Aldo berjalan tertatih dengan berpegangan tembok. Dia terus berusaha meski kesakitan. Namun, usahanya sia-sia. Ada seorang suster yang memergokinya."Mas, Mas-nya mau ke mana? Ayo saya bantu kembali ke kamar. Maaf, Anda belum boleh pergi dari rumah sakit. Kondisi Anda belum pulih," ucap suster tersebut."Maaf Sus, aku harus pergi. Ada keperluan yang harus aku selesaikan. Aku nggak bisa berdiam diri di sini," jawab Aldo dengan suara yang berat.Suster itu tetap mencegah Aldo pergi."Maaf, tapi tetap saja tidak bisa. Anda masih dalam fase perawatan," sahut suster.Akhirnya suster itu memanggil temannya untuk membawa Aldo kembali ke kamar. Mereka terpaksa menyuntikkan penenang karena Aldo terus berteriak."Suster, aku ingin pergi menyelamatkan seseorang. Sus, tolong biarkan aku pergi dari sini! Suster, jangan cegah aku ...." Aldo terus berteriak. Dia memohon pada suster, akan tetapi tetap saja tidak berhasil.Beberapa menit kemudian, Aldo lebih sedikit tenang. Dia memejamkan mata karena m
Para suster langsung sibuk menyiapkan alat pacu jantung seperti yang di arahkan dokter. Setelah semua terpasang, dokter mulai menempelkan alat pacu jantung tersebut di dada Vanesa.Tubuh Vanesa melambung saat alat pacu jantung itu ditempelkan. Satu kali percobaan masih belum cukup. Dua kali percobaan pun masih sama. Akhirnya, tiga kali percobaan detak jantung Vanesa mulai stabil."Syukurlah, pasien melewati masa kritis. Ayo segera selesaikan operasi tulangnya!" ucap sang dokter.Dokter dan suster kembali melanjutkan operasi kaki dan tangan Vanesa. Di luar, Umi Kalsum sedang duduk sambil berdoa untuk keselamatan Vanesa. Umi wiridan sambil memegang tasbih di tangannya. Dia tak henti-hentinya mendoakan Vanesa dengan sepenuh hati.Lalu, beberapa jam kemudian dokter ke luar dari ruang operasi. Umi Kalsum segera menghampiri dokter. "Bagaimana dengan keadaan pasien, Dok?" tanya Umi.Dokter menghela napas dalam. "Pasien berhasil melewati masa kritis. Akan tetapi, dia mengalami koma. Entah kap
"Nyonya ... Den Farhan lihat ... Nyonya ... Den Farhan ...." Wanita itu berlari masuk ke dalam rumah untuk memanggil anggota keluarganya."Bi, ada apa teriak-teriak seperti itu," seru seorang wanita paruh baya dari dalam rumah."Itu, Nyonya, anu! Itu, di depan ada Den Aldo. Dia pingsan di depan gerbang, Nyonya!"Wanita itu terkejut hingga menjatuhkan gelas yang ada di tangannya. "Aldo, putraku! Apa benar itu Aldo, Bi?" "I-iya Nyonya! Itu Den Aldo, dia pulang!"Wanita itu adalah Ratih ibunya Aldo. Sudah lama dia mencari keberadaan putranya yang kabur dan menghilang. Mama Ratih langsung berlari ke luar untuk menemui putranya."Aldo, di mana kamu, Nak!" seru mama Ratih dari dalam. Sesampainya di luar gerbang, dia terkejut sekali melihat kondisi Aldo yang terluka parah."Astaghfirullah, Nak! Aldo putraku, kamu kenapa Sayang? Farhan ... cepat ke luar! Bantu adikmu masuk ke dalam! Bi Imah, panggil Farhan agar ke luar! Cepat, Bi!" perintah mama Ratih."Iya, Nyonya! Iya ...." Bi Imah pun seg
Beberapa jam berlalu, kondisi do sudah sedikit tenang. Dia sudah bisa mengendalikan dirinya. Mama Ratih senantiasa menemani putra kesayangannya itu."Aldo, bagaimana perasaanmu sekarang? Bagian mana yang masih sakit?" tanya mama Ratih pada Aldo.Aldo menarik napas dalam-dalam. Dia menatap ibunya yang sedang khawatir itu. "Ma, aku rindu sekali! Maafin aku ya, Ma! Aku sudah banyak salah, aku sudah menjadi anak yang nggak berbakti."Mama Ratih semakin trenyuh dengan sikap Aldo yang sudah banyak berubah. Dia memeluk putranya itu dengan penuh kasih sayang."Mama, sudah maafin kamu Sayang. Bahkan, Mama nggak lagi mempersoalkan kejadian masa lalu. Sekarang yang paling penting kamu sudah mau kembali ke rumah. Mama kangen sekali sama kamu, Nak! Aldo, anak Mama!"Aldo merasa tenang karena sang ibu masih peduli terhadapnya. "Makasih, Ma!" sahut Aldo tanpa semangat."Nak, banyak sekali yang Mama ingin tanyakan sama kamu. Tapi, Mama bingung harus memulainya dari mana. Melihatmu dalam keadaan seper
