"Iya, Kak. Aku sudah berpegangan kencang ini!" seru Vanesa dari belakang.Vanesa memeluk Uma untuk meminimalisir terjadinya kontraksi. Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai juga di jalan ramai. "Alhamdulillah, kita sampai di jalan ramai juga, Nesa," seru Uma lega."Iya, Kak. Apa tempat pengiriman itu masih jauh dari sini?" "Di ujung belokan sana kok, sebentar lagi!"Uma menarik gas motornya menuju ke tempat pengiriman barang. Sesaat kemudian, mereka sampai juga. "Kita sampai."Vanesa turun dari motor dan melihat ke sekeliling. "Di sini ramai sekali ya, Kak.""Iya, kalau malam juga tambah ramai."Setelah itu, Uma masuk ke dalam tempat pengiriman barang tersebut. Vanesa hanya menunggu di luar dan matanya tertuju pada salah satu penjual makanan. "Martabak itu sepertinya enak sekali!" gumam Vanesa dalam hati.Uma ke luar mencari Vanesa, dia melihat pandangan Vanesa yang tertuju pada penjual martabak. "Nes, apa kamu ingin makan martabak?" "Kak Uma bikin aku kaget saja. Nggak k
Aldo membawa Gladys masuk ke dalam kamar atas izin mama Mira. Sesampainya di dalam kamar, Aldo meletakkan gadis itu di ranjang."Nak Aldo, Tante mengucapkan banyak terima kasih karena Nak Aldo sudah berbaik hati mau membawa Gladys pulang ke rumah," ucap mama Mira."Kebetulan saya tadi melihat Gladys ada di kafe, Tante. Dia sudah dalam keadaan sudah mabuk," jawab Aldo."Ayo kita ngobrol sebentar di luar. Ada yang ingin Tante tanyakan sama kamu."Aldo mengangguk, kemudian dia mengikuti mama Mira ke luar dari kamar Gladys. Sesampainya di ruang tamu memamerkan duduk di sofa begitu pula dengan Aldo."Silakan duduk, Nak Aldo. Oh, mau minum apa?" "Nggak usah repot-repot, Tante. Sebentar lagi saya mau pulang," jawab Aldo sungkan.Mama Mira tersenyum ramah. "Begini, Tante mau tanya sama kamu. Kok kamu tahu kalau gadis itu tinggal di rumah ini?Apa sebelumnya kalian pernah bertemu? Atau mungkin kalian sudah saling mengenal?""Sebenarnya permasalahan seperti ini, Tante. Gladys nggak sengaja mena
Hari demi hari berlalu, bulan berganti dengan bulan hingga 5 tahun kemudian hidup semua orang berubah."Sayang, hari ini kita jadi ke panti asuhan 'kan? Mama sudah siap jika kita pergi ke sana," ucap Dinda pada suaminya."Jadi, Mama juga sudah meneleponku tadi. Tunggu aku selesaikan ini dulu, sebentar lagi kita berangkat."Keynan menjawab sambil menatap layar laptop.Lima tahun sejak kejadian itu, kehidupan Keynan berlangsung dengan baik dan lancar. Dia bisa melupakan Vanesa hanya dalam sekejap mata. Akan tetapi, di 7 tahun pernikahannya, Keynan belum juga dikaruniai seorang putera. Hingga dia memutuskan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan demi memancing kandungan istrinya.Mama Leni yang mempunyai sifat angkuh itu hampir menyerah karena belum ada tanda-tanda untuk hadirnya seorang cucu. Lalu, dengan sangat terpaksa dia memerintahkan Keynan dan istrinya untuk mengadopsi anak dengan harapan Dinda bisa mengandung.Hari ini adalah waktu mereka untuk pergi ke panti asuhan. Mereka memil
Di balik niqab-nya, Vanesa menyebutkan nama itu. Lebih tertampar lagi saat dia melihat Keynan dan juga Ibunya. Kaki Vanesa seakan lemas untuk berdiri, hingga dia menjatuhkan piring yang sedang dipegangnya.Prankkk!Virga berteriak saat melihat Bundanya terduduk di lantai. "Bunda ... Bunda nggak apa-apa? Bunda kenapa? Bunda sakit?""Nggak apa-apa, Sayang. Tiba-tiba kepala Bunda pusing, maaf ayammu jatuh ke lantai," ucap Vanesa pelan.Umi Kalsum langsung menghampiri Vanesa yang mempunyai gelagat aneh. "Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit?""Tiba-tiba kepalaku pusing, Umi. Aku hanya ingin istirahat di kamar saja," jawab Vanesa, dia berdiri kemudian masuk ke dalam rumah.Keynan dan Dinda bersikap biasa saja, karena memang dia tidak mengenal sama sekali identitas Vanesa.Umi Kalsum kembali bersama dengan Keynan dan keluarganya. Mereka mengobrol di ruang tamu. Meski baru bertemu, Virga juga sangat dekat dengan Dinda dan juga Keynan. "Bagaimana? Apa ada anak yang menarik perhatian Ibu dan Bapak?"
