"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"
Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.
Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju.
"Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.
Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu.
"Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin.
"Tentu saja saya tidak mungkin menjawab bahwa saya tidak pantas. Saya rasa kriteria pantas tersebut hanya Om dan Tante yang bisa memutuskan."
"Apa yang ingin kamu katakan Almara?" Akhirnya Billy bersuara juga, dia begitu penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Almara.
Almara tersenyum kecil, "Saya tahu Om dan Tante ingin menjodohkan Ardan dengan Sharon. Saya juga tahu latar belakang keluarga Sharon. Jika maksud om dan tante tentang kepantasan adalah mengenai latar belakang keluarga saya, maka tentu saja keluarga saya tidak ada apa - apa nya dengan keluarga Sharon."
"Keluarga saya biasa saja. Bahkan saat akan masuk kuliah, orang tua saya tidak memiliki biaya yang cukup sehingga saya harus mencari beasiswa jika tetap ingin kuliah. Sehari - hari selain kuliah, saya mempunyai pekerjaan tambahan sebagai video editor freelance. Penghasilannya saya pergunakan untuk membiayai keperluan kuliah yang tidak ditanggung oleh beasiswa."
Ada jeda singkat pada penjelasan Almara. Selang 5 detik, dia melanjutkan, "Karena itulah saya bekerja keras untuk pendidikan saya, karena saya tidak mendapatkannya dengan mudah. Kemampuan akademik dan prestasi saya lumayan baik, saya rasa saya bisa mengimbangi keluarga Gunardi."
Almara tersenyum tipis, "Selebihnya, saya hanyalah perempuan yang mencintai anak Om dan Tante. Latar belakang keluarga saya adalah sesuatu yang tidak bisa saya ubah, tapi untuk hal lain silahkan Om dan Tante katakan apa yang perlu saya lakukan untuk membuat saya layak menjadi pendamping Ardan."
Seketika rasa hangat merayap pada hati Ardan. Ah wanitanya yang amat dia cintai ini, dia tidak menyangka Almara bisa memberi jawaban seperti itu.
Melissa tersenyum. Namun senyumnya kali ini lebih hangat daripada senyum kaku saat Almara baru datang. Masih dengan tersenyum, Melissa menoleh kepada Billy.
"HA HA HA ...” Tidak disangka Billy justru tertawa lepas. Almara masih keheranan kenapa Ayah dari kekasihnya itu tiba - tiba tertawa lepas seperti itu. Almara mulai khawatir apakah dia mengatakan sesuatu yang konyol sebelumnya. Namun ketika Melissa dan Ardan tiba - tiba juga tertawa terbahak - bahak, kekhawatiran Almara berubah menjadi kebingungan.
"Kamu serius sekali Almara, tapi saya setuju dengan Ardan, kamu memang cerdas dan bisa menguasai diri sekalipun dalam posisi yang menyudutkan. Ha ha ha," Billy menyesap teh dari cangkir yang ada di hadapannya setelah mengeluarkan kata - kata yang semakin membuat Almara bingung.
Gimana akting mama barusan Ardan? Apa mama sudah pantas ikut casting?" Kali ini Melissa yang berbicara sambil tertawa.
"Bagus banget Ma, ngeri - ngeri sedap," Ardan memuji mamanya sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Ini ... sebenarnya apa yang terjadi?" Almara akhirnya tidak tahan untuk bertanya.
"Almara, maafkan tante ya, ini murni idenya Om Billy dan Ardan lho. Tante cuma ngikut aja. Kami sengaja nge-prank kamu seolah - olah kami calon mertua yang dingin. Ardan dan papanya bertaruh apa kamu akan menangis dan terintimidasi atau tidak," Melissa kemudian menjelaskan karena iba dengan Almara yang masih terlihat kebingungan.
Apa? Jadi tadi itu semuanya cuma akting. Almara masih bingung harus merasa sebal atau bersyukur.
"Jadi, kamu cinta banget ya sama aku uuuchh ... Terus kamu mau melakukan apa saja supaya dianggap layak menjadi pendampingku," Ardan menggoda Almara sambil menyentuh dadanya sendiri dengan manja, berlagak terharu dengan perkataan Almara tadi.
