Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 6. Menjadi guru

Share

Bab 6. Menjadi guru

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 12:41:22

Tak pernah terlintas di benak Jacob bahwa pelariannya ke pulau ini akan membawanya pada pengalaman baru, menjadi seorang guru privat bagi gadis berusia enam belas tahun. Niatnya semula sederhana, menjauh dari dunia yang penuh kenangan pahit setelah kehilangan kekasih tercinta. Namun, takdir memiliki rencana lain dan mempertemukannya pada Luna.

“Salah lagi. Lakukan dengan cara yang lain!” suara Jacob menggema di ruangan, disertai dentuman keras meja yang dipukulnya. Luna tersentak, matanya melebar, nyalinya hampir ciut oleh ketegasan pria itu.

Jacob memperhatikan Luna dengan cermat, lebih cermat dari biasanya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya, baru kali ini ia bertemu seseorang yang dalam pandangannya, begitu sulit memahami hal-hal dasar. Perhitungan sederhana saja menjadi tantangan besar bagi Luna.

"Apa sebenarnya isi kepalamu ini?" gumamnya sambil menekan tongkat kayu sepanjang lima puluh sentimeter ke dahi Luna.

Luna menatapnya polos, tanpa rasa bersalah. “Isi kepalaku ini tentu saja untuk menyimpan kenangan,” jawabnya santai, seolah ucapan itu adalah fakta paling logis di dunia.

Jacob menghela napas panjang, menahan kesal yang sudah mencapai ubun-ubun. “Kalau otakmu memang untuk menyimpan kenangan, kenapa pelajaran yang kuberikan tidak bisa kau simpan juga? Aku sudah membuat semuanya sesederhana mungkin, Luna. Kau ini…”

Luna mengerucutkan bibirnya. “Aku sudah tiga tahun tidak belajar hitungan,” katanya dengan nada rendah. “Yang kubaca hanya buku-buku yang ada di ruang baca selama aku tinggal di sini.”

Jacob mengusap wajahnya, mencoba meredakan rasa frustrasinya. “Mulai sekarang, kau akan belajar lebih banyak lagi. Aku tidak akan membiarkanmu istirahat sampai kau paham apa yang kuberikan!”

“Itu pemaksaan!” protes Luna, matanya berkobar menantang karena usahanya selalu salah di mata Jacob.

Jacob berdiri sambil mendengus. “Lebih baik aku memaksamu daripada membiarkanmu tumbuh menjadi wanita bodoh! Sekarang keluar dan ambilkan aku air minum. Mengajarimu seharian ini benar-benar membuatku haus!”

Dengan kesal, Luna bangkit dan menuju dapur. Ia menuangkan segelas air, sambil melirik pelayan Maci yang selama ini ia anggap sebagai pengganti ibu.

“Tuan Muda mengganggumu?” tanya Maci, menyadari raut wajah Luna yang penuh amarah.

“Bukan mengganggu. Lebih dari itu! Dia tiba-tiba saja menawarkan diri jadi guru, tapi sukanya marah-marah dan bilang aku bodoh!” Luna mengadu dengan nada mengeluh.

Maci tersenyum tipis, penuh pengertian. “Kamu seharusnya bersyukur, Luna. Tidak semua orang mau mengajarimu dengan sukarela. Tuan Muda Jacob adalah lulusan terbaik. Tak heran kalau dia ingin kamu belajar lebih baik.”

“Kenapa Ibu malah membelanya?!” Luna menghentakkan kakinya ke lantai dengan keras. “Kalau dia bukan keluarga pemilik pulau ini, aku mungkin sudah jadi musuhnya!”

Maci hanya tersenyum simpul mendengar gerutuan Luna yang tidak seperti biasanya. Sampai gadis itu kembali bicara.

"Bertemu dengan orang sepertinya, bukankah ini termasuk pembulian?" ucapnya sambil menghembuskan nafas panjang. Ia akhirnya kembali ke ruang belajar dengan gelas di tangannya. Meskipun kesal, ia tahu bahwa marah bukan solusi terbaik untuk mengatasi Jacob.

**

Dua bulan berjalan, dan Jacob tetap mengajarkan Luna pelajaran demi pelajaran. Meski kesabaran Jacob sering diuji, ia tidak menyerah. Setiap sore dihabiskannya dengan mengajar gadis itu, meski hampir selalu diiringi helaan nafas panjang karena lambatnya pemahaman Luna.

