"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"
Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.
Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju.
"Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.
Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu.
"Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin.
"Tentu saja saya tidak mungkin menjawab bahwa saya tidak pantas. Saya rasa kriteria pantas tersebut hanya Om dan Tante yang bisa memutuskan."
"Apa yang ingin kamu katakan Almara?" Akhirnya Billy bersuara juga, dia begitu penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Almara.
Almara tersenyum kecil, "Saya tahu Om dan Tante ingin menjodohkan Ardan dengan Sharon. Saya juga tahu latar belakang keluarga Sharon. Jika maksud om dan tante tentang kepantasan adalah mengenai latar belakang keluarga saya, maka tentu saja keluarga saya tidak ada apa - apa nya dengan keluarga Sharon."
"Keluarga saya biasa saja. Bahkan saat akan masuk kuliah, orang tua saya tidak memiliki biaya yang cukup sehingga saya harus mencari beasiswa jika tetap ingin kuliah. Sehari - hari selain kuliah, saya mempunyai pekerjaan tambahan sebagai video editor freelance. Penghasilannya saya pergunakan untuk membiayai keperluan kuliah yang tidak ditanggung oleh beasiswa."
Ada jeda singkat pada penjelasan Almara. Selang 5 detik, dia melanjutkan, "Karena itulah saya bekerja keras untuk pendidikan saya, karena saya tidak mendapatkannya dengan mudah. Kemampuan akademik dan prestasi saya lumayan baik, saya rasa saya bisa mengimbangi keluarga Gunardi."
Almara tersenyum tipis, "Selebihnya, saya hanyalah perempuan yang mencintai anak Om dan Tante. Latar belakang keluarga saya adalah sesuatu yang tidak bisa saya ubah, tapi untuk hal lain silahkan Om dan Tante katakan apa yang perlu saya lakukan untuk membuat saya layak menjadi pendamping Ardan."
Seketika rasa hangat merayap pada hati Ardan. Ah wanitanya yang amat dia cintai ini, dia tidak menyangka Almara bisa memberi jawaban seperti itu.
Melissa tersenyum. Namun senyumnya kali ini lebih hangat daripada senyum kaku saat Almara baru datang. Masih dengan tersenyum, Melissa menoleh kepada Billy.
"HA HA HA ...” Tidak disangka Billy justru tertawa lepas. Almara masih keheranan kenapa Ayah dari kekasihnya itu tiba - tiba tertawa lepas seperti itu. Almara mulai khawatir apakah dia mengatakan sesuatu yang konyol sebelumnya. Namun ketika Melissa dan Ardan tiba - tiba juga tertawa terbahak - bahak, kekhawatiran Almara berubah menjadi kebingungan.
"Kamu serius sekali Almara, tapi saya setuju dengan Ardan, kamu memang cerdas dan bisa menguasai diri sekalipun dalam posisi yang menyudutkan. Ha ha ha," Billy menyesap teh dari cangkir yang ada di hadapannya setelah mengeluarkan kata - kata yang semakin membuat Almara bingung.
Gimana akting mama barusan Ardan? Apa mama sudah pantas ikut casting?" Kali ini Melissa yang berbicara sambil tertawa.
"Bagus banget Ma, ngeri - ngeri sedap," Ardan memuji mamanya sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Ini ... sebenarnya apa yang terjadi?" Almara akhirnya tidak tahan untuk bertanya.
"Almara, maafkan tante ya, ini murni idenya Om Billy dan Ardan lho. Tante cuma ngikut aja. Kami sengaja nge-prank kamu seolah - olah kami calon mertua yang dingin. Ardan dan papanya bertaruh apa kamu akan menangis dan terintimidasi atau tidak," Melissa kemudian menjelaskan karena iba dengan Almara yang masih terlihat kebingungan.
Apa? Jadi tadi itu semuanya cuma akting. Almara masih bingung harus merasa sebal atau bersyukur.
"Jadi, kamu cinta banget ya sama aku uuuchh ... Terus kamu mau melakukan apa saja supaya dianggap layak menjadi pendampingku," Ardan menggoda Almara sambil menyentuh dadanya sendiri dengan manja, berlagak terharu dengan perkataan Almara tadi.
