“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel.
“Ya?” jawab Almara singkat.
“Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga.
Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.”
“Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop.
Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga.
Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk bahunya,”Almara? Almara kan?” Fiolina menyapa Almara dengan wajah terkejut.
Almara yang juga terkejut hanya bisa mengangguk dan balas tersenyum.
“Gak nyangka ya Kita bisa ketemu lagi. Kamu lagi apa di sini?” tanya Fiolina.
“Eh, Saya lagi ambil beberapa gambar untuk produk klien,” terang Almara.
“Oh ya? Kamu buka jasa fotografi?”
“Bukan Saya sih, temen Saya, Saya cuma bantu. Kebetulan Kami satu kampus dan sama – sama jadi pekerja lepas untuk proyek promosi visual. Jadi kadang kami saling bantu.”
“Oh gitu, teman kamu sekarang di mana?”
“Oh hmm... itu, dia lagi kembalikan HP seseorang yang ketinggalan,” Almara menunjuk ke arah Yoan.
“Oh jadi temen Kamu yang nemuin HP Aku ya? Itu kan Rangga, kamu inget kan? Yang katamu mirip dengan kenalanmu,” Fiolina menerangkan dengan wajah polos.
“Iya, inget kok,” Almara mengangguk.
“Oh ya, kebetulan Aku mau mulai bisnis dengan temanku. Dia seorang fashion designer. Kami mau meluncurkan sebuah brand fashion. Karena Kamu dan temanmu melayani jasa fotografi dan promosi visual, kenapa gak Kita coba kerjasama saja? Ada portofolio kan? Siapa tahu temanku suka dan dia setuju untuk pakai jasa kalian?”
“Eh iya, ada kok, Kami punya portofolio,” jawab Almara.
Fiolina mengeluarkan kartu namanya dan memberikannya kepada Almara,”Kamu bisa hubungi Aku di nomor ini. Aku bisa minta kartu namamu juga kah?”
“Iya Bisa,” Almara juga menyerahkan kartu namanya.
“Nice, nanti tolong Kamu kirim portofolio Kalian ke emailku ya. Kalau temenku suka, Aku akan hubungi Kamu lagi.”
“Oke.”
...
Empat hari kemudian, Almara mendapat pesan dari Fiolina bahwa temannya setuju untuk menggunakan jasa Yoan dan Almara untuk pemotretan produk baru mereka yang akan diluncurkan.
Yoan tidak bisa menemani Almara karena ada jadwal kuliah, jadi Almara menemui Fiolina seorang diri. Mereka berjanji bertemu di sebuah cafe. Sesampainya di lokasi, Almara mendapati Fiolina juga seorang diri tanpa temannya. Namun saat hendak menyapa, Almara melihat Fiolina seperti sedang menangis.
Saat Fiolina melihat Almara, dia cepat – cepat menghapus air matanya dan mengubah wajahnya menjadi lebih ceria. “Hai, Almara. Maaf ya temenku gak bisa datang hari ini. Jadi meeting kali ini cuma sama Aku aja.”
“Iya gak papa kok, temen Saya juga gak bisa,”
“It’s okay. O ya mungkin kamu bisa lebih santai aja kalau ngomong sama Aku.Yah, walaupun Kita baru kenal dan hubungan Kita sebatas urusan bisnis, Aku berharap Kita bisa jadi teman. Kamu mau kan jadi teman Aku?”
“Kamu beneran mau berteman sama Aku?” Almara memastikan kembali pernyataan Fiolina sebelumnya.
“Tentu,” Fiolina mengangguk dengan penuh semangat.
Almara terkesan, sejak awal Fiolina tidak pernah bersikap sombong di depannya. Padahal dia adalah seorang model terkenal dan Almara bukan siapa – siapa.
“Kalau begitu ayo kita berteman,”
“Asiik... Aku seneng deh bisa dapat temen di sini. Aku gak punya banyak temen dari kecil. Dan Aku menghabiskan sebagian besar waktuku di luar negeri. Jadi Aku gak punya temen perempuan di sini. Satu – satunya temenku cuma Rangga. Dia sahabat aku sejak kecil. Sayangnya ... “ Fiolina tertunduk dan tidak melanjutkan ceritanya.
