Share

Bab 15 Panik

Author: SILAN
last update Last Updated: 2024-12-23 23:12:03
Suara tawa Luna terdengar setiap kali gadis itu berhasil menangkap udang, tidak terasa hasil tangkapan mereka sudah mulai memenuhi wadah yang Luna bawa. Setiap kali Luna tertawa, Jacob hanya memperhatikan dengan senyum tipis nyaris tidak kentara di bibirnya.

"Kau senang?" tanya Jacob akhirnya, suaranya rendah namun cukup terdengar.

Luna menoleh, wajahnya basah oleh percikan air, tetapi senyum lebar tak pernah hilang dari bibirnya. "Tentu saja! Lihat ini, kita punya cukup banyak udang. Aku akan memasak makanan yang lezat untukmu malam ini." ia mengangkat wadah penuh hasil tangkapan mereka dengan bangga.

Sekilas Jacob berdecih lirih, tapi ia juga menepi dan meraih bajunya. Semoga saja ia bisa menjadi sosok pria yang lebih kuat menahan nafsunya, karena jika tidak maka santapan utama yang Jacob incar di pulau ini sudah pasti adalah Luna.

Membiarkan Luna berjalan lebih dulu di depannya, sesekali gadis itu tampak puas melihat hasil tangkapan udang yang mereka dapat. Kalau saja Jacob tak mena
SILAN

Percikan apinya mulai kelihatan wkwk

| 28
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
tuh kan Luna sih gak faham" jadi di kasih faham deh sama bang Jacob... wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
SILAN
Di makan ntar sama si buas wkwk
goodnovel comment avatar
SILAN
kayak bapaknya wkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 16 Sisi liar

    "Tuan, berhenti!" seru Luna, suaranya terdengar putus asa. Jacob terhenti, namun sorot matanya yang tajam masih terpatri pada Luna, seperti angin badai yang tidak kunjung reda.Luna memalingkan wajah, tidak sanggup menatap pria itu lebih lama. Wajahnya memerah, bukan hanya karena rasa malu, tapi juga karena jantungnya yang berdebar tak terkendali.Ia menelan ludah tanpa sadar, mengambil satu langkah mundur. Tapi itu tidak cukup untuk menjauh dari aura Jacob yang begitu mendominasi. Dengan gemetar, Luna berbalik dan mulai berlari. Kakinya melangkah cepat, namun perasaannya tetap tertinggal di belakang, bersama tatapan membara Jacob yang tak kunjung memudar dari ingatannya.Jacob tidak mengejarnya. Pria itu hanya berdiri di tempatnya, menatap punggung Luna yang semakin menjauh. Bibirnya terangkat membentuk seringai samar, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri, mengingat kelembutan yang baru saja ia rasakan."Astaga," gumam Jacob sambil tersenyum miring. "Bibirnya... manis sekali."Ia meng

    Last Updated : 2024-12-25
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 17 Menjaga jarak aman

    Suara percikan air terdengar dari arah kolam, Jacob tampak berenang dengan baik menikmati musim panas yang sedang terik hari ini. Sekaligus juga mendinginkan kepalanya, yang terus berpikiran mesum tentang Luna."Tuan, Nona Hazel berkata dia akan datang hari ini." ucap Maci dari ambang pintu.Jacob berhenti, rambut basahnya meneteskan air saat ia naik ke permukaan. Dengan gerakan tenang, ia meraih handuk dan melilitkannya di pinggangnya yang basah."Kapan dia akan datang?" tanyanya, suaranya dalam dan tenang."Sore nanti, kemungkinan pukul lima," jawab Maci.Jacob hanya mengangguk singkat sebelum Maci berlalu pergi. Tidak ada tanda-tanda antusiasme atau ketertarikan di wajahnya mendengar kabar kedatangan Hazel, karena sudah pasti Hazel datang karena gadis itu punya niat sesuatu.Alih-alih langsung masuk ke rumah, Jacob memilih duduk di tepi kolam. Handuk melingkar di bahunya, sementara ia meraih segelas jus jeruk yang telah disiapkan. Pandangannya melayang jauh ke depan, menatap hampara

    Last Updated : 2024-12-25
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 18 Rencana Hazel

