“Aku nggak mau pulang. Mas sebaiknya pulang saja, dan balikan sama Bu Manda. Aku mau di sini saja.” Suci menggeleng dengan bibir yang cemberut.Daven tersenyum bahagia, karena dia tak perlu kehilangan pengasuh anaknya. “Kamu dengar sendiri, kan, kalau Suci tidak mau pulang?” ucapnya.“Tolong jangan ikut campur dengan urusan keluarga. Anda bisa saya tuntut karena telah menyembunyikan istri saya,” ancam Fery.Mata Daven melebar. “Siapa yang menyembunyikan? Aku hanya menerima permintaan dia untuk bekerja di sini. Tolong jangan mengada-ngada.” Lelaki itu tak terima.“OK, kalau begitu, saya juga minta tolong sama Anda, suruh Suci pulang. Pecat dia, agar dia tak lagi bekerja di sini,” pinta Fery dengan tegas.“Lho, itu haknya Suci, mau terus di sini atau mau pulang. Sebagai suami, seharusnya Anda sadar diri, kenapa Suci pergi dari rumah.” Daven malah menasihati.Fery melengos. Memang benar apa yang dikatakan lelaki ini. Dia memang salah karena telah mengatakan ingin rujuk dengan Amanda kare
Fery menatap wajah Suci yang menjadi background layar ponselnya. Wajah yang sangat ayu dan polos, matanya menunjukan ketulusan.“Maafkan aku, Ci. Aku memang salah sudah membuat kamu kecewa,” gumamnya. Fery sangat merindukan istri kecilnya itu. Rumah besarnya kini terasa sepi tanpa celotehan Suci. Fery terbayang saat Suci manyun saat kecapean karena bercinta semalaman. Sungguh sangat menggemaskan.Lamunan Fery tak terasa membawanya ke alam mimpi. Dia terlelap begitu saja, hingga pada pukul 00.00 suara alarm membangunkannya. Fery pun terperanjat kaget karena lupa menyalakan alarm untuk apa.Matanya memicing melihat pada layar ponsel. Sesaat kesadarannya belum kembali. Namun, lama-lama dia semakin sadar dengan alarm yang membangunkannya.“Astagfirullah, Suci ulang tahun hari ini,” ujar Fery dengan kaget. Dia lalu bangun dan mencoba untuk menelepon sang istri. Sayangnya Suci mematikan ponselnya, hingga Fery hanya bisa mendengkus kesal.“Kenapa kamu matikan ponselnya, Suci?” rutuknya. Dia
Amanda mendekat pada Suci dan memeluknya. “Selamat ulang tahun, Ci. Semua doa terbaik buat kamu, ya. Jangan pergi lagi, kasian Fery. Dia kayak orang gila nyariin kamu,” ujar Amanda dengan tawa pelan.Wajah Suci sontak memerah karena malu. Dia melirik pada sang suami yang sedari tadi tak mau jauh darinya.“Tuh, denger,” ucap Fery sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Suci. Gadis itu pun menyenggol Fery karena malu.“Beneran, Ci. Fery syok banget saat tau kamu pergi. Dia kayak orang gila nyariin kamu. kalau saja kamu lihat, kamu pasti kasihan,” lanjut Amanda.“Dia cemburu sama kamu, Manda,” ujar Fery disertai kekehan jahil.Suci sontak menoleh sambil melotot. Sikutnya pun ikut bergerak menyenggol perut suaminya. “Mas apaan, sih?” desisnya geram. Namun, Fery dan Amanda justru tertawa melihatnya.“Kamu ini lucu, Ci. Ga mesti cemburu sama aku. Nggak mungkin juga aku mau balik sama Fery. Kalau anak ini lahir nanti, kita bisa menjaganya sama-sama. Nggak usah pake rebutan segala. Kita bisa
Ani mengajak sang suami untuk menginap di rumah Fery. Dia teramat senang dengan berita kehamilan Suci. Dia juga sebenarnya senang dengan kehamilan Amanda, hanya saja wanita itu bukan lagi menantunya. Tak mungkin untuk memaksakan kehendaknya, walaupun Ani memang sayang pada mantan menantunya itu.“Kita bikin syukuran yang meriah. Undang semua tetangga dan keluarga, biar mereka tau tentang kehamilan Suci," ujar Ani. “Apa nggak terlalu terburu-buru, Ma?” tanya Fery.“Nggak, pokoknya kita harus segera bikin syukuran. Yang namanya bersyukur itu tidak ada kata buru-buru. Kita itu harus bersyukur setiap saat, Fer. Bedanya sekarang kita sambil berbagi pada tetangga, supanya kehamilan istri kamu diberkahi,” ungkap Ani.“Iya, Ma. Aku pasrah aja deh, gimana Mama,” jawab Fery.Ani lalu menyuruh Ceu Neneh untuk belanja aneka bahan untuk masakan, juga makanan kering untuk dibagikan pada tetangga. Wanita yang masih cantik di usaianya yang tak muda lagi, berencana mengadakan pengajian dengan mengund
