Tubuh Almara terkulai lemah. Almara sebetulnya sudah sadar, namun berat sekali rasanya untuk membuka mata dan menggerakkan badannya. Seolah - olah energinya telah terserap habis oleh kasur tempat dia berbaring.
Dia masih ingat kejadian saat di taman, saat sosok yang tak dia kenal tiba - tiba menikamnya hingga ambruk. Tadinya dia pikir, mungkin inilah akhir hidupnya, mati ditikam entah oleh siapa. Tapi melihat keadaannya saat ini, Almara yakin dia tidak mati.
Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya. Ah benar saja, dia ada di rumah sakit.
Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau Adik lelakinya. Wajahnya asing. Almara mulai khawatir, mungkinkah dia lelaki yang menikamnya?
"Maaf Anda siapa?" Almara memberanikan dirinya bertanya pada laki - laki itu. Almara melirik pada tombol untuk memanggil perawat di samping tempat tidurnya, bersiap menekannya kapan saja jika sesuatu menimpa dirinya.
"Kenapa Anda di sini? Di mana keluarga saya?" Almara mulai panik namun berusaha untuk tetap tenang.
"Apakah peristiwa penikaman tadi sore membuatmu istirahat dari pikiran kalutmu yang penuh penyesalan itu Almara?" Bukannya menjawab pertanyaan Almara, laki - laki itu justru memulai pembicaraan lain yang membuat Almara semakin bingung.
"Apa maksud Anda? Anda sebenarnya siapa?"
"Siapa, darimana, dan semua identitasku akan sulit kamu pahami, Almara. Yang jelas aku berasal dari dunia yang berbeda dengan duniamu. Dan tujuanku di sini hanya satu, membantumu hidup bahagia tanpa penyesalan lagi."
Almara masih terdiam. Dia yakin ada kelanjutannya dari penjelasan yang belum tuntas itu.
"Bagaimana jika aku tawarkan padamu untuk memperbaiki hidupmu agar kamu bisa hidup bahagia dengan Ardan tanpa menyakiti suamimu Rangga? Apakah kamu akan mengambil kesempatan yang aku berikan?" Lelaki itu menatap Almara dengan wajah tenang namun misterius.
Almara menelan ludah dan masih terpaku menatap lelaki itu. Lelaki ini, dia seperti tahu betul kehidupan Almara, bahkan apa yang ada di hati dan pikiran Almara selama ini.
"Bagaimana caranya?" Hanya itu yang keluar dari mulut Almara. Padahal sejujurnya banyak sekali pertanyaan dalam otaknya. Siapa dia, darimana asalnya, bagaimana dia bisa mengenal Almara dan tahu mengenai kehidupannya? Namun sepertinya lubuk hati Almara yang paling dalam sangat tertarik dengan tawaran lelaki itu sehingga hanya satu pertanyaan itulah yang keluar dari mulutnya.
"Aku akan mengembalikanmu pada masa lalu, sehingga kamu bisa memperbaiki semua keputusanmu yang kamu anggap salah," jawab lelaki itu masih dengan ekspresi dingin.
"Seperti masuk ke mesin waktu?” tanya almara masih kebingungan.
"Oh tidak, tidak serumit itu," Lelaki itu menggelengkan kepalanya.
"Lalu?" Almara menjadi semakin penasaran.
"Dengarkan baik - baik Almara, penjelasan ini penting, dan jangan melewatkan apapun walau itu kecil," Kini lelaki itu berjalan mendekati Almara yang masih terduduk di tempat tidur pasien. Wajahnya berubah menjadi lebih serius.
"Jika kamu menerima tawaranku ini, maka esok hari saat kamu bangun tidur, kamu akan terbangun sebagai dirimu 7 tahun yang lalu. Kamu akan mengulang kehidupanmu mulai 7 tahun yang lalu. Artinya kamu akan kembali berusia 21 tahun dan sedang berkuliah, masih menjadi kekasih Ardan dan belum mengenal Rangga."
DEG
Almara tertegun. Mungkinkah hal seperti itu bisa terjadi? Apakah setiap orang yang memiliki banyak penyesalan akan mendapat kesempatan seperti ini? Mulut Almara masih diam membisu, pikirannya betul - betul penuh. Antara berpikir apakah dia sedang masuk acara tv prank, dikerjai orang gila, ataukah yang dia alami ini nyata.