“Sayangnya kenapa?” selidik Almara.
“Eh gak deh, nanti malah jadi curhat,”
Almara tersenyum, “Bukannya Kamu bilang Kita ini teman? Kamu suka sama Rangga kan?”
“Gimana kamu bisa tahu?” Fiolina keheranan dengan tebakan jitu Almara.
“Hmm ... feeling?”
Kali ini Fiolina yang tersenyum, “Apa terlihat jelas? Ya, Kamu benar. Aku memang suka sama dia. Mungkin, Aku cinta sama dia. Tapi, perasaanku bertepuk sebelah tangan.”
Fiolina tertunduk lagi, wajahnya murung.
“Apa Rangga itu bodoh? Gimana mungkin dia gak suka sama perempuan secantik Kamu?”
Fiolina hanya terdiam dan memperlihatkan wajah kecewa. Almara berpikir sejenak lalu berkata, “Hmm ... Apa Kamu benar – benar menginginkan Rangga? Bagaimana kalau Aku bantu Kamu untuk mendapatkan Rangga?”
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p
“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.
“Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo
Tiga hari berlalu semenjak kecelakaan Rangga. Namun, Rangga belum juga sadarkan diri. Setiap hari Almara datang ke rumah sakit untuk menemani Fiolina. Begitu juga hari ini. Setelah kuliah berakhir, Almara menyempatkan diri datang ke rumah sakit.Saat tiba di pintu kamar Rangga, Almara mendengar lagi – lagi Rangga menyebut nama Nayra.“Seandainya bisa, Aku pasti hadirkan Nayra disini buat Kamu Rang, tapi Nayra udah gak ada,” Fiolina berkata lirih sambil menangis.“Sudah Fio, jangan menangis terus. Aku yakin sebentar lagi Rangga akan sadar. Ayo kita ke kantin dulu, kamu pasti belum makan kan?” Almara mencoba menenangkan Fiolina.Saat mereka tiba di kantin, Almara tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Fiolina, “Hm ... Fio, boleh Aku tahu siapa itu Nayra? Beberapa hari ini Rangga terus menyebut nama Nayra.”“Nayra itu cinta pert
“Woah, kalian benar – benar keterlaluan, bisa – bisanya kalian berciuman seperti itu di depan Almara,” Ardan bersandar pada kusen pintu kamar Rangga dengan satu tangannya berada di dalam saku celananya.“Ardan? Kamu disini?” Almara menghampiri Ardan. Diliriknya Rangga dan Fiolina yang ternyata sudah menghentikan ciuman mereka.“Iya, Aku mau nyusul Kamu. Aku kesepian diabaikan sama pacar kesayanganku,” ujar Ardan sambil menghampiri Almara. Tangannya meraih tangan Almara lalu menuntunnya masuk ke dalam kamar Rangga.“Syukurlah Kamu sudah sadar Rangga. Beberapa hari ini aku dicuekin pacarku karena dia mau menemani pacarmu di sini,”Disebut sebagai pacar Rangga, ada semburat rona mera di pipi Fiolina. Namun dia hanya diam dan menanti respon Rangga.“Maaf, terimakasih ya Almara karena Kamu mau menemani Fiolina disini se
“Kamu cemburu?” Rangga memicingkan matanya menatap Almara. Almara terdiam untuk sesaat. Dia menyesali sikapnya yang impulsif. Sekarang dia kebingungan harus menjawab apa. Sementara Fiolina menatapnya dengan tegang. “Iya Aku cemburu ... “ Almara menjeda kalimatnya, berpikir keras. “Aku cemburu karena sejak kalian berdua jadian, Aku jadi jarang keluar bersama Fiolina seperti dulu. Bahkan kalian menjadikan Aku obat nyamuk. Dari dulu Aku gak pernah punya saudara atau sahabat perempuan, jadi Aku seneng banget saat Fiolina mau berteman sama Aku. Maaf kalau Aku berlebihan.” Almara membuat alasan panjang lebar untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Sebenarnya dia merasa jijik bertingkah seolah – olah dia teman yang sangat posesif. Namun demi tidak memunculkan kecurigaan Rangga dan Fiolina, Almara mati – matian menahannya. “Ya Ampun, Aku minta maaf Al. Bahkan makan