Almara yang sudah sangat malu malah mencubit perut Ardan dengan keras. "Apaan sih, aku malu banget lho," bisik Almara kepada Ardan, namun cukup keras untuk bisa didengar Melissa dan Billy.
"Yang jelas, sebenarnya kami sudah merestui hubungan kalian. Bahkan sebetulnya saya sudah tahu kalau Ardan sudah memiliki gadis yang dia cintai, saya hanya menunggu Ardan memperkenalkan sendiri pilihannya," Billy menjelaskan kepada Almara dan lagi - lagi sambil menyesap tehnya.
"Soal Sharon, yaaah... memang sudah ada pembicaraan antara kami dengan orang tua Sharon. Tapi saya belum memberi kepastian, saya hanya mengatakan jika Ardan setuju tentu akan kami tetapkan perjodohan tersebut, namun jika Ardan punya pilihan sendiri, saya tidak mau memaksa anak saya," lanjut Billy.
"Kemarin tiba - tiba Ardan mengajak kami bicara serius. Kebetulan, kami juga sudah berencana untuk bicara dengan Ardan mengenai ulang tahunnya nanti malam. Tadinya kami bermaksud menyetujui rencana perjodohan dengan keluarga Sharon dan mengumumkannya nanti malam saat pesta ulang tahun Ardan. Kami mau meminta persetujuan Ardan, eh ternyata dia malah bahas tentang kamu Almara," Melissa menceritakan kejadian satu hari sebelumnya.
"Bagi kami kebahagian Ardan yang utama. Dan kami juga tahu kamu perempuan baik - baik. Jadi yaaa kenapa tidak. Kalau kalian serius tidak usahlah berpacaran lama - lama. Langsung nikah saja begitu lulus kuliah. Bagaimana?"
Tawaran Billy membuat Almara menegang. Benarkah semudah ini ? Ternyata orang tua Ardan tidak seperti keluarga konglomerat yang sering dia baca di novel dan dia lihat di drama korea. Almara benar - benar merasa bodoh dulu telah meninggalkan Ardan hanya karena ketakutannya yang tidak berdasar.
"Almara mungkin belum siap dengan pembicaraan mengenai pernikahan Pa. Beri kami waktu untuk nanti membicarakannya berdua saja," Ardan menjawab Billy karena melihat Almara yang sepertinya bingung dan tidak siap dengan pertanyaan Billy.
Pembicaraan selanjutnya pun menjadi semakin ringan dan akrab. Almara tidak menduga bahwa jalannya ternyata begitu mulus. Seolah seluruh alam telah mendukungnya. Bahkan dia sempat mendapat kejutan manis dari Ardan dan orang tuanya. Ya kejutan yang awalnya membuat dia senam jantung karena merasa disidang namun ternyata berakhir manis dengan restu yang ada di tangan. Almara bahkan mendapat tawaran untuk segera menikah dengan Ardan. Misi pertamanya berjalan dengan sukses.
Tidak terasa sudah 3 jam mereka bicara kesana kemari. Almara ada kuliah siang ini sehingga dia harus pamit untuk pulang terlebih dahulu.
Sore harinya, Almara pulang dari kampus dengan berjalan kaki. Hatinya ringan dan ceria. Sesampainya di kamar kos dia menyiapkan pakaian dan aksesori untuk acara ulang tahun Ardan nanti malam. Dilihatnya gaun hitam pemberian Ardan, hatinya berbunga - bunga, ah, kali ini dia akan mengenakan gaun ini dengan perasaan bahagia. Almara jadi semakin bersyukur ada keajaiban dalam hidupnya, seperti dalam dongeng, dia kembali ke masa lalu dan memperbaiki semuanya.
***
Lantunan musik klasik yang dimainkan grup orkestra malam ini sudah pernah Almara dengar 7 tahun yang lalu, namun kali ini suasana agak berbeda. Jika dulu di tanggal yang sama dan tempat yang sama, hubungannya dengan Ardan berakhir begitu saja, kali ini keadaan berbeda 180 derajat.
Almara berdiri menikmati dekorasi gedung, mendengarkan indahnya lantunan musik klasik dan sesekali mencicipi makanan manis yang terhidang sambil menunggu Ardan datang. Dulu dia tidak bisa menikmati ini semua karena pikirannya sudah terlanjur kalut, betapa ruginya.
