"Halo ... sial kenapa malah dimatikan? Aku yakin itu Vanesa, syukurlah kamu masih hidup Nes. Tapi, kenapa kamu nggak ingin aku tahu di mana keberadaanmu? Aku sangat ingin bertemu denganmu," seru Aldo dengan perasaan terpukul.Mendengar suara histeris dalam kamar membuat Mama Ratih datang. "Nak, kamu kenapa Sayang? Apa yang terjadi?""Dia masih hidup, Ma. Barusan ada orang yang meneleponku, orang itu berkata kalau Vanesa baik-baik saja. Dia menyuruhku untuk jangan khawatir. Dia juga berpesan agar aku menjadi orang baik, Ma," jelas Aldo pada ibunya."Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Kenapa kamu tidak menghubungi dia lagi, Aldo? Kamu bisa menanyakan keberadaannya di mana?""Orang itu meneleponku dengan nomor yang di private, Ma. Dia sengaja nggak ingin memberitahuku lokasinya. Ma, kenapa dia seperti itu? Apa alasannya dia nggak mau bertemu denganku, Ma?" seru Aldo terus histeris.Mama Ratih tidak bisa berkata-kata lagi. Melihat putra kesayangannya sedang bersedih membuatnya bingung ha
Satu Minggu Kemudian.Keadaan Vanesa semakin membaik, dia sudah bisa turun dari ranjang sendiri. Meski begitu, Vanesa harus didampingi oleh seseorang karena kakinya masih sedikit pincang.Dokter sudah memperbolehkan untuk pulang. Hari ini juga, Vanesa akan memakai gamis dan juga niqab. Niatnya itu sudah dimantapkan dalam hati sehingga tidak ada lagi keraguan."Alhamdulillah hari ini kamu bisa pulang, Nesa. Kamu sudah siap untuk memakai hijab?" tanya Umi Kalsum.Vanesa mengangguk. "Insya Allah siap, Umi," jawabnya. "Terima kasih sudah mengizinkan saya tinggal di panti, Umi," ucap Vanesa dengan tulus."Kamu nggak perlu sungkan, panti yang Umi dirikan itu memang untuk orang yang membutuhkan bantuan. Mungkin ini sudah ditakdirkan oleh Allah. Jadi Umi harus menerimanya dengan ikhlas."Vanesa terus tersenyum senang, karena kebaikan Umi Kalsum. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang setulus Umi. Tiba-tiba dari luar, Uma masuk dengan membawa paper bag. "Assalamualaikum." Uma me
Setelah memakai gamis dan juga niqab. Vanesa turun dari ranjang, kemudian dia bersiap pulang bersama Umi Kalsum. Saat memakai gamis dan juga niqab tadi, Vanesa menangis sejadi-jadinya. Dia teringat akan dosa-dosanya selama ini.Namun, setelah yakin dan memantapkan hati. Vanesa mulai tegar, dia sudah bersiap untuk memulai lembaran baru menuju hidup yang lebih baik."Nesa, bagaimana perasaanmu?" Umi Kalsum bertanya pada Vanesa."Alhamdulillah lebih tenang, Umi. Saya merasa tidak mempunyai beban sama sekali," jawab Vanesa."Umi ikut bahagia. Soal kehamilanmu, jangan pernah kamu menyesalinya. Jaga dan rawat anak yang kamu kandung itu dengan penuh kasih sayang. Umi bilang begini karena kasihan melihat nasib anak panti yang ditelantarkan oleh orang tuanya sendiri."Vanesa menjawab, "Insya Allah, saya akan menjaganya dengan baik. Ada Umi didekat ku, jadi aku nggak akan takut.""Ya sudah, karena mobilnya telah tiba. Kita nggak usah menunggu lama lagi." Umi mengajak Vanesa untuk pulang ke ruma
Aldo tidak percaya dengan jawaban pemilik motor tersebut. "Apa kamu bilang? Sorry? Mobilku ringsek kayak gitu, kamu hanya bilang sorry? Yang benar saja.""Tenang, gue akan ganti kok. Ini gue kasih KTP, lo bisa cari gue ke rumah kalau lo nggak percaya," ucap pemilik motor tersebut yang ternyata seorang gadis."Oke, aku sita ini dulu! Sekarang aku nggak ada waktu melayani gadis arogan sepertimu! Dewi, ayo pergi!" Aldo pun masuk ke dalam kafe tersebut dengan perasaan kesal.Gadis itu melihat Aldo dengan tatapan heran. "Apa dia lagi datang bulan? Lagian gue 'kan bakal tanggung jawab. Masih saja kena omel. Sial banget gue hari ini." Gadis itu ikut masuk ke dalam kafe. Dia ingin menunggu kegiatan Aldo. Sesampainya di dalam, Aldo dan sekretarisnya langsung menemui klien untuk membahas soal bisnis."Selamat sore, Pak Andi," sapa Aldo pada kliennya."Selamat sore, Pak Aldo. Silakan duduk!"Aldo dan sekretarisnya pun duduk bersama. "Maaf jika sedikit terlambat, Pak Andi. Tadi ada sedikit kece
