Dave tanpa banyak bicara menggandeng tangan cucunya yang tengah patah hati, dia juga tidak menduga jika Hasan sudah menikah, makanya dia hanya bisa membesarkan hati cucu perempuan satu-satunya ini."Sudah, Sayang ... Jangan sedih. Yang menikah masih bisa bercerai, apa perlu kita cabut investasi kita dan mengancam Hasan untuk menikahimu?" ujarnya ketika Hasan tengah memarkirkan kendaraanya "Grandpa, jangan seperti itu, itu tidak profesional banget. Aku ingin lihat seperti apa istri Hasan itu? Apakah lebih baik dari aku? Jika dia jauh dibawah levelku, aku akan dengan senang hati menyingkirkannya dari hidup lelaki itu, akan kubuat mereka pisah dengan sendirinya.""Good, semangat seperti itu baru cucu Dave Harrison, come on ... Sekarang jangan sedih lagi."****"Sepertinya aku sangat lelah, kalian saja yang makan di sini ya? Aku akan memesan layanan kamar saja," kata Dave setelah mereka duduk di meja restauran."Grandpa, sebentar lagi pesenan kita datang," keluh Laura."Tolong kalau pese
Sejak bertemu Melanie di rumah sakit, Steven langsung menyelidiki keberadaan gadis itu. Pertemuannya dengan Melanie terjadi di negeri kangguru, saat itu Melani mengambil spesialis jantung dan Steven melanjutkan program PhD-nya. Tidak ada yang istimewa ketika awal pertemuan mereka, Steven yang menyewa flat sendiri terlihat seperti mahasiswa kebanyakan, menghemat uang. Steven bukannya tidak memiliki uang cukup, rumah peninggalan kakeknya begitu megah bisa saja dia tinggali, namun dia merasa anak yang tersisih, sehingga rumah itu hanya ditinggali oleh Laura keponakannya.Dave anak tunggal, setelah dia lulus kuliah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, perusahaan orang tuanya dibidang meubel dan furniture dia jual karena dia merasa tidak mampu mengelolanya, dia lulusan sarjana ekonomi jurusan bisnis jasa keuangan, hasil penjualan perusahaan orang tuanya, uangnya dia gunakan bisnis di bidang yang dikuasainya, jasa keuangan. Akhirnya dia bisa mewujudkan mimpinya berpetualang ke ne
"Aku ke toilet dulu ya? Jangan ke mana-mana, aku hanya sebentar." Melanie mengarahkan jari telunjuknya pada Hasan, dia kuatir lelaki itu akan kabur tatkala dia ke belakang sebentar. Steven segera bergerak mengikuti Melanie, lelaki itu tidak yakin jika gadis itu hanya akan pergi ke toilet, dia memiliki feeling jika gadis itu tengah merencanakan sesuatu. Melanie berjalan ke belakang restoran, tetapi dia tidak menuju ke toilet, dia segera menuju kichen tempat restoran memasak dan menyiapkan menu pesanan pengunjung, gadis itu berjingkat dan menoleh ke sana ke mari mencurigakan, Steven segera mengintip dari sela-sela pembatas dapur. "Mas, apa mas yang menyiapkan pesanan saya?" tanya Melanie dengan suara pelan nyaris berbisik. "Pesanan yang mana, Mbak?" "Ini, jus buah naga bukan? Saya memesan jus buah naga, kopi sama jeruk." "Oh iya, mbak. Ini jus buah naganya sedang saya buat." ujar pria yang memakai seragam hotel itu. Pria itu tengah memotong-motong daging buah naga yang berwarna
Steven yang melihat Hasan meneguk minuman yang telah diberi obat entah apa, mengamatinya dengan seksama. Ketika Hasan pergi dari tempat itu dan berjalan sempoyongan ke parkiran mobilnya, Steven tetap mengawasi dan membuntutinya. Steven melihat sepetinya reaksi obat itu sudah terlihat ketika Hasan melewati lobi, Hasan mulai membuka kancing jaketnya dan mengibaskan tangannya, wajahnya sudah memerah, bahkan ketika sampai mobil, lelaki itu berteriak.Dari jauh Steven melihat ada dua orang pria yang mendekati Hasan, dia langsung pura-pura mendekati mereka seolah-olah tengah mendekati mobilnya yang terparkir di dekat situ "Ayo cepat kita bawa ke kamar hotel, mumpung dia masih setengah sadar.""Iya, bilang saja orang ini lagi mabuk.""Kenapa orang itu, Mas?" tegur Steven.Kedua orang yang tengah memapah Hasan terkejut dengan kemunculan Steven yang tiba-tiba."Oh, dia sepertinya mabuk, Mas. Jadi mau saya bawa ke kamar.""Ha? Hasan? Ini teman saya, Mas. Tolong masukan mobil lagi, biar saya ya