Dua orang personel dari tim baseball mencoba menenangkan Rangga. Namun, Rangga masih terlihat seperti orang ketakutan dan justru mendorong mereka berdua. Almara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Saat dia hendak menghampiri Rangga, Fiolina tiba – tiba berlari dari arah luar dan mendahului Almara.“Tolong, singkirkan dulu perlengkapan kalian. Karena Pak Rangga phobia dengan tongkat baseball,” ujar Fiolina kepada para personel tim baseball.‘Apa? Rangga phobia tongkat baseball? Sejak kapan? Kenapa Aku gak pernah tahu?’ Almara bertanya – tanya dalam hatinya.Segera semua personel menyingkirkan perlengkapan mereka ke luar ruangan. Fiolina juga menginstruksikan untuk melepas jaket mereka. Setelah semua sudah aman dari atribut baseball, Rangga menjadi lebih tenang. Diteguknya segelas air yang disodorkan oleh Fiolina lalu secara perlahan dia bangkit berdiri menuju so
“Gimana kabar kamu Fi? Lama banget deh gak ketemu. Seru jalan – jalan ke Eropanya?” tanya Sharon saat Fiolina baru datang dan duduk di hadapannya dan Almara. “Seru dong. Maaf ya telat, aku bangun kesiangan,” jawab Fiolina sambil merapikan make up nya. Mereka bertiga berjanji untuk bertemu di sebuah cafe setelah 2 bulan Fiolina berlibur di Eropa. “Eh Fi, jadi kamu sama sekali gak denger kabar apapun dari perkembangan kasus Nayra, Mama Kinanti dan Billy?” tanya Almara. “Iya lah. Aku kan ngelarang kalian cerita apapun soal itu selama aku healing di Eropa dan aku juga ngelarang semua orang untuk kasih tahu aku supaya aku gak terganggu sama masalah mereka lagi selama di sana,” jawab Fiolina. Memang benar, tiga bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Billy, Fiolina memutuskan untuk berjalan – jalan dan tidak mendengar kabar apa pun soal kasus itu selama dua bulan terakhir. “Emangnya ada kabar apa?” tanya Fiolina kepada Almara dan Sharon yang terlihat sedikit tegang. “Billy bunuh diri
Almara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ibu dengan ceria. Sekalipun banyak hal yang membuatnya kaget bahkan kelelahan namun dia tetap menikmati prosesnya. Dia dibantu oleh Hardian dan juga Rangga yang super semangat merawat Rama sekalipun mereka berdua banyak melakukan kesalahan konyol.Saat Rama genap berusia satu bulan, Rangga dengan antusias memiliki ide untuk merayakan. Almara bersikeras menolak, “Gak gak buat apa sih. Namanya ulang tahun itu ya setiap tahun, tunggu umur satu tahun. Lagian emangnya kamu mau merayakan setiap bulan?”“ya gak papa dong,” kekeh Rangga.“Gak usah, pemborosan. Dan gak wajar juga jadinya.”“Hm... oke oke ya udah, aku nurut bundanya Rama aja deh,” ujar Rangga.“It’s okay. Papa dulu juga terlampau semangat gitu kok waktu baru pertama kali jadi ayah pas Almara lahir hehe,” Hardian kali ini maju untuk membela Rangga karena merasakan kesamaan nasib sebagai ayah.“Tuh kan, berarti gak cuma aku,” saut Rangga.Di tengah kecerian mereka, ponsel Rangga
