แชร์

Bab 174 Pengorbanan

ผู้เขียน: SILAN
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-04-16 21:01:04
Beberapa menit sebelumnya.

“Kau tidak perlu mengantarku, aku bisa pulang sendiri. Dan aku masih ingat jalan,” gerutu Nico sambil memandang Luna yang sedang sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.

Meskipun mulutnya cerewet, Nico tetap mengikuti langkah kakaknya itu. Mereka berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, dan meski tak ada obrolan berarti, kehadiran Luna di sampingnya menghadirkan keheningan yang... aneh. Ada ketenangan yang mengusik egonya, tapi ia tak mengusirnya. Tidak hari ini.

Hal yang lebih membuat Nico lega adalah saat Luna akhirnya menyerahkan ponselnya kembali. Ponsel yang selama empat hari ini ‘disita’ darinya.

“Banyak sekali pesan dan panggilan dari ayah,” gumam Nico, menatap layar dengan dahi berkerut. “Dia pasti berpikir aku hilang entah ke mana.”

Luna hanya menghela nafas pelan. “Kau baru saja keluar dari rumah sakit, apa kau serius ingin langsung kembali bekerja?”

Tanpa ragu, Nico mengangguk. Tapi sebelum ia bisa menjawab, ponselnya berdering. Ia segera
SILAN

;)

| 8
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 175 Pelakunya

    Suasana rumah sakit begitu sunyi, seolah ikut menahan nafas bersama seseorang yang sedang berdiri di balik jendela kaca, menatap langit kelabu yang tak menjanjikan harapan. Di dalam ruangan itu, Leah berdiri tegak dengan tubuh yang sedikit goyah, namun tetap menyembunyikan rapuhnya di balik sorot mata dingin."Bagaimana?" Suaranya tenang, namun mengandung tekanan yang menusuk. "Kau sudah menyelesaikan tugasmu?"Ia perlahan berbalik, menatap seseorang yang berdiri beberapa meter darinya, pria berpakaian serba hitam, menunduk, diam. Tidak ada kabar baik dari wajahnya.Leah melangkah mendekat, tumit sepatunya bergema tajam di lantai."Jangan bilang... kau gagal lagi," ucapnya, kali ini nadanya berubah, terdengar geram dan nyaris putus asa."Aku hampir berhasil," jawab pria itu dengan suara berat. "Tinggal selangkah lagi. Tapi sangat disayangkan... seseorang datang dan menyelamatkannya."Leah mengatupkan rahangnya. Kedua tangannya mengepal erat, buku-bukunya memutih karena tekanan. "Siala

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-18
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 176 Kabar baru

    Waktu terus berlalu, seolah tak peduli dengan kecemasan yang menggantung di udara. Lima hari telah berlalu sejak Jacob terbaring koma, dan hingga kini, kelopak matanya masih terpejam rapat, tak menampakkan tanda-tanda kehidupan selain detakan lemah dari monitor di samping ranjangnya.Luna duduk di sisi ranjang, dengan sabar dan lembut membersihkan tubuh Jacob menggunakan handuk basah. Gerakannya pelan dan penuh perhatian, seolah sentuhannya bisa membangunkan pria yang begitu ia cintai. Ia mengusap pipi Jacob yang pucat dengan ibu jarinya, lalu menarik nafas dalam, menahan getir yang terus mencengkram dadanya."Kau betah sekali tidur, Jacob. Lima hari... dan belum juga kau buka matamu," bisiknya lirih, mencoba tersenyum meski suaranya nyaris tenggelam oleh rasa rindu yang semakin menyesakkan.Tak ada jawaban, tak ada gerakan. Hanya keheningan yang kembali menyelimuti ruangan itu.Luna pun mulai membereskan perlengkapan yang ia gunakan. Saat ia hendak keluar, suara pintu terbuka membuatn

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 177 Mendadak merasa aneh

    Tubuh Hazel membeku di tempat. Bukan karena terkejut dengan kabar kehamilan Luna, justru sebaliknya, hatinya membuncah oleh rasa haru dan kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Kabar ini seharusnya menjadi anugerah. Sebuah cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti hubungan Luna dan Jacob. Tapi kebahagiaan itu terhalang oleh kenyataan pahit, ayah dari bayi itu masih terbaring koma, antara hidup dan mati.Hazel menoleh pelan, suaranya terdengar berat saat bertanya, “Sudah berapa lama usia kandungannya?”Dokter menggeleng, penuh pertimbangan. “Untuk memastikan usia kandungan dengan akurat, sebaiknya pasien diperiksa langsung oleh dokter kandungan,” katanya lembut, sebelum meninggalkan ruangan.Kini, hanya keheningan yang tersisa di dalam ruangan itu. Hazel berdiri terpaku di sisi tempat tidur, menatap wajah Luna yang masih belum sadarkan diri. Seharusnya ini menjadi momen penuh sukacita. Tapi sekarang? Yang tersisa hanyalah kebingungan, kecemasan, dan kekhawatiran.“Aku harusnya bahagia...

