Para pengawal Dinda pun membawa Vanesa menjauh dari rumah. Mereka berniat membuang Vanesa ke suatu tempat yang jauh. Beberapa saat kemudian, para pengawal itu sampai di kawasan hutan. Mereka berhenti tepat di atas jembatan dan di bawahnya ada aliran sungai yang mengalir deras. "Bro, jadi kamu akan membuangnya di sungai ini?""Ya, ayo cepat turun sebelum ada yang melihat!" ucap pengawal itu.Setelah itu, mereka keluar dan langsung membawa tubuh Vanesa turun dari mobil."Ayo cepat lempar wanita ini!"Kedua pengawal itu mengayunkan tubuh Vanesa, kemudian melemparnya ke aliran sungai yang deras. "Selesai, ayo kita cepat pergi dan laporkan pada, Nona!" Setelah itu mereka pergi meninggalkan jembatan untuk menghilakanngkan jejak.Tubuh Vanesa hanyut terseret aliran sungai yang deras. Entah bagaimana nasibnya dengan dua tikaman pisau di bagian perut?Di Tempat Lain.Para pengawal itu sudah sampai di rumah Keynan. Mereka memberikan laporan pada majikannya jika sudah berhasil menjalankan tugas
Aldo berjalan tertatih dengan berpegangan tembok. Dia terus berusaha meski kesakitan. Namun, usahanya sia-sia. Ada seorang suster yang memergokinya."Mas, Mas-nya mau ke mana? Ayo saya bantu kembali ke kamar. Maaf, Anda belum boleh pergi dari rumah sakit. Kondisi Anda belum pulih," ucap suster tersebut."Maaf Sus, aku harus pergi. Ada keperluan yang harus aku selesaikan. Aku nggak bisa berdiam diri di sini," jawab Aldo dengan suara yang berat.Suster itu tetap mencegah Aldo pergi."Maaf, tapi tetap saja tidak bisa. Anda masih dalam fase perawatan," sahut suster.Akhirnya suster itu memanggil temannya untuk membawa Aldo kembali ke kamar. Mereka terpaksa menyuntikkan penenang karena Aldo terus berteriak."Suster, aku ingin pergi menyelamatkan seseorang. Sus, tolong biarkan aku pergi dari sini! Suster, jangan cegah aku ...." Aldo terus berteriak. Dia memohon pada suster, akan tetapi tetap saja tidak berhasil.Beberapa menit kemudian, Aldo lebih sedikit tenang. Dia memejamkan mata karena m
Para suster langsung sibuk menyiapkan alat pacu jantung seperti yang di arahkan dokter. Setelah semua terpasang, dokter mulai menempelkan alat pacu jantung tersebut di dada Vanesa.Tubuh Vanesa melambung saat alat pacu jantung itu ditempelkan. Satu kali percobaan masih belum cukup. Dua kali percobaan pun masih sama. Akhirnya, tiga kali percobaan detak jantung Vanesa mulai stabil."Syukurlah, pasien melewati masa kritis. Ayo segera selesaikan operasi tulangnya!" ucap sang dokter.Dokter dan suster kembali melanjutkan operasi kaki dan tangan Vanesa. Di luar, Umi Kalsum sedang duduk sambil berdoa untuk keselamatan Vanesa. Umi wiridan sambil memegang tasbih di tangannya. Dia tak henti-hentinya mendoakan Vanesa dengan sepenuh hati.Lalu, beberapa jam kemudian dokter ke luar dari ruang operasi. Umi Kalsum segera menghampiri dokter. "Bagaimana dengan keadaan pasien, Dok?" tanya Umi.Dokter menghela napas dalam. "Pasien berhasil melewati masa kritis. Akan tetapi, dia mengalami koma. Entah kap
"Nyonya ... Den Farhan lihat ... Nyonya ... Den Farhan ...." Wanita itu berlari masuk ke dalam rumah untuk memanggil anggota keluarganya."Bi, ada apa teriak-teriak seperti itu," seru seorang wanita paruh baya dari dalam rumah."Itu, Nyonya, anu! Itu, di depan ada Den Aldo. Dia pingsan di depan gerbang, Nyonya!"Wanita itu terkejut hingga menjatuhkan gelas yang ada di tangannya. "Aldo, putraku! Apa benar itu Aldo, Bi?" "I-iya Nyonya! Itu Den Aldo, dia pulang!"Wanita itu adalah Ratih ibunya Aldo. Sudah lama dia mencari keberadaan putranya yang kabur dan menghilang. Mama Ratih langsung berlari ke luar untuk menemui putranya."Aldo, di mana kamu, Nak!" seru mama Ratih dari dalam. Sesampainya di luar gerbang, dia terkejut sekali melihat kondisi Aldo yang terluka parah."Astaghfirullah, Nak! Aldo putraku, kamu kenapa Sayang? Farhan ... cepat ke luar! Bantu adikmu masuk ke dalam! Bi Imah, panggil Farhan agar ke luar! Cepat, Bi!" perintah mama Ratih."Iya, Nyonya! Iya ...." Bi Imah pun seg