Namun, sore itu berbeda. Jacob memutuskan untuk bersantai di taman, membiarkan pikirannya mengembara. Aroma laut bercampur dengan semilir angin seakan menjadi obat penenang untuk hatinya yang terusik. Meski sudah hampir tiga bulan berlalu, bayangan Anastasya masih membayangi setiap sudut benaknya.

“Kau dan anak kita pasti melihatku dari atas sana,” gumamnya, menatap langit yang tampak berawan hari ini.

Kerinduan itu begitu dalam, mencengkeram hatinya hingga terasa sakit. Ingatan tentang senyum Anastasya menghantui, membawa rasa pedih yang tak kunjung hilang karena seharusnya mereka hidup bahagia setelah pernikahan.

Saat ia terlarut dalam lamunannya, gerimis kecil mulai turun. Jacob berdiri, membiarkan tetesan air hujan membasahi bahunya sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam mansion. Langkahnya mengarah tanpa tujuan, hingga ia menemukan dirinya di depan pintu kamar Luna yang terbuka.

Dari tempatnya berdiri, ia melihat pelayan Maci sedang memotong rambut Luna. Rambut gadis itu kini kembali pendek seperti pertama kali ia melihatnya. Jacob mengetuk pintu, lalu masuk tanpa menunggu undangan.

“Tuan Muda, Anda membutuhkan sesuatu?” tanya Maci sopan.

Jacob melirik Luna yang sedang menatapnya, kali ini dengan tatapan tajam, seolah gadis itu sedang menantangnya.

“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya meski sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

“Menggunting rambutnya,” jawab Maci singkat, sambil kembali merapikan potongan terakhir.

Jacob memandang Luna sejenak yang kembali dengan rambut yang lebih pendek, dia terlihat berbeda. Meski demikian, Jacob membayangkan bahwa Luna akan lebih cantik jika membiarkan rambutnya memanjang dan dibiarkan terurai.

Namun, ia menepis pikiran itu dan menggelengkan kepala. “Kenapa aku harus peduli pada urusan orang lain?” gumamnya pelan sebelum meninggalkan ruangan.

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 7 Sehari tanpa perdebatan

    Hari demi hari berlalu, namun bagi Jacob, waktu seolah berjalan di tempat. Mengajar Luna terasa seperti menghadapi tembok yang keras kepala. Gadis itu sepertinya lebih tertarik pada hal-hal lain daripada pelajaran yang ia berikan. Setiap kali mereka duduk bersama, Jacob mendapati dirinya di ambang kehilangan kewarasan."Luna! Ini sudah lima bulan sejak aku mengajarimu, tapi kenapa kau tetap saja tidak paham apa yang aku jelaskan?!" serunya sambil mengetukkan tongkat kayu kecil ke kening Luna. "Gunakan otakmu! Apa kau kira belajar itu hanya sekedar duduk-duduk manis?"Luna memanyunkan bibir, mengeluh seperti anak kecil yang dimarahi. "Anda selalu marah-marah. Apa tidak bisa mengajar dengan lebih lembut?"Jacob menggerutu, meletakkan tongkatnya dengan kasar di meja. "Lembut? Bagaimana aku bisa lembut kalau muridku sekeras batu dan seceroboh dirimu?!"Luna menunduk, memainkan jari-jarinya di atas buku. "Angka-angka ini sulit sekali," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Jacob menghela n

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 8. Menuju kedewasaan

    Tiga tahun kemudian.Pagi di pulau itu terasa damai seperti biasa, tapi di sebuah ruangan kecil dengan jendela terbuka, suara perdebatan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Jacob dengan sikap santainya, duduk di kursi sambil memperhatikan Luna yang sibuk menulis di atas buku."Akhirnya, setelah bertahun-tahun otakmu menunjukkan perkembangan yang layak diapresiasi. Tidak sia-sia aku mengabdikan diriku sebagai guru privat selama tiga tahun belakangan," ujar Jacob dengan nada setengah menggoda.Luna berhenti menulis sejenak, menatap Jacob dengan tatapan yang nyaris membunuh, sebelum kembali sibuk dengan tugasnya. Meski kesal, ia tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Jacob ada benarnya. Tak terasa, tiga tahun sudah berlalu dan kini Luna sudah berusia sembilan belas tahun.Tapi, gadis itu masih mempertahankan penampilannya dengan rambut pendek sebatas leher. Setiap kali rambutnya tampak sedikit panjang, Luna akan memotongnya."Aku sudah selesai," kata Luna, membuyarkan lamunan Jacob. Ia mendor

