Beranda / Romansa / Dia Pemilik Hatiku / 11. Rasa Kehilangan

Share

11. Rasa Kehilangan

Penulis: Lisandi Noera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara.

Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan.

“Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya.

“Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.”

“Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu percaya aja sama Aku,” Almara mengedipkan matanya dengan nakal kepada Fiolina.

“Oke siap,” Fiolina tersenyum bahagia. “Terimakasih ya, itu kita bicarakan lagi nanti, sekarang kita bahas bisnis kita dulu.”

Hampir 3 jam Almara dan Fiolina membicarakan perihal kerjasama bisnis mereka. Pada intinya, Almara dan Yoan membantu membuat kampanye peluncuran brand fashion milik Fiolina dan temannya. Fiolina sudah menjelaskan konsep yang dia inginkan. Selanjutnya Almara akan mengembangkan ide bersama Yoan.

Setelah membicarakan urusan pekerjaan, Almara dan Fiolina mengobrol ringan sebentar sebelum memutuskan untuk pulang.

Selama perjalanan ke rumah kosnya, Almara berpikir keras bagaimana cara menjodohkan Rangga dan Fiolina. Namun bodohnya, Almara tidak bisa mengingat dan memahami apa yang membuat Rangga tertarik padanya. Almara mencoba mengingat kebiasaan Rangga, makanan kesukaannya atau hobinya, namun Almara tetap tidak ingat. Almara mulai merasa menjadi istri yang sangat buruk. Mungkin dia begitu tidak peduli kepada suaminya sehingga dia tidak bisa mengingat kebiasaannya.

Saat sedang tenggelam dalam pikirannya, ponsel Almara berdering. Dia menerima telepon dari Ardan.

“Sayang, yuk temani aku makan malam. Seharian ini Kamu super sibuk di kampus, lalu Kamu ketemu klien, sampai Kamu gak ada waktu buat Aku,” suara rajukan Ardan terdengar dari dalam ponsel.

“Oke, Kamu jemput aku di kos ya.”

“Aku sudah di depan kos Kamu,”

Almara berjalan ke jendela kamarnya yang berada di lantai dua dan melihat mobil Ardan memang sudah di depan gerbang rumah kosnya. Ardan bersandar di kap mobilnya sambil memegang setangkai mawar merah. Dia mengenakan kaos abu – abu muda dengan jaket semi parasut berwarna hijau limau yang tidak dikancingkan. Perpaduan dengan celana jins membuat penampilan Ardan terlihat casual namun romantis.

Ardan menatap ke arah jendela kamar Almara dan mendapati bahwa Almara juga sedang menatapnya. Ardan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Dia membuat bentuk hati dengan jari – jari tangannya dan mengucapkan kata ‘I Love You’ tanpa mengeluarkan suara.

Almara tersenyum. Dia merasa agak familiar dengan momen ini. Lalu dia teringat bahwa dulu Rangga pernah melakukan tindakan serupa. Saat itu Almara yang berusia 25 tahun sedang berada di rumah sakit pasca keracunan makanan. Seorang asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Almara memasak ikan buntal dengan tidak benar. Kondisi Almara saat itu sangat kritis, namun beruntung nyawanya berhasil terselamatkan.

Saat Almara sedang dilanda kebosanan karena terlalu lama menghabiskan waktu di rumah sakit, seorang perawat masuk ke kamar Almara dan memberinya sebuah bouquet bunga.

“Nona Almara, barusan ada kurir yang menitipkan bunga ini untuk Anda,” terang perawat itu.

“Oh iya Suster, terimakasih,” Almara menerima bunga itu dan melihat ada sebuah kartu ucapan di atasnya. Setelah dibuka, Almara tidak menemukan nama siapapun tertulis pada kartu itu. Dia hanya membaca sebuah pesan yang berbunyi ‘Jika Kamu bosan, coba lihat ke luar jendela’

Didorong oleh rasa penasaran, Almara berjalan menuju jendela kamarnya. Kamar Almara berada di lantai lima rumah sakit. Dari tempatnya berdiri Almara bisa melihat Rangga bersandar di kap mobilnya. Kali ini Rangga membawa Porche putih yang jarang dia gunakan. Biasanya Rangga ke kantor hanya mengendarai Audi A8 miliknya.