“Apa kabar Fi?” tanya Rangga kepada sosok mungil di hadapannya.Fiolina menyempatkan menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaan basa – basi Rangga. Hari ini, tiga hari setelah sidang pertama kasus penikaman Almara, Rangga dan Fiolina berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.“Aku dalam keadaan yang super baik,” jawab Fiolina, “Almara tahu kamu ketemu sama aku?”Rangga mengangguk, “Tahu dong.”“Dia gak masalah kita ketemu berdua? Gak cemburu?”“Aku sempat berpikir kalau dia mungkin bakal ngelarang aku ketemu berdua aja sama kamu, tapi waktu aku minta ijin ternyata dia gak keberatan. Dia bilang, dia yakin kamu orang baik jadi dia gfak khawatir.”Fiolina tertawa ringan, “Itu karena dia gak tahu aja dulu aku cinta banget sama kamu. Kalau dia tahu, dia pasti cemburu dan berpikir kalau aku mungkin berniat merebut kamu dari dia.”“Gak kok. Dia tahu.”“Kamu yang cerita?”“Sedikit detailnya iya. Tapi dia udah tahu sebelum aku cerita?”“Tahu dari mana?”“Hm... itu agak panjang dan kompleks
Billy menghilang. Sebagaimana Hardian, Melissa juga tinggal di rumah Ardan dan Sharon karena tak ingin sendirian. Hari – harinya diisi dengan tidur dan menangis. Ardan nyaris putus asa tak tahu harus bagaimana menghibur mamanya gar bangkit dari keterpurukan.Sidang Sharon terus berlanjut. Julio bahkan menghadirkan Frans dan istrinya sebagai saksi. Pengacara itu dengan brilian membalikkan keadaan, membuat Sharon terlepas dari segala tuduhan dan berganti status sebagai saksi.Sidang – sidang selanjutnya berubah menjadi Nayra dan Kinanti yang sudah menjadi terdakwa. Namun Billy masih menjadi buronan.“Mama, gimana kalau kita jalan – jalan? Kita bisa menikmati puncak atau pantai buat refreshing,” bujuk Sharon kepada mama mertuanya.“Yuk Ma, bagus tuh idenya Sharon. Sekalian kita rayain kebebasannya Sharon karena dia udah lepas dari fitnah dan bukan tahanan rumah lagi,” tambah Ardan.Melissa hanya tersenyum dan mengangguk, “Ya udah ayok besok kita jalan – jalan.”“Yey.... gitu dong Ma,” s
Kinanti bergegas keluar dari mobil begitu Hardian memarkir mobilnya di depan rumah. Sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir wanita itu sekalipun Hardian berjuta kali meminta penjelasan padanya.Almara dan Rangga yang berhenti tepat di belakang mobil Hardian menyaksikan bagaimana Kinanti keluar dari mobil dan bergegas masuk ke rumah lalu disusul Hardian yang mengikutinya dari belakang.“Ayo,” Rangga meraih tangan Almara untuk turun dari mobil setelah dia membukakan pintu.“Aku takut Rangga,” ucap Almara terbata – bata sembari menghapus air matanya sendiri.“Apa yang kamu takutin? Kan ada aku. Aku akan lindungi kamu. Mama Kinanti gak akan bisa sakitin kamu.”Almara menggeleng, “Bukan itu. Aku takut dengan kenyataan yang akan aku denger nanti. Aku terlalu gak siap.”Rangga berlutut lalu menggenggam tangan Almara, “Tapi ini harus dihadapi. Gak ada gunanya bertahan dalam keindahan tapi semuanya bohong Almara. Seperti...”“Seperti apa?”“Seperti saat dulu kamu pu
Fiolina datang bersama seorang pria muda tampan di sisinya. Dia dengan anggun berjalan ke kursi saksi. Saat melewati Rangga, dia menoleh dan menyempatkan memberikan senyuman kecil untuk lelaki itu.Julio mengernyitkan dahinya menatap Fiolina. Memang langkah wanita itu terlihat tenang dan anggun, tapi Julio merasa pakaian dan dandanannya berlebihan untuk sebuah acara sidang.Julio menghela nafas, tidak mau ambil pusing mengenai hal itu. Bagaimanapun dia paham, Fiolina adalah seorang model internasional, jadi di mana pun dia berada, dia mungkin harus mempertahankan citranya.“Ehem,” deham Julio seperti biasa memulai pertanyaan kepada Fiolina, “Saudari Fiolina, apakah benarFairy Tale Karaoke adalah salah satu bisnis milik keluarga Anda?”“Tidak benar. Fairy Tale adalah milik saya. Keluarga saya tidak memiliki bagian apapun dalam pembangunan dan bisnisnya,” jawab Fiolina dengan santai.“Begitu rupanya. Anda sering ke luar negeri untuk pekerjaan Anda sebagai model, seberapa sering Anda men