Lebih dari setengah bagian hatinya sangat menginginkan ini nyata, karena hal itu berarti dia punya kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Namun, dia juga bingung, harus mulai dari mana jika benar dia harus mengulang kehidupannya 7 tahun terakhir ini.
"Aku tahu ini berat," Lelaki itu lanjut bicara. "Dengan mengulang kehidupanmu 7 tahun terakhir ini, artinya kamu harus mengulang ujian akhir kuliahmu dan juga semua hal sulit yang pernah kamu lalui. Oleh karena itu aku serahkan padamu untuk menimbang apakah hal tersebut sepadan dengan yang akan kamu dapatkan."
Ini benar - benar di luar nalar, pikir Almara. Jika dia serius memikirkan ucapan lelaki ini dan ternyata dia sedang berada di acara tv prank pasti dia terlihat sangat bodoh.
"Semua yang Anda katakan sangat tidak masuk akal. Kenapa saya harus mempercayai Anda?"
"Siapa yang bilang kalau kamu harus percaya padaku?" Lelaki itu terkekeh menanggapi pertanyaan Almara. "Dengar Almara, di sini aku lah yang membawa penawaran menarik untuk kamu, jika kamu setuju oke, jika tidak entah karena memang dirimu enggan atau tak percaya padaku, itu bukan masalah bagiku. Jadi aku tidak akan repot - repot meyakinkan kamu jika aku benar."
"Begini saja," lanjut lelaki itu saat dia melihat Almara masih terdiam. "Pikirkanlah baik - baik penawaranku ini. Jika kamu memutuskan untuk mengulang masa lalumu, makanlah pie ini. Maka saat kamu tertidur, kamu akan terbangun sebagai Almara yang berusia 21 tahun," Lelaki itu mengeluarkan bungkusan kecil dari kantongnya dan menyerahkannya pada Almara.
"Jika kamu tidak ingin mengulang masa lalumu maka abaikan saja pie ini."
Almara memandangi bungkusan kecil yang dia terima.
"Apa i ... " Baru saja Almara ingin menanyakan benda apa yang dipegangnya sekarang namun ternyata lelaki itu sudah lenyap dari pandangannya.
"Halo ... Anda di mana? Kenapa pergi begitu saja woy ... " Tanpa sengaja Almara berkata dengan suara nyaring memanggil - manggil lelaki itu.
Putus asa memanggil - manggil tanpa ada jawaban, pelan - pelan Almara membuka bungkusan itu, ternyata isinya hanya pie basah biasa dengan isian fla susu dan topping potongan buah kecil. Ada sepotong kecil kiwi, jeruk, potongan nanas dan satu buah unik berwarna emas. Jika diperhatikan buah berwarna emas itu terlihat seperti buah ceri utuh berukuran kecil yang dicelupkan ke dalam cairan berwarna keemasan.
"Aku harus memakan ini jika ingin mengulang masa laluku dan memperbaiki semuanya?" Almara bergumam. Saat ini pikirannya dipenuhi oleh beragam spekulasi. Apakah mungkin ini pie beracun, dan lelaki tadi hanya memainkan peran saja agar Almara mau memakannya? Jelas - jelas dia orang asing, Almara tidak seharusnya memakan kue dari orang asing apalagi dengan alasan yang terdengar konyol, yaitu ingin kembali ke masa lalu.
Almara pun meletakkan pie itu di meja samping tempat tidurnya.
"Lebih baik aku abaikan saja," Almara lalu kembali berbaring dan menutupi badannya dengan selimut.
Namun hatinya belum 100% benar - benar mengabaikannya. Almara ingin sekali mempercayai lelaki itu dan memakan pie nya, namun logikanya tidak menemukan alasan mengapa dia harus percaya.
Almara menghela nafas, kembali pada posisi duduk, dia menatap kembali pie yang berada di atas meja. Jika dia memakannya dan ternyata beracun, toh dia saat ini berada di rumah sakit. Jika dia merasa badannya bereaksi tidak enak, dia hanya tinggal memencet tombol perawat dan akan segera mendapat pertolongan.