    Hazel melangkah perlahan, mendekati Luna yang duduk di rerumputan bersama beberapa ekor anak kelinci yang baru lahir. Gadis itu terlihat begitu fokus, membelai lembut bulu halus salah satu kelinci hingga tidak menyadari kehadiran Hazel di belakangnya."Sepertinya kau sangat menyayangi mereka," ujar Hazel tiba-tiba, membuat Luna tersentak dan langsung berdiri tergesa-gesa."Maaf, saya tidak tahu ada yang di sini..." ucap Luna dengan nada terbata-bata, wajahnya sedikit memerah saat menyadari siapa yang berdiri di hadapannya."Aku Hazel," sela Hazel sambil mengulurkan tangan dengan senyum ramah. "Dan Jacob adalah saudaraku."Luna menatap tangan Hazel sejenak sebelum menjabatnya dengan canggung. "Namaku Luna. Senang bisa bertemu denganmu, Nona Hazel."Hazel terkekeh kecil. "Panggil saja aku Hazel. Kita hanya beda beberapa tahun, tidak usah terlalu formal. Jadi..." Hazel memiringkan kepalanya sambil menatap Luna penuh rasa ingin tahu. "Sudah berapa lama kau mengenal Jacob?"Luna menunduk s

    Last Updated : 2024-12-26
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 19 Gara-gara Hazel

    Pagi itu, Jacob dibuat bingung oleh sikap Luna yang semakin aneh. Setiap kali mereka berpapasan, gadis itu langsung menunduk dengan wajah panik, seolah sedang melarikan diri dari seorang pemburu yang haus darah. Tatapan penuh ketakutan Luna bahkan sampai membuat Jacob berpikir ulang apakah dirinya melakukan sesuatu yang salah.Ketika akhirnya Jacob duduk di meja makan, ia menemukan Hazel yang dengan santainya menikmati sarapan, tanpa sedikit pun rasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan semalam."Hazel," serunya dengan nada serius. "Apa yang kau lakukan pada Luna? Dia terlihat semakin takut padaku."Hazel tidak langsung menjawab. Ia malah dengan santai mengangkat bahu sambil memotong roti di piringnya. "Aku? Tidak melakukan apa-apa." jawabnya.Jacob menatapnya tajam. "Jangan kira aku tidak tahu ulahmu, Hazel."Hazel akhirnya mendongak, menatap kakaknya dengan senyum penuh arti. "Aku hanya memberitahu dia sesuatu. Dia terlalu lama terisolasi di pulau ini, jadi aku pikir dia perlu se

    Last Updated : 2024-12-26
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 20 Hanya mimpi

    Suasana malam kali ini tampak mencekam, perasaan Luna pun menjadi tidak karuan. Di depannya, Jacob mendekatkan diri menghapus jarak diantara mereka. Tapi, begitu jarak sudah sangat dekat, Luna tersentak dalam tidurnya. Matanya terbuka lebar, debaran dada yang bergemuruh tak dapat ia sembunyikan."Mimpi?" gumamnya, mengusap wajahnya dengan frustasi. Kepalanya menoleh ke jendela, memastikan dunia di luar masih berada dalam kegelapan. "Astaga, kenapa aku memimpikannya? Itu terasa sangat nyata. Jangan-jangan dia benar-benar masuk ke kamarku?"Dengan helaan nafas panjang, Luna mencoba menenangkan pikirannya. Tapi kegelisahan itu tak kunjung hilang, membuatnya bangkit dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk mengambil segelas air di dapur, berharap bisa meredakan ketegangan di dadanya.Luna membuka pintu kamar, ia memastikan pintunya masih terkunci dari dalam. "Jadi... itu hanya mimpi," batinnya, sedikit lega. Saat ia melangkah keluar, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok Jacob d

    Last Updated : 2024-12-27
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 21 Menggoda Luna

    Di penghujung musim panas, halaman belakang rumah dipenuhi aroma manis buah yang matang sempurna. Pohon ceri di sudut taman tampak berat oleh beban buah-buahnya yang berwarna merah menyala, menggoda siapa pun untuk segera memetiknya. Jika tak dipanen tepat waktu, buah-buah itu akan membusuk, dan Luna tak akan membiarkan itu terjadi.Dengan lincah, gadis itu memanjat pohon ceri yang cukup tinggi, tas kanvas tergantung di lehernya untuk menampung hasil panen. Jemarinya yang cekatan memetik satu demi satu buah ceri, sesekali mengunyah yang terlihat paling segar langsung dari pohonnya."Dia sudah benar-benar menyatu dengan alam," gumam Jacob sambil menggeleng gelengkan kepala melihat Luna yang lincah memetik ceri.Ketika tas kanvasnya sudah penuh, Luna turun untuk menuangkan ceri ke dalam keranjang besar di bawah pohon. Rencananya, buah-buah ini akan diolah menjadi selai manis untuk persediaan musim dingin. Tapi begitu keranjang penuh, dia kembali memanjat pohon."Luna, ini sudah banyak."