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 178 Mulai curiga

    Suasana ruang tamu terasa canggung bagi Luna. Dua pelayan berdiri tegak di sudut ruangan, seolah siap menyambut perintah sekecil apa pun. Sementara itu, Elsa duduk anggun di sofa besar, matanya terpaku pada headline berita di iPad-nya, tampak tenang seperti ratu di singgasana.Luna menggeliat kecil. Entah mengapa, keheningan seperti ini justru membuatnya haus. Ia pun bangkit perlahan, berniat menuju dapur untuk mengambil segelas air.Namun langkahnya belum sempat jauh, suara lembut namun tegas menghentikannya.“Sayang, mau ke mana?”Luna menoleh. Elsa menatapnya dengan senyum hangat yang entah kenapa terasa… terlalu hangat.“Aku cuma mau ambil air minum,” jawab Luna pelan.Elsa menggeleng halus dan melambaikan tangan pada salah satu pelayan.“Tak usah repot. Duduk saja, biar mereka yang ambilkan.”Tak lama kemudian, bukan hanya segelas air putih yang datang, tapi juga segelas jus buah segar di atas nampan perak. Pelayan itu membungkuk hormat saat menyajikannya di hadapan Luna.Luna me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-20
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 179 Di Ujung kematian

    "Sayang, coba lihat ini. Sepertinya cocok untukmu," ujar Elsa sambil mengangkat sebuah baju berwarna krem lembut dari deretan gantungan. Senyumnya hangat, penuh semangat seperti seorang ibu yang sedang mendandani putrinya sendiri. "Coba kamu pakai ya, Ibu ingin lihat kamu memakainya."Luna menerima baju itu dengan ragu. Pandangannya tertuju pada wajah Elsa, dan untuk sesaat, ada rasa hangat mengalir dalam dadanya. Aneh, pikirnya bagaimana bisa seseorang yang baru dikenalnya bisa membuatnya merasa seperti... seorang putri kesayangan?Seandainya wanita ini adalah ibu kandungnya. Entah kenapa, pikiran itu melintas begitu saja. Jika memang Elsa adalah ibunya, mungkin hidup akan terasa lebih ringan.Luna pun tersenyum kecil, mengangguk, dan berjalan menuju ruang ganti. Sementara itu, Elsa sibuk memilah-milah beberapa baju lain yang sekiranya cocok dan nyaman, terutama untuk wanita hamil, karena cepat atau lambat, Luna akan memerlukannya. Perutnya akan mulai membesar, dan Elsa ingin Luna te

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 180 Menantikan kehidupan baru

    Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Hazel merasakan sesuatu yang selama ini dianggap tabu, ia senang mendengar kabar seseorang meninggal. Bukan karena ia kehilangan empati. Tapi karena orang yang selama ini menjadi ancaman terbesar bagi Luna, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.Bagi Hazel, kabar itu seperti denting kebebasan. Seolah tirai ancaman yang selama ini menggantung gelap di atas kepala Luna… akhirnya robek, lenyap bersama dengan detak jantung terakhir Leah.Tidak ada lagi alasan untuk cemas. Tidak ada lagi bayang-bayang penculikan. Tidak ada lagi organ yang diincar dari tubuh Luna.Senyum samar muncul di bibir Hazel, senyum lega, bukan senang atas kematian. Tapi karena satu beban besar akhirnya sirna. Sementara itu, Luna tanpa sepatah kata pun melangkah masuk ke dalam ruangan, menahan nafas melihat tubuh Leah terbaring kaku. Di sekelilingnya, para perawat sedang melepaskan alat-alat medis satu per satu, mengakhiri seluruh proses perawatan yang selama ini hanya memperpa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 181 Kabar mengejutkan