Rangga mengenakan kaos putih polos tanpa kerah dengan setelan jas minimalis modern berwarna abu –abu. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Saat melihat Almara menatapnya dari balik jendela, Rangga melambaikan satu tangannya sambil tersenyum manis ke arah Almara.

Rangga lalu melambaikan dan menunjuk ponselnya sendiri. Almara memahami maksud Rangga, dia meraih ponselnya lalu melihat ada pesan dari Rangga.

[Hari ini Aku sengaja membawa “kuda” putih, apa Aku sudah seperti pangeran dan cukup layak menyelamatkan Tuan Puteri dari menara?]

Almara kembali mendekati jendela, namun hanya mobil Rangga yang terlihat, sedangkan Rangga entah pergi kemana. Satu menit kemudian pintu kamar diketuk lalu Rangga melangkah masuk.

“Lho, Kamu kok bisa masuk? Ini kan di luar jam besuk,” Almara terkejut ternyata Rangga sudah sampai di kamarnya.

“Hm ... Mungkin karena rumah sakit ini adalah milikku,” Rangga dengan entengnya menjawab sambil tersenyum dan mengangkat kedua alisnya.

“Hm... Aku lupa kamu orang kaya. Jadi kamu tidak hanya punya perusahaan namun juga punya rumah sakit, mall, bandara dan lain-lain.”

“Ha Ha Ha,” Rangga terbahak mendengar pernyataan Almara. Mana mungkin dia punya bandara.

“Aku cuma punya satu perusahaan dan rumah sakit ini aja kok. Aku gak punya mall apalagi bandara,” Rangga menjelaskan dengan sabar lalu melanjutkan, ”Kamu bosan kan? Mau jalan – jalan? Kita bisa keliling taman rumah sakit ini daripada Kamu terus – terusan di kamar.”

“Oke,” Almara setuju.

Rangga mengambil kursi roda di sudut ruangan untuk Almara gunakan lalu mereka berdua keluar menuju taman rumah sakit.

“Gimana Kamu bisa tahu kalau Aku bosan?” tanya Almara dalam perjalanan menuju taman.

“Bukannya kamu sudah terima bunga dari Aku? Aku bilang kalau Kamu bosan kamu bisa melihat ke luar jendela. Dan kamu benar – benar lihat ke luar jendela, artinya kamu memang bosan. Iya kan?” terang Rangga.

“Tapi Kamu gak mencantumkan nama disitu. Gimana kalau seandainya Aku gak buru – buru melihat ke luar jendela?”

“Aku akan tunggu,” jawab Rangga

“Kalau lama?”

“Gak masalah lama, aku punya banyak waktu,”

“Kalau ternyata Aku gak pernah melihat ke luar jendela sampai Aku pulang?” Almara masih terus menanyai Rangga.

“Gak masalah. Berarti bagus karena kamu gak bosan. Aku Cuma khawatir Kamu terlalu bosan dan jadi gak semangat,” Almara akhirnya tidak bertanya lebih lanjut.

Saat mereka sampai di taman, Rangga duduk di salah satu kursi taman. Dia menggeser kursi roda Almara agar berhadapan dengan dirinya. Rangga membelai lembut rambut Almara lalu berkata, “Aku cuma mau Kamu tahu, bahwa Aku akan selalu ada buat Kamu. Saat Kamu bosan, sedih, sakit, senang, butuh teman, ataupun sedang ingin sendiri, Aku tetap ada buat Kamu.”

Almara hanya bisa tersenyum. Dulu dia melihat seorang lelaki baik seperti Rangga  mengejarnya, dan dia menerima Rangga menjadi kekasihnya hanya agar bisa cepat melupakan Ardan. Tapi hingga detik ini, dia belum juga bisa melupakan Ardan. Dalam hatinya ada kebimbangan, bisakah dia terus melanjutkan hubungannya dengan Rangga padahal hatinya untuk orang lain?