"Maksud Mama apa?" tanya Aldo penasaran."Anak teman Mama tadi juga bilang, kalau dia lagi sebel sama seseorang yang marah-marahin dia karena anak teman Mama tadi menabrak mobil orang itu. Apa jangan-jangan kalian ....""Mama coba ambil KTP di dalam dompetku," ucap Aldo menyuruh ibunya.Mama Ratih langsung membuka dompet Aldo, dan mengambil KTP Gladys. "Eh, ini anak teman Mama tadi, Aldo. Jadi kalian nggak sengaja ketemu, ya! Duh, lucunya."Aldo melongo melihat ekspresi Ibunya. Dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sang Ibu. "Ma, mikirnya nggak usah kejauhan deh! Nggak ada lucu-lucunya sama sekali pertemuan itu. Adanya bikin kesel dan bikin emosi," seru Aldo, dia masih dalam suasana hati yang buruk.Mama Ratih terus menahan senyumnya. Dia sangat senang karena pandangan Aldo sudah teralihkan dari masa lalunya."Ya, Mama harap kamu bisa membuka hati untuk orang lain, Nak. Masa iya, putra Mama jadi bujang lapuk semua. Sedih tahu jadi, Mama." Mama Ratih mulai berakting di depan A
"Iya, Umi. Insya Allah saya akan tetap Istiqomah. Saya senang tinggal di sini, Umi. Anak-anak sangat lucu dan menyenangkan hati. Jadi saya nggak kesepian lagi," jawab Vanesa dengan perasaan hati yang senang."Alhamdulillah, Umi senang mendengarnya! Kalau begitu, cepat istirahat. Nanti, shubuh harus bangun. Kita sholat berjamaah," ucap Umi Kalsum."Iya, Umi. Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum ...." Vanesa pamit undur diri."Waalaikumsalam," balas Umi Kalsum.Vanesa ke luar dari ruang sholat untuk beristirahat di kamarnya. Semenjak hijrah, hidup Vanesa mulai lebih tenang. Dia tak lagi merasa gelisah ataupun gundah. Intinya dia sudah memasrahkan hidupnya pada Sang Pencipta Sesampainya di kamar, Vanesa membuka niqabnya. Dia duduk di depan cermin sambil menyisir rambutnya. "Selamat tinggal masa lalu. Aku akan hidup dengan baik di sini, bersama Umi dan juga Kak Uma.""Sebentar lagi juga akan di temani sama kamu, Nak. Anak Bunda, semoga kelak kamu hidup dengan baik. Bunda akan
Vanesa mual saat mencium bau telor dadar. Dia langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Howeekk.Howeekk.Umi Kalsum langsung menghampiri Vanesa yang berada di dalam kamar mandi. "Nesa, kamu ada apa, Nak?""Itu, Umi ... aku nggak tahan dengan bau telur dadar. Howeekk ...!""Kamu nggak apa-apa? Apa perlu Umi ambilkan sesuatu?" tanya Umi Kalsum."Nggak perlu, Umi! Ini juga sudah kok," jawab Vanesa, dia berkumur untuk membersihkan mulutnya.Di dapur, Uma sedang menyelesaikan tugasnya. Dia sudah selesai menggoreng telur dadar tadi."Uma apa sarapannya sudah siap semua?"tanya Umi Kalsum."Sudah Umi, semua sudah tertata di meja makan. Itu tadi Nesa, nggak tahan bau telur dadar Umi.""Iya, Umi sudah tahu. Tadi Umi menghampirinya di kamar mandi," jawab Umi.Setelah itu Umi Kalsum pergi dari dapur, dia ingin memanggil anak-anak untuk segera sarapan. Vanesa memakai hijabnya lagi, setelah lega memuntahkan semua isi perutnya. Dia kembali ke dapur untuk menata piring karena
BughBughBughGladys melawan ke empat cowok itu dengan kekuatan yang dimilikinya. Gladys mempunyai seni bela diri taekwondo. Jadi dia dengan mudah melindungi diri sendiri dari bahaya."Gladys, urusan antara kita nggak pernah akan selesai. Lo harus bayar dengan kaki patah, seperti Lo melakukannya pada Samuel," seru salah satu musuh Gladys.Gladys tertawa remeh. "Kalian pikir bisa mengalahkan gue. Ingat, sekelas Samuel saja kakinya bisa patah. Apa lagi kalian yang hanya teri jalanan, sudah pasti Lo semua akan mampus di tangan gue.""Banyak omong lo ...." Salah satu dari mereka mengeluarkan sebilah pisau untuk melawan Gladys yang hanya menggunakan tangan kosong.Gladys semakin waspada, dia mulai serius karena salah satu dari mereka menyerang dengan menggunakan pisau. "Sial, gue nggak bisa bergerak bebas. Bisa gawat kalau sampai terkena sabetan pisau itu."Dari dalam mobil Aldo terus mengawasi. Dia akan ke luar kalau keadaan semakin runyam. "Enaknya aku bantuin dia nggak, ya? Bocah itu t