Aman deh hidup Luna tanpa emaknya :P
Karena tak memungkinkan bagi Hazel menghilangkan bau daging dari apartemen Jacob dalam waktu singkat, alhasil ia membawa Luna datang ke apartemennya yang lokasinya tidak begitu jauh. Saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam apartemen yang sudah dua hari tidak Hazel datangi, perempuan itu mengerutkan dahi karena mencium sesuatu yang terasa asing di apartemen tersebut.Sepertinya, perbedaan di apartemen Hazel juga disadari oleh Luna saat perempuan itu berkata. "Sepertinya kau memindahkan beberapa barang-barang sebagian," katanya.Hazel mulai menaruh curiga, ia segera melihat lemari yang ada di dekat pintu masuk, ia memang memindahkan beberapa barang sebelumnya, tapi ia ingat betul kalau sebelumnya di atas lemari hiasan itu ada vas bunga yang tidak Hazel buang, tapi ... kemana perginya vas bunga itu?Agar tidak menimbulkan kecemasan terhadap Luna, Hazel masuk ke dalam kamarnya lalu keluar lagi. "Luna, aku minta maaf sekali. Sepertinya ada sedikit masalah di apartemenku, kita tinggal
"Wow!"Satu kata meluncur dari mulut Hazel, penuh kekaguman dan ketidakpercayaan.Luna masih terdiam. Detik-detik setelah dokter mengumumkan kabar itu seperti berhenti di sekitarnya. Bukan satu janin, tapi dua. Kehamilan pertamanya langsung menghadirkan sepasang kehidupan dalam rahimnya. Keajaiban, namun juga tanggung jawab yang terasa begitu besar menimpa pundaknya dalam sekejap.Ia menatap layar monitor yang kini telah dimatikan, namun bayangan dua bulatan mungil itu masih membekas di benaknya.Bisakah aku menjadi seorang ibu? Dua sekaligus? pikirnya, dilanda kekhawatiran. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara merawat bayi, apalagi menghadapi kehamilan kembar.Sementara itu, dokter mulai menjelaskan hal-hal penting seputar kehamilan. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, makanan yang sebaiknya dihindari, sampai anjuran rutin kontrol kandungan. Hazel mendengarkan dengan saksama. Wajahnya serius, seolah menyimpan semua informasi untuk disampaikan kepada Jacob ketika pria itu akhirnya
Kabar bahwa Jacob telah siuman menyebar secepat cahaya dan sampai ke telinga Luna tepat saat senja menutup hari. Setelah lima belas hari penuh doa, penantian, dan ketidakpastian, akhirnya hari yang ia nantikan datang juga. Hari ketika dua kabar besar mengisi hatinya, kehamilannya... dan kembalinya Jacob dari ambang batas kesadaran.Namun, kebahagiaan itu tak bisa sepenuhnya ia ungkapkan. Hazel sempat menyarankan agar kabar tentang kehamilan Luna tidak langsung disampaikan kepada Jacob. Pria itu baru saja sadar, tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Rasa bahagia yang terlalu intens bisa saja menjadi tekanan baru. Maka, mereka sepakat untuk menunda dua hari saja. Dua hari sebelum kabar tentang dua jiwa kecil di dalam tubuh Luna sampai ke telinga Jacob.Luna duduk di sisi ranjang Jacob, jemarinya menggenggam tangan kekasihnya dengan lembut, seolah tak ingin melepaskannya lagi."Aku senang akhirnya kau sadar setelah tidur selama lima belas hari," bisiknya dengan suara penuh haru.Jacob tak bisa
Setelah melewati hari-hari panjang di rumah sakit, akhirnya Jacob bisa kembali pulang. Tapi kali ini, bukan ke apartemen lamanya di tengah kota, melainkan ke sebuah rumah yang selama ini hanya ia lihat dari kejauhan, rumah yang pernah ia beli, namun belum sempat ia tinggali. Lokasinya tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, berdiri megah di tepi danau kecil dengan udara yang segar dan suasana yang mendamaikan.Mobil berhenti tepat di depan rumah. Dua penjaga pribadi segera sigap membantu Jacob turun dari kursi mobil dan membawanya ke kursi roda yang telah disiapkan. Tak ada pilihan lain, kakinya belum mampu menopang tubuhnya sendiri. Kali ini, Jacob benar-benar harus bergantung pada bantuan orang lain."Ini… di mana?" tanya Luna sambil menatap ke sekeliling, kagum oleh keindahan alam yang membingkai rumah tersebut.Jacob menoleh ke arahnya. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Ini rumahku. Aku membelinya bertahun-tahun lalu, tapi belum pernah tinggal di sini. Dulu kupikir, tempat ini akan m
