Aina sibuk mengerjakan tugas kuliah, jadwalnya hari ini begitu padat, dia masuk pukul delapan pagi, pulang jam dua siang. Dia masih menyempatkan mampir ke warung bakso untuk mengecek keadaan warung, dia bermaksud sebentar saja di warung karena tugas kuliahnya menumpuk dan harus dikumpulkan besok sebelum akhir pekan.Ketika sampai warung, Kamal dan Ihsan antusias menyambutnya."Ai, sudah beberapa hari kau tidak mampir ke sini.""Iya, maaf ya aku gak bisa bantu-bantu.""Bukan masalah itu, Ai. Aku tidak masalah jika kau tidak bisa bantu-bantu, tetapi ada sesuatu masalah penting yang harus aku katakan padamu," ujar Kamal dengan mimik wajah serius.Ihsan juga berekspresi sama persis seperti Kamal, biasanya anak itu akan cengengesan namun kali ini dia juga terlihat serius."Ada apa? Kok kelihatannya serius banget sih?""Begini, istri pak Karyo pemilik warung ini kemarin lusa meninggal dunia.""Oh, ya Allah ... Innalillahi wainna ilahi rojiun ....""Masalahnya, anak tunggal pak Karyo sekaran
Hasan turun dari mobil yang sudah terparkir dengan rapi di depan bandara, dia segera berlari menuju area kedatangan, dia sudah terlambat beberapa menit, pesawat yang ditunggunya juga sudah landing di bandara. Dari kejauhan sudah terlihat orang yang akan dijemputnya, lelaki paruh baya dengan rambut putih tetapi masih terlihat gagah, wajahnya yang terlihat jelas seperti warga asing membuat penampilan lelaki itu lebih menonjol dari kerumunan orang di bandara tersebut. Lelaki tua itu berjalan dengan santai, tangan kanannya menarik sebuah koper dan tangan kirinya menenteng tas kerja. Hasan segera melangkahkan kakinya menuju lelaki itu, namun langkah Hasan tercekat tatkala melihat seorang perempuan muda berjalan bersisian dengan lelaki tua itu. Rasa canggung menggelayut di hatinya, feeling istrinya sungguh paten, dia bisa menduga jika gadis ini ikut bersama kakeknya ke sini. Entah apa tanggapan istrinya jika tahu gadis itu juga ikut ke sini? Hasan menggelengkan kepala, dia bertekad tidak
Dave tanpa banyak bicara menggandeng tangan cucunya yang tengah patah hati, dia juga tidak menduga jika Hasan sudah menikah, makanya dia hanya bisa membesarkan hati cucu perempuan satu-satunya ini."Sudah, Sayang ... Jangan sedih. Yang menikah masih bisa bercerai, apa perlu kita cabut investasi kita dan mengancam Hasan untuk menikahimu?" ujarnya ketika Hasan tengah memarkirkan kendaraanya "Grandpa, jangan seperti itu, itu tidak profesional banget. Aku ingin lihat seperti apa istri Hasan itu? Apakah lebih baik dari aku? Jika dia jauh dibawah levelku, aku akan dengan senang hati menyingkirkannya dari hidup lelaki itu, akan kubuat mereka pisah dengan sendirinya.""Good, semangat seperti itu baru cucu Dave Harrison, come on ... Sekarang jangan sedih lagi."****"Sepertinya aku sangat lelah, kalian saja yang makan di sini ya? Aku akan memesan layanan kamar saja," kata Dave setelah mereka duduk di meja restauran."Grandpa, sebentar lagi pesenan kita datang," keluh Laura."Tolong kalau pese
Sejak bertemu Melanie di rumah sakit, Steven langsung menyelidiki keberadaan gadis itu. Pertemuannya dengan Melanie terjadi di negeri kangguru, saat itu Melani mengambil spesialis jantung dan Steven melanjutkan program PhD-nya. Tidak ada yang istimewa ketika awal pertemuan mereka, Steven yang menyewa flat sendiri terlihat seperti mahasiswa kebanyakan, menghemat uang. Steven bukannya tidak memiliki uang cukup, rumah peninggalan kakeknya begitu megah bisa saja dia tinggali, namun dia merasa anak yang tersisih, sehingga rumah itu hanya ditinggali oleh Laura keponakannya.Dave anak tunggal, setelah dia lulus kuliah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, perusahaan orang tuanya dibidang meubel dan furniture dia jual karena dia merasa tidak mampu mengelolanya, dia lulusan sarjana ekonomi jurusan bisnis jasa keuangan, hasil penjualan perusahaan orang tuanya, uangnya dia gunakan bisnis di bidang yang dikuasainya, jasa keuangan. Akhirnya dia bisa mewujudkan mimpinya berpetualang ke ne
