Jantung Almara semakin berdebar, jika saja tidak ada tulang rusuknya, jantungnya pasti sudah melompat keluar. Kembali terduduk di atas ranjangnya, kedua tangannya menggosok - gosok mukanya seperti barusaha bangun dari mimpi.
Almara mencubit pipinya sekeras mungkin sampai dia menjerit kesakitan.
"Oh no no no, bukan mimpi, oh Tuhan, Astaga, Astaga ..." Almara menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya.
Almara meraih ponselnya, dilihatnya tanggal yang tertera. Senin, 19 Januari 2015 pukul 05.15 pagi. Almara menghitung dengan jarinya, jika dia tidak salah hitung, ini berarti dia sedang menempuh kuliah semester 8 di tanggal ini.
Almara mencoba menenangkan dirinya. Dia menarik nafas dalam - dalam, menahannya sebentar lalu menghembuskan secara perlahan. Proses relaksasi itu dia lakukan berulang kali sambil memejamkan mata. Lalu tiba - tiba dia teringat momen ketika seorang lelaki mengajarinya metode relaksasi ini.
"Yap, tarik nafaaas... tahan dulu bentar, keluarkan..." Lelaki itu menatap Almara yang sedang grogi dengan senyum yang merekah di wajah tampannya.
"Gimana Sayang? Udah lumayan tenang? Kalau udah, habis ini kita bisa langsung keluar untuk mulai akadnya," Lelaki itu adalah Rangga.
Almara menganggukkan kepalanya. Saat itu adalah hari di mana akan dilangsungkan akad nikah antara dirinya dan Rangga. Rangga yang melihat Almara mondar - mandir di ruang ganti sambil meremas tangannya sendiri sadar bahwa sepertinya calon istrinya sedang grogi. Melepas status lajang, meninggalkan kedua orang tuanya untuk hidup bersama suami mungkin adalah awal yang berat untuk seorang wanita. Untuk itulah dia masuk ke ruang ganti dan menenangkan wanitanya.
Namun yang tidak Rangga ketahui adalah sebenarnya Almara sedang grogi lantaran galau memikirkan apakah keputusannya menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai adalah benar.
Almara membuka matanya. Entah kenapa dia malah mengingat momen bersama Rangga. Padahal misinya kembali ke masa lalu adalah untuk menghilangkan Rangga dari hidupnya. Apakah mungkin ini karena rasa bersalahnya?
Bagaimanapun, sekarang sudah terlanjur basah. Kini dia telah berada di tubuhnya saat berusia 21 tahun. Walaupun proses yang terjadi tidak sesuai bayangannya. Awalnya Almara pikir dia akan kembali ke masa lalu tetap dengan tubuhnya yang sudah 28 tahun. Mungkin dia akan menemui dirinya sendiri yang berusia 21 tahun dan menasehati ini itu. Setidaknya seperti itu yang dia lihat di film fantasi jika seseorang melakukan perjalanan menembus waktu. Namun tidak disangka dia justru berada di tubuhnya sendiri.
Ddrrrt... dddrrrt...
Hapenya bergetar. Ada telepon dari Yoan. Almara ingat Yoan adalah teman kuliahnya. Almara menerima panggilan tersebut dan mendengar suara melengking Yoan dari dalam ponselnya.
"Al, jangan sampai telat ya hari ini, grup kita presentasi pertama. Dan jangan sampai ketinggalan semua bahan presentasinya. Oke ya aku siap - siap juga ini, bye," Tanpa memberi kesempatan Almara untuk bicara, Yoan langsung menutup telponnya.
Ya Tuhan, presentasi apa? Materi apa? Almara kebingungan. Mana mungkin dia ingat tugas yang dia kerjakan 7 tahun yang lalu? Dia bahkan tidak tahu kelas pagi ini mata kuliah apa.
Sesaat Almara berpikir untuk bolos saja. Namun mengurungkan niatnya tersebut karena dia paham saat ini dia sedang mengulang hidupnya. Anggap saja 7 tahun terakhir telah didelete dari fase hidupnya dan sekarang dia harus membuat yang baru. Tidak mungkin dia bolos kuliah, karena jika nilainya jelek, beasiswanya akan dicabut. Ingat sekarang dia bukanlah Nyonya Rangga Adiputera yang kaya raya. Dia Almara muda yang masih butuh beasiswa untuk kuliah.