Meragu, Almara menggigit bibir dalamnya. Tangannya hendak meraih pie itu, namun dia tarik kembali. Kali ini kedua tangannya mengusap wajahnya. Masih memandangi pie itu, setelah 1 menit hanya memandang tanpa melakukan apapun, Almara meraih pie itu dengan cepat dan seketika melahapnya sampai habis.
Almara memejamkan mata saat seluruh pie berhasil dia telan. Tangannya bersiap memencet tombol perawat jika saja dia merasakan sedikit saja reaksi negatif pada tubuhnya.
Sudah 1 menit, 5 menit, 10 menit. Tidak ada reaksi apapun. Almara mulai mengendurkan sikap siaganya dari tombol perawat. Bahkan ketika 1 jam, Almara masih belum merasakan reaksi apa pun. Mungkinkah ini bukan pie beracun dan benar - benar akan membawanya ke masa lalu?
Kini jam di dinding kamar sudah menunjukan pukul 23.20 WIB. Almara sudah sangat mengantuk. Sebenarnya sudah 2 jam yang lalu dia mulai mengantuk. Namun dia masih berusaha terjaga. Dia ingat perkataan lelaki itu, jika dia memakan pie, saat dia tertidur, dia akan terbangun sebagai dirinya 7 tahun yang lalu.
Walaupun jantungnya berdebar dan begitu penasaran, sedikit banyak Almara merasa ada sedikit ketakutan dalam hatinya. Bagaimana jika keputusannya salah dan justru dia malah merusak segalanya. Atau bagaimana jika racun dalam pie ini bereaksi saat dia tertidur.
Namun matanya sudah semakin berat. Walaupun Almara berusaha keras, tanpa disadari, dia sudah terlelap.
***
Suara alarm HP berbunyi begitu berisik. Almara sudah mendengarnya selama 15 menit namun rasa kantuknya membuat dia malas untuk bangun.
Setelah 5 menit kemudian barulah dia mampu untuk membuka mata. Sambil menguap, dia regangkan ototnya agar lebih segar. Duduk di ranjangnya, Almara memperhatikan suasana sekitarnya.
Matanya terbelalak. Ini bukan rumah sakit semalam. Pandangannya menyapu setiap inci ruangan tempat dia berada, berusaha mengenali di mana dia sekarang.
Jendela itu, dengan gorden hijau bergambar keropi. Kasur busa berukuran sedang dengan sprei abu - abu berbahan katun. Disamping tempat tidur terdapat meja belajar dengan buku - buku yang disusun berjejer serta sebuah laptop beserta chargernya. Almara sangat mengenali tempat ini.
Dilihatnya ponsel yang sedari tadi mengeluarkan bunyi alarm. Ini adalah ponsel keluaran tahun 2014, Almara membelinya setelah memenangkan lomba video kreatif untuk kampanye kesehatan.
Dengan jantung berdebar Almara bangkit dari ranjangnya. Almara melangkahkan kakinya menuju cermin dengan tinggi sebadan yang terletak di samping lemari. Betapa kagetnya dia, ternyata benar, ini adalah dirinya yang berusia 21 tahun dan dia sekarang sedang berada di kamar kosnya saat kuliah dulu.