Umi Kalsum datang bersama dokter ke dalam ruang ICU. Dokter pun langsung mengecek kondisi Vanesa. Akan tetapi hasilnya di luar harapan."Maaf , Bu. Pasien masih belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Gerakan yang Ibu rasakan tadi hanya gerakan sensorik di mana otak merespon adanya rangsangan dari lingkungan sekitar," jawab dokter."Begitu ya, Dok! Tadi saya hanya membaca Al- Qur'an di sampingnya. Apa mungkin dia mendengar saya, Dok?""Bisa jadi, Bu. Alangkah baiknya Ibu selalu berkomunikasi dengan pasien agar dia bisa merespon kejadian di sekitarnya. Kemajuan pasien ada di dirinya sendiri dan Sang Pencipta," jelas Dokter."Terima kasih atas penjelasannya, Dok. Saya mengerti.""Kalau begitu saya permisi dulu, Bu." Dokter itu pun pergi dari ruang ICU.Umi Kalsum menghela napas dalam karena harapannya tidak sesuai. "Umi akan bersabar sampai kamu sadar, Nak. Semoga Allah memberikan keajaiban untukmu."Vanesa di rawat karena mengalami koma setelah berhasil melewati masa kritis. Sekarang h
Di rumah sakit, Umi Kalsum sedang merawat Vanesa yang sudah dua minggu dirawat. Umi senantiasa memberikan pelayanan seperti, membasuh badan, mengajak berbicara, dan juga membacakan lantunan ayat suci sehabis sholat."Nak, tepat 2 Minggu kamu dirawat di sini. Apa kamu nggak ingin bangun, Nak? Umi penasaran siapa kamu? Bagaimana ceritamu sehingga bisa sampai di tempat, Umi?" Umi Kalsum berbicara sambil membasuh tangan Vanesa dengan air hangat."Umi sangat berharap sekali bisa mengobrol denganmu," ucap Umi Kalsum dengan suara lemah lembut.Setelah membasuh tangan dan kaki Umi Kalsum meletakkan kembali handuk kecil itu di atas meja. Dia duduk sambil membalas pesan di handphonenya.Tanpa disadari oleh Umi, jari Vanesa bergerak. Tak lama kemudian, dia mengeluarkan suara yang sangat pelan. Meski pelan, Umi Kalsum menyadari hal itu. Dia memperhatikan Vanesa dengan seksama."Nak, kamu sudah sadar? Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah. Aku harus panggil dokter." Umi Kalsum menekan bel yang bera
Aldo terus menaruh dendam pada Keynan. Dia akan membalasnya saat sudah bangkit nanti. Setelah lama merenung, Aldo mulai beranjak dari tempatnya. Dia ingin pergi menemui teman lama "Bi, aku pergi ke luar. Nanti bilangin ke Mama kalau sudah pulang," seru Aldo pada asistennya."Baik, Den!"Aldo ke luar dari rumah menuju ke garasi. Dia ingin naik motor sport kesayangannya dulu. "Halo boy, sudah lama sekali kita nggak bertemu ya. Ternyata kamu terawat dengan baik."Motor sport itu adalah hadiah ulang tahun dari sang ibu. Aldo sangat menyukai motor tersebut. Setelah bersiap, Aldo segera memakai jaketnya dan helm. Lalu, dia pergi menuju ke kafe langganannya dulu.Aldo menarik gas itu dengan kecepatan tinggi. Dia merasakan sedikit kedamaian dalam hatinya. Meski ada sebuah ganjalan, Aldo tetap berusaha tegar demi janjinya pada Vanesa.Sekitar dua puluh menit, Aldo sudah sampai di kafe langganannya saat remaja dulu. Dia turun dan membuka helm-nya. Setelah itu masuk ke dalam mencari temannya.Se
"Halo ... sial kenapa malah dimatikan? Aku yakin itu Vanesa, syukurlah kamu masih hidup Nes. Tapi, kenapa kamu nggak ingin aku tahu di mana keberadaanmu? Aku sangat ingin bertemu denganmu," seru Aldo dengan perasaan terpukul.Mendengar suara histeris dalam kamar membuat Mama Ratih datang. "Nak, kamu kenapa Sayang? Apa yang terjadi?""Dia masih hidup, Ma. Barusan ada orang yang meneleponku, orang itu berkata kalau Vanesa baik-baik saja. Dia menyuruhku untuk jangan khawatir. Dia juga berpesan agar aku menjadi orang baik, Ma," jelas Aldo pada ibunya."Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Kenapa kamu tidak menghubungi dia lagi, Aldo? Kamu bisa menanyakan keberadaannya di mana?""Orang itu meneleponku dengan nomor yang di private, Ma. Dia sengaja nggak ingin memberitahuku lokasinya. Ma, kenapa dia seperti itu? Apa alasannya dia nggak mau bertemu denganku, Ma?" seru Aldo terus histeris.Mama Ratih tidak bisa berkata-kata lagi. Melihat putra kesayangannya sedang bersedih membuatnya bingung ha