“Oya, karena Kamu bosan, gimana kalau Kita nonton pesta kembang api?”

“Tapi aku masih pasien dan belum boleh kemana- mana,” sahut Almara.

“Kalau gitu kita gak perlu kemana- mana,” Rangga memutar kursi roda Almara dan beberapa kembang api sudah mulai mewarnai langit malam itu.

Almara terkesima melihat puluhan kembang api beragam warna dan bentuk menghiasi langit malam, saat letusan kembang api sudah berakhir, Almara menoleh kepada Rangga dan berkata, “Kamu yang menyiapkan ini semua?”

“Yup,” Rangga tersenyum dengan senyum yang bisa melelehkan semua wanita normal. Dia lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam sakunya. Saat dia membuka kotak itu, tampaklah sebuah cincin yang sangat elegan dan modern. Desainnya minimalis, terdapat berlian kecil yang berkilau saat diterpa cahaya bulan.

“Almara, maukah kamu menikah denganku?”

Begitulah Rangga dulu melamar Almara. Sekalipun saat itu Almara sedang dilanda kegalauan, Almara tetap menerima lamaran Rangga dengan harapan akan semakin mudah melupakan Ardan jika dia sudah menjadi istri Rangga.

Namun saat itu adalah kesalahan dan sekarang Almara sudah kembali ke masa lalu untuk memperbaiki semuanya. Hubungannya dan Ardan tidak hancur, Rangga belum mengenalnya, semua sudah seperti yang dia harapkan. Namun entah mengapa ada kegetiran dalam hatinya saat mengingat adegan kala Rangga melamarnya. Ada rasa kehilangan yang tidak bisa Almara jelaskan.

Ponsel Almara berdering. Almara cepat – cepat mengangkatnya, Ardan masih menunggu di bawah dan dia malah melamun.

“Ya Halo, sebentar Sayang, Aku turun sekarang,” seru Almara tanpa melihat siapa yang menelepon karena dia menganggap itu pasti Ardan.

“Halo Almara? Ini Aku Fiolina. Hei, Aku mau kasih tau kamu kabar gembira, barusan Rangga telepon Aku ngajak makan malam berdua. OMG Aku excited banget, apa yang harus aku siapkan nih?”

DEG

Bab terkait

  • Dia Pemilik Hatiku   12. Bagaimana Kamu Bisa Tahu?

    DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p

  • Dia Pemilik Hatiku   13. Siapa Dia ?

    “Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.

  • Dia Pemilik Hatiku   14. Siapa Pemilik Hatiku ?

    “Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo

  • Dia Pemilik Hatiku   15. Awal Kisah Mereka

    Tiga hari berlalu semenjak kecelakaan Rangga. Namun, Rangga belum juga sadarkan diri. Setiap hari Almara datang ke rumah sakit untuk menemani Fiolina. Begitu juga hari ini. Setelah kuliah berakhir, Almara menyempatkan diri datang ke rumah sakit.Saat tiba di pintu kamar Rangga, Almara mendengar lagi – lagi Rangga menyebut nama Nayra.“Seandainya bisa, Aku pasti hadirkan Nayra disini buat Kamu Rang, tapi Nayra udah gak ada,” Fiolina berkata lirih sambil menangis.“Sudah Fio, jangan menangis terus. Aku yakin sebentar lagi Rangga akan sadar. Ayo kita ke kantin dulu, kamu pasti belum makan kan?” Almara mencoba menenangkan Fiolina.Saat mereka tiba di kantin, Almara tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Fiolina, “Hm ... Fio, boleh Aku tahu siapa itu Nayra? Beberapa hari ini Rangga terus menyebut nama Nayra.”“Nayra itu cinta pert