Jantung Almara semakin berdebar, jika saja tidak ada tulang rusuknya, jantungnya pasti sudah melompat keluar. Kembali terduduk di atas ranjangnya, kedua tangannya menggosok - gosok mukanya seperti barusaha bangun dari mimpi.Almara mencubit pipinya sekeras mungkin sampai dia menjerit kesakitan."Oh no no no, bukan mimpi, oh Tuhan, Astaga, Astaga ..." Almara menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya.Almara meraih ponselnya, dilihatnya tanggal yang tertera. Senin, 19Januari 2015 pukul 05.15 pagi. Almara menghitung dengan jarinya, jika dia tidak salah hitung, ini berarti dia sedang menempuh kuliah semester 8 di tanggal ini.Almara mencoba menenangkan dirinya. Dia menarik nafas dalam - dalam, menahannya sebentar lalu menghembuskan secara perlahan. Proses relaksasi itu dia lakukan berulang kali sambil memejamkan mata. Lalu tiba - tiba dia tering
Setelah selesai kelas periklanan, Almara tidak ada kegiatan lain selain melanjutkan progres tugas akhirnya di Perpustakaan Kampus. Memang di semester akhir ini tanggungan kuliah Almara hanya tersisa 14 SKS saja yang mana 8 SKS untuk tugas akhir dan 6 SKS sisanya untuk kelas Periklanan dan Managemen Desain masing - masing 3 SKS.Almara lumayan cepat mengerjakan tugas akhirnya, karena bagaimanapun Almara pernah mengerjakan tugas akhir ini dulu, dan sekarang hanya tinggal mengulang. Saat ini dia baru mengerjakan bab 2, jika dia berhasil menyetorkan bab ini ke dosen pembimbingnya tanpa revisi maka dia akan mulai mengerjakan bab selanjutnya.Mengingat hal itu tiba - tiba hati Almara mencelos. Dia baru sadar, bahwa dulu tugas akhirnya ini lah yang membuat dia pertama kali mengenal Rangga. Tugas akhir Almara adalah mengenai perancangan metode promosi visual untuk produk perawatan kulit wanita. Dan saat itu Almara mengajukan proposal ke
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju."Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu."Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin."Tentu saja saya tidak mungkin menj
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel. “Ya?” jawab Almara singkat. “Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga. Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.” “Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop. Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga. Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
“Gimana kabar kamu Fi? Lama banget deh gak ketemu. Seru jalan – jalan ke Eropanya?” tanya Sharon saat Fiolina baru datang dan duduk di hadapannya dan Almara. “Seru dong. Maaf ya telat, aku bangun kesiangan,” jawab Fiolina sambil merapikan make up nya. Mereka bertiga berjanji untuk bertemu di sebuah cafe setelah 2 bulan Fiolina berlibur di Eropa. “Eh Fi, jadi kamu sama sekali gak denger kabar apapun dari perkembangan kasus Nayra, Mama Kinanti dan Billy?” tanya Almara. “Iya lah. Aku kan ngelarang kalian cerita apapun soal itu selama aku healing di Eropa dan aku juga ngelarang semua orang untuk kasih tahu aku supaya aku gak terganggu sama masalah mereka lagi selama di sana,” jawab Fiolina. Memang benar, tiga bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Billy, Fiolina memutuskan untuk berjalan – jalan dan tidak mendengar kabar apa pun soal kasus itu selama dua bulan terakhir. “Emangnya ada kabar apa?” tanya Fiolina kepada Almara dan Sharon yang terlihat sedikit tegang. “Billy bunuh diri