Kinanti mengepalkan tangannya saat melhat mantan ART nya maju ke depan, ekspresinya campur aduk antara marah sekaligus takut.Saat Kinanti hendak berdiri meninggalkan ruang sidang, Rangga menahannya, “Mau ke mana Ma?”“Eh Hm... Mama mau ke toilet dulu ya Rangga,” jawab Kinanti sedikit terbata.Rangga tersenyum lalu menarik tubuh Kinanti dengan agak kuat sehingga Kinanti terduduk di kursinya lagi, “Mama yakin mau ke toilet? Lebih baik Mama tunggu di sini. Karena kalau Mama kabur, resikonya mungkin lebih berat.”“Apa maksud kamu Rangga? Mama gak ngerti.”“Lihat itu Ma,” Rangga menunjuk ke arah seorang lelaki yang juga merupakan penonton sidang.“Itu juga,” Rangga kembali menunjuk ke arah seorang lelaki yang lain, “Dan itu. Intinya di ruangan ini banyak orang yang sebenarnya adalah orang – orangku. Di luar ruangan juga ada. Mereka akan mengawasi Mama kemanapun Mama pergi. Jadi percuma aja kalau Mama mau melarikan diri.”“Tapi... Tapi kenapa?”“Kalau Mama gak melakukan kejahatan, Mama gak
Sidang dimulai kembali dengan melanjutkan pemeriksaan Lia sebagai saksi oleh JPU. JPU hanya menanyakan beberapa hal karena sebagian besar sudah dia tanyakan sebelum sidang di skors.Hakim menanyakan apakah pihak terdakwa memiliki pendapat mengenai keterangan saksi yang dihadirkan.Julio meminta ijin hakim untuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Setelah mendapat ijin dari hakim, Julio bersiap mengajukan pertanyaannya.Lelaki kharismatik itu menatap tajam ke arah Lia dengan senyuman misterius yang tertoreh pada wajah tampannya.“Ehem,” Julio memulai, “Saudari Lia Saputri, apa benar Anda bekerja di rumah keluarga Sagara dengan gaji dua juta perbulan?”Lia sedikit mengerutkan keningnya, tidak menyangka dia akan menerima pertanyaan mengenai gajinya yang dia pikir tidak ada hubungannya dengan kasus ini, “Iya benar,” jawabnya.“Apakah Anda memiliki suami?”“Tidak, suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.”“Lalu selain Anda siapa yang turut membantu ekonomi keluarga Anda?”“Tida
“Ck ck ck mereka berdua emang paling jago buat jadi berita viral melebihi aku yang artis,” ujar Ardan saat dia asyik bermain dengan media sosialnya. “Siapa?” tanya Sharon. “Rangga dan Almara.” “Mereka masuk berita viral lagi? Kenapa emangnya? Oh, pasti karena Rangga poligami ya?” “No... Jadi di pernikahan yang harusnya dilaksanakan kemarin, polisi menangkap Nayra. Dan ternyata... Rangga yang laporin dia ke polisi. Trus satu lagi, karena Rangga dan Nayra gak jadi menikah, pestanya berubah jadi pesta anniversary Rangga dan Almara.” “What?” Sharon yang terkejut dengan penjelasan Ardan nyaris melompat dari tempat duduknya. “Iya, coba baca aja di sini, rame banget di semua media sosial,” Ardan melempar ponselnya kepada Sharon, “Kamu sih ngelarang aku dateng kemarin. Ah, tahu gitu kan aku bisa lihat live kejadiannya. Pasti seru.” “Ya mana aku tahu kalau bakal kayak gitu kejadiannya? Almara kan temenku jadi aku sebel banget sama acara pernikahan itu,” Kali ini Sharon asyik menggulir po