Almara berjalan mengelilingi ruangan, melihat - lihat barangkali ada teman yang dia kenal untuk diajak mengobrol. Di sisi sebelah kiri ruangan akhirnya dia melihat teman kuliahnya berkumpul dan saling bicara. Ketika dia hendak menghampiri mereka, mata Almara melotot melihat siapa yang baru saja datang memasuki ruangan.
Seorang lelaki tampan dengan setelan jas yang terlihat mahal dan elegan masuk dengan menggandeng seorang wanita cantik. Wanita berwajah oriental itu mengenakan gaun malam terusan berwarna merah cerah, menjuntai hingga ke mata kakinya, perhiasan yang dia kenakan sangat sederhana namun mampu memancarkan aura keanggunan yang alami.
Almara mulai mendengar bisik - bisik dari orang - orang yang juga terpukau melihat kedatangan dua pasangan yang bak malaikat itu. Semua orang di ruangan sepertinya mengenal wanita itu, termasuk Almara. Dia adalah Fiolina Chow, seorang model papan atas yang baru saja mewakili indonesia memenangkan kompetisi Asian Next Top Model. Wajahnya pun sudah beberapa kali muncul di layar kaca sebagai bintang iklan produk terkenal.
Namun bukan kehadiran wanita itu yang paling membuat Almara syok. Keluarga Ardan memang terpandang, jadi selain sesama pengusaha, ada juga beberapa model, artis, dan pejabat sebagai tamu undangan. Namun lelaki yang menjadi pasangan si model papan atas benar – benar membuat Almara terpaku.
Walaupun seisi ruangan masih tidak mengenal siapa lelaki beruntung yang menjadi pasangan seorang Fiolina Chow pada pesta kali ini, Almara justru sangat mengenalnya. Dia adalah Rangga Adiputera.
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel. “Ya?” jawab Almara singkat. “Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga. Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.” “Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop. Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga. Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p
“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.
“Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo
“Gimana kabar kamu Fi? Lama banget deh gak ketemu. Seru jalan – jalan ke Eropanya?” tanya Sharon saat Fiolina baru datang dan duduk di hadapannya dan Almara. “Seru dong. Maaf ya telat, aku bangun kesiangan,” jawab Fiolina sambil merapikan make up nya. Mereka bertiga berjanji untuk bertemu di sebuah cafe setelah 2 bulan Fiolina berlibur di Eropa. “Eh Fi, jadi kamu sama sekali gak denger kabar apapun dari perkembangan kasus Nayra, Mama Kinanti dan Billy?” tanya Almara. “Iya lah. Aku kan ngelarang kalian cerita apapun soal itu selama aku healing di Eropa dan aku juga ngelarang semua orang untuk kasih tahu aku supaya aku gak terganggu sama masalah mereka lagi selama di sana,” jawab Fiolina. Memang benar, tiga bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Billy, Fiolina memutuskan untuk berjalan – jalan dan tidak mendengar kabar apa pun soal kasus itu selama dua bulan terakhir. “Emangnya ada kabar apa?” tanya Fiolina kepada Almara dan Sharon yang terlihat sedikit tegang. “Billy bunuh diri
Almara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ibu dengan ceria. Sekalipun banyak hal yang membuatnya kaget bahkan kelelahan namun dia tetap menikmati prosesnya. Dia dibantu oleh Hardian dan juga Rangga yang super semangat merawat Rama sekalipun mereka berdua banyak melakukan kesalahan konyol.Saat Rama genap berusia satu bulan, Rangga dengan antusias memiliki ide untuk merayakan. Almara bersikeras menolak, “Gak gak buat apa sih. Namanya ulang tahun itu ya setiap tahun, tunggu umur satu tahun. Lagian emangnya kamu mau merayakan setiap bulan?”“ya gak papa dong,” kekeh Rangga.“Gak usah, pemborosan. Dan gak wajar juga jadinya.”“Hm... oke oke ya udah, aku nurut bundanya Rama aja deh,” ujar Rangga.“It’s okay. Papa dulu juga terlampau semangat gitu kok waktu baru pertama kali jadi ayah pas Almara lahir hehe,” Hardian kali ini maju untuk membela Rangga karena merasakan kesamaan nasib sebagai ayah.“Tuh kan, berarti gak cuma aku,” saut Rangga.Di tengah kecerian mereka, ponsel Rangga
