob hanya menoleh sekilas dan tersenyum, seperti menyimpan rahasia besar yang sebentar lagi akan terungkap. Namun ia tak mengucap sepatah kata pun.Hingga akhirnya, lebih dari dua jam perjalanan, Luna melihat mobil memasuki sebuah kawasan perumahan elit. Rumah-rumah mewah berjejer rapi, masing-masing dikelilingi taman luas dan pagar artistik. Mobil Jacob melambat, lalu berhenti di depan rumah paling ujung, halamannya paling luas, dengan taman belakang yang tampak hijau dan terawat dari samping.Jacob keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuknya. “Ayo,” katanya sambi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 167 Mencoba untuk berdamai  

    Kekacauan masih berlanjut, berita semakin panas dan kabarnya Russel terancam bangkrut kalau semua masalah ini tak segera dia selesaikan. Semua hal yang sempat dia banggakan bisa hangus dalam semalam, dan kejadian sepuluh tahun lalu mungkin saja akan terulang dimana membuatnya nyaris menjadi gelandangan.Luna duduk di sofa, memeluk lututnya. Ia bukan pebisnis. Bahkan cara membaca laporan keuangan pun tak ia pahami. Tapi setiap hari, jemarinya tak henti menyegarkan laman berita, menyaksikan nilai saham Zenith yang terus merosot, perlahan namun pasti, seolah menarik harapannya ke dasar.Tiba-tiba, rasa dingin menyentuh pipinya. Luna terlonjak kecil, menoleh cepat. Hazel berdiri di sampingnya, menempelkan kaleng minuman dingin ke wajahnya sambil menyunggingkan senyum tipis yang nyaris pahit.“Ayahmu benar-benar sedang sekarat sekarang,” ucap Hazel, seolah menyampaikan berita duka, padahal nada suaranya terdengar nyaris biasa.Luna menggenggam kaleng itu, menatap Hazel lekat-lekat. “Apa ti

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 166 Menerima keadaan 

    Suasana terasa berbeda, ketika Luna membuka mata dengan kepala yang berdenyut, ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Barang-barang tidak terlalu banyak di dalam kamar tersebut, tapi jelas terlihat kalau kamar itu adalah milik seorang pria."Dimana aku?" gumamnya.Perlahan ia beranjak bangun dan duduk di tempat tidur, mencoba mengenali tempat tersebut, tapi tetap saja ia tidak tau kamar siapa yang ia tempati saat ini. Sementara, sebuah jam digital diatas meja nakas masih menunjukkan pukul enam pagi.Luna akhirnya keluar dari kamar dengan gerakan sangat pelan, ketika ia berada di luar, hal pertama yang menarik perhatiannya ada sosok orang menyebalkan yang kini tidur pulas di atas sofa.Tapi tidak, pria itu tidak lagi menyebalkan seperti sebelumnya. Luna berbalik, mengambil selimut yang sempat ia gunakan untuk menyelimuti tubuh Nico yang tidur di sofa dengan posisi tidak nyaman, tapi saat Luna baru selesai menyelimuti tubuh pria muda itu,

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 165 Kembali ke jalurnya

    "Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!" suara Russel meledak di tengah ruangan, penuh nada frustasi dan ketidakpercayaan. "Bukankah Anda sendiri yang setuju untuk menjalin hubungan keluarga setelah pernikahan mereka?"Namun George Davis tetap tenang, seperti air yang tak terusik oleh angin. Ia menoleh, tatapannya tajam dan penuh penghakiman."Russel," ucapnya datar namun tegas, "kau sudah tahu sejak awal kalau kedatanganku kemari bukan untuk memberi restu, melainkan untuk mencabutnya. Tidak ada lagi alasan untuk melanjutkan hubungan ini. Semua sudah selesai."Kata-katanya jatuh seperti vonis. Tapi Russel masih mencoba merangkak dari puing-puing egonya yang mulai runtuh."Keputusan ini terlalu sepihak!" serunya lagi, suaranya meninggi. "Bukankah Anda yang berjanji akan membantu membantu perusahaanku? Kita bahkan membicarakan proyek mega bisnis bersama...""Tapi kau gagal!" potong George tajam, suaranya kini meninggi, menggema keras di ruangan yang penuh ketegangan. "Kau gagal, R

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status