"Kalian semua adalah orang jahat. Orang jahat nggak akan pernah hidup tenang. Aahhhhhh ...." Vanesa melemparkan handphonenya ke lantai hingga hancur berserakan.Vanesa duduk bersandar di pinggir ranjang. Dia menangis tergugu. "Aku akan tetap membalas mereka. Aku harus menyelesaikan rencanaku. Aku nggak boleh melibatkan Aldo lagi. Video itu sadis sekali. Maafkan aku, Aldo. Maaf ...."Vanesa berdiri lagi, dia mengelus rambut Aldo kemudian mengecup keningnya dengan lembut. "Kamu istirahat ya, sebentar lagi dokter akan tiba. Terima kasih sudah berkorban banyak untukku. Tapi, aku akan tetap maju membalas perlakuan mereka. Aldo, cepat sembuh dan pulih. Kamu adalah sahabat terbaikku," ucap Vanesa penuh haru.Setelah itu, dia ke luar dari kamar dan membiarkan Aldo istirahat. Vanesa sedang menunggu dokter yang sudah dalam perjalanan.Di Tempat Lain.Keynan sedang cemas dan terlihat mondar-mandir di dalam ruang rawat istrinya. Dia tidak bisa menghubungi nomor telepon Vanesa.Tak lama kemudian,
Satu tamparan mendarat di pipi kanan Keynan. Sorot mata Vanesa penuh dengan amarah bercampur kepanikan. Keynan bingung harus mengatakan apa. Dia terlihat tak berdaya di depan Vanesa."Maaf atas semua yang terjadi, aku ....""Cukup Keynan, dari awal sampai akhir memang kamulah yang membuatku sakit hati. Kamu nggak ada perubahan sama sekali. Kamu tetaplah lelaki plin plan yang nggak mempunyai pendirian sendiri. Mungkin akulah yang bodoh bisa memercayai semua omong kosongmu," ucap Vanesa, dia memotong pembicaraan Keynan.Vanesa menghela napas dalam, dadanya begitu sesak menahan seluruh kesedihannya. "Kita menjaga jarak dulu untuk beberapa hari ke depan. Situasi ini sangat berbahaya, mungkin bisa saja nyawaku yang melayang. Aku harus pergi, karena aku sibuk sekali."Vanesa pergi meninggalkan Keynan yang berdiri tanpa melakukan apapun. "Nes, sungguh aku nggak ingin dalam posisi yang seperti ini. Andai aku bisa memilih, aku ingin selalu bisa bersamamu," gumam Keynan sambil menatap kepergia
Dua hari kemudian.Sejak pertemuannya dengan mama Leni waktu itu, Vanesa menjadi sibuk sekali. Dia sering pergi bolak-balik dari rumah sakit. Vanesa juga sudah menyiapkan semua rencana. Entah apa yang akan dilakukannya."Aldo, kamu harus minum obat ini ya! Mungkin aku akan pulang larut malam, ada sesuatu yang harus aku kerjakan," ucap Vanesa pada Aldo.Aldo mulai malas mendengar ketika Vanesa ingin pergi ke suatu tempat. "Kamu mau pergi ke mana lagi? Dua hari aku perhatikan, kamu sangat sibuk sekali, Nes.""Ada urusan yang nggak bisa aku ceritakan sama kamu, Aldo. Please ya, aku janji akan baik-baik saja. Kamu istirahat tidur yang cukup," ucap Vanesa, dia mengecup lembut bibir Aldo agar tidak marah."Tetap saja aku khawatir sama kamu, tak bisakah kamu berhenti," seru Aldo terus berusaha.Vanesa tersenyum sambil menggeleng."Aku sudah terlanjur basah, jadi biarkan aku menyelaminya lebih dalam lagi," balas Vanesa. "percayalah padaku, aku akan baik-baik saja. Ya ...." "Oke, aku nggak bisa
"Lepas, lepaskan aku! Vanesa kamu jangan keterlaluan. Vanesa aku akan mengadukanmu pada Keynan. Kamu wanita iblis, wanita ular," teriak mama Leni terus mengumpat Vanesa.Ke empat lelaki itu terus menarik paksa ibunya Farel untuk masuk ke dalam kamar. Teriakan meminta tolong terdengar sangat nyaring sekali."Tolong ... tolong ... Keynan tolong Mama! Kalian, jangan macam-macam! Kalian pergi dari sini, jangan sentuh aku! Pergi ...!" teriak mama Leni terus meronta.Kaki Vanesa lemas tak sanggup berdiri, dia duduk di sofa sambil menangis. Dia teringat dengan masa lalunya dulu yang dirudapaksa oleh para penculik itu.Vanesa menutup telinganya dengan kedua tangan. Dia tidak sanggup mendengar jeritan dan teriakan ibunya Keynan. "Apa yang terjadi? Kenapa dalam hati ini ada rasa nggak tega? Bukankah dia sangat jahat padaku dulu.""Aku nggak boleh lemah, aku sudah merencanakan ini dari awal. Dia harus merasakan apa yang aku rasakan," ujar Vanesa dengan menghapus air matanya.Di dalam kamar, mama
