Di Rumah Sakit.Aldo sedang sibuk menelpon Vanesa yang handphonenya tidak aktif. "Nes, kamu kenapa tidak mengaktifkan handphonemu. Apa yang terjadi?"Beberapa kali Aldo mendesah kesal karena tidak bisa menghubungi Vanesa. Dia terus mencoba berulang kali namun hasilnya tetap sama."Aku harus mencarinya ke mana dengan keadaanku yang seperti ini?" ucap Aldo frustasi.Aldo kembali melihat handphonenya, dia melacak keberadaannya Vanesa lewat GPS yang sudah tertaut sebelumnya. "Vanesa masih berada di rumah itu, tapi kenapa perasaanku nggak enak? Nes, aku harap nggak terjadi apa-apa sama kamu," gumam Aldo pelan. Dia mencoba menepis rasa khawatirnya.Kondisi Aldo masih belum stabil, kakinya belum bisa digunakan untuk berjalan. Jadi, dia tidak bisa melakukan apa pun.Di Tempat Lain.Keynan sedang berada di rumah sakit. Dia masih menunggu istrinya yang hari ini sudah pulang ke rumah."Apa hari ini hasil pemeriksaan kandunganmu sudah bisa ke luar?" tanya Keynan pada istrinya."Iya, aku meminta h
Keynan sudah tidak mendengarkan teriakan Vanesa. Dia terus berupaya untuk mencumbu mantan kekasihnya itu. "Nesa, kamu nggak usah sok suci. Hanya ini lah cara agar kita bisa bersama," seru Keynan terus memaksa."Aku memang murahan tapi aku nggak pernah berhubungan dengan orang lain. Aku ... aku masih trauma dengan kejadian itu. Keynan aku mohon, jangan lakukan! Aku mohon padamu!" pinta Vanesa pada Keynan.Keynan tersenyum tipis. "Benarkah? Tapi entah kenapa aku nggak percaya dengan kata-katamu, Nesa? Mana mungkin tubuhmu ini nggak terjamah sedikit pun. Untuk itu, aku membuktikannya sendiri," balas Keynan dengan sengaja.Vanesa terus menggeleng. "Nggak Keynan, aku nggak mau! Aldo ... tolong aku! Aldo ...."Plaakk! Satu tamparan mendarat di pipi Vanesa."Diam! Beraninya kamu menyebut pria lain saat bersamaku. Vanesa, pikiranku sudah kacau saat kamu melecehkan orang tuaku. Saat aku mengingatnya, ingin sekali aku menyiksamu. Maka rasakan ini ...."Keynan terus berusaha membuka baju yang di
Vanesa mendorong kursi roda Dinda hingga terjatuh. Hal itu membuat pengawal yang mendampingi Dinda marah."Kamu jangan macam-macam dengan kami!" seru pengawal itu dengan sedikit mengancam."Apa? Kalian ingin main kasar di sini? Daripada kalian buat masalah, mending tolongin saja majikanmu itu. Nanti lumpuh terus nggak bisa jalan, makin nyusahin orang pastinya," gerutu Vanesa dengan sangat kasar.Dinda berusaha bangun dan ditolong oleh kedua pengawalnya. "Wanita jahat, kamu memang jahat!" teriak Dinda sambil meringis kesakitan."Ha-ha-ha, sudah tahu aku jahat. Tapi, masih saja mencari urusan denganku. Sudah aku mau pergi, cari sana suamimu di dalam. Menganggu saja ...." Vanesa pergi dari tempat itu dengan penuh kekesalan. Sedangkan Dinda, dia segera masuk untuk mencari suaminya."Bawa aku ke lantai atas, aku ingin mencari Keynan!" perintahnya pada sang pengawal.Salah satu pengawal itu langsung menggendong Dinda untuk menaiki tangga. Tak lama kemudian, mereka sampai juga di sebuah kama
Vanesa tertidur dalam ranjang Aldo. Dia bingung sehingga tak mempunyai pendirian yang tetap. Satu jam berlalu, Aldo masih dalam posisinya menemani Vanesa. Hingga tak lama kemudian, Keynan datang dalam keadaan emosi."Vanesa ...." Keynan membuka pintu secara kasar sambil memanggil nama Vanesa.Aldo terkejut dengan kedatangan Keynan. "Mau ngapain kamu datang ke sini?" seru Aldo.Keynan tersenyum tipis. "Pertanyaan yang sama sekali nggak mendasar. Aku ke sini tentu saja ingin menjemput barang milikku.""Vanesa sedang istirahat, jadi jangan ganggu dia! Lebih baik kamu pergi dari sini." Aldo mengusir kedatangan Keynan."Kalau aku nggak mau gimana? Aku hanya ingin mengambil barang milikku saja kok. Nesa, bangun! Ayo ikut aku pulang," teriak Keynan dan membuat Vanesa bangun.Vanesa membuka matanya, dia kaget melihat Keynan yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. "Keynan, ka-kamu ngapain di sini?" "Kamu masih bertanya padaku? Aku ke sini sudah jelas untuk menjemputmu pulang. Ayo, kita pulang se