"Aku ke toilet dulu ya? Jangan ke mana-mana, aku hanya sebentar." Melanie mengarahkan jari telunjuknya pada Hasan, dia kuatir lelaki itu akan kabur tatkala dia ke belakang sebentar. Steven segera bergerak mengikuti Melanie, lelaki itu tidak yakin jika gadis itu hanya akan pergi ke toilet, dia memiliki feeling jika gadis itu tengah merencanakan sesuatu. Melanie berjalan ke belakang restoran, tetapi dia tidak menuju ke toilet, dia segera menuju kichen tempat restoran memasak dan menyiapkan menu pesanan pengunjung, gadis itu berjingkat dan menoleh ke sana ke mari mencurigakan, Steven segera mengintip dari sela-sela pembatas dapur. "Mas, apa mas yang menyiapkan pesanan saya?" tanya Melanie dengan suara pelan nyaris berbisik. "Pesanan yang mana, Mbak?" "Ini, jus buah naga bukan? Saya memesan jus buah naga, kopi sama jeruk." "Oh iya, mbak. Ini jus buah naganya sedang saya buat." ujar pria yang memakai seragam hotel itu. Pria itu tengah memotong-motong daging buah naga yang berwarna
Steven yang melihat Hasan meneguk minuman yang telah diberi obat entah apa, mengamatinya dengan seksama. Ketika Hasan pergi dari tempat itu dan berjalan sempoyongan ke parkiran mobilnya, Steven tetap mengawasi dan membuntutinya. Steven melihat sepetinya reaksi obat itu sudah terlihat ketika Hasan melewati lobi, Hasan mulai membuka kancing jaketnya dan mengibaskan tangannya, wajahnya sudah memerah, bahkan ketika sampai mobil, lelaki itu berteriak.Dari jauh Steven melihat ada dua orang pria yang mendekati Hasan, dia langsung pura-pura mendekati mereka seolah-olah tengah mendekati mobilnya yang terparkir di dekat situ "Ayo cepat kita bawa ke kamar hotel, mumpung dia masih setengah sadar.""Iya, bilang saja orang ini lagi mabuk.""Kenapa orang itu, Mas?" tegur Steven.Kedua orang yang tengah memapah Hasan terkejut dengan kemunculan Steven yang tiba-tiba."Oh, dia sepertinya mabuk, Mas. Jadi mau saya bawa ke kamar.""Ha? Hasan? Ini teman saya, Mas. Tolong masukan mobil lagi, biar saya ya
Melanie yang tengah ngopi bersama Laura, perasaannya harap-harap cemas menunggu kabar dari orang suruhannya, sebentar-sebentar dia melihat handphone-nya, mengecek apakah ada pesan yang masuk. Laura yang dalam suasana hati yang buruk, tidak banyak bicara. Dia sudah merasa putus asa untuk mencuri perhatian Hasan. Kepulangan Hasan yang terburu-buru menandakan bahwa kehadirannya tidak penting bagi pria itu, walau dia sudah pernah menyelamatkan sinpria di masa lalu. Sikap Hasan berbeda sekali dari kunjungannya pertama kali, waktu itu lelaki itu bersikap manis dan sopan padanya. Dia bahkan tidak pernah menolak sama sekali ketika Laura memintanya mengantar ke manapun wanita itu suka, bahkan mereka mengobrol berdua hingga larut malam, dan di wajah lelaki itu tidak ada sikap gelisah sama sekali. Tetapi sekarang, walau masih baru bertemu saja, lelaki itu seolah-olah ingin segera kabur dari hadapannya, sikapnya yang gelisah ingin segera menemui istrinya menandakan bahwa lelaki itu sangat bucin
Dering alarm menggema di kamar yang sunyi, Steven memang biasa memasang alarm agar dia bisa bangun pagi. Tetapi ketika akhir pekan seperti ini, alarm akan berdering lebih siang bertepatan jam delapan pagi. Melanie menggeliatkan badan, suasana kamar masih gelap karena tirai jendela yang cukup tebal sehingga matahari tidak bisa masuk. Suara alarm itu sangat mengganggu, Steven sudah mendengarnya, namun aktivitas panasnya tadi malam membuatnya cukup lelah sehingga malas terbangun. Melanie terbangun, di sisinya seorang lelaki masih mendengkur lelap, tangannya yang kekar masih memeluk tubuhnya dengan kuat, dengan pelan Melanie menyingkirkan tangan itu, berjalan pelan menuju tirai yang tertutup. Hari ini terasa berbeda, Melanie tampak begitu bahagia, wajahnya masih dihiasi senyuman, aktivitas tadi malam sungguh berkesan dalam hidupnya. Dengan perlahan dia menyibak tirai, ternyata matahari sudah tinggi, cahaya teriknya menyorot jendela mereka membuat ruangan itu terang seketika. Wajah Ste
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b