  • Dia Pemilik Hatiku   16. Aku Cemburu

    “Woah, kalian benar – benar keterlaluan, bisa – bisanya kalian berciuman seperti itu di depan Almara,” Ardan bersandar pada kusen pintu kamar Rangga dengan satu tangannya berada di dalam saku celananya.“Ardan? Kamu disini?” Almara menghampiri Ardan. Diliriknya Rangga dan Fiolina yang ternyata sudah menghentikan ciuman mereka.“Iya, Aku mau nyusul Kamu. Aku kesepian diabaikan sama pacar kesayanganku,” ujar Ardan sambil menghampiri Almara. Tangannya meraih tangan Almara lalu menuntunnya masuk ke dalam kamar Rangga.“Syukurlah Kamu sudah sadar Rangga. Beberapa hari ini aku dicuekin pacarku karena dia mau menemani pacarmu di sini,”Disebut sebagai pacar Rangga, ada semburat rona mera di pipi Fiolina. Namun dia hanya diam dan menanti respon Rangga.“Maaf, terimakasih ya Almara karena Kamu mau menemani Fiolina disini se

  • Dia Pemilik Hatiku   17. Kamu Straight Kan ?

    “Kamu cemburu?” Rangga memicingkan matanya menatap Almara. Almara terdiam untuk sesaat. Dia menyesali sikapnya yang impulsif. Sekarang dia kebingungan harus menjawab apa. Sementara Fiolina menatapnya dengan tegang. “Iya Aku cemburu ... “ Almara menjeda kalimatnya, berpikir keras. “Aku cemburu karena sejak kalian berdua jadian, Aku jadi jarang keluar bersama Fiolina seperti dulu. Bahkan kalian menjadikan Aku obat nyamuk. Dari dulu Aku gak pernah punya saudara atau sahabat perempuan, jadi Aku seneng banget saat Fiolina mau berteman sama Aku. Maaf kalau Aku berlebihan.” Almara membuat alasan panjang lebar untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Sebenarnya dia merasa jijik bertingkah seolah – olah dia teman yang sangat posesif. Namun demi tidak memunculkan kecurigaan Rangga dan Fiolina, Almara mati – matian menahannya. “Ya Ampun, Aku minta maaf Al. Bahkan makan

  • Dia Pemilik Hatiku   18. Dua Cincin

    Dua orang personel dari tim baseball mencoba menenangkan Rangga. Namun, Rangga masih terlihat seperti orang ketakutan dan justru mendorong mereka berdua. Almara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Saat dia hendak menghampiri Rangga, Fiolina tiba – tiba berlari dari arah luar dan mendahului Almara.“Tolong, singkirkan dulu perlengkapan kalian. Karena Pak Rangga phobia dengan tongkat baseball,” ujar Fiolina kepada para personel tim baseball.‘Apa? Rangga phobia tongkat baseball? Sejak kapan? Kenapa Aku gak pernah tahu?’ Almara bertanya – tanya dalam hatinya.Segera semua personel menyingkirkan perlengkapan mereka ke luar ruangan. Fiolina juga menginstruksikan untuk melepas jaket mereka. Setelah semua sudah aman dari atribut baseball, Rangga menjadi lebih tenang. Diteguknya segelas air yang disodorkan oleh Fiolina lalu secara perlahan dia bangkit berdiri menuju so

  • Dia Pemilik Hatiku   19. Lamaran

    “Ardan? Jangan salah paham ya, Almara hanya membantu Saya memilih cincin untuk Fiolina,” ujar Rangga seketika.Ardan tersenyum lalu memalingkan pandangannya kepada Rangga, “Tentu. Aku percaya sama Almara.”“Lho, Almara disini?” ucap seorang wanita dewasa yang baru saja memasuki toko. Almara menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati bahwa wanita itu adalah Melisa.“Eh iya Tante,” jawab Almara canggung.“Kamu bilang gak akan ajak Almara Ar?”“Almara kesini bukan karena Aku aja kok Ma. Dia menemani Kak Rangga memilih cincin untuk tunangannya,” terang Ardan kepada Melisa.“Oh... Sebentar. Ini Rangga Adiputera kan? CEO PT Natura Mega Chemica?” Melisa memandang Rangga dengan sorot mata yang berbinar.“Iya benar. Wah Bu Melisa ingat dengan pengusaha kecil