    Last Updated : 2024-12-27
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 22 Terjebak di pohon 

    Hari yang cerah menyambut pagi Luna. Langit biru tanpa awan membentang luas, sementara hembusan angin laut yang lembut menyapu wajahnya. Suara deburan ombak berpadu dengan aroma asin yang menenangkan, membuat pagi itu terasa begitu damai. Tidak ada mimpi buruk yang mengusik tidurnya semalam, dan untuk pertama kalinya, Luna merasa hatinya sedikit lebih tenang.Setelah menyantap sarapan, Luna memutuskan untuk bersantai di pinggir tebing pantai. Hembusan angin yang membawa aroma laut terasa menenangkan, sampai pandangannya tertuju ke arah Jacob.Pria itu dengan tubuh tegap dan kekar, terlihat sedang berselancar di tengah ombak. Matahari pagi memantulkan cahaya ke kulitnya yang basah, menonjolkan otot-ototnya dengan begitu jelas. Ia tidak mengenakan baju, hanya celana selancar hitam yang pas di tubuhnya, membuat penampilannya terlihat begitu memukau.Luna tertegun, matanya tidak bisa berpaling. Ia akui bahwa sebenarnya tidak ada kekurangan yang Jacob miliki pada tubuhnya, kecuali sikap ya

    Last Updated : 2024-12-28
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 23 Tahan 

    Langit sore memancarkan warna jingga yang lembut, menciptakan pemandangan yang menenangkan di cakrawala. Matahari perlahan tenggelam, meninggalkan sinar hangat terakhirnya yang memantul di permukaan laut. Jacob duduk di atas rerumputan yang lembut, memandangi keindahan di depannya sambil merasakan hembusan angin yang sejuk.Meski hatinya tak lagi seberat dulu, bayangan Anastasya masih sesekali hadir. Wanita yang hampir menjadi istrinya itu meninggalkan jejak yang sulit dilupakan, meski kini rindu itu mulai sering kali terasa saat ia sendirian.Jacob memejamkan mata, mencoba membiarkan pikiran-pikirannya melayang tanpa beban. Di tengah ketenangan itu, senyum tipis terukir di wajahnya. Aneh, tapi keberadaan Luna di pulau ini telah membuat kesepiannya terasa sedikit berkurang.“Maaf untuk yang tadi,” suara lembut Luna tiba-tiba terdengar dari belakangnya.Jacob membuka matanya perlahan, namun tidak langsung menoleh. Dari sudut matanya, ia melihat gadis itu duduk di rerumputan, menjaga jar

    Last Updated : 2024-12-28

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 149 Dibatalkan?

    Rumor seperti api yang membakar reputasi Russel Calderon. Kontrak-kontrak penting mulai dibatalkan satu per satu, saham Zenith merosot tajam, dan ruang kerjanya yang biasanya megah kini terasa seperti sel isolasi. Teleponnya berdering tanpa henti karena pada investor yang panik, rekan bisnis yang curiga, bahkan media yang haus sensasi.Tidak terasa tiga hari berlalu semenjak rumor itu muncul, beberapa pihak kepolisian datang untuk memeriksa dirinya terlibat dalam transaksi pengiriman senjata. Penyelidikan terus dilakukan, saham perusahaan mengalami masalah karena rumor yang terus membesar.Di saat Xavier dan Russel terlibat perselisihan, semua orang tidak ada yang memperhatikan Luna. Hal ini menjadi kesempatan untuk Luna menikmati waktu yang ia punya, karena semenjak Xavier pergi sehari setelah pertunangan, sejak itu pula Luna tak melihat pria itu pulang."Hei, kau dimana?" tanya Luna pada seseorang di sambungan telepon.Begitu seseorang di telepon itu menjawab, Luna langsung pergi m

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 148 Kekacauan

    Pukul tujuh pagi, Luna membuka pintu kamarnya dengan perlahan, udara dingin apartemen mewah Xavier menyergap kulitnya. Namun, sebelum ia sempat mengambil langkah pertama, suara kasar memecah kesunyian pagi."Brengsek! Dia berani melakukannya?!"Suara Xavier yang bergema di ruangan membuat Luna membeku. Dadanya berdegup kencang, apakah kemarahan itu ditujukan padanya?Dengan hati berdebar, ia melihat Xavier berdiri di ruang tamu, wajahnya merah padam, tangan mencengkeram ponsel seolah ingin menghancurkannya. Matanya yang biasanya dingin kini membara seperti api neraka."Siapa yang membuatnya marah seperti ini?" batin Luna.Xavier menoleh tiba-tiba, dan tatapan mereka bertemu. Luna nyaris mundur, ada sesuatu yang mengerikan dalam sorot matanya pagi ini. Tapi sebelum sempat berkata apapun, Xavier mendengus keras, lalu berbalik dan berjalan cepat menuju kamarnya.Beberapa detik kemudian, ia keluar lagi, kini mengenakan jas hitam yang membuatnya terlihat seperti malaikat maut. Tanpa sepata