Almara yang sudah sangat malu malah mencubit perut Ardan dengan keras. "Apaan sih, aku malu banget lho," bisik Almara kepada Ardan, namun cukup keras untuk bisa didengar Melissa dan Billy.
"Yang jelas, sebenarnya kami sudah merestui hubungan kalian. Bahkan sebetulnya saya sudah tahu kalau Ardan sudah memiliki gadis yang dia cintai, saya hanya menunggu Ardan memperkenalkan sendiri pilihannya," Billy menjelaskan kepada Almara dan lagi - lagi sambil menyesap tehnya.
"Soal Sharon, yaaah... memang sudah ada pembicaraan antara kami dengan orang tua Sharon. Tapi saya belum memberi kepastian, saya hanya mengatakan jika Ardan setuju tentu akan kami tetapkan perjodohan tersebut, namun jika Ardan punya pilihan sendiri, saya tidak mau memaksa anak saya," lanjut Billy.
"Kemarin tiba - tiba Ardan mengajak kami bicara serius. Kebetulan, kami juga sudah berencana untuk bicara dengan Ardan mengenai ulang tahunnya nanti malam. Tadinya kami bermaksud menyetujui rencana perjodohan dengan keluarga Sharon dan mengumumkannya nanti malam saat pesta ulang tahun Ardan. Kami mau meminta persetujuan Ardan, eh ternyata dia malah bahas tentang kamu Almara," Melissa menceritakan kejadian satu hari sebelumnya.
"Bagi kami kebahagian Ardan yang utama. Dan kami juga tahu kamu perempuan baik - baik. Jadi yaaa kenapa tidak. Kalau kalian serius tidak usahlah berpacaran lama - lama. Langsung nikah saja begitu lulus kuliah. Bagaimana?"
Tawaran Billy membuat Almara menegang. Benarkah semudah ini ? Ternyata orang tua Ardan tidak seperti keluarga konglomerat yang sering dia baca di novel dan dia lihat di drama korea. Almara benar - benar merasa bodoh dulu telah meninggalkan Ardan hanya karena ketakutannya yang tidak berdasar.
"Almara mungkin belum siap dengan pembicaraan mengenai pernikahan Pa. Beri kami waktu untuk nanti membicarakannya berdua saja," Ardan menjawab Billy karena melihat Almara yang sepertinya bingung dan tidak siap dengan pertanyaan Billy.
Pembicaraan selanjutnya pun menjadi semakin ringan dan akrab. Almara tidak menduga bahwa jalannya ternyata begitu mulus. Seolah seluruh alam telah mendukungnya. Bahkan dia sempat mendapat kejutan manis dari Ardan dan orang tuanya. Ya kejutan yang awalnya membuat dia senam jantung karena merasa disidang namun ternyata berakhir manis dengan restu yang ada di tangan. Almara bahkan mendapat tawaran untuk segera menikah dengan Ardan. Misi pertamanya berjalan dengan sukses.
Tidak terasa sudah 3 jam mereka bicara kesana kemari. Almara ada kuliah siang ini sehingga dia harus pamit untuk pulang terlebih dahulu.
Sore harinya, Almara pulang dari kampus dengan berjalan kaki. Hatinya ringan dan ceria. Sesampainya di kamar kos dia menyiapkan pakaian dan aksesori untuk acara ulang tahun Ardan nanti malam. Dilihatnya gaun hitam pemberian Ardan, hatinya berbunga - bunga, ah, kali ini dia akan mengenakan gaun ini dengan perasaan bahagia. Almara jadi semakin bersyukur ada keajaiban dalam hidupnya, seperti dalam dongeng, dia kembali ke masa lalu dan memperbaiki semuanya.
***
Lantunan musik klasik yang dimainkan grup orkestra malam ini sudah pernah Almara dengar 7 tahun yang lalu, namun kali ini suasana agak berbeda. Jika dulu di tanggal yang sama dan tempat yang sama, hubungannya dengan Ardan berakhir begitu saja, kali ini keadaan berbeda 180 derajat.