Bab terbaru

  • Dia Pemilik Hatiku   83. Epilog

    “Gimana kabar kamu Fi? Lama banget deh gak ketemu. Seru jalan – jalan ke Eropanya?” tanya Sharon saat Fiolina baru datang dan duduk di hadapannya dan Almara. “Seru dong. Maaf ya telat, aku bangun kesiangan,” jawab Fiolina sambil merapikan make up nya. Mereka bertiga berjanji untuk bertemu di sebuah cafe setelah 2 bulan Fiolina berlibur di Eropa. “Eh Fi, jadi kamu sama sekali gak denger kabar apapun dari perkembangan kasus Nayra, Mama Kinanti dan Billy?” tanya Almara. “Iya lah. Aku kan ngelarang kalian cerita apapun soal itu selama aku healing di Eropa dan aku juga ngelarang semua orang untuk kasih tahu aku supaya aku gak terganggu sama masalah mereka lagi selama di sana,” jawab Fiolina. Memang benar, tiga bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Billy, Fiolina memutuskan untuk berjalan – jalan dan tidak mendengar kabar apa pun soal kasus itu selama dua bulan terakhir. “Emangnya ada kabar apa?” tanya Fiolina kepada Almara dan Sharon yang terlihat sedikit tegang. “Billy bunuh diri

  • Dia Pemilik Hatiku   82. Lagi – lagi Pie

    Almara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ibu dengan ceria. Sekalipun banyak hal yang membuatnya kaget bahkan kelelahan namun dia tetap menikmati prosesnya. Dia dibantu oleh Hardian dan juga Rangga yang super semangat merawat Rama sekalipun mereka berdua banyak melakukan kesalahan konyol.Saat Rama genap berusia satu bulan, Rangga dengan antusias memiliki ide untuk merayakan. Almara bersikeras menolak, “Gak gak buat apa sih. Namanya ulang tahun itu ya setiap tahun, tunggu umur satu tahun. Lagian emangnya kamu mau merayakan setiap bulan?”“ya gak papa dong,” kekeh Rangga.“Gak usah, pemborosan. Dan gak wajar juga jadinya.”“Hm... oke oke ya udah, aku nurut bundanya Rama aja deh,” ujar Rangga.“It’s okay. Papa dulu juga terlampau semangat gitu kok waktu baru pertama kali jadi ayah pas Almara lahir hehe,” Hardian kali ini maju untuk membela Rangga karena merasakan kesamaan nasib sebagai ayah.“Tuh kan, berarti gak cuma aku,” saut Rangga.Di tengah kecerian mereka, ponsel Rangga

  • Dia Pemilik Hatiku   81. Ardiandra Rama Adiputra

    “Apa kabar Fi?” tanya Rangga kepada sosok mungil di hadapannya.Fiolina menyempatkan menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaan basa – basi Rangga. Hari ini, tiga hari setelah sidang pertama kasus penikaman Almara, Rangga dan Fiolina berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.“Aku dalam keadaan yang super baik,” jawab Fiolina, “Almara tahu kamu ketemu sama aku?”Rangga mengangguk, “Tahu dong.”“Dia gak masalah kita ketemu berdua? Gak cemburu?”“Aku sempat berpikir kalau dia mungkin bakal ngelarang aku ketemu berdua aja sama kamu, tapi waktu aku minta ijin ternyata dia gak keberatan. Dia bilang, dia yakin kamu orang baik jadi dia gfak khawatir.”Fiolina tertawa ringan, “Itu karena dia gak tahu aja dulu aku cinta banget sama kamu. Kalau dia tahu, dia pasti cemburu dan berpikir kalau aku mungkin berniat merebut kamu dari dia.”“Gak kok. Dia tahu.”“Kamu yang cerita?”“Sedikit detailnya iya. Tapi dia udah tahu sebelum aku cerita?”“Tahu dari mana?”“Hm... itu agak panjang dan kompleks