Malam pertama Jacob di rumah barunya berubah menjadi lebih riuh dari yang ia bayangkan. Bukan karena pesta besar atau acara formal, tapi karena kehadiran empat perempuan yang membuat suasana jadi ramai, ketiga anak Deon dan tentu saja Hazel yang tidak pernah kekurangan energi.Setelah makan malam, mereka semua menghilang ke dalam salah satu kamar. Jacob sempat hendak ikut masuk, penasaran dengan apa yang terjadi, tapi niatnya langsung dipatahkan oleh ucapan tajam dari anak bungsu Deon.“Tidak boleh masuk! Ini area terlarang untuk laki-laki malam ini!” serunya sambil menutup pintu dengan dramatis.Di dalam kamar, suasana jauh dari tenang. Diana si paling cerewet, sedang memandangi rambut Luna dengan penuh semangat.“Kau pernah potong rambut sebelumnya?” tanyanya sambil memegang ujung rambut Luna yang nyaris menyentuh pinggang.Luna tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Hampir satu tahun sejak terakhir kali aku memotong rambutku, dulu rambutku sebatas leher."“Astaga, kau pasti kelihatan m
Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.
Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,
Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan men
Malam pertama Jacob di rumah barunya berubah menjadi lebih riuh dari yang ia bayangkan. Bukan karena pesta besar atau acara formal, tapi karena kehadiran empat perempuan yang membuat suasana jadi ramai, ketiga anak Deon dan tentu saja Hazel yang tidak pernah kekurangan energi.Setelah makan malam, mereka semua menghilang ke dalam salah satu kamar. Jacob sempat hendak ikut masuk, penasaran dengan apa yang terjadi, tapi niatnya langsung dipatahkan oleh ucapan tajam dari anak bungsu Deon.“Tidak boleh masuk! Ini area terlarang untuk laki-laki malam ini!” serunya sambil menutup pintu dengan dramatis.Di dalam kamar, suasana jauh dari tenang. Diana si paling cerewet, sedang memandangi rambut Luna dengan penuh semangat.“Kau pernah potong rambut sebelumnya?” tanyanya sambil memegang ujung rambut Luna yang nyaris menyentuh pinggang.Luna tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Hampir satu tahun sejak terakhir kali aku memotong rambutku, dulu rambutku sebatas leher."“Astaga, kau pasti kelihatan m
Setelah melewati hari-hari panjang di rumah sakit, akhirnya Jacob bisa kembali pulang. Tapi kali ini, bukan ke apartemen lamanya di tengah kota, melainkan ke sebuah rumah yang selama ini hanya ia lihat dari kejauhan, rumah yang pernah ia beli, namun belum sempat ia tinggali. Lokasinya tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, berdiri megah di tepi danau kecil dengan udara yang segar dan suasana yang mendamaikan.Mobil berhenti tepat di depan rumah. Dua penjaga pribadi segera sigap membantu Jacob turun dari kursi mobil dan membawanya ke kursi roda yang telah disiapkan. Tak ada pilihan lain, kakinya belum mampu menopang tubuhnya sendiri. Kali ini, Jacob benar-benar harus bergantung pada bantuan orang lain."Ini… di mana?" tanya Luna sambil menatap ke sekeliling, kagum oleh keindahan alam yang membingkai rumah tersebut.Jacob menoleh ke arahnya. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Ini rumahku. Aku membelinya bertahun-tahun lalu, tapi belum pernah tinggal di sini. Dulu kupikir, tempat ini akan m