"Keynan, kamu jahat! Kamu memang nggak pernah tulus sama aku. Kamu sama saja seperti mereka semua. Suka mempermainkan orang. Keynan ... turunkan aku!" Vanesa terus berteriak dan memukul punggung Keynan.Keynan tetap diam membisu. Dia sudah gelap mata sampai tidak mendengar teriakan dan tangisan Vanesa. Sesampainya di atas, Keynan langsung menendang pintu kamar. Kemudian, melempar tubuh Vanesa di atas kasur."Awww, brengsek. Kasar sekali kamu, Key," teriak Vanesa terus berbicara.Keynan mengambil sesuatu dari lemari. Dia mengambil tali kemudian berjalan menghampiri Vanesa yang ingin kabur."Mau ke mana kamu, Nesa. Jangan harap bisa ke luar dari rumah ini. Kamu harus tetap di sini, selamanya!" ucap Keynan dengan menarik tubuh Vanesa. Keynan menarik kedua tangan Vanesa dan mengikatnya dengan tali. "Tinggallah di sini, tunggu aku pulang. Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu," sentak Keynan dengan kasar.Vanesa tergelak keras, dia seperti tikus yang sedang terperangkap. "Keynan,
Di Rumah Sakit.Aldo sedang sibuk menelpon Vanesa yang handphonenya tidak aktif. "Nes, kamu kenapa tidak mengaktifkan handphonemu. Apa yang terjadi?"Beberapa kali Aldo mendesah kesal karena tidak bisa menghubungi Vanesa. Dia terus mencoba berulang kali namun hasilnya tetap sama."Aku harus mencarinya ke mana dengan keadaanku yang seperti ini?" ucap Aldo frustasi.Aldo kembali melihat handphonenya, dia melacak keberadaannya Vanesa lewat GPS yang sudah tertaut sebelumnya. "Vanesa masih berada di rumah itu, tapi kenapa perasaanku nggak enak? Nes, aku harap nggak terjadi apa-apa sama kamu," gumam Aldo pelan. Dia mencoba menepis rasa khawatirnya.Kondisi Aldo masih belum stabil, kakinya belum bisa digunakan untuk berjalan. Jadi, dia tidak bisa melakukan apa pun.Di Tempat Lain.Keynan sedang berada di rumah sakit. Dia masih menunggu istrinya yang hari ini sudah pulang ke rumah."Apa hari ini hasil pemeriksaan kandunganmu sudah bisa ke luar?" tanya Keynan pada istrinya."Iya, aku meminta h
Keynan sudah tidak mendengarkan teriakan Vanesa. Dia terus berupaya untuk mencumbu mantan kekasihnya itu. "Nesa, kamu nggak usah sok suci. Hanya ini lah cara agar kita bisa bersama," seru Keynan terus memaksa."Aku memang murahan tapi aku nggak pernah berhubungan dengan orang lain. Aku ... aku masih trauma dengan kejadian itu. Keynan aku mohon, jangan lakukan! Aku mohon padamu!" pinta Vanesa pada Keynan.Keynan tersenyum tipis. "Benarkah? Tapi entah kenapa aku nggak percaya dengan kata-katamu, Nesa? Mana mungkin tubuhmu ini nggak terjamah sedikit pun. Untuk itu, aku membuktikannya sendiri," balas Keynan dengan sengaja.Vanesa terus menggeleng. "Nggak Keynan, aku nggak mau! Aldo ... tolong aku! Aldo ...."Plaakk! Satu tamparan mendarat di pipi Vanesa."Diam! Beraninya kamu menyebut pria lain saat bersamaku. Vanesa, pikiranku sudah kacau saat kamu melecehkan orang tuaku. Saat aku mengingatnya, ingin sekali aku menyiksamu. Maka rasakan ini ...."Keynan terus berusaha membuka baju yang di
Vanesa mendorong kursi roda Dinda hingga terjatuh. Hal itu membuat pengawal yang mendampingi Dinda marah."Kamu jangan macam-macam dengan kami!" seru pengawal itu dengan sedikit mengancam."Apa? Kalian ingin main kasar di sini? Daripada kalian buat masalah, mending tolongin saja majikanmu itu. Nanti lumpuh terus nggak bisa jalan, makin nyusahin orang pastinya," gerutu Vanesa dengan sangat kasar.Dinda berusaha bangun dan ditolong oleh kedua pengawalnya. "Wanita jahat, kamu memang jahat!" teriak Dinda sambil meringis kesakitan."Ha-ha-ha, sudah tahu aku jahat. Tapi, masih saja mencari urusan denganku. Sudah aku mau pergi, cari sana suamimu di dalam. Menganggu saja ...." Vanesa pergi dari tempat itu dengan penuh kekesalan. Sedangkan Dinda, dia segera masuk untuk mencari suaminya."Bawa aku ke lantai atas, aku ingin mencari Keynan!" perintahnya pada sang pengawal.Salah satu pengawal itu langsung menggendong Dinda untuk menaiki tangga. Tak lama kemudian, mereka sampai juga di sebuah kama