Dengan sigap, Almara membuka laptopnya. Melihat histori penggunaan beberapa software. Pertama dia membuka software untuk presentasi lalu membuka browser. Jika dia presentasi pagi ini maka kemungkinan semalam dia pasti menyiapkan bahannya.
Akhirnya, Almara menemukan bahan presentasi yang dimaksud Yoan. Almara membaca dengan cepat untuk mempelajarinya. Dia masih ingat sedikit materi ini. Tentang motion graphic dalam periklanan. Almara memang mahasiswa jurusan desain komunikasi visual, jadi materi kuliahnya adalah seputar media komunikasi visual seperti desain 2D, fotografi, videografi, motion graphic dan lain - lain.
Diliriknya jam yang tertera pada laptopnya. Oh tidak, sudah jam 6 lewat. Almara tahu kuliahnya jam 7 pagi. Tidak ingin terlambat, dia segera mandi dan bersiap - siap karena perjalanan ke kampusnya memakan waktu 15 menit dengan berjalan kaki.
Sesampainya di kampus, celakanya Almara tidak bisa mengingat kuliah kali ini di ruang kelas yang mana. Saat dirinya sedang bingung dan ingin menelepon Yoan, tiba - tiba pundaknya disentuh oleh seseorang.
"Hey, Baby," Almara menoleh pada sosok lelaki yang memanggilnya 'Baby' itu. Almara terpana selama sekian detik, jantungnya berdebar. Berdiri di hadapannya seorang Ardan postur tubuhnya yang tinggi dan wajahnya yang tampan.
Tubuh Almara masih membeku. Dia tentu ingat, saat ini harusnya memang dia masih merupakan pacar Ardan. Hatinya merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Beberapa tahun terakhir dirinya dan Ardan berjarak amat jauh, seolah terpisah benua, padahal mereka masih tinggal satu kota. Mereka dipisahkan oleh benteng ikatan pernikahan masing – masing.
Melihat kekasihnya masih terpaku menatapnya, Ardan melambaikan tangannya di depan wajah Almara.
"Hey, kamu kenapa Al?" Almara yang tersadar dari lamunannya pun akhirnya tersenyum kepada Ardan.
"Hai, hmm... gak papa kok," jawab Almara dengan canggung.
"Kenapa bengong di sini aja sih Sayang? Yuk ke kelas bareng kalo gitu. Kalau gak salah kamu kelompok pertama yang presentasi kan?"
"Eh, iya he em," Almara bersyukur ternyata dia sekelas dengan Ardan untuk mata kuliah ini. Jadi dia tidak perlu repot - repot mengarang alasan kepada Yoan kenapa dia bisa lupa ruang kelasnya.
"OMG Almara!" teriak Yoan ketika melihat Almara memasuki ruang kelas. "Mepet banget datengnya Say, aku udah nyaris jantungan kirain kamu bakalan telat. Aku udah siapin semua tinggal colokin laptop kamu ke lcd aja. 5 menit lagi Pak Satria pasti dateng, doi kan gak pernah telat."
"Oke oke, bentar ya," Almara dengan sigap menyiapkan laptopnya untuk presentasi. Setelah siap, dia kembali duduk di kursi kuliahnya dan menunggu Pak Satria, Dosen mata kuliah ini.
Begitu Pak Satria datang, beliau merasa puas melihat mahasiswanya sudah siap. Setelah salam dan sedikit cerita pembuka, beliau langsung mempersilahkan kelompok Almara untuk memulai presentasi.
Almara, Yoan dan 2 orang lainnya maju untuk memulai presentasi mereka. Ardan yang lebih senang duduk di bangku belakang memberi semangat kepada Almara dengan mengucapkan Good Luck tanpa mengeluarkan suara.
Almara sangat berdebar, kawatir jika dia melakukan kesalahan yang berdampak buruk pada kelompoknya. Karena dia sebetulnya sudah lupa dengan materi ini, dan hanya belajar memahaminya pagi tadi. Namun Almara memang cerdas, tidak hanya bisa mempresentasikan bagiannya dengan lancar, dia bahkan bisa menjawab pertanyaan mahasiswa lain dengan baik.
