“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya.
“Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran.
Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.”
Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut.
“Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba.
Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.
Hai pembaca setiaku. Terimakasih banget kalian sudah baca novelku hingga detik ini. Dukungan kalian sangat berarti buatku. Love banget pokoknya. Oya yuk follo igku lisandi.noera . Disana aku share novel, cerpen dan karyaku yang lain. Aku tunggu di-ig ya...
“Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo
Tiga hari berlalu semenjak kecelakaan Rangga. Namun, Rangga belum juga sadarkan diri. Setiap hari Almara datang ke rumah sakit untuk menemani Fiolina. Begitu juga hari ini. Setelah kuliah berakhir, Almara menyempatkan diri datang ke rumah sakit.Saat tiba di pintu kamar Rangga, Almara mendengar lagi – lagi Rangga menyebut nama Nayra.“Seandainya bisa, Aku pasti hadirkan Nayra disini buat Kamu Rang, tapi Nayra udah gak ada,” Fiolina berkata lirih sambil menangis.“Sudah Fio, jangan menangis terus. Aku yakin sebentar lagi Rangga akan sadar. Ayo kita ke kantin dulu, kamu pasti belum makan kan?” Almara mencoba menenangkan Fiolina.Saat mereka tiba di kantin, Almara tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Fiolina, “Hm ... Fio, boleh Aku tahu siapa itu Nayra? Beberapa hari ini Rangga terus menyebut nama Nayra.”“Nayra itu cinta pert
“Woah, kalian benar – benar keterlaluan, bisa – bisanya kalian berciuman seperti itu di depan Almara,” Ardan bersandar pada kusen pintu kamar Rangga dengan satu tangannya berada di dalam saku celananya.“Ardan? Kamu disini?” Almara menghampiri Ardan. Diliriknya Rangga dan Fiolina yang ternyata sudah menghentikan ciuman mereka.“Iya, Aku mau nyusul Kamu. Aku kesepian diabaikan sama pacar kesayanganku,” ujar Ardan sambil menghampiri Almara. Tangannya meraih tangan Almara lalu menuntunnya masuk ke dalam kamar Rangga.“Syukurlah Kamu sudah sadar Rangga. Beberapa hari ini aku dicuekin pacarku karena dia mau menemani pacarmu di sini,”Disebut sebagai pacar Rangga, ada semburat rona mera di pipi Fiolina. Namun dia hanya diam dan menanti respon Rangga.“Maaf, terimakasih ya Almara karena Kamu mau menemani Fiolina disini se
“Kamu cemburu?” Rangga memicingkan matanya menatap Almara. Almara terdiam untuk sesaat. Dia menyesali sikapnya yang impulsif. Sekarang dia kebingungan harus menjawab apa. Sementara Fiolina menatapnya dengan tegang. “Iya Aku cemburu ... “ Almara menjeda kalimatnya, berpikir keras. “Aku cemburu karena sejak kalian berdua jadian, Aku jadi jarang keluar bersama Fiolina seperti dulu. Bahkan kalian menjadikan Aku obat nyamuk. Dari dulu Aku gak pernah punya saudara atau sahabat perempuan, jadi Aku seneng banget saat Fiolina mau berteman sama Aku. Maaf kalau Aku berlebihan.” Almara membuat alasan panjang lebar untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Sebenarnya dia merasa jijik bertingkah seolah – olah dia teman yang sangat posesif. Namun demi tidak memunculkan kecurigaan Rangga dan Fiolina, Almara mati – matian menahannya. “Ya Ampun, Aku minta maaf Al. Bahkan makan
Dua orang personel dari tim baseball mencoba menenangkan Rangga. Namun, Rangga masih terlihat seperti orang ketakutan dan justru mendorong mereka berdua. Almara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Saat dia hendak menghampiri Rangga, Fiolina tiba – tiba berlari dari arah luar dan mendahului Almara.“Tolong, singkirkan dulu perlengkapan kalian. Karena Pak Rangga phobia dengan tongkat baseball,” ujar Fiolina kepada para personel tim baseball.‘Apa? Rangga phobia tongkat baseball? Sejak kapan? Kenapa Aku gak pernah tahu?’ Almara bertanya – tanya dalam hatinya.Segera semua personel menyingkirkan perlengkapan mereka ke luar ruangan. Fiolina juga menginstruksikan untuk melepas jaket mereka. Setelah semua sudah aman dari atribut baseball, Rangga menjadi lebih tenang. Diteguknya segelas air yang disodorkan oleh Fiolina lalu secara perlahan dia bangkit berdiri menuju so
“Ardan? Jangan salah paham ya, Almara hanya membantu Saya memilih cincin untuk Fiolina,” ujar Rangga seketika.Ardan tersenyum lalu memalingkan pandangannya kepada Rangga, “Tentu. Aku percaya sama Almara.”“Lho, Almara disini?” ucap seorang wanita dewasa yang baru saja memasuki toko. Almara menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati bahwa wanita itu adalah Melisa.“Eh iya Tante,” jawab Almara canggung.“Kamu bilang gak akan ajak Almara Ar?”“Almara kesini bukan karena Aku aja kok Ma. Dia menemani Kak Rangga memilih cincin untuk tunangannya,” terang Ardan kepada Melisa.“Oh... Sebentar. Ini Rangga Adiputera kan? CEO PT Natura Mega Chemica?” Melisa memandang Rangga dengan sorot mata yang berbinar.“Iya benar. Wah Bu Melisa ingat dengan pengusaha kecil
Ruangan tempat Almara duduk sebenarnya cukup riuh sekalipun suasananya masih tergolong tenang. Ada barisan customer service yang masing – masing sedang bercakap dengan pelanggan mereka. Sesekali, dering telepon kantor dan ketikan keyboard komputer bersautan pertanda sibuknya aktifitas karyawan. Namun, dunia Almara mendadak sepi, hanya karena satu pesan singkat.Cukup dengan satu pesan singkat, riuh kesibukan khas kantor itu tak lagi bisa Almara rasakan, yang tersisa hanyalah kesunyian dalam otaknya. Kesunyian yang sayangnya tak bisa ia penjara agar tak keluar dari pikirannya. Kesunyian itu seakan turut menyelimuti setiap sensor panca inderanya.[Bulan depan Aku dan Rangga akan resmi jadi suami istri]Pesan itu datang bagai tikaman yang melumpuhkan jantung Almara, tenang, tak bersuara, namun mematikan.‘Secepat itu? Secepat itu aku kehilangan Rangga?’&nbs
“Yaaah ... jadwalnya harus sama banget ya? Kita jadi gak bisa saling hadir di pernikahan masing – masing dong,” Fiolina tampak menggerutu namun masih dengan semangat melahap sushinya. “Heem, gimana lagi, para orang tua sudah setuju dan gedung juga sudah kami book,” ucap Almara. Dalam hati dia merasa lega, untunglah jika dia ada alasan untuk tidak hadir di pernikahan Rangga. Mereka berempat lanjut berbincang mengenai banyak hal. Hingga waktu menunjukkan pukul empat sore, barulah mereka berpisah dan pulang dengan pasangan masing – masing. Hari itu adalah hari terakhir Almara bertemu dengan Rangga dan Fiolina sebelum pernikahannya. Hari – hari selanjutnya diisi dengan kesibukan menjelang pernikahan. Sedikit banyak, tetek bengek pernikahan mampu mengalihkan pikirannya dari Rangga. Namun, saat dia sendirian, rasa pedih masih sering muncul dalam hatinya. Yang bisa Almara lakukan hanya meni