Mama Leni terus curiga dengan apa yang dilihatnya di panti asuhan itu. Dia ingin memastikan kalau Virga itu adalah anak kandung Keynan. Sepanjang perjalanan Dinda pun hanya diam. Ada kekhawatiran di dalam hatinya."Bagaimana kalau anak itu adalah anak kandung Keynan. Apakah posisiku akan tersingkir?" gumam Dinda dalam hati yang gelisah.Melihat menantunya diam, Mama Leni pun bertanya, "Kamu kenapa Dinda sejak tadi diam? Apa kamu khawatir kalau anak itu adalah anak kandung Keynan?""Ya, Ma. Aku sangat khawatir sekali," jawab Dinda singkat."Kamu nggak usah khawatir Mama nggak akan menyingkirkan posisimu sebagai istri Keynan. Mama hanya menginginkan anak itu saja, bukan beserta Ibunya. Wanita itu adalah musuh Mama sampai kapanpun. Jadi, Mama akan membuatnya hidup menderita."Tidak tersenyum tenang, dia lega karena Mama Leni tidak akan membahayakan posisinya. "Terima kasih, Ma. Aku sangat senang sekali mendengarnya. Aku khawatir sekali kalau Mama akan menyingkirkan aku. Kalau memang Virg
Sesampainya di panti, Farhan langsung menemui Umi Kalsum yang sudah menunggunya di depan pintu. "Assalamualaikum, Umi.""Waalaikumsalam nak, Farhan. Mari silakan masuk!" Umi Kalsum mengajak Farhan untuk masuk ke dalam, "Silakan duduk, Nak!"Farhan pun duduk di kursi ruang tamu. Setelah itu dia mengutarakan tujuannya datang ke panti. "Sebelumnya saya minta maaf, Umi. Mungkin kedatangan saya ini terlalu tiba-tiba! Tapi, hal ini harus saya selesaikan dengan baik.""Perihal apa ya, Nak?""Ini masalah sumbangan yang masuk ke panti ini tiap bulan, Umi. Setelah saya telusuri, ternyata karyawan saya itu tidak amanah. Orang yang saya kasih tanggung jawab itu sudah menyalahgunakan kepercayaan. Akibatnya dalam 6 bulan terakhir dia tidak menyerahkan sumbangan itu ke panti ini. Saya minta maaf atas kelalaian ini."Umi Kalsum tersenyum. "Untuk sumbangan itu memang dalam 6 bulan terakhir ini tidak ada yang masuk ke rekening. Tapi, jujur saya tidak mempunyai pikiran buruk dalam hal itu. Panti yang sa
Adzan maghrib pun berkumandang, semua orang panti bersiap untuk salat. Farhan menjadi imam dalam salat berjamaah tersebut. Dia sudah memakai sarung dan juga kemeja. Kemudian, Farhan memimpin shalat tersebut dengan khusyuk.Selesai salat magrib semua orang langsung makan malam bersama. Farhan bergabung dalam makan malam tersebut. Dia juga membantu Vanesa menyediakan makanan di meja."Sini biar aku bantu, Dek!"Vanesa menoleh ke arah Farhan saat memanggilnya dengan sebutan Dek."Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu? Boleh 'kan jika aku memanggilmu dengan, Dek. Kamu juga 'kan memanggilku dengan sebutan, Mas," ucap Farhan dengan tersenyum manis.Vanesa langsung menundukkan pandangannya. "Terserah Mas Farhan saja. Aku sedikit terkejut saja karena seumur hidup belum pernah ada yang memanggilku dengan sebutan itu.""Ya sudah kalau begitu aku memanggilmu dengan Dek Nesa," sahut Farhan.Tiba-tiba suara Virga datang membuyarkan obrolan itu. "Bunda mana ayam gorengnya?Aku sudah lapar bunda
Hujan deras terus mengguyur, Vanesa masuk ke dalam rumah setelah selesai mengobrol dengan Farhan. Pikirannya bingung, sambil melihat wajah Virga yang sedang tertidur."Virga, Bunda sedang bingung! Bunda nggak tahu harus bagaimana?" Vanesa tidur dengan memeluk putranya. Dia menyetel alram agar terbangun tengah malam untuk sholat.Sekitar pukul 02.00 malam, alarm handphone Vanesa berbunyi. Dia segera bangun untuk menunaikan salat tahajud. Kegiatan itu rutin sekali dilakukan oleh Vanesa. Dalam sepertiga malam Vanesa selalu berdoa agar diberikan kehidupan yang layak dan baik.Selesai salat Vanesa juga berdzikir dengan khusyuk. Hidupnya sudah mulai tertata sejak memutuskan untuk hijrah. Selesai Dzikir Vanesa tidak langsung tidur, dia melihat aplikasi penjualan dan mencatat jika ada orang yang order. Hal itu dia lakukan sampai menjelang subuh.Sehabis subuh Vanesa harus memasak untuk anak-anak. Menyiapkan semua peralatan sekolah Virga maupun anak panti lainnya. Saat memasak di dapur tiba-t