Kabar bahwa Jacob telah siuman menyebar secepat cahaya dan sampai ke telinga Luna tepat saat senja menutup hari. Setelah lima belas hari penuh doa, penantian, dan ketidakpastian, akhirnya hari yang ia nantikan datang juga. Hari ketika dua kabar besar mengisi hatinya, kehamilannya... dan kembalinya Jacob dari ambang batas kesadaran.Namun, kebahagiaan itu tak bisa sepenuhnya ia ungkapkan. Hazel sempat menyarankan agar kabar tentang kehamilan Luna tidak langsung disampaikan kepada Jacob. Pria itu baru saja sadar, tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Rasa bahagia yang terlalu intens bisa saja menjadi tekanan baru. Maka, mereka sepakat untuk menunda dua hari saja. Dua hari sebelum kabar tentang dua jiwa kecil di dalam tubuh Luna sampai ke telinga Jacob.Luna duduk di sisi ranjang Jacob, jemarinya menggenggam tangan kekasihnya dengan lembut, seolah tak ingin melepaskannya lagi."Aku senang akhirnya kau sadar setelah tidur selama lima belas hari," bisiknya dengan suara penuh haru.Jacob tak bisa
"Wow!"Satu kata meluncur dari mulut Hazel, penuh kekaguman dan ketidakpercayaan.Luna masih terdiam. Detik-detik setelah dokter mengumumkan kabar itu seperti berhenti di sekitarnya. Bukan satu janin, tapi dua. Kehamilan pertamanya langsung menghadirkan sepasang kehidupan dalam rahimnya. Keajaiban, namun juga tanggung jawab yang terasa begitu besar menimpa pundaknya dalam sekejap.Ia menatap layar monitor yang kini telah dimatikan, namun bayangan dua bulatan mungil itu masih membekas di benaknya.Bisakah aku menjadi seorang ibu? Dua sekaligus? pikirnya, dilanda kekhawatiran. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara merawat bayi, apalagi menghadapi kehamilan kembar.Sementara itu, dokter mulai menjelaskan hal-hal penting seputar kehamilan. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, makanan yang sebaiknya dihindari, sampai anjuran rutin kontrol kandungan. Hazel mendengarkan dengan saksama. Wajahnya serius, seolah menyimpan semua informasi untuk disampaikan kepada Jacob ketika pria itu akhirnya
Karena tak memungkinkan bagi Hazel menghilangkan bau daging dari apartemen Jacob dalam waktu singkat, alhasil ia membawa Luna datang ke apartemennya yang lokasinya tidak begitu jauh. Saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam apartemen yang sudah dua hari tidak Hazel datangi, perempuan itu mengerutkan dahi karena mencium sesuatu yang terasa asing di apartemen tersebut.Sepertinya, perbedaan di apartemen Hazel juga disadari oleh Luna saat perempuan itu berkata. "Sepertinya kau memindahkan beberapa barang-barang sebagian," katanya.Hazel mulai menaruh curiga, ia segera melihat lemari yang ada di dekat pintu masuk, ia memang memindahkan beberapa barang sebelumnya, tapi ia ingat betul kalau sebelumnya di atas lemari hiasan itu ada vas bunga yang tidak Hazel buang, tapi ... kemana perginya vas bunga itu?Agar tidak menimbulkan kecemasan terhadap Luna, Hazel masuk ke dalam kamarnya lalu keluar lagi. "Luna, aku minta maaf sekali. Sepertinya ada sedikit masalah di apartemenku, kita tinggal