  • Dia Pemilik Hatiku   80. Kisah Kamila dan Kinanti

    Billy menghilang. Sebagaimana Hardian, Melissa juga tinggal di rumah Ardan dan Sharon karena tak ingin sendirian. Hari – harinya diisi dengan tidur dan menangis. Ardan nyaris putus asa tak tahu harus bagaimana menghibur mamanya gar bangkit dari keterpurukan.Sidang Sharon terus berlanjut. Julio bahkan menghadirkan Frans dan istrinya sebagai saksi. Pengacara itu dengan brilian membalikkan keadaan, membuat Sharon terlepas dari segala tuduhan dan berganti status sebagai saksi.Sidang – sidang selanjutnya berubah menjadi Nayra dan Kinanti yang sudah menjadi terdakwa. Namun Billy masih menjadi buronan.“Mama, gimana kalau kita jalan – jalan? Kita bisa menikmati puncak atau pantai buat refreshing,” bujuk Sharon kepada mama mertuanya.“Yuk Ma, bagus tuh idenya Sharon. Sekalian kita rayain kebebasannya Sharon karena dia udah lepas dari fitnah dan bukan tahanan rumah lagi,” tambah Ardan.Melissa hanya tersenyum dan mengangguk, “Ya udah ayok besok kita jalan – jalan.”“Yey.... gitu dong Ma,” s

  • Dia Pemilik Hatiku   79. Sepotong Memory

    Kinanti bergegas keluar dari mobil begitu Hardian memarkir mobilnya di depan rumah. Sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir wanita itu sekalipun Hardian berjuta kali meminta penjelasan padanya.Almara dan Rangga yang berhenti tepat di belakang mobil Hardian menyaksikan bagaimana Kinanti keluar dari mobil dan bergegas masuk ke rumah lalu disusul Hardian yang mengikutinya dari belakang.“Ayo,” Rangga meraih tangan Almara untuk turun dari mobil setelah dia membukakan pintu.“Aku takut Rangga,” ucap Almara terbata – bata sembari menghapus air matanya sendiri.“Apa yang kamu takutin? Kan ada aku. Aku akan lindungi kamu. Mama Kinanti gak akan bisa sakitin kamu.”Almara menggeleng, “Bukan itu. Aku takut dengan kenyataan yang akan aku denger nanti. Aku terlalu gak siap.”Rangga berlutut lalu menggenggam tangan Almara, “Tapi ini harus dihadapi. Gak ada gunanya bertahan dalam keindahan tapi semuanya bohong Almara. Seperti...”“Seperti apa?”“Seperti saat dulu kamu pu

  • Dia Pemilik Hatiku   78. Persidangan 4

    Fiolina datang bersama seorang pria muda tampan di sisinya. Dia dengan anggun berjalan ke kursi saksi. Saat melewati Rangga, dia menoleh dan menyempatkan memberikan senyuman kecil untuk lelaki itu.Julio mengernyitkan dahinya menatap Fiolina. Memang langkah wanita itu terlihat tenang dan anggun, tapi Julio merasa pakaian dan dandanannya berlebihan untuk sebuah acara sidang.Julio menghela nafas, tidak mau ambil pusing mengenai hal itu. Bagaimanapun dia paham, Fiolina adalah seorang model internasional, jadi di mana pun dia berada, dia mungkin harus mempertahankan citranya.“Ehem,” deham Julio seperti biasa memulai pertanyaan kepada Fiolina, “Saudari Fiolina, apakah benarFairy Tale Karaoke adalah salah satu bisnis milik keluarga Anda?”“Tidak benar. Fairy Tale adalah milik saya. Keluarga saya tidak memiliki bagian apapun dalam pembangunan dan bisnisnya,” jawab Fiolina dengan santai.“Begitu rupanya. Anda sering ke luar negeri untuk pekerjaan Anda sebagai model, seberapa sering Anda men