Beberapa jam berlalu, kondisi do sudah sedikit tenang. Dia sudah bisa mengendalikan dirinya. Mama Ratih senantiasa menemani putra kesayangannya itu."Aldo, bagaimana perasaanmu sekarang? Bagian mana yang masih sakit?" tanya mama Ratih pada Aldo.Aldo menarik napas dalam-dalam. Dia menatap ibunya yang sedang khawatir itu. "Ma, aku rindu sekali! Maafin aku ya, Ma! Aku sudah banyak salah, aku sudah menjadi anak yang nggak berbakti."Mama Ratih semakin trenyuh dengan sikap Aldo yang sudah banyak berubah. Dia memeluk putranya itu dengan penuh kasih sayang."Mama, sudah maafin kamu Sayang. Bahkan, Mama nggak lagi mempersoalkan kejadian masa lalu. Sekarang yang paling penting kamu sudah mau kembali ke rumah. Mama kangen sekali sama kamu, Nak! Aldo, anak Mama!"Aldo merasa tenang karena sang ibu masih peduli terhadapnya. "Makasih, Ma!" sahut Aldo tanpa semangat."Nak, banyak sekali yang Mama ingin tanyakan sama kamu. Tapi, Mama bingung harus memulainya dari mana. Melihatmu dalam keadaan seper
Umi Kalsum datang bersama dokter ke dalam ruang ICU. Dokter pun langsung mengecek kondisi Vanesa. Akan tetapi hasilnya di luar harapan."Maaf , Bu. Pasien masih belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Gerakan yang Ibu rasakan tadi hanya gerakan sensorik di mana otak merespon adanya rangsangan dari lingkungan sekitar," jawab dokter."Begitu ya, Dok! Tadi saya hanya membaca Al- Qur'an di sampingnya. Apa mungkin dia mendengar saya, Dok?""Bisa jadi, Bu. Alangkah baiknya Ibu selalu berkomunikasi dengan pasien agar dia bisa merespon kejadian di sekitarnya. Kemajuan pasien ada di dirinya sendiri dan Sang Pencipta," jelas Dokter."Terima kasih atas penjelasannya, Dok. Saya mengerti.""Kalau begitu saya permisi dulu, Bu." Dokter itu pun pergi dari ruang ICU.Umi Kalsum menghela napas dalam karena harapannya tidak sesuai. "Umi akan bersabar sampai kamu sadar, Nak. Semoga Allah memberikan keajaiban untukmu."Vanesa di rawat karena mengalami koma setelah berhasil melewati masa kritis. Sekarang h
Di rumah sakit, Umi Kalsum sedang merawat Vanesa yang sudah dua minggu dirawat. Umi senantiasa memberikan pelayanan seperti, membasuh badan, mengajak berbicara, dan juga membacakan lantunan ayat suci sehabis sholat."Nak, tepat 2 Minggu kamu dirawat di sini. Apa kamu nggak ingin bangun, Nak? Umi penasaran siapa kamu? Bagaimana ceritamu sehingga bisa sampai di tempat, Umi?" Umi Kalsum berbicara sambil membasuh tangan Vanesa dengan air hangat."Umi sangat berharap sekali bisa mengobrol denganmu," ucap Umi Kalsum dengan suara lemah lembut.Setelah membasuh tangan dan kaki Umi Kalsum meletakkan kembali handuk kecil itu di atas meja. Dia duduk sambil membalas pesan di handphonenya.Tanpa disadari oleh Umi, jari Vanesa bergerak. Tak lama kemudian, dia mengeluarkan suara yang sangat pelan. Meski pelan, Umi Kalsum menyadari hal itu. Dia memperhatikan Vanesa dengan seksama."Nak, kamu sudah sadar? Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah. Aku harus panggil dokter." Umi Kalsum menekan bel yang bera
Aldo terus menaruh dendam pada Keynan. Dia akan membalasnya saat sudah bangkit nanti. Setelah lama merenung, Aldo mulai beranjak dari tempatnya. Dia ingin pergi menemui teman lama "Bi, aku pergi ke luar. Nanti bilangin ke Mama kalau sudah pulang," seru Aldo pada asistennya."Baik, Den!"Aldo ke luar dari rumah menuju ke garasi. Dia ingin naik motor sport kesayangannya dulu. "Halo boy, sudah lama sekali kita nggak bertemu ya. Ternyata kamu terawat dengan baik."Motor sport itu adalah hadiah ulang tahun dari sang ibu. Aldo sangat menyukai motor tersebut. Setelah bersiap, Aldo segera memakai jaketnya dan helm. Lalu, dia pergi menuju ke kafe langganannya dulu.Aldo menarik gas itu dengan kecepatan tinggi. Dia merasakan sedikit kedamaian dalam hatinya. Meski ada sebuah ganjalan, Aldo tetap berusaha tegar demi janjinya pada Vanesa.Sekitar dua puluh menit, Aldo sudah sampai di kafe langganannya saat remaja dulu. Dia turun dan membuka helm-nya. Setelah itu masuk ke dalam mencari temannya.Se
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,