“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel.
“Ya?” jawab Almara singkat.
“Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga.
Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.”
“Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop.
Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga.
Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk bahunya,”Almara? Almara kan?” Fiolina menyapa Almara dengan wajah terkejut.
Almara yang juga terkejut hanya bisa mengangguk dan balas tersenyum.
“Gak nyangka ya Kita bisa ketemu lagi. Kamu lagi apa di sini?” tanya Fiolina.
“Eh, Saya lagi ambil beberapa gambar untuk produk klien,” terang Almara.
“Oh ya? Kamu buka jasa fotografi?”
“Bukan Saya sih, temen Saya, Saya cuma bantu. Kebetulan Kami satu kampus dan sama – sama jadi pekerja lepas untuk proyek promosi visual. Jadi kadang kami saling bantu.”
“Oh gitu, teman kamu sekarang di mana?”
“Oh hmm... itu, dia lagi kembalikan HP seseorang yang ketinggalan,” Almara menunjuk ke arah Yoan.
“Oh jadi temen Kamu yang nemuin HP Aku ya? Itu kan Rangga, kamu inget kan? Yang katamu mirip dengan kenalanmu,” Fiolina menerangkan dengan wajah polos.
“Iya, inget kok,” Almara mengangguk.
“Oh ya, kebetulan Aku mau mulai bisnis dengan temanku. Dia seorang fashion designer. Kami mau meluncurkan sebuah brand fashion. Karena Kamu dan temanmu melayani jasa fotografi dan promosi visual, kenapa gak Kita coba kerjasama saja? Ada portofolio kan? Siapa tahu temanku suka dan dia setuju untuk pakai jasa kalian?”
“Eh iya, ada kok, Kami punya portofolio,” jawab Almara.
Fiolina mengeluarkan kartu namanya dan memberikannya kepada Almara,”Kamu bisa hubungi Aku di nomor ini. Aku bisa minta kartu namamu juga kah?”
“Iya Bisa,” Almara juga menyerahkan kartu namanya.
“Nice, nanti tolong Kamu kirim portofolio Kalian ke emailku ya. Kalau temenku suka, Aku akan hubungi Kamu lagi.”
“Oke.”
...
Empat hari kemudian, Almara mendapat pesan dari Fiolina bahwa temannya setuju untuk menggunakan jasa Yoan dan Almara untuk pemotretan produk baru mereka yang akan diluncurkan.
Yoan tidak bisa menemani Almara karena ada jadwal kuliah, jadi Almara menemui Fiolina seorang diri. Mereka berjanji bertemu di sebuah cafe. Sesampainya di lokasi, Almara mendapati Fiolina juga seorang diri tanpa temannya. Namun saat hendak menyapa, Almara melihat Fiolina seperti sedang menangis.
Saat Fiolina melihat Almara, dia cepat – cepat menghapus air matanya dan mengubah wajahnya menjadi lebih ceria. “Hai, Almara. Maaf ya temenku gak bisa datang hari ini. Jadi meeting kali ini cuma sama Aku aja.”
“Iya gak papa kok, temen Saya juga gak bisa,”
“It’s okay. O ya mungkin kamu bisa lebih santai aja kalau ngomong sama Aku.Yah, walaupun Kita baru kenal dan hubungan Kita sebatas urusan bisnis, Aku berharap Kita bisa jadi teman. Kamu mau kan jadi teman Aku?”
“Kamu beneran mau berteman sama Aku?” Almara memastikan kembali pernyataan Fiolina sebelumnya.
“Tentu,” Fiolina mengangguk dengan penuh semangat.
Almara terkesan, sejak awal Fiolina tidak pernah bersikap sombong di depannya. Padahal dia adalah seorang model terkenal dan Almara bukan siapa – siapa.
“Kalau begitu ayo kita berteman,”
“Asiik... Aku seneng deh bisa dapat temen di sini. Aku gak punya banyak temen dari kecil. Dan Aku menghabiskan sebagian besar waktuku di luar negeri. Jadi Aku gak punya temen perempuan di sini. Satu – satunya temenku cuma Rangga. Dia sahabat aku sejak kecil. Sayangnya ... “ Fiolina tertunduk dan tidak melanjutkan ceritanya.
“Sayangnya kenapa?” selidik Almara.
“Eh gak deh, nanti malah jadi curhat,”
Almara tersenyum, “Bukannya Kamu bilang Kita ini teman? Kamu suka sama Rangga kan?”
“Gimana kamu bisa tahu?” Fiolina keheranan dengan tebakan jitu Almara.
“Hmm ... feeling?”
Kali ini Fiolina yang tersenyum, “Apa terlihat jelas? Ya, Kamu benar. Aku memang suka sama dia. Mungkin, Aku cinta sama dia. Tapi, perasaanku bertepuk sebelah tangan.”
