"Lepas, lepaskan aku! Vanesa kamu jangan keterlaluan. Vanesa aku akan mengadukanmu pada Keynan. Kamu wanita iblis, wanita ular," teriak mama Leni terus mengumpat Vanesa.Ke empat lelaki itu terus menarik paksa ibunya Farel untuk masuk ke dalam kamar. Teriakan meminta tolong terdengar sangat nyaring sekali."Tolong ... tolong ... Keynan tolong Mama! Kalian, jangan macam-macam! Kalian pergi dari sini, jangan sentuh aku! Pergi ...!" teriak mama Leni terus meronta.Kaki Vanesa lemas tak sanggup berdiri, dia duduk di sofa sambil menangis. Dia teringat dengan masa lalunya dulu yang dirudapaksa oleh para penculik itu.Vanesa menutup telinganya dengan kedua tangan. Dia tidak sanggup mendengar jeritan dan teriakan ibunya Keynan. "Apa yang terjadi? Kenapa dalam hati ini ada rasa nggak tega? Bukankah dia sangat jahat padaku dulu.""Aku nggak boleh lemah, aku sudah merencanakan ini dari awal. Dia harus merasakan apa yang aku rasakan," ujar Vanesa dengan menghapus air matanya.Di dalam kamar, mama
"Keynan, kamu jahat! Kamu memang nggak pernah tulus sama aku. Kamu sama saja seperti mereka semua. Suka mempermainkan orang. Keynan ... turunkan aku!" Vanesa terus berteriak dan memukul punggung Keynan.Keynan tetap diam membisu. Dia sudah gelap mata sampai tidak mendengar teriakan dan tangisan Vanesa. Sesampainya di atas, Keynan langsung menendang pintu kamar. Kemudian, melempar tubuh Vanesa di atas kasur."Awww, brengsek. Kasar sekali kamu, Key," teriak Vanesa terus berbicara.Keynan mengambil sesuatu dari lemari. Dia mengambil tali kemudian berjalan menghampiri Vanesa yang ingin kabur."Mau ke mana kamu, Nesa. Jangan harap bisa ke luar dari rumah ini. Kamu harus tetap di sini, selamanya!" ucap Keynan dengan menarik tubuh Vanesa. Keynan menarik kedua tangan Vanesa dan mengikatnya dengan tali. "Tinggallah di sini, tunggu aku pulang. Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu," sentak Keynan dengan kasar.Vanesa tergelak keras, dia seperti tikus yang sedang terperangkap. "Keynan,
Di Rumah Sakit.Aldo sedang sibuk menelpon Vanesa yang handphonenya tidak aktif. "Nes, kamu kenapa tidak mengaktifkan handphonemu. Apa yang terjadi?"Beberapa kali Aldo mendesah kesal karena tidak bisa menghubungi Vanesa. Dia terus mencoba berulang kali namun hasilnya tetap sama."Aku harus mencarinya ke mana dengan keadaanku yang seperti ini?" ucap Aldo frustasi.Aldo kembali melihat handphonenya, dia melacak keberadaannya Vanesa lewat GPS yang sudah tertaut sebelumnya. "Vanesa masih berada di rumah itu, tapi kenapa perasaanku nggak enak? Nes, aku harap nggak terjadi apa-apa sama kamu," gumam Aldo pelan. Dia mencoba menepis rasa khawatirnya.Kondisi Aldo masih belum stabil, kakinya belum bisa digunakan untuk berjalan. Jadi, dia tidak bisa melakukan apa pun.Di Tempat Lain.Keynan sedang berada di rumah sakit. Dia masih menunggu istrinya yang hari ini sudah pulang ke rumah."Apa hari ini hasil pemeriksaan kandunganmu sudah bisa ke luar?" tanya Keynan pada istrinya."Iya, aku meminta h
Keynan sudah tidak mendengarkan teriakan Vanesa. Dia terus berupaya untuk mencumbu mantan kekasihnya itu. "Nesa, kamu nggak usah sok suci. Hanya ini lah cara agar kita bisa bersama," seru Keynan terus memaksa."Aku memang murahan tapi aku nggak pernah berhubungan dengan orang lain. Aku ... aku masih trauma dengan kejadian itu. Keynan aku mohon, jangan lakukan! Aku mohon padamu!" pinta Vanesa pada Keynan.Keynan tersenyum tipis. "Benarkah? Tapi entah kenapa aku nggak percaya dengan kata-katamu, Nesa? Mana mungkin tubuhmu ini nggak terjamah sedikit pun. Untuk itu, aku membuktikannya sendiri," balas Keynan dengan sengaja.Vanesa terus menggeleng. "Nggak Keynan, aku nggak mau! Aldo ... tolong aku! Aldo ...."Plaakk! Satu tamparan mendarat di pipi Vanesa."Diam! Beraninya kamu menyebut pria lain saat bersamaku. Vanesa, pikiranku sudah kacau saat kamu melecehkan orang tuaku. Saat aku mengingatnya, ingin sekali aku menyiksamu. Maka rasakan ini ...."Keynan terus berusaha membuka baju yang di
