Setelah selesai kelas periklanan, Almara tidak ada kegiatan lain selain melanjutkan progres tugas akhirnya di Perpustakaan Kampus. Memang di semester akhir ini tanggungan kuliah Almara hanya tersisa 14 SKS saja yang mana 8 SKS untuk tugas akhir dan 6 SKS sisanya untuk kelas Periklanan dan Managemen Desain masing - masing 3 SKS.
Almara lumayan cepat mengerjakan tugas akhirnya, karena bagaimanapun Almara pernah mengerjakan tugas akhir ini dulu, dan sekarang hanya tinggal mengulang. Saat ini dia baru mengerjakan bab 2, jika dia berhasil menyetorkan bab ini ke dosen pembimbingnya tanpa revisi maka dia akan mulai mengerjakan bab selanjutnya.
Mengingat hal itu tiba - tiba hati Almara mencelos. Dia baru sadar, bahwa dulu tugas akhirnya ini lah yang membuat dia pertama kali mengenal Rangga. Tugas akhir Almara adalah mengenai perancangan metode promosi visual untuk produk perawatan kulit wanita. Dan saat itu Almara mengajukan proposal ke PT. Natura Mega Chemica untuk simulasi rancangannya. Produk perusahaan tersebut adalah Lamora Skincare dan itu adalah milik Rangga.
Almara menepuk dahinya. Kali ini dia tidak bisa melakukan apa - apa karena dosen sudah menyetujui, dan proposalnya juga sudah diterima oleh pihak Lamora. Seandainya Almara kembali ke semester 7 mungkin dia akan mencari perusahaan lain agar dirinya tidak perlu mengenal Rangga.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, dirinya bisa mengulang masa lalunya seperti ini saja sudah merupakan keberuntungan yang tak ternilai. Dirinya hanya perlu mengatur strategi agar dia tidak perlu berhubungan dengan Rangga sama sekali. Dengan begitu, Rangga tidak akan pernah jatuh cinta kepadanya.
Mungkin itu akan jadi misi keduanya. Namun sekarang dia harus fokus pada misi pertamanya dulu, yaitu memperoleh restu dari orang tua Ardan.
Menjelang pukul 5 sore, Almara merasa kelelahan dan memutuskan untuk pulang ke rumah kos saja. Dia akan beristirahat sampai sekitar jam 7 lalu menyiapkan segala sesuatu untuk pertemuannya dengan orang tua Ardan besok. Bajunya haruslah yang elegan dan terlihat berkelas walaupun tidak mahal.
***
Almara tersentak bangun dari tidurnya. Diliriknya jam pada ponselnya, sudah pukul 9 malam. Saat jam 6 malam tadi dia merasa sangat mengantuk dan berniat tidur 1 jam saja, namun tubuhnya yang kelelahan menginginkan lebih sehingga dia baru bangun pukul 9 malam.
Di ponselnya sudah ada sederet chat dari Ardan yang menanyakan Almara sedang apa, dan apakah dia sudah yakin akan menemui orang tuanya besok. Setelah membalas pesan Ardan dengan yakin, Almara segera menyiapkan baju yang dia anggap layak untuk besok.
Di deretan gantungan gaun, terdapat sebuah gaun satin hitam yang sangat anggun dan elegan. Gaun yang harganya pasti jutaan karena itu adalah rancangan Sandy Anggoro, seorang desainer terkenal. Almara ingat Ardan memberinya gaun itu seminggu sebelum ulang tahunnya. Tentu saja untuk Almara kenakan pada acara ulang taun tersebut.
Almara membelai singkat gaun itu. Almara juga ingat bahwa dulu saat mengenakan gaun indah ini, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak, tepat saat ulang tahun kekasihnya itu. Namun pada kesempatan kedua ini, Almara akan pastikan itu tidak terjadi.
Setelah hampir 5 menit mencari - cari pakaian yang cocok akhirnya Almara menemukan juga kombinasi yang menurutnya bagus. Sebuah rok lipit katun selutut berwarna abu - abu muda, atasan berbahan sifon berwarna putih yang dipadukan dengan blazer semi formal sesiku berwarna biru tosca. Tak lupa almara juga menyiapkan flatshoesnya yang juga berwarna biru tosca.
Setelah yakin pada pilihannya Almara memutuskan untuk tidur saja agar badannya cukup istirahat.
***
"Sayang, Aku udah di depan kos kamu nih," ucap Ardan saat menelepon Almara keesokan harinya jam 7 pagi. Pertemuan mereka dengan orang tua Ardan memang diatur jam 8 pagi karena kebetulan tidak ada jadwal kuliah pagi hari ini.
