Setelah Hasan mengurus surat kepulangan Aina dari rumah sakit, lelaki itu memberi paper bag kepada istrinya."Cepat mandi, pakai ini. Ini peralatan mandinya.""Mandi di rumah sakit, Bang?""Iya, di sini ada kamar mandi, kan? Gak sempat untuk pulang ke rumah, kita harus segera ke kampus. Kau mau dikeluarkan dari kampus?""Oke, oke aku mandi sekarang."Selesai mandi, Aina keluar sudah berpakaian, baju baru yang dibelikan Hasan yaitu celana jeans dan blouse selutut berwarna coklat muda, berkerah Shanghai dengan manik-manik menghiasai bagian bawah. Aina mencepol rambutnya dan menyisakan anak rambut yang menjuntai di dekat telinganya, anting perak berhias mutiara menghiasi telinganya, telinga dan lehernya yang putih terekpos dengan sempurna."Kenapa rambutmu di sanggul seperti ini?" tanya Hasan."Panas, Bang. Kalau diurai.""Lehermu jadi kelihatan, aku harus menandainya lagi."Sebelum Aina merespon, lelaki itu sudah mendaratkan bibirnya dan menghisap dengan keras di leher belakang gadis i
Kedatangan Hasan dan Aina cukup menarik banyak perhatian, beberapa mahasisiwa berdiri kasak-kusuk melihat mereka, bukan karena apa-apa, kasus kemarin benar-benar heboh dan menggemparkan seisi kampus, gosip yang beredar bahwa ada ayam kampus yang di keroyok dan diusir dari kampus bahkan santer terdengar sampai fakultas lain. Foto-foto Hasan dan Aina yang tengah berciuman juga beredar luas di luar sana, mereka bahkan mengirimkan ke sesama teman lewat MMS dan BBM.Kini melihat Hasan yang menggandeng tangan Aina mesrah membuat mereka penasaran, beberapa mahasiswa yang ada jadwal kuliah bahkan memilih meninggalkan kelas demi menonton pasangan kontroversi ini Hasan langsung menggandeng Aina menaiki tangga menuju lantai atas, seolah-olah dia hapal di mana letak ruangan Dekan. Aina yang mengikutinya cukup heran, dia tidak bisa menahan rasa penasaran."Memangnya Abang tahu letak ruangan Dekan?""Di mana-mana letak ruang pimpinan itu ya di lantai atas," jawabnya santai."Oh?'"Akhirnya mereka
"iya, kau diam sajalah! Biar aku yang menanganinya, akan kuselidiki siapa yang menyebar planfet itu. Aina, kau tenang saja ya? Sekarang kuliahlah yang rajin, biar cepat lulus, supaya nanti program bikin cucu keponakanku tidak terkendala, Kalau bisa comloude ya? buat bangga orang tuamu, supaya anak bujang ini juga senang."Aina tersenyum lebar mendapat nasehat dari Dekan-nya itu, sungguh perkataan nasehat yang tidak umum, sangat menggelitik telinga. Hasan justru acuh tak acuh dengan perkataan lelaki paruh baya itu, dia justru bicara dengan nada dingin."Aku tidak mau tahu, Om. Keluarkan dari kampus orang yang membuat masalah itu. Aku tunggu kabarnya dalam dua hari ini, jika dalam dua hari tidak ada pergerakan di sini, aku akan bertindak sendiri.""Iya, tenang sajalah kau. Tidak usah gegabah melakukan sesuatu. Sekarang kau pulang sana!" "Oke, ayo Sayang, kita pulang." Hasan mengamit tangan istrinya berjalan keluar.Rahmat Hidayat juga mengikuti pasangan muda itu keluar dari ruangannya.