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 1 Kehilangan 

    Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 2 Hati yang luka

    Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 3 Gadis kecil

    Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 4 Bukan teman biasa

    Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran."Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padany

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 5 Tidak seperti yang dibayangkan

    Keesokan harinya, aktivitas Luna masih sama seperti hari sebelumnya. Saat Jacob keluar dari kamar ke arah balkon, ia akan langsung dihadapkan pemandangan Luna yang berlarian mengejar para kelinci.Wajahnya begitu riang saat dia berhasil mendapatkan kelinci yang dikejarnya, Luna akan menggendong dan mengusap kepala kelinci itu penuh kasih sayang sambil memberi sebuah wortel.“Berteman dengan gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku… aneh juga rasanya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh ke pagar balkon. “Tapi kalau hidup di pulau ini tanpa teman, rasanya terlalu membosankan. Mungkin sudah waktunya aku mengajarkan pada gadis itu bahwa pendidikan itu sama pentingnya dengan bermain.”Sementara itu, Luna tidak sadar bahwa dia sering kali diperhatikan oleh Jacob. Ia terbiasa sendirian selama dua tahun tinggal di pulau itu, teman-temannya adalah para kelinci yang begitu banyak di pulau itu.Seekor kelinci remaja berada dalam dekapannya, ia mengusap bulu lembut kelinci itu sambil me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 8. Menuju kedewasaan

    Tiga tahun kemudian.Pagi di pulau itu terasa damai seperti biasa, tapi di sebuah ruangan kecil dengan jendela terbuka, suara perdebatan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Jacob dengan sikap santainya, duduk di kursi sambil memperhatikan Luna yang sibuk menulis di atas buku."Akhirnya, setelah bertahun-tahun otakmu menunjukkan perkembangan yang layak diapresiasi. Tidak sia-sia aku mengabdikan diriku sebagai guru privat selama tiga tahun belakangan," ujar Jacob dengan nada setengah menggoda.Luna berhenti menulis sejenak, menatap Jacob dengan tatapan yang nyaris membunuh, sebelum kembali sibuk dengan tugasnya. Meski kesal, ia tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Jacob ada benarnya. Tak terasa, tiga tahun sudah berlalu dan kini Luna sudah berusia sembilan belas tahun.Tapi, gadis itu masih mempertahankan penampilannya dengan rambut pendek sebatas leher. Setiap kali rambutnya tampak sedikit panjang, Luna akan memotongnya."Aku sudah selesai," kata Luna, membuyarkan lamunan Jacob. Ia mendor

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 7 Sehari tanpa perdebatan

    Hari demi hari berlalu, namun bagi Jacob, waktu seolah berjalan di tempat. Mengajar Luna terasa seperti menghadapi tembok yang keras kepala. Gadis itu sepertinya lebih tertarik pada hal-hal lain daripada pelajaran yang ia berikan. Setiap kali mereka duduk bersama, Jacob mendapati dirinya di ambang kehilangan kewarasan."Luna! Ini sudah lima bulan sejak aku mengajarimu, tapi kenapa kau tetap saja tidak paham apa yang aku jelaskan?!" serunya sambil mengetukkan tongkat kayu kecil ke kening Luna. "Gunakan otakmu! Apa kau kira belajar itu hanya sekedar duduk-duduk manis?"Luna memanyunkan bibir, mengeluh seperti anak kecil yang dimarahi. "Anda selalu marah-marah. Apa tidak bisa mengajar dengan lebih lembut?"Jacob menggerutu, meletakkan tongkatnya dengan kasar di meja. "Lembut? Bagaimana aku bisa lembut kalau muridku sekeras batu dan seceroboh dirimu?!"Luna menunduk, memainkan jari-jarinya di atas buku. "Angka-angka ini sulit sekali," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Jacob menghela n

