Share

3. Kesempatan Kedua

Tubuh Almara terkulai lemah. Almara sebetulnya sudah sadar, namun berat sekali rasanya untuk membuka mata dan menggerakkan badannya. Seolah - olah energinya telah terserap habis oleh kasur tempat dia berbaring. 

Dia masih ingat kejadian saat di taman, saat sosok yang tak dia kenal tiba - tiba menikamnya hingga ambruk. Tadinya dia pikir, mungkin inilah akhir hidupnya, mati ditikam entah oleh siapa. Tapi melihat keadaannya saat ini, Almara yakin dia tidak mati.

Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya. Ah benar saja, dia ada di rumah sakit.  

Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau Adik lelakinya. Wajahnya asing. Almara mulai khawatir, mungkinkah dia lelaki yang menikamnya? 

"Maaf Anda siapa?" Almara memberanikan dirinya bertanya pada laki - laki itu. Almara melirik pada tombol untuk memanggil perawat di samping tempat tidurnya, bersiap menekannya kapan saja jika sesuatu menimpa dirinya. 

"Kenapa Anda di sini?  Di mana keluarga saya?" Almara mulai panik namun berusaha untuk tetap tenang.

"Apakah peristiwa penikaman tadi sore membuatmu istirahat dari pikiran kalutmu yang penuh penyesalan itu Almara?" Bukannya menjawab pertanyaan Almara, laki - laki itu justru memulai pembicaraan lain yang membuat Almara semakin bingung.

"Apa maksud Anda? Anda sebenarnya siapa?"

"Siapa, darimana, dan semua identitasku akan sulit kamu pahami, Almara. Yang jelas aku berasal dari dunia yang berbeda dengan duniamu. Dan tujuanku di sini hanya satu, membantumu hidup bahagia tanpa penyesalan lagi."

Almara masih terdiam. Dia yakin ada kelanjutannya dari penjelasan yang belum tuntas itu. 

"Bagaimana jika aku tawarkan padamu untuk memperbaiki hidupmu agar kamu bisa hidup bahagia dengan Ardan tanpa menyakiti suamimu Rangga? Apakah kamu akan mengambil kesempatan yang aku berikan?" Lelaki itu menatap Almara dengan wajah tenang namun misterius.

Almara menelan ludah dan masih terpaku menatap lelaki itu. Lelaki ini, dia seperti tahu betul kehidupan Almara, bahkan apa yang ada di hati dan pikiran Almara selama ini. 

"Bagaimana caranya?" Hanya itu yang keluar dari mulut Almara. Padahal sejujurnya banyak sekali pertanyaan dalam otaknya. Siapa dia, darimana asalnya, bagaimana dia bisa mengenal Almara dan tahu mengenai kehidupannya? Namun sepertinya lubuk hati Almara yang paling dalam sangat tertarik dengan tawaran lelaki itu sehingga hanya satu pertanyaan itulah yang keluar dari mulutnya.

"Aku akan mengembalikanmu pada masa lalu, sehingga kamu bisa memperbaiki semua keputusanmu yang kamu anggap salah," jawab lelaki itu masih dengan ekspresi dingin. 

"Seperti masuk ke mesin waktu?” tanya almara masih kebingungan. 

"Oh tidak, tidak serumit itu," Lelaki itu menggelengkan kepalanya.

"Lalu?" Almara menjadi semakin penasaran. 

"Dengarkan baik - baik Almara, penjelasan ini penting, dan jangan melewatkan apapun walau itu kecil," Kini lelaki itu berjalan mendekati Almara yang masih terduduk di tempat tidur pasien. Wajahnya berubah menjadi lebih serius. 

"Jika kamu menerima tawaranku ini, maka esok hari saat kamu bangun tidur, kamu akan terbangun sebagai dirimu 7 tahun yang lalu. Kamu akan mengulang kehidupanmu mulai 7 tahun yang lalu. Artinya kamu akan kembali berusia 21 tahun dan sedang berkuliah, masih menjadi kekasih Ardan dan belum mengenal Rangga." 