    Karena tak memungkinkan bagi Hazel menghilangkan bau daging dari apartemen Jacob dalam waktu singkat, alhasil ia membawa Luna datang ke apartemennya yang lokasinya tidak begitu jauh. Saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam apartemen yang sudah dua hari tidak Hazel datangi, perempuan itu mengerutkan dahi karena mencium sesuatu yang terasa asing di apartemen tersebut.Sepertinya, perbedaan di apartemen Hazel juga disadari oleh Luna saat perempuan itu berkata. "Sepertinya kau memindahkan beberapa barang-barang sebagian," katanya.Hazel mulai menaruh curiga, ia segera melihat lemari yang ada di dekat pintu masuk, ia memang memindahkan beberapa barang sebelumnya, tapi ia ingat betul kalau sebelumnya di atas lemari hiasan itu ada vas bunga yang tidak Hazel buang, tapi ... kemana perginya vas bunga itu?Agar tidak menimbulkan kecemasan terhadap Luna, Hazel masuk ke dalam kamarnya lalu keluar lagi. "Luna, aku minta maaf sekali. Sepertinya ada sedikit masalah di apartemenku, kita tinggal

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-22
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 182 Perubahan secara perlahan

    "Wow!"Satu kata meluncur dari mulut Hazel, penuh kekaguman dan ketidakpercayaan.Luna masih terdiam. Detik-detik setelah dokter mengumumkan kabar itu seperti berhenti di sekitarnya. Bukan satu janin, tapi dua. Kehamilan pertamanya langsung menghadirkan sepasang kehidupan dalam rahimnya. Keajaiban, namun juga tanggung jawab yang terasa begitu besar menimpa pundaknya dalam sekejap.Ia menatap layar monitor yang kini telah dimatikan, namun bayangan dua bulatan mungil itu masih membekas di benaknya.Bisakah aku menjadi seorang ibu? Dua sekaligus? pikirnya, dilanda kekhawatiran. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara merawat bayi, apalagi menghadapi kehamilan kembar.Sementara itu, dokter mulai menjelaskan hal-hal penting seputar kehamilan. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, makanan yang sebaiknya dihindari, sampai anjuran rutin kontrol kandungan. Hazel mendengarkan dengan saksama. Wajahnya serius, seolah menyimpan semua informasi untuk disampaikan kepada Jacob ketika pria itu akhirnya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-23

บทล่าสุด

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 184 Menjalani kehidupan

    Setelah melewati hari-hari panjang di rumah sakit, akhirnya Jacob bisa kembali pulang. Tapi kali ini, bukan ke apartemen lamanya di tengah kota, melainkan ke sebuah rumah yang selama ini hanya ia lihat dari kejauhan, rumah yang pernah ia beli, namun belum sempat ia tinggali. Lokasinya tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, berdiri megah di tepi danau kecil dengan udara yang segar dan suasana yang mendamaikan.Mobil berhenti tepat di depan rumah. Dua penjaga pribadi segera sigap membantu Jacob turun dari kursi mobil dan membawanya ke kursi roda yang telah disiapkan. Tak ada pilihan lain, kakinya belum mampu menopang tubuhnya sendiri. Kali ini, Jacob benar-benar harus bergantung pada bantuan orang lain."Ini… di mana?" tanya Luna sambil menatap ke sekeliling, kagum oleh keindahan alam yang membingkai rumah tersebut.Jacob menoleh ke arahnya. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Ini rumahku. Aku membelinya bertahun-tahun lalu, tapi belum pernah tinggal di sini. Dulu kupikir, tempat ini akan m

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 183 Kabar bahagia

    Kabar bahwa Jacob telah siuman menyebar secepat cahaya dan sampai ke telinga Luna tepat saat senja menutup hari. Setelah lima belas hari penuh doa, penantian, dan ketidakpastian, akhirnya hari yang ia nantikan datang juga. Hari ketika dua kabar besar mengisi hatinya, kehamilannya... dan kembalinya Jacob dari ambang batas kesadaran.Namun, kebahagiaan itu tak bisa sepenuhnya ia ungkapkan. Hazel sempat menyarankan agar kabar tentang kehamilan Luna tidak langsung disampaikan kepada Jacob. Pria itu baru saja sadar, tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Rasa bahagia yang terlalu intens bisa saja menjadi tekanan baru. Maka, mereka sepakat untuk menunda dua hari saja. Dua hari sebelum kabar tentang dua jiwa kecil di dalam tubuh Luna sampai ke telinga Jacob.Luna duduk di sisi ranjang Jacob, jemarinya menggenggam tangan kekasihnya dengan lembut, seolah tak ingin melepaskannya lagi."Aku senang akhirnya kau sadar setelah tidur selama lima belas hari," bisiknya dengan suara penuh haru.Jacob tak bisa