Fiolina tertunduk lagi, wajahnya murung.
“Apa Rangga itu bodoh? Gimana mungkin dia gak suka sama perempuan secantik Kamu?”
Fiolina hanya terdiam dan memperlihatkan wajah kecewa. Almara berpikir sejenak lalu berkata, “Hmm ... Apa Kamu benar – benar menginginkan Rangga? Bagaimana kalau Aku bantu Kamu untuk mendapatkan Rangga?”
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p
“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.
“Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo
Tiga hari berlalu semenjak kecelakaan Rangga. Namun, Rangga belum juga sadarkan diri. Setiap hari Almara datang ke rumah sakit untuk menemani Fiolina. Begitu juga hari ini. Setelah kuliah berakhir, Almara menyempatkan diri datang ke rumah sakit.Saat tiba di pintu kamar Rangga, Almara mendengar lagi – lagi Rangga menyebut nama Nayra.“Seandainya bisa, Aku pasti hadirkan Nayra disini buat Kamu Rang, tapi Nayra udah gak ada,” Fiolina berkata lirih sambil menangis.“Sudah Fio, jangan menangis terus. Aku yakin sebentar lagi Rangga akan sadar. Ayo kita ke kantin dulu, kamu pasti belum makan kan?” Almara mencoba menenangkan Fiolina.Saat mereka tiba di kantin, Almara tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Fiolina, “Hm ... Fio, boleh Aku tahu siapa itu Nayra? Beberapa hari ini Rangga terus menyebut nama Nayra.”“Nayra itu cinta pert
“Woah, kalian benar – benar keterlaluan, bisa – bisanya kalian berciuman seperti itu di depan Almara,” Ardan bersandar pada kusen pintu kamar Rangga dengan satu tangannya berada di dalam saku celananya.“Ardan? Kamu disini?” Almara menghampiri Ardan. Diliriknya Rangga dan Fiolina yang ternyata sudah menghentikan ciuman mereka.“Iya, Aku mau nyusul Kamu. Aku kesepian diabaikan sama pacar kesayanganku,” ujar Ardan sambil menghampiri Almara. Tangannya meraih tangan Almara lalu menuntunnya masuk ke dalam kamar Rangga.“Syukurlah Kamu sudah sadar Rangga. Beberapa hari ini aku dicuekin pacarku karena dia mau menemani pacarmu di sini,”Disebut sebagai pacar Rangga, ada semburat rona mera di pipi Fiolina. Namun dia hanya diam dan menanti respon Rangga.“Maaf, terimakasih ya Almara karena Kamu mau menemani Fiolina disini se
“Kamu cemburu?” Rangga memicingkan matanya menatap Almara. Almara terdiam untuk sesaat. Dia menyesali sikapnya yang impulsif. Sekarang dia kebingungan harus menjawab apa. Sementara Fiolina menatapnya dengan tegang. “Iya Aku cemburu ... “ Almara menjeda kalimatnya, berpikir keras. “Aku cemburu karena sejak kalian berdua jadian, Aku jadi jarang keluar bersama Fiolina seperti dulu. Bahkan kalian menjadikan Aku obat nyamuk. Dari dulu Aku gak pernah punya saudara atau sahabat perempuan, jadi Aku seneng banget saat Fiolina mau berteman sama Aku. Maaf kalau Aku berlebihan.” Almara membuat alasan panjang lebar untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Sebenarnya dia merasa jijik bertingkah seolah – olah dia teman yang sangat posesif. Namun demi tidak memunculkan kecurigaan Rangga dan Fiolina, Almara mati – matian menahannya. “Ya Ampun, Aku minta maaf Al. Bahkan makan
Dua orang personel dari tim baseball mencoba menenangkan Rangga. Namun, Rangga masih terlihat seperti orang ketakutan dan justru mendorong mereka berdua. Almara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Saat dia hendak menghampiri Rangga, Fiolina tiba – tiba berlari dari arah luar dan mendahului Almara.“Tolong, singkirkan dulu perlengkapan kalian. Karena Pak Rangga phobia dengan tongkat baseball,” ujar Fiolina kepada para personel tim baseball.‘Apa? Rangga phobia tongkat baseball? Sejak kapan? Kenapa Aku gak pernah tahu?’ Almara bertanya – tanya dalam hatinya.Segera semua personel menyingkirkan perlengkapan mereka ke luar ruangan. Fiolina juga menginstruksikan untuk melepas jaket mereka. Setelah semua sudah aman dari atribut baseball, Rangga menjadi lebih tenang. Diteguknya segelas air yang disodorkan oleh Fiolina lalu secara perlahan dia bangkit berdiri menuju so