"Oke ini aku udah turun kok," Almara berbegas menghampiri Ardan begitu mendapat telepon dari kekasihnya itu.
Ardan cukup takjub dengan dandanan Almara yang terlihat berkelas dan anggun. Hatinya tiba - tiba menjadi lebih bersemangat dari sebelumnya. Dengan gaya sok pangeran dia membukakan pintu mobil untuk Almara.
"Silahkan Tuan Puteri," Wajah Almara menjadi bersemu menerima perlakuan romantis kekasihnya.
Walaupun bersemangat, sebetulnya Almara sangat grogi. Semakin mobil melaju dan mendekati rumah Ardan, detak jantungnya pun semakin cepat. Memang Almara optimis, namun beberapa kali pikiran buruk akan segala kemungkinan tetap saja lewat di otaknya tanpa permisi.
"Ya ampun, ini udah mau sampai ya. Sayang aku deg - deg an banget nih," Almara mengungkapkan perasaannya berharap mendapat kalimat motivasi dari Ardan.
Ardan yang melihat kekasihnya begitu grogi, berusaha menenangkan Almara sambil memegang tangannya.
Namun rasa grogi Almara justru menjadi - jadi dan membuatnya meracau kesana kemari. Ardan membiarkan saja Almara berbicara secara random, dia pikir mungkin itu cara Almara menenangkan dirinya.
Hingga akhirnya mobil Ardan pun berhenti di depan gerbang sebuah rumah mewah. Satpam yang sudah mengenali mobil Ardan dengan segera membuka pintu.
Mobil Ardan pun melaju sampai ke area parkiran. Saking besarnya rumah ini, butuh mengemudi hampir 1 menit dari gerbang menuju parkiran mobil. Almara yang sudah takjub dengan mewahnya gerbang rumah Ardan, semakin takjub saat melewati panjangnya deretan tanaman mahal yang ditanam di kanan kiri jalan utama.
"Gila ini rumah apa TMII sih. Gila gede banget, kamu tinggal di sini? Kaya banget ya Kamu. Mampuslah, kita seperti pangeran dan cinderella banget. Oh Tuhan habis lah aku, orang tuamu pasti geli lihat aku. Ya Tuhan gimana ini ... " racau Almara
Ciiit...
Akhirnya Ardan menghentikan mobilnya juga. Sebelum keluar, diraihnya tangan kanan Almara, disentuhnya pipi kiri Almara hingga Almara pun menoleh ke arahnya. Ardan tersenyum lalu mengecup kening Almara.
"Tenang ya, kita hadapi sama – sama," Almara yang masih membeku setelah menerima kecupan ringan tersebut merasa tiba - tiba tubuhnya menghangat dan lebih tenang.
"Oke," Hanya itu yang bisa Almara ucapkan. Bagaimanapun, sudah terlanjur sejauh ini, dia tidak boleh mundur, dan memang ini adalah tujuannya kembali ke masa lalu. Dia harus membangun masa depan yang jauh dari kata penyesalan.
Memasuki pintu utama, Almara akhirnya mampu menguasai dirinya. Dia berjalan dengan tenang menuju ruang tamu.
Di ruang tamu, ternyata kedua orang tua Ardan, Billy dan Melissa telah menunggu. Saat Almara dan Ardan datang, mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu namun segera berhenti saat menyadari kedatangan anak dan kekasihnya.
Almara menorehkan senyum kepada Billy dan Melissa sekalipun dia merasakan aura dingin menyelimuti mereka berempat. Melissa tidak berhenti menatap Almara sejak dia menyadari kedatangan Almara.
"Ma, Pa, ini Almara, yang aku ceritain kemarin," Ardan memperkenalkan Almara sekaligus memecahkan es di antara mereka.
"Oh ya ya, Almara, silahkan silahkan, silahkan duduk," Kali ini Billy yang merespon.
Melissa masih tetap diam. Sejauh ini Almara menduga mungkin Melissa akan lebih sulit ditakhlukkan daripada Billy.
Dan dugaan Almara itu semakin diperkuat ketika Melissa tanpa basa - basi terlebih dahulu langsung menodong Almara dengan sebuah pertanyaan begitu Almara duduk.
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju."Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu."Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin."Tentu saja saya tidak mungkin menj
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel. “Ya?” jawab Almara singkat. “Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga. Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.” “Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop. Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga. Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p
“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.