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 147 Pertunangan

    Pada akhirnya, hari yang tidak diinginkan itu tiba. Yaitu pesta pertunangan, walaupun bukan pesta besar, tapi kabar mengenai hal ini kemungkinan besar akan dengan cepat didengar oleh publik bahwa putri dari Russel Calderon telah bertunangan.Luna menatap keluar jendela kaca besar, pemandangan kota terlihat dari tempat ia berdiri. Langit gelap dan lampu-lampu di gedung tinggi tampak bersinar, ia seperti seekor hewan peliharaan yang berharap untuk bisa mendapatkan kebebasan."Kau terjebak, dan tidak ada cara untuk melarikan diri." ucap Nico yang berdiri tak jauh di belakang Luna.Perlahan Luna berbalik, menatap adik tirinya yang beberapa waktu terakhir sikapnya lebih baik, terlihat dari sorot matanya kalau Nico itu sebenarnya peduli padanya, tapi pria muda itu enggan untuk mengakui hal itu."Kamu benar, aku terjebak. Bagaikan seekor hewan yang terjerat oleh perangkap seorang pemburu," ucap Luna sambil melewati Nico menuju meja dan meraih sepasang anting untuk ia pakai.Nico memperhatika

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 146 Menuju hari pertunangan

    Luna baru saja keluar dari bandara sambil membawa koper, tapi matanya langsung melihat dua orang bodyguard yang siap menjemput. Salah satu mendekat, meraih koper dan membawanya pergi sementara satu yang lainnya seakan memastikan Luna tak tersentuh oleh para pendatang di bandara tersebut.Tak ada kebahagiaan yang terpancar di wajah Luna, hanya tekanan batin yang ia rasakan karena harus meninggalkan Jacob tanpa satu katapun. Ia ingin bertahan, hidup bahagia seperti apa yang Jacob tawarkan, tapi itu berat bagi Luna kalau pilihannya itu malah membuat Jacob celaka di kemudian hari."Silakan, Nona," ucap salah satu bodyguard dengan suara datar, membukakan pintu mobil hitam mengkilap yang sudah menunggu. Luna masuk tanpa protes, jendela mobil yang gelap seakan memantulkan bayangannya yang hampa.Kediaman Calderon menyambutnya dengan kemewahan yang tiba-tiba terasa menusuk. Russel tersenyum ramah, tapi sorot matanya tajam, seperti pedagang yang baru saja menutup transaksi menguntungkan."Baga

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 145 Kenikmatan singkat

    Waktu terasa berlalu begitu cepat. Luna bergegas dari dapur saat dering ponselnya memecah kesunyian. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat nama "Xavier" berkedip di layar. Tangannya gemetar saat mencoba mengatur nafas, memastikan suaranya tak akan terdengar mencurigakan saat menjawab."Baik, tenang," bisiknya pada diri sendiri sebelum akhirnya mengangkat telepon. "Halo?"Suara Xavier langsung memenuhi telinganya, dingin dan penuh ancaman. "Ingat baik-baik, Luna. Kau tidak boleh terlambat satu menit pun untuk acara pertunangan kita. Tiga hari lagi. Liburanmu tersisa satu hari. Jika kau berani melawan..." Ada jeda yang sengaja dibuat dramatis. "Aku tidak akan tinggal diam."Luna memejamkan mata erat-erat, mencoba menahan getar di suaranya. "Aku mengerti. Besok aku akan kembali.""Dan ingat ini," sambung Xavier, suaranya tiba-tiba lebih rendah namun sepuluh kali lebih mengerikan. "Aku benci mengulangi kalimat yang sama. Kalau kau berulah..." Ancaman itu menggantung di udara. "Jangan