"Pinter ya cewek kesayangku ini," goda Ardan sambil mencubit pipi Almara saat perjalanan mereka ke kantin seusai kuliah.
"Iya doong... siapa dulu? Almara ..." balas Almara dengan penuh keceriaan. Dia puas bisa melewati tantangan pertamanya hari ini sekaligus senang bisa sedekat ini dengan Ardan.
"Hmmm jadi, kita akan tetep jalanin rencana kita pas ulang tahunku besok kan?" tanya Ardan sambil melahap nasi goreng yang dia pesan di kantin.
Almara yang duduk di depannya mencoba mencerna apa yang dimaksud oleh Ardan. Ulang tahunnya? Jadi besok Ardan ulang tahun? Almara menepuk dahinya, bagaimana dia bisa lupa? Kalau hari ini tanggal 19 Januari berarti besok tanggal 20 dan itu memang tanggal lahir Ardan.
Hatinya seketika mencelos. Jadi begini rupanya, dia kembali ke masa di mana semua kesalahannya berawal, yaitu saat ulang tahun Ardan.
"Almara? Kenapa?" tanya Ardan yang penasaran dengan respon dari kekasihnya itu.
"Oh itu ya, hmmm ..." Almara berpikir keras. Rencana ini harus diubah. Awalnya Rangga berniat memperkenalkan Almara kepada seluruh tamu bahwa Almara adalah pacarnya, sebelum orang tua Ardan mengumumkan rencana pertunangan Ardan dan Sharon.
Namun karena rencana itu dianggap terlalu frontal dan penuh resiko, Almara yang hanya ingin hidup damai malah memutuskan hubungannya dengan Ardan. Alhasil malam itu, orang tua Ardan benar - benar mengumumkan pertunangan Ardan dan Sharon.
Ardan yang sakit hati dengan sikap Almara, tidak menolak rencana perjodohannya. Dia menunggu respon Almara bahkan berulang kali mencoba menghubungi Almara meminta penjelasan. Namun hingga waktu pertunangan tiba pun Almara tidak kunjung mau berkomunikasi dengannya. Dan begitulah hubungan mereka berakhir sampai Ardan benar - benar menikah dengan sharon.
"Aku rasa rencana itu terlalu frontal. Di ulang tahunmu banyak kolega orang tuamu dan juga wartawan. Gimana kalau seandainya orang tuamu gak suka hubungan kita terekspos dan justru tidak merestui hubungan kita?" Ardan terlihat mulai memikirkan ucapan Almara.
"Ardan, gimana menurutmu kalau sebelum besok malam kita temui orang tuamu dulu? Biarin aku kenalan sama mereka dulu. Setidaknya biar mereka memutuskan apakah mau memperkenalkan aku di acara ultahmu atau merahasiakannya dulu. Paling tidak mereka gak keburu mengumumkan pertunangan antara Kamu dan Sharon."
"Bener juga sih. Kalau secara tiba - tiba aku mengambil langkah sepihak, mungkin mereka justru kesal sama aku. Yaudah, gimana kalau besok pagi kita ketemu ortuku?" Ardan menyetujui perubahan rencana yang Almara tawarkan.
Pikir Almara, setidaknya masih ada peluang. Dia akan mencoba mendapat restu dari orang tua Ardan. Secara latar belakang keluarga, Almara memang tidak ada apa - apanya dibandingkan dengan Sharon. Keluarga Sharon adalah konglomerat pemilik perusahaan property Kencana Group. Kencana Group adalah perusahaan pemilik sederet perumahan elit di ibukota dan juga kota lainnya.
Namun dari segi lain, Almara tidak kalah. Almara cukup percaya diri. Dia tidak kalah cantik dibandingkan Sharon. Dia pun cukup pintar. Jadi setidaknya masih ada kelebihan yang bisa Almara banggakan.
Almara menarik nafas dalam - dalam. Ini mungkin akan penuh tantangan, namun dia paham, inilah misi pertama dia, yaitu mendapatkan restu dari orang tua Ardan.