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 6. Menjadi guru

    Tak pernah terlintas di benak Jacob bahwa pelariannya ke pulau ini akan membawanya pada pengalaman baru, menjadi seorang guru privat bagi gadis berusia enam belas tahun. Niatnya semula sederhana, menjauh dari dunia yang penuh kenangan pahit setelah kehilangan kekasih tercinta. Namun, takdir memiliki rencana lain dan mempertemukannya pada Luna.“Salah lagi. Lakukan dengan cara yang lain!” suara Jacob menggema di ruangan, disertai dentuman keras meja yang dipukulnya. Luna tersentak, matanya melebar, nyalinya hampir ciut oleh ketegasan pria itu.Jacob memperhatikan Luna dengan cermat, lebih cermat dari biasanya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya, baru kali ini ia bertemu seseorang yang dalam pandangannya, begitu sulit memahami hal-hal dasar. Perhitungan sederhana saja menjadi tantangan besar bagi Luna."Apa sebenarnya isi kepalamu ini?" gumamnya sambil menekan tongkat kayu sepanjang lima puluh sentimeter ke dahi Luna.Luna menatapnya polos, tanpa rasa bersalah. “Isi kepalaku ini tentu

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 5 Tidak seperti yang dibayangkan

    Keesokan harinya, aktivitas Luna masih sama seperti hari sebelumnya. Saat Jacob keluar dari kamar ke arah balkon, ia akan langsung dihadapkan pemandangan Luna yang berlarian mengejar para kelinci.Wajahnya begitu riang saat dia berhasil mendapatkan kelinci yang dikejarnya, Luna akan menggendong dan mengusap kepala kelinci itu penuh kasih sayang sambil memberi sebuah wortel.“Berteman dengan gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku… aneh juga rasanya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh ke pagar balkon. “Tapi kalau hidup di pulau ini tanpa teman, rasanya terlalu membosankan. Mungkin sudah waktunya aku mengajarkan pada gadis itu bahwa pendidikan itu sama pentingnya dengan bermain.”Sementara itu, Luna tidak sadar bahwa dia sering kali diperhatikan oleh Jacob. Ia terbiasa sendirian selama dua tahun tinggal di pulau itu, teman-temannya adalah para kelinci yang begitu banyak di pulau itu.Seekor kelinci remaja berada dalam dekapannya, ia mengusap bulu lembut kelinci itu sambil me

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 4 Bukan teman biasa

    Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran."Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padany

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 3 Gadis kecil

    Pulau pribadi yang berukuran begitu luas milik Dustin masih terawat dengan baik, beberapa penjaga dan pelayan di tugaskan di tempat tersebut hingga saat kedatangan Jacob.Jacob turun dari helikopter, langkahnya perlahan menyentuh tanah berumput yang lembut. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang membangkitkan kenangan pahit di hatinya. Seorang pelayan menyambut dengan sopan, mengambil kopernya, dan memandu pria itu menuju kamar yang telah disiapkan.Jacob menatap mansion itu dari kejauhan. Bangunan megah dengan sentuhan kolonial klasik itu masih terawat sempurna, tetapi baginya, tempat ini menyimpan sesuatu yang kini hanya berupa bayangan.Seharusnya, ia datang ke sini bersama Anastasya. Menciptakan momen kebahagiaan. Tapi kenyataan berkata lain, wanita yang ia cintai telah pergi, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan.“Tuan, mari saya tunjukkan kamar Anda,” ucap pelayan, memecah lamunan Jacob.Tanpa sepatah kata, Jacob mengangguk dan mengikuti langkah pelayan men

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 2 Hati yang luka

    Hari-hari setelah kepergian Anastasya adalah lautan sunyi yang menelan semangat hidup Jacob. Ia yang dulu dikenal penuh semangat, kini hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu. Wajahnya pucat, matanya tampak kosong, dan kata-katanya nyaris tak terdengar.Di taman belakang rumah, Jacob duduk di bangku kayu, memandang tanpa tujuan ke arah langit yang memancarkan warna senja.Hazel berdiri di ambang pintu, menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca."Ayah," bisik Hazel, berbalik menatap Dustin. "Kita harus melakukan sesuatu. Lima hari ini Jacob hanya diam seperti itu."Dustin menggeleng pelan. "Biarkan dia, Hazel. Kehilangan seperti ini tak bisa disembuhkan dengan paksaan. Jacob perlu waktu untuk merelakannya.""Tapi, Ayah..." Hazel menggigit bibirnya, hatinya terlalu sakit melihat kakaknya yang biasanya menjadi tumpuan kekuatan keluarga kini rapuh seperti daun kering di tiupan angin.Tanpa memperdulikan larangan ayahnya, Hazel berjalan mendekati Jacob. Suara langkahnya mengusik keheningan,

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 1 Kehilangan 

    Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya."Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar.

DMCA.com Protection Status