"Untuk sementara waktu, kita waspada saja dulu. Kalau memang mereka ke sini lagi. Kamu nggak boleh berpikir jelek dengan seseorang. Sudah Umi mau sholat Dhuha dulu."Umi Kalsum masuk ke dalam rumah untuk sholat Dhuha. Sedangkan Vanesa masih berpikir dengan niat Farhan yang ingin melamarnya."Mas Farhan, wajahnya mengingatkan aku pada seseorang. Aldo ... bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia juga sudah menikah?"Di Tempat Lain.Beberapa jam berkendara, Farhan sampai juga di rumah. Dia masuk ke dalam dengan wajah yang bersemangat. "Assalamualaikum," seru Farhan saat masuk dalam rumah.Mama Ratih ke luar dari dalam dapur. Dia merasa aneh karena Farhan terlihat senyum-senyum sendiri."Farhan kamu kesambet setan dari mana? Senyum-senyum nggak jelas!" tegur Mama Ratih heran."Pokoknya hari ini aku seneng banget, Ma! Mama tahu nggak kenapa?""Apa?""Farhan sudah mempunyai calon istri dan calon mantu buat Mama!" ucap Farhan membuat Mama Ratih terkejut.Mama Ratih letakkan buah yang ada di tang
Tubuh Vanesa seakan lunglai tak sanggup berdiri. Ternyata Farhan adalah Kakak dari Aldo. Lelaki yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Vanesa berjalan mendekat ke meja tamu. Dia melihat mata Aldo yang semakin tajam memandangnya."Assalamualaikum," ucap Vanesa pada semua orang."Waalaikumsalam," jawab semua orang.Mama Ratih langsung menyambut ramah Vanesa. "Hai, Nak. Ternyata kamu cantik dan lemah lembut.""Perkenalkan, nama saya Vanesa ....""Vanesa Andara, benar 'kan?" Aldo memotong ucapan Vanesa. Semua orang pun menoleh ke arahnya."Vanesa Andara, lahir tanggal 15 Juni! Benar 'kan?"Vanesa tak bisa menjawab, tenggorokannya terasa tercekat. Umi Kalsum menoleh ke arah Vanesa meminta sebuah penjelasan. Ekspresi Farhan yang tampak tegang dan Mama Ratih yang menenangkan Aldo agar bisa menahan perasaannya.Tak sabar menunggu, Aldo pun berdiri. Disambarnya remote mobil. Lalu, dia menarik tangan Vanesa untuk keluar dari panti. Farhan hanya bisa diam, dia sangat tahu perasaan adiknya. Mama
"Alhamdulilah, kalau begitu semua sudah jelas," ucap Mama Ratih pada Vanesa.Setelah itu semua orang masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di kursi masing-masing. Farhan mengutarakan niatnya lagi. Dia memberikan seserahan untuk Vanesa. Seserahan itu berupa uang tunai dan juga beberapa jenis perhiasan.Aldo tersenyum senang melihat Vanesa mendapatkan lelaki yang baik dan bertanggung jawab seperti sang Kakak. Vanesa menerima lamaran tersebut kemudian Farhan memakaikan cincin di jari manis Vanesa.Mama Ratih dan Umi Kalsum sangat senang melihat kebahagiaan itu. Setelah acara tukar cincin, datang lah Virga yang habis pergi dari les seni bela diri."Bunda ... Bunda ... Virga pulang, Bunda!" seru Virga dari luar.Anak laki-laki itu berlari masuk ke dalam rumah. Sesampainya di ruang tamu, Virga terkejut karena banyak orang. "Eh, ada Om Farhan. Om Farhan apa sudah lama mainnya?" tanya Virga dengan suara cadelnya. Farhan menjawab dengan ramah,"Sudah dari tadi Om Farhan mainnya. Sengaja nih, nung
Satu Minggu Kemudian.Farhan melangsungkan pernikahannya dengan Vanesa. Pernikahan itu dihadiri oleh keluarga dekat saja. Vanesa sudah tampak cantik dengan gaun muslimnya yang berwarna putih cerah. Farhan juga sudah siap dengan memakai setelan jasnya. Dia masuk ke dalam kamar Vanesa bersiap. "Apa kamu sudah siap, Nesa? Semua keluarga sudah menunggu di luar. Mereka siap untuk mengantar kita ke masjid.""Aku sudah siap, Mas. Virga bersama siapa?""Virga dengan Aldo, mereka sudah sangat akrab sekali," jawab Farhan."Alhamdulillah, kalau begitu ayo kita keluar Mas." Vanesa keluar dari kamarnya dengan didampingi oleh Farhan.Sesampainya di luar, mereka semua langsung pergi ke masjid setempat untuk melangsungkan akad nikah. Warga sekitar juga ikut hadir karena memang Umi Kalsum yang mengundangnya.Hati Vanesa berdegup kencang. Dia masih tidak menyangka kalau akan melepas masa lajang dengan lelaki yang baru saja dikenalnya. Beberapa menit kemudian, mobil yang dinaiki Vanesa sampai juga di m
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,