  • Dia Pemilik Hatiku   77. Persidangan 3

    Kinanti mengepalkan tangannya saat melhat mantan ART nya maju ke depan, ekspresinya campur aduk antara marah sekaligus takut.Saat Kinanti hendak berdiri meninggalkan ruang sidang, Rangga menahannya, “Mau ke mana Ma?”“Eh Hm... Mama mau ke toilet dulu ya Rangga,” jawab Kinanti sedikit terbata.Rangga tersenyum lalu menarik tubuh Kinanti dengan agak kuat sehingga Kinanti terduduk di kursinya lagi, “Mama yakin mau ke toilet? Lebih baik Mama tunggu di sini. Karena kalau Mama kabur, resikonya mungkin lebih berat.”“Apa maksud kamu Rangga? Mama gak ngerti.”“Lihat itu Ma,” Rangga menunjuk ke arah seorang lelaki yang juga merupakan penonton sidang.“Itu juga,” Rangga kembali menunjuk ke arah seorang lelaki yang lain, “Dan itu. Intinya di ruangan ini banyak orang yang sebenarnya adalah orang – orangku. Di luar ruangan juga ada. Mereka akan mengawasi Mama kemanapun Mama pergi. Jadi percuma aja kalau Mama mau melarikan diri.”“Tapi... Tapi kenapa?”“Kalau Mama gak melakukan kejahatan, Mama gak

  • Dia Pemilik Hatiku   76. Persidangan 2

    Sidang dimulai kembali dengan melanjutkan pemeriksaan Lia sebagai saksi oleh JPU. JPU hanya menanyakan beberapa hal karena sebagian besar sudah dia tanyakan sebelum sidang di skors.Hakim menanyakan apakah pihak terdakwa memiliki pendapat mengenai keterangan saksi yang dihadirkan.Julio meminta ijin hakim untuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Setelah mendapat ijin dari hakim, Julio bersiap mengajukan pertanyaannya.Lelaki kharismatik itu menatap tajam ke arah Lia dengan senyuman misterius yang tertoreh pada wajah tampannya.“Ehem,” Julio memulai, “Saudari Lia Saputri, apa benar Anda bekerja di rumah keluarga Sagara dengan gaji dua juta perbulan?”Lia sedikit mengerutkan keningnya, tidak menyangka dia akan menerima pertanyaan mengenai gajinya yang dia pikir tidak ada hubungannya dengan kasus ini, “Iya benar,” jawabnya.“Apakah Anda memiliki suami?”“Tidak, suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.”“Lalu selain Anda siapa yang turut membantu ekonomi keluarga Anda?”“Tida

  • Dia Pemilik Hatiku   75. Persidangan

    “Ck ck ck mereka berdua emang paling jago buat jadi berita viral melebihi aku yang artis,” ujar Ardan saat dia asyik bermain dengan media sosialnya. “Siapa?” tanya Sharon. “Rangga dan Almara.” “Mereka masuk berita viral lagi? Kenapa emangnya? Oh, pasti karena Rangga poligami ya?” “No... Jadi di pernikahan yang harusnya dilaksanakan kemarin, polisi menangkap Nayra. Dan ternyata... Rangga yang laporin dia ke polisi. Trus satu lagi, karena Rangga dan Nayra gak jadi menikah, pestanya berubah jadi pesta anniversary Rangga dan Almara.” “What?” Sharon yang terkejut dengan penjelasan Ardan nyaris melompat dari tempat duduknya. “Iya, coba baca aja di sini, rame banget di semua media sosial,” Ardan melempar ponselnya kepada Sharon, “Kamu sih ngelarang aku dateng kemarin. Ah, tahu gitu kan aku bisa lihat live kejadiannya. Pasti seru.” “Ya mana aku tahu kalau bakal kayak gitu kejadiannya? Almara kan temenku jadi aku sebel banget sama acara pernikahan itu,” Kali ini Sharon asyik menggulir po

DMCA.com Protection Status