Mama Leni terus curiga dengan apa yang dilihatnya di panti asuhan itu. Dia ingin memastikan kalau Virga itu adalah anak kandung Keynan. Sepanjang perjalanan Dinda pun hanya diam. Ada kekhawatiran di dalam hatinya."Bagaimana kalau anak itu adalah anak kandung Keynan. Apakah posisiku akan tersingkir?" gumam Dinda dalam hati yang gelisah.Melihat menantunya diam, Mama Leni pun bertanya, "Kamu kenapa Dinda sejak tadi diam? Apa kamu khawatir kalau anak itu adalah anak kandung Keynan?""Ya, Ma. Aku sangat khawatir sekali," jawab Dinda singkat."Kamu nggak usah khawatir Mama nggak akan menyingkirkan posisimu sebagai istri Keynan. Mama hanya menginginkan anak itu saja, bukan beserta Ibunya. Wanita itu adalah musuh Mama sampai kapanpun. Jadi, Mama akan membuatnya hidup menderita."Tidak tersenyum tenang, dia lega karena Mama Leni tidak akan membahayakan posisinya. "Terima kasih, Ma. Aku sangat senang sekali mendengarnya. Aku khawatir sekali kalau Mama akan menyingkirkan aku. Kalau memang Virg
Sesampainya di panti, Farhan langsung menemui Umi Kalsum yang sudah menunggunya di depan pintu. "Assalamualaikum, Umi.""Waalaikumsalam nak, Farhan. Mari silakan masuk!" Umi Kalsum mengajak Farhan untuk masuk ke dalam, "Silakan duduk, Nak!"Farhan pun duduk di kursi ruang tamu. Setelah itu dia mengutarakan tujuannya datang ke panti. "Sebelumnya saya minta maaf, Umi. Mungkin kedatangan saya ini terlalu tiba-tiba! Tapi, hal ini harus saya selesaikan dengan baik.""Perihal apa ya, Nak?""Ini masalah sumbangan yang masuk ke panti ini tiap bulan, Umi. Setelah saya telusuri, ternyata karyawan saya itu tidak amanah. Orang yang saya kasih tanggung jawab itu sudah menyalahgunakan kepercayaan. Akibatnya dalam 6 bulan terakhir dia tidak menyerahkan sumbangan itu ke panti ini. Saya minta maaf atas kelalaian ini."Umi Kalsum tersenyum. "Untuk sumbangan itu memang dalam 6 bulan terakhir ini tidak ada yang masuk ke rekening. Tapi, jujur saya tidak mempunyai pikiran buruk dalam hal itu. Panti yang sa
Adzan maghrib pun berkumandang, semua orang panti bersiap untuk salat. Farhan menjadi imam dalam salat berjamaah tersebut. Dia sudah memakai sarung dan juga kemeja. Kemudian, Farhan memimpin shalat tersebut dengan khusyuk.Selesai salat magrib semua orang langsung makan malam bersama. Farhan bergabung dalam makan malam tersebut. Dia juga membantu Vanesa menyediakan makanan di meja."Sini biar aku bantu, Dek!"Vanesa menoleh ke arah Farhan saat memanggilnya dengan sebutan Dek."Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu? Boleh 'kan jika aku memanggilmu dengan, Dek. Kamu juga 'kan memanggilku dengan sebutan, Mas," ucap Farhan dengan tersenyum manis.Vanesa langsung menundukkan pandangannya. "Terserah Mas Farhan saja. Aku sedikit terkejut saja karena seumur hidup belum pernah ada yang memanggilku dengan sebutan itu.""Ya sudah kalau begitu aku memanggilmu dengan Dek Nesa," sahut Farhan.Tiba-tiba suara Virga datang membuyarkan obrolan itu. "Bunda mana ayam gorengnya?Aku sudah lapar bunda
Hujan deras terus mengguyur, Vanesa masuk ke dalam rumah setelah selesai mengobrol dengan Farhan. Pikirannya bingung, sambil melihat wajah Virga yang sedang tertidur."Virga, Bunda sedang bingung! Bunda nggak tahu harus bagaimana?" Vanesa tidur dengan memeluk putranya. Dia menyetel alram agar terbangun tengah malam untuk sholat.Sekitar pukul 02.00 malam, alarm handphone Vanesa berbunyi. Dia segera bangun untuk menunaikan salat tahajud. Kegiatan itu rutin sekali dilakukan oleh Vanesa. Dalam sepertiga malam Vanesa selalu berdoa agar diberikan kehidupan yang layak dan baik.Selesai salat Vanesa juga berdzikir dengan khusyuk. Hidupnya sudah mulai tertata sejak memutuskan untuk hijrah. Selesai Dzikir Vanesa tidak langsung tidur, dia melihat aplikasi penjualan dan mencatat jika ada orang yang order. Hal itu dia lakukan sampai menjelang subuh.Sehabis subuh Vanesa harus memasak untuk anak-anak. Menyiapkan semua peralatan sekolah Virga maupun anak panti lainnya. Saat memasak di dapur tiba-t
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,