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Hazel merasakan sesuatu yang selama ini dianggap tabu, ia senang mendengar kabar seseorang meninggal. Bukan karena ia kehilangan empati. Tapi karena orang yang selama ini menjadi ancaman terbesar bagi Luna, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.Bagi Hazel, kabar itu seperti denting kebebasan. Seolah tirai ancaman yang selama ini menggantung gelap di atas kepala Luna… akhirnya robek, lenyap bersama dengan detak jantung terakhir Leah.Tidak ada lagi alasan untuk cemas. Tidak ada lagi bayang-bayang penculikan. Tidak ada lagi organ yang diincar dari tubuh Luna.Senyum samar muncul di bibir Hazel, senyum lega, bukan senang atas kematian. Tapi karena satu beban besar akhirnya sirna. Sementara itu, Luna tanpa sepatah kata pun melangkah masuk ke dalam ruangan, menahan nafas melihat tubuh Leah terbaring kaku. Di sekelilingnya, para perawat sedang melepaskan alat-alat medis satu per satu, mengakhiri seluruh proses perawatan yang selama ini hanya memperpa
"Sayang, coba lihat ini. Sepertinya cocok untukmu," ujar Elsa sambil mengangkat sebuah baju berwarna krem lembut dari deretan gantungan. Senyumnya hangat, penuh semangat seperti seorang ibu yang sedang mendandani putrinya sendiri. "Coba kamu pakai ya, Ibu ingin lihat kamu memakainya."Luna menerima baju itu dengan ragu. Pandangannya tertuju pada wajah Elsa, dan untuk sesaat, ada rasa hangat mengalir dalam dadanya. Aneh, pikirnya bagaimana bisa seseorang yang baru dikenalnya bisa membuatnya merasa seperti... seorang putri kesayangan?Seandainya wanita ini adalah ibu kandungnya. Entah kenapa, pikiran itu melintas begitu saja. Jika memang Elsa adalah ibunya, mungkin hidup akan terasa lebih ringan.Luna pun tersenyum kecil, mengangguk, dan berjalan menuju ruang ganti. Sementara itu, Elsa sibuk memilah-milah beberapa baju lain yang sekiranya cocok dan nyaman, terutama untuk wanita hamil, karena cepat atau lambat, Luna akan memerlukannya. Perutnya akan mulai membesar, dan Elsa ingin Luna te
Suasana ruang tamu terasa canggung bagi Luna. Dua pelayan berdiri tegak di sudut ruangan, seolah siap menyambut perintah sekecil apa pun. Sementara itu, Elsa duduk anggun di sofa besar, matanya terpaku pada headline berita di iPad-nya, tampak tenang seperti ratu di singgasana.Luna menggeliat kecil. Entah mengapa, keheningan seperti ini justru membuatnya haus. Ia pun bangkit perlahan, berniat menuju dapur untuk mengambil segelas air.Namun langkahnya belum sempat jauh, suara lembut namun tegas menghentikannya.“Sayang, mau ke mana?”Luna menoleh. Elsa menatapnya dengan senyum hangat yang entah kenapa terasa… terlalu hangat.“Aku cuma mau ambil air minum,” jawab Luna pelan.Elsa menggeleng halus dan melambaikan tangan pada salah satu pelayan.“Tak usah repot. Duduk saja, biar mereka yang ambilkan.”Tak lama kemudian, bukan hanya segelas air putih yang datang, tapi juga segelas jus buah segar di atas nampan perak. Pelayan itu membungkuk hormat saat menyajikannya di hadapan Luna.Luna me
Tubuh Hazel membeku di tempat. Bukan karena terkejut dengan kabar kehamilan Luna, justru sebaliknya, hatinya membuncah oleh rasa haru dan kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Kabar ini seharusnya menjadi anugerah. Sebuah cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti hubungan Luna dan Jacob. Tapi kebahagiaan itu terhalang oleh kenyataan pahit, ayah dari bayi itu masih terbaring koma, antara hidup dan mati.Hazel menoleh pelan, suaranya terdengar berat saat bertanya, “Sudah berapa lama usia kandungannya?”Dokter menggeleng, penuh pertimbangan. “Untuk memastikan usia kandungan dengan akurat, sebaiknya pasien diperiksa langsung oleh dokter kandungan,” katanya lembut, sebelum meninggalkan ruangan.Kini, hanya keheningan yang tersisa di dalam ruangan itu. Hazel berdiri terpaku di sisi tempat tidur, menatap wajah Luna yang masih belum sadarkan diri. Seharusnya ini menjadi momen penuh sukacita. Tapi sekarang? Yang tersisa hanyalah kebingungan, kecemasan, dan kekhawatiran.“Aku harusnya bahagia...