DEG

Almara tertegun. Mungkinkah hal seperti itu bisa terjadi? Apakah setiap orang yang memiliki banyak penyesalan akan mendapat kesempatan seperti ini? Mulut Almara masih diam membisu, pikirannya betul - betul penuh. Antara berpikir apakah dia sedang masuk acara tv prank, dikerjai orang gila, ataukah yang dia alami ini nyata. 

Lebih dari setengah bagian hatinya sangat menginginkan ini nyata, karena hal itu berarti dia punya kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Namun, dia juga bingung, harus mulai dari mana jika benar dia harus mengulang kehidupannya 7 tahun terakhir ini. 

"Aku tahu ini berat," Lelaki itu lanjut bicara. "Dengan mengulang kehidupanmu 7 tahun terakhir ini, artinya kamu harus mengulang ujian akhir kuliahmu dan juga semua hal sulit yang pernah kamu lalui. Oleh karena itu aku serahkan padamu untuk menimbang apakah hal tersebut sepadan dengan yang akan kamu dapatkan." 

Ini benar - benar di luar nalar, pikir Almara. Jika dia serius memikirkan ucapan lelaki ini dan ternyata dia sedang berada di acara tv prank pasti dia terlihat sangat bodoh. 

"Semua yang Anda katakan sangat tidak masuk akal. Kenapa saya harus mempercayai Anda?"

"Siapa yang bilang kalau kamu harus percaya padaku?" Lelaki itu terkekeh menanggapi pertanyaan Almara. "Dengar Almara, di sini aku lah yang membawa penawaran menarik untuk kamu, jika kamu setuju oke, jika tidak entah karena memang dirimu enggan atau tak percaya padaku, itu bukan masalah bagiku. Jadi aku tidak akan repot - repot meyakinkan kamu jika aku benar."

"Begini saja," lanjut lelaki itu saat dia melihat Almara masih terdiam. "Pikirkanlah baik - baik penawaranku ini. Jika kamu memutuskan untuk mengulang masa lalumu, makanlah pie ini. Maka saat kamu tertidur, kamu akan terbangun sebagai Almara yang berusia 21 tahun," Lelaki itu mengeluarkan bungkusan kecil dari kantongnya dan menyerahkannya pada Almara. 

"Jika kamu tidak ingin mengulang masa lalumu maka abaikan saja pie ini."

Almara memandangi bungkusan kecil yang dia terima. 

"Apa i ... " Baru saja Almara ingin menanyakan benda apa yang dipegangnya sekarang namun ternyata lelaki itu sudah lenyap dari pandangannya. 

"Halo ... Anda di mana?  Kenapa pergi begitu saja woy ... " Tanpa sengaja Almara berkata dengan suara nyaring memanggil - manggil lelaki itu. 

Putus asa memanggil - manggil tanpa ada jawaban, pelan - pelan Almara membuka bungkusan itu, ternyata isinya hanya pie basah biasa dengan isian fla susu dan topping potongan buah kecil. Ada sepotong kecil kiwi, jeruk, potongan nanas dan satu buah unik berwarna emas. Jika diperhatikan buah berwarna emas itu terlihat seperti buah ceri utuh berukuran kecil yang dicelupkan ke dalam cairan berwarna keemasan. 

"Aku harus memakan ini jika ingin mengulang masa laluku dan memperbaiki semuanya?" Almara bergumam. Saat ini pikirannya dipenuhi oleh beragam spekulasi. Apakah mungkin ini pie beracun, dan lelaki tadi hanya memainkan peran saja agar Almara mau memakannya? Jelas - jelas dia orang asing, Almara tidak seharusnya memakan kue dari orang asing apalagi dengan alasan yang terdengar konyol, yaitu ingin kembali ke masa lalu. 

Almara pun meletakkan pie itu di meja samping tempat tidurnya. 