Vanesa mendorong kursi roda Dinda hingga terjatuh. Hal itu membuat pengawal yang mendampingi Dinda marah."Kamu jangan macam-macam dengan kami!" seru pengawal itu dengan sedikit mengancam."Apa? Kalian ingin main kasar di sini? Daripada kalian buat masalah, mending tolongin saja majikanmu itu. Nanti lumpuh terus nggak bisa jalan, makin nyusahin orang pastinya," gerutu Vanesa dengan sangat kasar.Dinda berusaha bangun dan ditolong oleh kedua pengawalnya. "Wanita jahat, kamu memang jahat!" teriak Dinda sambil meringis kesakitan."Ha-ha-ha, sudah tahu aku jahat. Tapi, masih saja mencari urusan denganku. Sudah aku mau pergi, cari sana suamimu di dalam. Menganggu saja ...." Vanesa pergi dari tempat itu dengan penuh kekesalan. Sedangkan Dinda, dia segera masuk untuk mencari suaminya."Bawa aku ke lantai atas, aku ingin mencari Keynan!" perintahnya pada sang pengawal.Salah satu pengawal itu langsung menggendong Dinda untuk menaiki tangga. Tak lama kemudian, mereka sampai juga di sebuah kama
Vanesa tertidur dalam ranjang Aldo. Dia bingung sehingga tak mempunyai pendirian yang tetap. Satu jam berlalu, Aldo masih dalam posisinya menemani Vanesa. Hingga tak lama kemudian, Keynan datang dalam keadaan emosi."Vanesa ...." Keynan membuka pintu secara kasar sambil memanggil nama Vanesa.Aldo terkejut dengan kedatangan Keynan. "Mau ngapain kamu datang ke sini?" seru Aldo.Keynan tersenyum tipis. "Pertanyaan yang sama sekali nggak mendasar. Aku ke sini tentu saja ingin menjemput barang milikku.""Vanesa sedang istirahat, jadi jangan ganggu dia! Lebih baik kamu pergi dari sini." Aldo mengusir kedatangan Keynan."Kalau aku nggak mau gimana? Aku hanya ingin mengambil barang milikku saja kok. Nesa, bangun! Ayo ikut aku pulang," teriak Keynan dan membuat Vanesa bangun.Vanesa membuka matanya, dia kaget melihat Keynan yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. "Keynan, ka-kamu ngapain di sini?" "Kamu masih bertanya padaku? Aku ke sini sudah jelas untuk menjemputmu pulang. Ayo, kita pulang se
Vanesa berjalan ke luar dari rumah sakit. Setelah sampai di pinggir jalan, dia segera mencari taksi. "Pak, tolong antar saya ke toko serba ada," ucapnya.Sopir itu segera mengantar Vanesa pergi ke toko yang disebutkan. Sepanjang perjalanan, mata Vanesa menerawang jauh ke luar jendela. Dia sedang membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti."Apa aku bisa melakukan hal sekejam itu?" tanya Vanesa dalam hati.Beberapa menit kemudian, Vanesa sampai juga di toko serba ada. "Pak, tunggu di sini ya! Saya masuk ke dalam sebentar membeli sesuatu!""Baik, Mbak!" sahut sopir tersebut.Vanesa turun dan ke luar dari taksi. Dia masuk ke dalam toko tersebut dan mencari sesuatu. Setelah dapat, Vanesa membayar di kasir kemudian kembali ke taksi yang sudah menunggunya."Sudah jalan lagi, Pak!" seru Vanesa dengan tenang.Taksi itu melaju lagi menuju ke alamat yang diberikan oleh Vanesa. Hanya dengan 20 menit Vanesa sampai di rumah mewah. Dia turun dan berjalan juga pintu gerbang rumah itu.Kebetulan pi
Para pengawal Dinda pun membawa Vanesa menjauh dari rumah. Mereka berniat membuang Vanesa ke suatu tempat yang jauh. Beberapa saat kemudian, para pengawal itu sampai di kawasan hutan. Mereka berhenti tepat di atas jembatan dan di bawahnya ada aliran sungai yang mengalir deras. "Bro, jadi kamu akan membuangnya di sungai ini?""Ya, ayo cepat turun sebelum ada yang melihat!" ucap pengawal itu.Setelah itu, mereka keluar dan langsung membawa tubuh Vanesa turun dari mobil."Ayo cepat lempar wanita ini!"Kedua pengawal itu mengayunkan tubuh Vanesa, kemudian melemparnya ke aliran sungai yang deras. "Selesai, ayo kita cepat pergi dan laporkan pada, Nona!" Setelah itu mereka pergi meninggalkan jembatan untuk menghilakanngkan jejak.Tubuh Vanesa hanyut terseret aliran sungai yang deras. Entah bagaimana nasibnya dengan dua tikaman pisau di bagian perut?Di Tempat Lain.Para pengawal itu sudah sampai di rumah Keynan. Mereka memberikan laporan pada majikannya jika sudah berhasil menjalankan tugas
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,