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 182 Perubahan secara perlahan

    "Wow!"Satu kata meluncur dari mulut Hazel, penuh kekaguman dan ketidakpercayaan.Luna masih terdiam. Detik-detik setelah dokter mengumumkan kabar itu seperti berhenti di sekitarnya. Bukan satu janin, tapi dua. Kehamilan pertamanya langsung menghadirkan sepasang kehidupan dalam rahimnya. Keajaiban, namun juga tanggung jawab yang terasa begitu besar menimpa pundaknya dalam sekejap.Ia menatap layar monitor yang kini telah dimatikan, namun bayangan dua bulatan mungil itu masih membekas di benaknya.Bisakah aku menjadi seorang ibu? Dua sekaligus? pikirnya, dilanda kekhawatiran. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara merawat bayi, apalagi menghadapi kehamilan kembar.Sementara itu, dokter mulai menjelaskan hal-hal penting seputar kehamilan. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, makanan yang sebaiknya dihindari, sampai anjuran rutin kontrol kandungan. Hazel mendengarkan dengan saksama. Wajahnya serius, seolah menyimpan semua informasi untuk disampaikan kepada Jacob ketika pria itu akhirnya

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 181 Kabar mengejutkan

    Karena tak memungkinkan bagi Hazel menghilangkan bau daging dari apartemen Jacob dalam waktu singkat, alhasil ia membawa Luna datang ke apartemennya yang lokasinya tidak begitu jauh. Saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam apartemen yang sudah dua hari tidak Hazel datangi, perempuan itu mengerutkan dahi karena mencium sesuatu yang terasa asing di apartemen tersebut.Sepertinya, perbedaan di apartemen Hazel juga disadari oleh Luna saat perempuan itu berkata. "Sepertinya kau memindahkan beberapa barang-barang sebagian," katanya.Hazel mulai menaruh curiga, ia segera melihat lemari yang ada di dekat pintu masuk, ia memang memindahkan beberapa barang sebelumnya, tapi ia ingat betul kalau sebelumnya di atas lemari hiasan itu ada vas bunga yang tidak Hazel buang, tapi ... kemana perginya vas bunga itu?Agar tidak menimbulkan kecemasan terhadap Luna, Hazel masuk ke dalam kamarnya lalu keluar lagi. "Luna, aku minta maaf sekali. Sepertinya ada sedikit masalah di apartemenku, kita tinggal

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 180 Menantikan kehidupan baru

    Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Hazel merasakan sesuatu yang selama ini dianggap tabu, ia senang mendengar kabar seseorang meninggal. Bukan karena ia kehilangan empati. Tapi karena orang yang selama ini menjadi ancaman terbesar bagi Luna, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.Bagi Hazel, kabar itu seperti denting kebebasan. Seolah tirai ancaman yang selama ini menggantung gelap di atas kepala Luna… akhirnya robek, lenyap bersama dengan detak jantung terakhir Leah.Tidak ada lagi alasan untuk cemas. Tidak ada lagi bayang-bayang penculikan. Tidak ada lagi organ yang diincar dari tubuh Luna.Senyum samar muncul di bibir Hazel, senyum lega, bukan senang atas kematian. Tapi karena satu beban besar akhirnya sirna. Sementara itu, Luna tanpa sepatah kata pun melangkah masuk ke dalam ruangan, menahan nafas melihat tubuh Leah terbaring kaku. Di sekelilingnya, para perawat sedang melepaskan alat-alat medis satu per satu, mengakhiri seluruh proses perawatan yang selama ini hanya memperpa