“Apa kabar Fi?” tanya Rangga kepada sosok mungil di hadapannya.Fiolina menyempatkan menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaan basa – basi Rangga. Hari ini, tiga hari setelah sidang pertama kasus penikaman Almara, Rangga dan Fiolina berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.“Aku dalam keadaan yang super baik,” jawab Fiolina, “Almara tahu kamu ketemu sama aku?”Rangga mengangguk, “Tahu dong.”“Dia gak masalah kita ketemu berdua? Gak cemburu?”“Aku sempat berpikir kalau dia mungkin bakal ngelarang aku ketemu berdua aja sama kamu, tapi waktu aku minta ijin ternyata dia gak keberatan. Dia bilang, dia yakin kamu orang baik jadi dia gfak khawatir.”Fiolina tertawa ringan, “Itu karena dia gak tahu aja dulu aku cinta banget sama kamu. Kalau dia tahu, dia pasti cemburu dan berpikir kalau aku mungkin berniat merebut kamu dari dia.”“Gak kok. Dia tahu.”“Kamu yang cerita?”“Sedikit detailnya iya. Tapi dia udah tahu sebelum aku cerita?”“Tahu dari mana?”“Hm... itu agak panjang dan kompleks
Billy menghilang. Sebagaimana Hardian, Melissa juga tinggal di rumah Ardan dan Sharon karena tak ingin sendirian. Hari – harinya diisi dengan tidur dan menangis. Ardan nyaris putus asa tak tahu harus bagaimana menghibur mamanya gar bangkit dari keterpurukan.Sidang Sharon terus berlanjut. Julio bahkan menghadirkan Frans dan istrinya sebagai saksi. Pengacara itu dengan brilian membalikkan keadaan, membuat Sharon terlepas dari segala tuduhan dan berganti status sebagai saksi.Sidang – sidang selanjutnya berubah menjadi Nayra dan Kinanti yang sudah menjadi terdakwa. Namun Billy masih menjadi buronan.“Mama, gimana kalau kita jalan – jalan? Kita bisa menikmati puncak atau pantai buat refreshing,” bujuk Sharon kepada mama mertuanya.“Yuk Ma, bagus tuh idenya Sharon. Sekalian kita rayain kebebasannya Sharon karena dia udah lepas dari fitnah dan bukan tahanan rumah lagi,” tambah Ardan.Melissa hanya tersenyum dan mengangguk, “Ya udah ayok besok kita jalan – jalan.”“Yey.... gitu dong Ma,” s
Kinanti bergegas keluar dari mobil begitu Hardian memarkir mobilnya di depan rumah. Sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir wanita itu sekalipun Hardian berjuta kali meminta penjelasan padanya.Almara dan Rangga yang berhenti tepat di belakang mobil Hardian menyaksikan bagaimana Kinanti keluar dari mobil dan bergegas masuk ke rumah lalu disusul Hardian yang mengikutinya dari belakang.“Ayo,” Rangga meraih tangan Almara untuk turun dari mobil setelah dia membukakan pintu.“Aku takut Rangga,” ucap Almara terbata – bata sembari menghapus air matanya sendiri.“Apa yang kamu takutin? Kan ada aku. Aku akan lindungi kamu. Mama Kinanti gak akan bisa sakitin kamu.”Almara menggeleng, “Bukan itu. Aku takut dengan kenyataan yang akan aku denger nanti. Aku terlalu gak siap.”Rangga berlutut lalu menggenggam tangan Almara, “Tapi ini harus dihadapi. Gak ada gunanya bertahan dalam keindahan tapi semuanya bohong Almara. Seperti...”“Seperti apa?”“Seperti saat dulu kamu pu