"Lebih baik aku abaikan saja," Almara lalu kembali berbaring dan menutupi badannya dengan selimut. 

Namun hatinya belum 100% benar - benar mengabaikannya. Almara ingin sekali mempercayai lelaki itu dan memakan pie nya, namun logikanya tidak menemukan alasan mengapa dia harus percaya. 

Almara menghela nafas, kembali pada posisi duduk, dia menatap kembali pie yang berada di atas meja. Jika dia memakannya dan ternyata beracun, toh dia saat ini berada di rumah sakit. Jika dia merasa badannya bereaksi tidak enak, dia hanya tinggal memencet tombol perawat dan akan segera mendapat pertolongan. 

Meragu, Almara menggigit bibir dalamnya. Tangannya hendak meraih pie itu, namun dia tarik kembali. Kali ini kedua tangannya mengusap wajahnya. Masih memandangi pie itu, setelah 1 menit hanya memandang tanpa melakukan apapun, Almara meraih pie itu dengan cepat dan seketika melahapnya sampai habis. 

Almara memejamkan mata saat seluruh pie berhasil dia telan. Tangannya bersiap memencet tombol perawat jika saja dia merasakan sedikit saja reaksi negatif pada tubuhnya. 

Sudah 1 menit, 5 menit, 10 menit. Tidak ada reaksi apapun. Almara mulai mengendurkan sikap siaganya dari tombol perawat. Bahkan ketika 1 jam, Almara masih belum merasakan reaksi apa pun. Mungkinkah ini bukan pie beracun dan benar - benar akan membawanya ke masa lalu?  

Kini jam di dinding kamar sudah menunjukan pukul 23.20 WIB. Almara sudah sangat mengantuk. Sebenarnya sudah 2 jam yang lalu dia mulai mengantuk. Namun dia masih berusaha terjaga. Dia ingat perkataan lelaki itu, jika dia memakan pie, saat dia tertidur, dia akan terbangun sebagai dirinya 7 tahun yang lalu. 

Walaupun jantungnya berdebar dan begitu penasaran, sedikit banyak Almara merasa ada sedikit ketakutan dalam hatinya. Bagaimana jika keputusannya salah dan justru dia malah merusak segalanya. Atau bagaimana jika racun dalam pie ini bereaksi saat dia tertidur. 

Namun matanya sudah semakin berat. Walaupun Almara berusaha keras, tanpa disadari, dia sudah terlelap. 

***

Suara alarm HP berbunyi begitu berisik. Almara sudah mendengarnya selama 15 menit namun rasa kantuknya membuat dia malas untuk bangun. 

Setelah 5 menit kemudian barulah dia mampu untuk membuka mata. Sambil menguap, dia regangkan ototnya agar lebih segar. Duduk di ranjangnya, Almara memperhatikan suasana sekitarnya. 

Matanya terbelalak. Ini bukan rumah sakit semalam. Pandangannya menyapu setiap inci ruangan tempat dia berada, berusaha mengenali di mana dia sekarang. 

Jendela itu, dengan gorden hijau bergambar keropi. Kasur busa berukuran sedang dengan sprei abu - abu berbahan katun. Disamping tempat tidur terdapat meja belajar dengan buku - buku yang disusun berjejer serta sebuah laptop beserta chargernya. Almara sangat mengenali tempat ini. 

Dilihatnya ponsel yang sedari tadi mengeluarkan bunyi alarm. Ini adalah ponsel keluaran tahun 2014, Almara membelinya setelah memenangkan lomba video kreatif untuk kampanye kesehatan. 

Dengan jantung berdebar Almara bangkit dari ranjangnya. Almara melangkahkan kakinya menuju cermin dengan tinggi sebadan yang terletak di samping lemari. Betapa kagetnya dia, ternyata benar, ini adalah dirinya yang berusia 21 tahun dan dia sekarang sedang berada di kamar kosnya saat kuliah dulu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status