"Apa-apaan kalian? Bergerombol di sini?" Suara Pak Rahmat menggelegar seantero pelataran kampus. Semua mahasisiwa terdiam, mereka hanya berkerumun tanpa mengucapkan kata, Sampai ada satu mahasisiwi yang terkenal cukup vokal berkata. "Pak, kami di sini mau menegakkan moralitas, kenapa ada mahasisiwa tuna susila bisa bebas belajar di sini tanpa ada sangsi." Gadis yang bicara ini termasuk ke dalam orang-orang yang menganiaya Aina kemarin, Aina hapal betul siapa orang yang berteriak dan menghinanya bahkan yang menjambak dan memukul wajahnya. Semua wajah mereka terukir jelas diingatan Aina, walau dia tidak hapal namanya, tetapi dia tahu betul dari prodi atau jurusan mana para gadis barbar itu. Mata Aina juga memindai setiap orang yang ada di sini, setiap mereka adalah orang-orang yang suka bergosip tentang dirinya, bahkan ada yang sering menyindir dan terang-terangan. Berdiri paling belakang, dua orang gadis tengah bersedekah dan tersenyum penuh kemenangan di bibirnya, tanpa berpikirpu
"Iya, aku rasa merekalah pelakunya. Aku tahu betul watak mereka, dulu aku satu kelas waktu di SMA 2, mereka juga sering menindasku. Okelah ketika itu aku masih jelek, nah sekarang aku sudah cantik, kan? Kenapa mereka masih juga mencari perkara denganku, apa mereka mengenaliku ya?" "Mereka sering menindasmu waktu SMA? Apa mereka pelaku yang membuat ban sepedamu kempes dua-duanya waktu itu?" "Ya, bisa jadi." "Kurasa mereka tidak mengenalimu, mereka hanya iri karena kau sangat cantik, orang seperti itu tidak suka ada yang menyaingi mereka." "Oh? Benarkah? Apa aku secantik itu?" Aina memegang pipinya yang merona, melihat itu Hasan menjadi gemas, ingin sekali melahap pipi dan bibir perempuan di sampingnya itu, sudut bibirnya melengkung melihat tingkah istrinya itu "Kau yang paling cantik di mata Abang, tidak ada wanita secantik dirimu di dunia ini," ujar Hasan dengan suara berat, matanya terus menatap jalan yang saat ini begitu padat. Aina hanya tertawa menanggapi perkataan suaminya
Aina sibuk mengerjakan tugas kuliah, jadwalnya hari ini begitu padat, dia masuk pukul delapan pagi, pulang jam dua siang. Dia masih menyempatkan mampir ke warung bakso untuk mengecek keadaan warung, dia bermaksud sebentar saja di warung karena tugas kuliahnya menumpuk dan harus dikumpulkan besok sebelum akhir pekan.Ketika sampai warung, Kamal dan Ihsan antusias menyambutnya."Ai, sudah beberapa hari kau tidak mampir ke sini.""Iya, maaf ya aku gak bisa bantu-bantu.""Bukan masalah itu, Ai. Aku tidak masalah jika kau tidak bisa bantu-bantu, tetapi ada sesuatu masalah penting yang harus aku katakan padamu," ujar Kamal dengan mimik wajah serius.Ihsan juga berekspresi sama persis seperti Kamal, biasanya anak itu akan cengengesan namun kali ini dia juga terlihat serius."Ada apa? Kok kelihatannya serius banget sih?""Begini, istri pak Karyo pemilik warung ini kemarin lusa meninggal dunia.""Oh, ya Allah ... Innalillahi wainna ilahi rojiun ....""Masalahnya, anak tunggal pak Karyo sekaran
Hasan turun dari mobil yang sudah terparkir dengan rapi di depan bandara, dia segera berlari menuju area kedatangan, dia sudah terlambat beberapa menit, pesawat yang ditunggunya juga sudah landing di bandara. Dari kejauhan sudah terlihat orang yang akan dijemputnya, lelaki paruh baya dengan rambut putih tetapi masih terlihat gagah, wajahnya yang terlihat jelas seperti warga asing membuat penampilan lelaki itu lebih menonjol dari kerumunan orang di bandara tersebut. Lelaki tua itu berjalan dengan santai, tangan kanannya menarik sebuah koper dan tangan kirinya menenteng tas kerja. Hasan segera melangkahkan kakinya menuju lelaki itu, namun langkah Hasan tercekat tatkala melihat seorang perempuan muda berjalan bersisian dengan lelaki tua itu. Rasa canggung menggelayut di hatinya, feeling istrinya sungguh paten, dia bisa menduga jika gadis ini ikut bersama kakeknya ke sini. Entah apa tanggapan istrinya jika tahu gadis itu juga ikut ke sini? Hasan menggelengkan kepala, dia bertekad tidak
Dave tanpa banyak bicara menggandeng tangan cucunya yang tengah patah hati, dia juga tidak menduga jika Hasan sudah menikah, makanya dia hanya bisa membesarkan hati cucu perempuan satu-satunya ini."Sudah, Sayang ... Jangan sedih. Yang menikah masih bisa bercerai, apa perlu kita cabut investasi kita dan mengancam Hasan untuk menikahimu?" ujarnya ketika Hasan tengah memarkirkan kendaraanya "Grandpa, jangan seperti itu, itu tidak profesional banget. Aku ingin lihat seperti apa istri Hasan itu? Apakah lebih baik dari aku? Jika dia jauh dibawah levelku, aku akan dengan senang hati menyingkirkannya dari hidup lelaki itu, akan kubuat mereka pisah dengan sendirinya.""Good, semangat seperti itu baru cucu Dave Harrison, come on ... Sekarang jangan sedih lagi."****"Sepertinya aku sangat lelah, kalian saja yang makan di sini ya? Aku akan memesan layanan kamar saja," kata Dave setelah mereka duduk di meja restauran."Grandpa, sebentar lagi pesenan kita datang," keluh Laura."Tolong kalau pese