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 179 Di Ujung kematian

    "Sayang, coba lihat ini. Sepertinya cocok untukmu," ujar Elsa sambil mengangkat sebuah baju berwarna krem lembut dari deretan gantungan. Senyumnya hangat, penuh semangat seperti seorang ibu yang sedang mendandani putrinya sendiri. "Coba kamu pakai ya, Ibu ingin lihat kamu memakainya."Luna menerima baju itu dengan ragu. Pandangannya tertuju pada wajah Elsa, dan untuk sesaat, ada rasa hangat mengalir dalam dadanya. Aneh, pikirnya bagaimana bisa seseorang yang baru dikenalnya bisa membuatnya merasa seperti... seorang putri kesayangan?Seandainya wanita ini adalah ibu kandungnya. Entah kenapa, pikiran itu melintas begitu saja. Jika memang Elsa adalah ibunya, mungkin hidup akan terasa lebih ringan.Luna pun tersenyum kecil, mengangguk, dan berjalan menuju ruang ganti. Sementara itu, Elsa sibuk memilah-milah beberapa baju lain yang sekiranya cocok dan nyaman, terutama untuk wanita hamil, karena cepat atau lambat, Luna akan memerlukannya. Perutnya akan mulai membesar, dan Elsa ingin Luna te

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 178 Mulai curiga

    Suasana ruang tamu terasa canggung bagi Luna. Dua pelayan berdiri tegak di sudut ruangan, seolah siap menyambut perintah sekecil apa pun. Sementara itu, Elsa duduk anggun di sofa besar, matanya terpaku pada headline berita di iPad-nya, tampak tenang seperti ratu di singgasana.Luna menggeliat kecil. Entah mengapa, keheningan seperti ini justru membuatnya haus. Ia pun bangkit perlahan, berniat menuju dapur untuk mengambil segelas air.Namun langkahnya belum sempat jauh, suara lembut namun tegas menghentikannya.“Sayang, mau ke mana?”Luna menoleh. Elsa menatapnya dengan senyum hangat yang entah kenapa terasa… terlalu hangat.“Aku cuma mau ambil air minum,” jawab Luna pelan.Elsa menggeleng halus dan melambaikan tangan pada salah satu pelayan.“Tak usah repot. Duduk saja, biar mereka yang ambilkan.”Tak lama kemudian, bukan hanya segelas air putih yang datang, tapi juga segelas jus buah segar di atas nampan perak. Pelayan itu membungkuk hormat saat menyajikannya di hadapan Luna.Luna me

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 177 Mendadak merasa aneh

    Tubuh Hazel membeku di tempat. Bukan karena terkejut dengan kabar kehamilan Luna, justru sebaliknya, hatinya membuncah oleh rasa haru dan kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Kabar ini seharusnya menjadi anugerah. Sebuah cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti hubungan Luna dan Jacob. Tapi kebahagiaan itu terhalang oleh kenyataan pahit, ayah dari bayi itu masih terbaring koma, antara hidup dan mati.Hazel menoleh pelan, suaranya terdengar berat saat bertanya, “Sudah berapa lama usia kandungannya?”Dokter menggeleng, penuh pertimbangan. “Untuk memastikan usia kandungan dengan akurat, sebaiknya pasien diperiksa langsung oleh dokter kandungan,” katanya lembut, sebelum meninggalkan ruangan.Kini, hanya keheningan yang tersisa di dalam ruangan itu. Hazel berdiri terpaku di sisi tempat tidur, menatap wajah Luna yang masih belum sadarkan diri. Seharusnya ini menjadi momen penuh sukacita. Tapi sekarang? Yang tersisa hanyalah kebingungan, kecemasan, dan kekhawatiran.“Aku harusnya bahagia...

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 176 Kabar baru

    Waktu terus berlalu, seolah tak peduli dengan kecemasan yang menggantung di udara. Lima hari telah berlalu sejak Jacob terbaring koma, dan hingga kini, kelopak matanya masih terpejam rapat, tak menampakkan tanda-tanda kehidupan selain detakan lemah dari monitor di samping ranjangnya.Luna duduk di sisi ranjang, dengan sabar dan lembut membersihkan tubuh Jacob menggunakan handuk basah. Gerakannya pelan dan penuh perhatian, seolah sentuhannya bisa membangunkan pria yang begitu ia cintai. Ia mengusap pipi Jacob yang pucat dengan ibu jarinya, lalu menarik nafas dalam, menahan getir yang terus mencengkram dadanya."Kau betah sekali tidur, Jacob. Lima hari... dan belum juga kau buka matamu," bisiknya lirih, mencoba tersenyum meski suaranya nyaris tenggelam oleh rasa rindu yang semakin menyesakkan.Tak ada jawaban, tak ada gerakan. Hanya keheningan yang kembali menyelimuti ruangan itu.Luna pun mulai membereskan perlengkapan yang ia gunakan. Saat ia hendak keluar, suara pintu terbuka membuatn

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status