Vanesa berjalan ke luar dari rumah sakit. Setelah sampai di pinggir jalan, dia segera mencari taksi. "Pak, tolong antar saya ke toko serba ada," ucapnya.Sopir itu segera mengantar Vanesa pergi ke toko yang disebutkan. Sepanjang perjalanan, mata Vanesa menerawang jauh ke luar jendela. Dia sedang membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti."Apa aku bisa melakukan hal sekejam itu?" tanya Vanesa dalam hati.Beberapa menit kemudian, Vanesa sampai juga di toko serba ada. "Pak, tunggu di sini ya! Saya masuk ke dalam sebentar membeli sesuatu!""Baik, Mbak!" sahut sopir tersebut.Vanesa turun dan ke luar dari taksi. Dia masuk ke dalam toko tersebut dan mencari sesuatu. Setelah dapat, Vanesa membayar di kasir kemudian kembali ke taksi yang sudah menunggunya."Sudah jalan lagi, Pak!" seru Vanesa dengan tenang.Taksi itu melaju lagi menuju ke alamat yang diberikan oleh Vanesa. Hanya dengan 20 menit Vanesa sampai di rumah mewah. Dia turun dan berjalan juga pintu gerbang rumah itu.Kebetulan pi
Para pengawal Dinda pun membawa Vanesa menjauh dari rumah. Mereka berniat membuang Vanesa ke suatu tempat yang jauh. Beberapa saat kemudian, para pengawal itu sampai di kawasan hutan. Mereka berhenti tepat di atas jembatan dan di bawahnya ada aliran sungai yang mengalir deras. "Bro, jadi kamu akan membuangnya di sungai ini?""Ya, ayo cepat turun sebelum ada yang melihat!" ucap pengawal itu.Setelah itu, mereka keluar dan langsung membawa tubuh Vanesa turun dari mobil."Ayo cepat lempar wanita ini!"Kedua pengawal itu mengayunkan tubuh Vanesa, kemudian melemparnya ke aliran sungai yang deras. "Selesai, ayo kita cepat pergi dan laporkan pada, Nona!" Setelah itu mereka pergi meninggalkan jembatan untuk menghilakanngkan jejak.Tubuh Vanesa hanyut terseret aliran sungai yang deras. Entah bagaimana nasibnya dengan dua tikaman pisau di bagian perut?Di Tempat Lain.Para pengawal itu sudah sampai di rumah Keynan. Mereka memberikan laporan pada majikannya jika sudah berhasil menjalankan tugas
Aldo berjalan tertatih dengan berpegangan tembok. Dia terus berusaha meski kesakitan. Namun, usahanya sia-sia. Ada seorang suster yang memergokinya."Mas, Mas-nya mau ke mana? Ayo saya bantu kembali ke kamar. Maaf, Anda belum boleh pergi dari rumah sakit. Kondisi Anda belum pulih," ucap suster tersebut."Maaf Sus, aku harus pergi. Ada keperluan yang harus aku selesaikan. Aku nggak bisa berdiam diri di sini," jawab Aldo dengan suara yang berat.Suster itu tetap mencegah Aldo pergi."Maaf, tapi tetap saja tidak bisa. Anda masih dalam fase perawatan," sahut suster.Akhirnya suster itu memanggil temannya untuk membawa Aldo kembali ke kamar. Mereka terpaksa menyuntikkan penenang karena Aldo terus berteriak."Suster, aku ingin pergi menyelamatkan seseorang. Sus, tolong biarkan aku pergi dari sini! Suster, jangan cegah aku ...." Aldo terus berteriak. Dia memohon pada suster, akan tetapi tetap saja tidak berhasil.Beberapa menit kemudian, Aldo lebih sedikit tenang. Dia memejamkan mata karena m
Para suster langsung sibuk menyiapkan alat pacu jantung seperti yang di arahkan dokter. Setelah semua terpasang, dokter mulai menempelkan alat pacu jantung tersebut di dada Vanesa.Tubuh Vanesa melambung saat alat pacu jantung itu ditempelkan. Satu kali percobaan masih belum cukup. Dua kali percobaan pun masih sama. Akhirnya, tiga kali percobaan detak jantung Vanesa mulai stabil."Syukurlah, pasien melewati masa kritis. Ayo segera selesaikan operasi tulangnya!" ucap sang dokter.Dokter dan suster kembali melanjutkan operasi kaki dan tangan Vanesa. Di luar, Umi Kalsum sedang duduk sambil berdoa untuk keselamatan Vanesa. Umi wiridan sambil memegang tasbih di tangannya. Dia tak henti-hentinya mendoakan Vanesa dengan sepenuh hati.Lalu, beberapa jam kemudian dokter ke luar dari ruang operasi. Umi Kalsum segera menghampiri dokter. "Bagaimana dengan keadaan pasien, Dok?" tanya Umi.Dokter menghela napas dalam. "Pasien berhasil melewati masa kritis. Akan tetapi, dia mengalami koma. Entah kap