Melanie yang tengah ngopi bersama Laura, perasaannya harap-harap cemas menunggu kabar dari orang suruhannya, sebentar-sebentar dia melihat handphone-nya, mengecek apakah ada pesan yang masuk. Laura yang dalam suasana hati yang buruk, tidak banyak bicara. Dia sudah merasa putus asa untuk mencuri perhatian Hasan. Kepulangan Hasan yang terburu-buru menandakan bahwa kehadirannya tidak penting bagi pria itu, walau dia sudah pernah menyelamatkan sinpria di masa lalu. Sikap Hasan berbeda sekali dari kunjungannya pertama kali, waktu itu lelaki itu bersikap manis dan sopan padanya. Dia bahkan tidak pernah menolak sama sekali ketika Laura memintanya mengantar ke manapun wanita itu suka, bahkan mereka mengobrol berdua hingga larut malam, dan di wajah lelaki itu tidak ada sikap gelisah sama sekali. Tetapi sekarang, walau masih baru bertemu saja, lelaki itu seolah-olah ingin segera kabur dari hadapannya, sikapnya yang gelisah ingin segera menemui istrinya menandakan bahwa lelaki itu sangat bucin
Dering alarm menggema di kamar yang sunyi, Steven memang biasa memasang alarm agar dia bisa bangun pagi. Tetapi ketika akhir pekan seperti ini, alarm akan berdering lebih siang bertepatan jam delapan pagi. Melanie menggeliatkan badan, suasana kamar masih gelap karena tirai jendela yang cukup tebal sehingga matahari tidak bisa masuk. Suara alarm itu sangat mengganggu, Steven sudah mendengarnya, namun aktivitas panasnya tadi malam membuatnya cukup lelah sehingga malas terbangun. Melanie terbangun, di sisinya seorang lelaki masih mendengkur lelap, tangannya yang kekar masih memeluk tubuhnya dengan kuat, dengan pelan Melanie menyingkirkan tangan itu, berjalan pelan menuju tirai yang tertutup. Hari ini terasa berbeda, Melanie tampak begitu bahagia, wajahnya masih dihiasi senyuman, aktivitas tadi malam sungguh berkesan dalam hidupnya. Dengan perlahan dia menyibak tirai, ternyata matahari sudah tinggi, cahaya teriknya menyorot jendela mereka membuat ruangan itu terang seketika. Wajah Ste
Aina segera menyudahi mandinya, dia mengambil mukena di tas ransel dan melaksanakan salat subuh, haruskah dia mengikhlaskan perlakuan suaminya tadi malam? Aina masihlah gadis lugu yang tidak tahu apa-apa tentang kejamnya dunia. Dia seorang gadis yang memiliki pemikiran sederhana, dia menganggap Hasan tadi malam memperlakukannya lebih rendah dari seorang pelacur, mungkinkah lelaki itu tidak mencintainya lagi?Setelah salat, Aina tergugah dengan pilu, Isak tangisnya tidak tertahan lagi. Dia ingat sekali bahwa dia sudah memohon dan menangis dengan menghiba agar suaminya mengampuninya tadi malam, tetapi lelaki itu tidak menggubrisnya, dia malah terus dan terus melampiaskan nafsu binatangnya pada tubuhnya yang sudah lemah dan tak berdaya.Aina menoleh ke arah suaminya, lelaki itu tertidur pulas seperti tanpa beban dan sialnya wajahnya masih terlihat tampan. Tidak menyangka wajah lembut dan tampan sepeti itu ada monster yang bersemayam di diri lelaki itu. Aina cukup lama bersimpuh dan menga
Aina melajukan motornya di pagi buta, lampu jalanan bahkan masih bersinar terang, sinar fajar menyemburat di langit timur dengan warna jingga yang menyilaukan mata. Jalanan masih begitu lenggang, bahkan hanya ada satu dua kendaraan yang terlihat. Aina mengeratkan jaketnya dengan tangan kiri, tangan kanan tetap menarik gas, udara masih sangat dingin.Di pagi buta seperti ini dia harus segera mencari apotik di jantung kota yang buka dua puluh empat jam, dia tidak bisa menunda sebentar saja untuk menunggu suaminya selesai mandi, mengabaikan rasa nyeri yang dia derita di sekujur badannya.Tadi setelah Hasan masuk kamar mandi, Aina menerima pesan BBM dari Steven, membaca pesan itu, Aina menjadi begitu sedih memikirkan suaminya, dia bahkan tidak peduli lagi dengan rasa sakit yang dideritanya, dia bahkan rela jika sekali lagi suaminya memperlakukannya seperti itu lagi, asalkan lelaki itu selamat.(Aina, apakah kau tadi malam bersama Hasan?)(Iya, Pak)(Tolong jaga suamimu itu, tadi malam ada