Fiolina datang bersama seorang pria muda tampan di sisinya. Dia dengan anggun berjalan ke kursi saksi. Saat melewati Rangga, dia menoleh dan menyempatkan memberikan senyuman kecil untuk lelaki itu.Julio mengernyitkan dahinya menatap Fiolina. Memang langkah wanita itu terlihat tenang dan anggun, tapi Julio merasa pakaian dan dandanannya berlebihan untuk sebuah acara sidang.Julio menghela nafas, tidak mau ambil pusing mengenai hal itu. Bagaimanapun dia paham, Fiolina adalah seorang model internasional, jadi di mana pun dia berada, dia mungkin harus mempertahankan citranya.“Ehem,” deham Julio seperti biasa memulai pertanyaan kepada Fiolina, “Saudari Fiolina, apakah benarFairy Tale Karaoke adalah salah satu bisnis milik keluarga Anda?”“Tidak benar. Fairy Tale adalah milik saya. Keluarga saya tidak memiliki bagian apapun dalam pembangunan dan bisnisnya,” jawab Fiolina dengan santai.“Begitu rupanya. Anda sering ke luar negeri untuk pekerjaan Anda sebagai model, seberapa sering Anda men
Kinanti mengepalkan tangannya saat melhat mantan ART nya maju ke depan, ekspresinya campur aduk antara marah sekaligus takut.Saat Kinanti hendak berdiri meninggalkan ruang sidang, Rangga menahannya, “Mau ke mana Ma?”“Eh Hm... Mama mau ke toilet dulu ya Rangga,” jawab Kinanti sedikit terbata.Rangga tersenyum lalu menarik tubuh Kinanti dengan agak kuat sehingga Kinanti terduduk di kursinya lagi, “Mama yakin mau ke toilet? Lebih baik Mama tunggu di sini. Karena kalau Mama kabur, resikonya mungkin lebih berat.”“Apa maksud kamu Rangga? Mama gak ngerti.”“Lihat itu Ma,” Rangga menunjuk ke arah seorang lelaki yang juga merupakan penonton sidang.“Itu juga,” Rangga kembali menunjuk ke arah seorang lelaki yang lain, “Dan itu. Intinya di ruangan ini banyak orang yang sebenarnya adalah orang – orangku. Di luar ruangan juga ada. Mereka akan mengawasi Mama kemanapun Mama pergi. Jadi percuma aja kalau Mama mau melarikan diri.”“Tapi... Tapi kenapa?”“Kalau Mama gak melakukan kejahatan, Mama gak
Sidang dimulai kembali dengan melanjutkan pemeriksaan Lia sebagai saksi oleh JPU. JPU hanya menanyakan beberapa hal karena sebagian besar sudah dia tanyakan sebelum sidang di skors.Hakim menanyakan apakah pihak terdakwa memiliki pendapat mengenai keterangan saksi yang dihadirkan.Julio meminta ijin hakim untuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Setelah mendapat ijin dari hakim, Julio bersiap mengajukan pertanyaannya.Lelaki kharismatik itu menatap tajam ke arah Lia dengan senyuman misterius yang tertoreh pada wajah tampannya.“Ehem,” Julio memulai, “Saudari Lia Saputri, apa benar Anda bekerja di rumah keluarga Sagara dengan gaji dua juta perbulan?”Lia sedikit mengerutkan keningnya, tidak menyangka dia akan menerima pertanyaan mengenai gajinya yang dia pikir tidak ada hubungannya dengan kasus ini, “Iya benar,” jawabnya.“Apakah Anda memiliki suami?”“Tidak, suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.”“Lalu selain Anda siapa yang turut membantu ekonomi keluarga Anda?”“Tida
“Ck ck ck mereka berdua emang paling jago buat jadi berita viral melebihi aku yang artis,” ujar Ardan saat dia asyik bermain dengan media sosialnya. “Siapa?” tanya Sharon. “Rangga dan Almara.” “Mereka masuk berita viral lagi? Kenapa emangnya? Oh, pasti karena Rangga poligami ya?” “No... Jadi di pernikahan yang harusnya dilaksanakan kemarin, polisi menangkap Nayra. Dan ternyata... Rangga yang laporin dia ke polisi. Trus satu lagi, karena Rangga dan Nayra gak jadi menikah, pestanya berubah jadi pesta anniversary Rangga dan Almara.” “What?” Sharon yang terkejut dengan penjelasan Ardan nyaris melompat dari tempat duduknya. “Iya, coba baca aja di sini, rame banget di semua media sosial,” Ardan melempar ponselnya kepada Sharon, “Kamu sih ngelarang aku dateng kemarin. Ah, tahu gitu kan aku bisa lihat live kejadiannya. Pasti seru.” “Ya mana aku tahu kalau bakal kayak gitu kejadiannya? Almara kan temenku jadi aku sebel banget sama acara pernikahan itu,” Kali ini Sharon asyik menggulir po