Almara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ibu dengan ceria. Sekalipun banyak hal yang membuatnya kaget bahkan kelelahan namun dia tetap menikmati prosesnya. Dia dibantu oleh Hardian dan juga Rangga yang super semangat merawat Rama sekalipun mereka berdua banyak melakukan kesalahan konyol.Saat Rama genap berusia satu bulan, Rangga dengan antusias memiliki ide untuk merayakan. Almara bersikeras menolak, “Gak gak buat apa sih. Namanya ulang tahun itu ya setiap tahun, tunggu umur satu tahun. Lagian emangnya kamu mau merayakan setiap bulan?”“ya gak papa dong,” kekeh Rangga.“Gak usah, pemborosan. Dan gak wajar juga jadinya.”“Hm... oke oke ya udah, aku nurut bundanya Rama aja deh,” ujar Rangga.“It’s okay. Papa dulu juga terlampau semangat gitu kok waktu baru pertama kali jadi ayah pas Almara lahir hehe,” Hardian kali ini maju untuk membela Rangga karena merasakan kesamaan nasib sebagai ayah.“Tuh kan, berarti gak cuma aku,” saut Rangga.Di tengah kecerian mereka, ponsel Rangga
“Apa kabar Fi?” tanya Rangga kepada sosok mungil di hadapannya.Fiolina menyempatkan menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaan basa – basi Rangga. Hari ini, tiga hari setelah sidang pertama kasus penikaman Almara, Rangga dan Fiolina berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.“Aku dalam keadaan yang super baik,” jawab Fiolina, “Almara tahu kamu ketemu sama aku?”Rangga mengangguk, “Tahu dong.”“Dia gak masalah kita ketemu berdua? Gak cemburu?”“Aku sempat berpikir kalau dia mungkin bakal ngelarang aku ketemu berdua aja sama kamu, tapi waktu aku minta ijin ternyata dia gak keberatan. Dia bilang, dia yakin kamu orang baik jadi dia gfak khawatir.”Fiolina tertawa ringan, “Itu karena dia gak tahu aja dulu aku cinta banget sama kamu. Kalau dia tahu, dia pasti cemburu dan berpikir kalau aku mungkin berniat merebut kamu dari dia.”“Gak kok. Dia tahu.”“Kamu yang cerita?”“Sedikit detailnya iya. Tapi dia udah tahu sebelum aku cerita?”“Tahu dari mana?”“Hm... itu agak panjang dan kompleks
Billy menghilang. Sebagaimana Hardian, Melissa juga tinggal di rumah Ardan dan Sharon karena tak ingin sendirian. Hari – harinya diisi dengan tidur dan menangis. Ardan nyaris putus asa tak tahu harus bagaimana menghibur mamanya gar bangkit dari keterpurukan.Sidang Sharon terus berlanjut. Julio bahkan menghadirkan Frans dan istrinya sebagai saksi. Pengacara itu dengan brilian membalikkan keadaan, membuat Sharon terlepas dari segala tuduhan dan berganti status sebagai saksi.Sidang – sidang selanjutnya berubah menjadi Nayra dan Kinanti yang sudah menjadi terdakwa. Namun Billy masih menjadi buronan.“Mama, gimana kalau kita jalan – jalan? Kita bisa menikmati puncak atau pantai buat refreshing,” bujuk Sharon kepada mama mertuanya.“Yuk Ma, bagus tuh idenya Sharon. Sekalian kita rayain kebebasannya Sharon karena dia udah lepas dari fitnah dan bukan tahanan rumah lagi,” tambah Ardan.Melissa hanya tersenyum dan mengangguk, “Ya udah ayok besok kita jalan – jalan.”“Yey.... gitu dong Ma,” s
Kinanti bergegas keluar dari mobil begitu Hardian memarkir mobilnya di depan rumah. Sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir wanita itu sekalipun Hardian berjuta kali meminta penjelasan padanya.Almara dan Rangga yang berhenti tepat di belakang mobil Hardian menyaksikan bagaimana Kinanti keluar dari mobil dan bergegas masuk ke rumah lalu disusul Hardian yang mengikutinya dari belakang.“Ayo,” Rangga meraih tangan Almara untuk turun dari mobil setelah dia membukakan pintu.“Aku takut Rangga,” ucap Almara terbata – bata sembari menghapus air matanya sendiri.“Apa yang kamu takutin? Kan ada aku. Aku akan lindungi kamu. Mama Kinanti gak akan bisa sakitin kamu.”Almara menggeleng, “Bukan itu. Aku takut dengan kenyataan yang akan aku denger nanti. Aku terlalu gak siap.”Rangga berlutut lalu menggenggam tangan Almara, “Tapi ini harus dihadapi. Gak ada gunanya bertahan dalam keindahan tapi semuanya bohong Almara. Seperti...”“Seperti apa?”“Seperti saat dulu kamu pu