Setelah selesai kelas periklanan, Almara tidak ada kegiatan lain selain melanjutkan progres tugas akhirnya di Perpustakaan Kampus. Memang di semester akhir ini tanggungan kuliah Almara hanya tersisa 14 SKS saja yang mana 8 SKS untuk tugas akhir dan 6 SKS sisanya untuk kelas Periklanan dan Managemen Desain masing - masing 3 SKS.Almara lumayan cepat mengerjakan tugas akhirnya, karena bagaimanapun Almara pernah mengerjakan tugas akhir ini dulu, dan sekarang hanya tinggal mengulang. Saat ini dia baru mengerjakan bab 2, jika dia berhasil menyetorkan bab ini ke dosen pembimbingnya tanpa revisi maka dia akan mulai mengerjakan bab selanjutnya.Mengingat hal itu tiba - tiba hati Almara mencelos. Dia baru sadar, bahwa dulu tugas akhirnya ini lah yang membuat dia pertama kali mengenal Rangga. Tugas akhir Almara adalah mengenai perancangan metode promosi visual untuk produk perawatan kulit wanita. Dan saat itu Almara mengajukan proposal ke
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju."Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu."Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin."Tentu saja saya tidak mungkin menj
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Halo,” ucap Rangga dari dalam ponsel. “Ya?” jawab Almara singkat. “Halo, teman saya pemilik HP ini, boleh tahu posisi Anda sekarang di mana? Saya akan beri imbalan yang lebih mahal dari HP ini kalau Anda bersedia mengembalikan kepada Kami,” ujar Rangga. Almara terkesan, ternyata Rangga cukup royal jika menyangkut urusan Fiolina. “Tidak perlu. Saya akan kembalikan. Sekarang Saya ada di rooftop Hotel El Grande.” “Oh disana ternyata, Oke Saya naik ke atas sekarang ya. Saya sekarang di lobby hotel,” Rangga menaiki lift menuju rofftop. Almara tidak ingin bertemu Rangga, oleh karena itu dia meminta Yoan untuk mengembalikan ponsel itu kepada Rangga. Sementara Almara bersembunyi di lokasi yang tidak terlihat. Yoan dengan senang hati menggantikan Almara bertemu dengan Si Tampan Rangga. Namun saat Almara bersembunyi, sebuah tangan menepuk
“Kamu bisa bantu Aku?” Fiolina sedikit terkejut dengan tawaran Almara. Memang, Almara berniat menjodohkan Rangga dan Fiolina agar di masa ini Rangga tidak jatuh cinta kepadanya. Jika Almara berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepada wanita lain, maka itu akan sedikit mengurangi rasa bersalah yang Almara rasakan. “Ya, mungkin Aku bisa coba. Aku agak ahli dalam menjodohkan pasangan,” Almara sebetulnya sama sekali belum pernah menjadi Mak Comblang. Namun, Almara cukup percaya diri. Dulu dia berhasil membuat Rangga jatuh cinta kepadanya, mungkin tidak akan sulit untuk membuat Rangga jatuh cinta kepada Fiolina. Dia hanya perlu mengingat hal apa saja yang membuat Rangga menyukainya. “Hm ... Kamu pasti ahli dalam memahami laki – laki ya. Buktinya Kamu bisa mendapatkan Ardan.” “Ah gak juga. Tapi bukannya layak dicoba ? Nanti Kita akan atur gimana caranya supaya Kamu bisa mendapatkan hati Rangga. Kamu
DEGAlmara tertegun.“Almara? Halo?” Fiolina memanggil – manggil karena Almara hanya terdiam.“Eh iya, halo,”“Almara, Kamu denger kan apa yang Aku bilang barusan?”“Iya Aku denger kok. Pokoknya intinya begini, kamu harus tetap santai, jangan perlihatkan kalau Kamu seneng banget diajak keluar berdua okay? Bicarakan apa saja dengan Rangga tapi jangan singgung tentang perasaan Kamu ke dia sama sekali,” Almara memberi nasihat kepada Fiolina bak seorang profesional dalam dunia percintaan.“Okay, kalau gitu Aku siap – siap ya. Nanti Aku akan laporkan setiap perkembangannya ke Kamu,” Fiolina menutup teleponnya.Almara lalu segera bersiap untuk turun menemui Ardan. Almara berdandan seadanya. Dia mengenakan skinny jeans , blouse pendek dan cardigan rajut. Rambutnya p