Almara berdiri menikmati dekorasi gedung, mendengarkan indahnya lantunan musik klasik dan sesekali mencicipi makanan manis yang terhidang sambil menunggu Ardan datang. Dulu dia tidak bisa menikmati ini semua karena pikirannya sudah terlanjur kalut, betapa ruginya.
Almara berjalan mengelilingi ruangan, melihat - lihat barangkali ada teman yang dia kenal untuk diajak mengobrol. Di sisi sebelah kiri ruangan akhirnya dia melihat teman kuliahnya berkumpul dan saling bicara. Ketika dia hendak menghampiri mereka, mata Almara melotot melihat siapa yang baru saja datang memasuki ruangan.
Seorang lelaki tampan dengan setelan jas yang terlihat mahal dan elegan masuk dengan menggandeng seorang wanita cantik. Wanita berwajah oriental itu mengenakan gaun malam terusan berwarna merah cerah, menjuntai hingga ke mata kakinya, perhiasan yang dia kenakan sangat sederhana namun mampu memancarkan aura keanggunan yang alami.
Almara mulai mendengar bisik - bisik dari orang - orang yang juga terpukau melihat kedatangan dua pasangan yang bak malaikat itu. Semua orang di ruangan sepertinya mengenal wanita itu, termasuk Almara. Dia adalah Fiolina Chow, seorang model papan atas yang baru saja mewakili indonesia memenangkan kompetisi Asian Next Top Model. Wajahnya pun sudah beberapa kali muncul di layar kaca sebagai bintang iklan produk terkenal.
Namun bukan kehadiran wanita itu yang paling membuat Almara syok. Keluarga Ardan memang terpandang, jadi selain sesama pengusaha, ada juga beberapa model, artis, dan pejabat sebagai tamu undangan. Namun lelaki yang menjadi pasangan si model papan atas benar – benar membuat Almara terpaku.
Walaupun seisi ruangan masih tidak mengenal siapa lelaki beruntung yang menjadi pasangan seorang Fiolina Chow pada pesta kali ini, Almara justru sangat mengenalnya. Dia adalah Rangga Adiputera.
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel. “Ya?” jawab Almara singkat. “Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga. Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.” “Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop. Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga. Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p
“Aku tahu karena...” Almara terdiam sesaat lalu melanjutkan, “ ... karena Fiolina yang kasih tahu Aku,” jawab Almara sekenanya. “Kamu kasih tahu dia kalau Aku alergi udang?” Rangga menoleh kepada Fiolina dan bertanya dengan heran. Fiolina yang tiba – tiba ditodong tidak punya pilihan lain selain berbohong. “Eh iya, kapan hari kami ngobrol random aja, biasa lah perempuan. Terus kami ngomongin soal alergi dan Aku jadi cerita soal alergi Kamu.” Almara menghela nafas lega. Syukurlah Fiolina bisa diajak kerjasama, pikirnya. Rangga pun hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. “Oh ya, bukannya tugas akhirmu nanti kerjasama dengan PT. Natura Mega Chemica ya Al?” tanya Ardan kepada Almara secara tiba – tiba. Mendengar nama perusahaannya disebut, Rangga otomatis menoleh ke arah Almara. “Benarkah?” Rangga mengangkat alisnya turut bertanya kepada Almara.
“Almara, sebaiknya Kita pulang dulu. Besok Kita bisa kesini lagi untuk menjenguk Rangga,” Ardan menggenggam tangan Almara dan mengajaknya pulang.“Iya benar Al, sebaiknya Kalian berdua pulang dulu. Biar Aku saja yang jaga Rangga. Terimakasih Kalian sudah banyak membantu kami.”“Oke, besok Aku akan kesini lagi. Nanti kabari Aku ya Fio, kalian dipindah ke kamar mana,” Almara akhirnya setuju untuk pulang.“Oke,” jawab Fiolina.Saat Ardan dan Almara sudah keluar dari ruang IGD, Ardan berhenti dan menahan tangan Almara.“Almara,”“Ya? Kenapa Ar?” tanya Almara yang agak kaget mengapa Ardan tiba – tiba menghentikan langkanya.Ardan mendekati Almara hingga jarak mereka berdua hanya sepuluh cm saja. Tangannya menyentuh pipi Almara dan berkata, “Kamu menangis,&rdquo