Fiolina datang bersama seorang pria muda tampan di sisinya. Dia dengan anggun berjalan ke kursi saksi. Saat melewati Rangga, dia menoleh dan menyempatkan memberikan senyuman kecil untuk lelaki itu.Julio mengernyitkan dahinya menatap Fiolina. Memang langkah wanita itu terlihat tenang dan anggun, tapi Julio merasa pakaian dan dandanannya berlebihan untuk sebuah acara sidang.Julio menghela nafas, tidak mau ambil pusing mengenai hal itu. Bagaimanapun dia paham, Fiolina adalah seorang model internasional, jadi di mana pun dia berada, dia mungkin harus mempertahankan citranya.“Ehem,” deham Julio seperti biasa memulai pertanyaan kepada Fiolina, “Saudari Fiolina, apakah benarFairy Tale Karaoke adalah salah satu bisnis milik keluarga Anda?”“Tidak benar. Fairy Tale adalah milik saya. Keluarga saya tidak memiliki bagian apapun dalam pembangunan dan bisnisnya,” jawab Fiolina dengan santai.“Begitu rupanya. Anda sering ke luar negeri untuk pekerjaan Anda sebagai model, seberapa sering Anda men
Kinanti mengepalkan tangannya saat melhat mantan ART nya maju ke depan, ekspresinya campur aduk antara marah sekaligus takut.Saat Kinanti hendak berdiri meninggalkan ruang sidang, Rangga menahannya, “Mau ke mana Ma?”“Eh Hm... Mama mau ke toilet dulu ya Rangga,” jawab Kinanti sedikit terbata.Rangga tersenyum lalu menarik tubuh Kinanti dengan agak kuat sehingga Kinanti terduduk di kursinya lagi, “Mama yakin mau ke toilet? Lebih baik Mama tunggu di sini. Karena kalau Mama kabur, resikonya mungkin lebih berat.”“Apa maksud kamu Rangga? Mama gak ngerti.”“Lihat itu Ma,” Rangga menunjuk ke arah seorang lelaki yang juga merupakan penonton sidang.“Itu juga,” Rangga kembali menunjuk ke arah seorang lelaki yang lain, “Dan itu. Intinya di ruangan ini banyak orang yang sebenarnya adalah orang – orangku. Di luar ruangan juga ada. Mereka akan mengawasi Mama kemanapun Mama pergi. Jadi percuma aja kalau Mama mau melarikan diri.”“Tapi... Tapi kenapa?”“Kalau Mama gak melakukan kejahatan, Mama gak
Sidang dimulai kembali dengan melanjutkan pemeriksaan Lia sebagai saksi oleh JPU. JPU hanya menanyakan beberapa hal karena sebagian besar sudah dia tanyakan sebelum sidang di skors.Hakim menanyakan apakah pihak terdakwa memiliki pendapat mengenai keterangan saksi yang dihadirkan.Julio meminta ijin hakim untuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Setelah mendapat ijin dari hakim, Julio bersiap mengajukan pertanyaannya.Lelaki kharismatik itu menatap tajam ke arah Lia dengan senyuman misterius yang tertoreh pada wajah tampannya.“Ehem,” Julio memulai, “Saudari Lia Saputri, apa benar Anda bekerja di rumah keluarga Sagara dengan gaji dua juta perbulan?”Lia sedikit mengerutkan keningnya, tidak menyangka dia akan menerima pertanyaan mengenai gajinya yang dia pikir tidak ada hubungannya dengan kasus ini, “Iya benar,” jawabnya.“Apakah Anda memiliki suami?”“Tidak, suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.”“Lalu selain Anda siapa yang turut membantu ekonomi keluarga Anda?”“Tida
“Ck ck ck mereka berdua emang paling jago buat jadi berita viral melebihi aku yang artis,” ujar Ardan saat dia asyik bermain dengan media sosialnya. “Siapa?” tanya Sharon. “Rangga dan Almara.” “Mereka masuk berita viral lagi? Kenapa emangnya? Oh, pasti karena Rangga poligami ya?” “No... Jadi di pernikahan yang harusnya dilaksanakan kemarin, polisi menangkap Nayra. Dan ternyata... Rangga yang laporin dia ke polisi. Trus satu lagi, karena Rangga dan Nayra gak jadi menikah, pestanya berubah jadi pesta anniversary Rangga dan Almara.” “What?” Sharon yang terkejut dengan penjelasan Ardan nyaris melompat dari tempat duduknya. “Iya, coba baca aja di sini, rame banget di semua media sosial,” Ardan melempar ponselnya kepada Sharon, “Kamu sih ngelarang aku dateng kemarin. Ah, tahu gitu kan aku bisa lihat live kejadiannya. Pasti seru.” “Ya mana aku tahu kalau bakal kayak gitu kejadiannya? Almara kan temenku jadi aku sebel banget sama acara pernikahan itu,” Kali ini Sharon asyik menggulir po