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 144 Kebingungan Luna

    Waktu yang seharusnya Luna gunakan untuk menenangkan pikiran dengan cara liburan sendirian, ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Jacob menyusulnya, memperlakukannya bagaikan boneka pemuas yang tak ada hentinya.Dari awal Luna datang ke tempat itu ia sudah bertemu dengan Jacob, dan sekarang sudah hari ketiga ia tinggal bersama Jacob tanpa keluar dari penginapan, Jacob melarangnya dan pria itu hanya ingin melakukan apa yang dia inginkan.Tidak ada kata protes lagi yang Luna ucapkan untuk menghentikan Jacob, tiga hari ini ia sudah lelah menghadapi pria yang hanya menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan kepuasan. Tidak ada satu katapun yang Jacob dengarkan, semakin Luna memberontak, semakin kasar pria itu memperlakukannya.Sekarang, Luna berdiri di depan cermin kamar mandi, memandangi tubuhnya yang terdapat memar akibat ulah Jacob. "Dia tidak meninggalkan bekas di area terbuka, syukurlah." batin Luna.Karena jika Jacob meninggalkan bekas di tubuh Luna, maka itu bisa langsung diketahui ol

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 143 Tak ada negosiasi

    Hampir sepanjang malam, Jacob tidak memberikan kesempatan bagi Luna untuk beristirahat. Tubuhnya terasa lelah, nyeri di pinggangnya seperti mengingatkannya pada setiap detik yang mereka habiskan bersama. Saat pukul empat dini hari, Luna terbangun dengan perlahan, matanya berkedip beberapa kali mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan kamar. Di sebelahnya, Jacob masih tertidur dengan posisi yang posesif, tangan kanannya melingkari pinggang Luna dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya meski dalam tidur.Luna menghela nafas pelan, mencoba mengatur pikirannya yang berantakan. Momen-momen yang terjadi beberapa jam lalu terlintas kembali di benaknya, membuat dadanya sesak. Ia tahu, ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jacob tidak boleh terus terjerat dalam masalah yang semakin besar karena dirinya. Dengan hati-hati, Luna mencoba memindahkan tangan Jacob yang memeluknya. Tapi alih-alih melepaskan, tangan Jacob justru semakin erat mencengkeram.Luna menoleh, melihat wajah Jacob yang

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 142 Perasaan asing

    Tubuh Luna terhempas di atas sofa sebuah villa yang terpencil, jauh dari keramaian dan jauh dari tempat di mana ia seharusnya berada. Begitu Jacob menurunkannya dari bahunya, Luna bergegas bangkit, mencoba melarikan diri. Tapi dengan gerakan cepat, Jacob mengunci tubuh gadis itu di antara kedua tangannya yang kokoh dan sofa yang menjadi sandaran Luna.Luna menatap Jacob, matanya membesar. Sorot mata pria itu terlihat sangat berbeda dari biasanya, tidak ada lagi kehangatan yang biasa ia lihat. Yang ada hanyalah kegelapan dan intensitas yang membuat jantung Luna berdegup kencang. Ia merasa seperti sedang berhadapan dengan orang asing, bukan Jacob yang ia kenal selama ini."Kau tidak seharusnya melakukan ini. Aku adalah perempuan yang akan menikah dalam waktu dekat," ucap Luna, berusaha menjaga suaranya tetap tegas meskipun getarannya tak bisa disembunyikan. Sikap dominan Jacob membuatnya merasa kecil, seperti burung yang terjebak dalam sangkar.Ekspresi Jacob semakin membuat Luna takut.

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 141 Kehilangan kesabaran

    Pesta pertunangan tinggal sepuluh hari lagi, dan setiap detik yang berlalu terasa seperti beban yang semakin menyesakkan dada Luna. Perasaan bersalah dan kekhawatiran terus menggerogoti hatinya. Luna tahu, ia tidak bisa menciptakan masalah baru untuk Jacob, tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa menerima kenyataan bahwa hidupnya akan sepenuhnya dikendalikan oleh orang lain.Dengan langkah berat, Luna berjalan menuju kamar Nico. Ia mengetuk pintu perlahan, dan tak lama kemudian, Nico membuka pintu dengan ekspresi bingung."Ada apa?" tanyanya, matanya menyipit penuh pertanyaan.Tanpa banyak bicara, Luna masuk ke dalam kamar Nico. Ini adalah pertama kalinya Luna masuk ke kamar saudara tirinya itu, dan ekspresi wajahnya yang muram membuat Nico semakin penasaran. Luna terlihat seperti mayat berjalan, wajahnya pucat dan matanya kosong."Hei, jangan membuatku takut. Kau terlihat seperti baru saja kehilangan harta jutaan dolar," protes Nico, mencoba meredakan ketegangan.Luna duduk di kursi gam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status