“Duduk!” titah Ani pada Fery setelah semua tamu sudah bubar. Lelaki tampan itu pun menuruti perintah sang ibu.“Jadi, selama ini, kamu pernah menikah dengan wanita tadi di belakang kami?” tanya Ani dengan tangan bersedekap di dada.Fery tampak tak nyaman. “Iya, Ma. Aku minta maaf. Aku akui aku salah. Aku juga sudah menerima balasan atas sikap burukku pada Amanda. Aku mendapatkan istri yang buruk seperti Yuni. Aku kapok,” ungkap Fery tampak menyesal.“Jadi … kamu nikahin dia cuman buat nyakitin Amanda? Gila kamu Fer! Kapan Mama sama Papa ngajarin kamu bersikap tak baik seperti itu?” Ani benar-benar marah.Fery menunduk dalam. Akhirnya yang dia sembunyikan, terbongkar juga. “Jangan-jangan, kamu nikahin Suci juga cuma main-main,” tuduh Ani lagi.“Ma, jangan begitu,” tegur Sofyan. Namun, wanita cantik itu tak mau mendengar debat dari suaminya. “Coba saja Papa pikir, bagaimana mungkin anak kita jadi tukang main perempuan seperti itu. Gak bermoral!” Ani mendengkus kesal.“Iya, Ma, maaf.
“Mau ke mana, Fer?” tanya Ani yang heran melihat putranya tergesa-gesa.“Aku harus ke rumah sakit, Ma. Ada pasien yang harus ditolong,” sahut Fery menyambar kunci mobilnya.Ani manggut-manggut. Dia mengerti dengan profesi sang putra sebagai seorang dokter yang harus siap kapan saja.“Hati-hati, Mas,” ujar Suci yang mengekori Fery hingga ke garasi.“Iya, Sayang. Maaf, ya, harus aku tinggalin,” ujar Fery yang dibarengi dengkusan kesal. “Si Yuni itu ada-ada saja.”Mata Suci melebar saat mendengar nama itu disebut. “Jadi … yang mau lahiran itu Mbak Yuni?” tanyanya dengan nada cemburu. Wajahnya mendadak cemberut.Fery menangkap itu. “Iya, kata bidan yang jaga Yuni harus menadapat tindakan operasi secar. Aku mohon kamu mengerti, ya. Ini adalah tugasku sebagai dokter,” jelas Fery yang menangkap kecemburuan di wajah istrinya.Suci mengangguk dengan wajah muram. “Iya, Mas. Aku mengerti. Hati-hati, ya,” ucapnya mencoba mengikhlaskan.Fery menelan salivanya. “Ci, maaf. Aku harus melakukan tu
“Kok udah pulang lagi, Mas?” tanya Suci yang heran melihat suaminya kembali dalam waktu sekejap. Sepertinya membantu proses kelahiran tidak akan secepat itu.Fery hanya menahan tawa sambil menggeleng.“Iiish, Mas ini ditanya malah ketawa. Udah beres Mbak Yuni lahirannya? Atau nggak jadi?” Suci masih mencecar dengan pertanyaan sambil mengekori Fery menuju kamar mereka.“Pusing aku melihat kelakuannya Yuni itu. Dia nggak mau melahirkan normal hanya karena nggak mau jadi dower katanya.” Fery kembali menahan tawa.“Iiish, emang mungkin bener, Mas,” sahut Suci.Fery berbalik menghadap istriny. “Otot vagina itu elastis, bisa melebar dan mengerut lagi. Walaupun memang tidak akan sama dengan gadis perawan, tapi bisa diperbaiki dengan latihan senam kegel,” jelas Fery.“Senam kegel?” Suci menelengkan wajahnya.“Iya. Nanti setelah kamu lahiran, kamu bisa ikut kelas senam kegel, aerobic dan yang lainnya. Supaya tubuh kamu sehat, bukan apa-apa,” ujar Fery.Suci masih bengong tidak mengerti.“Sudah
Hari ketiga setelah kepulangan Yuni dari rumah sakit, dia masih tak mau menyusui anaknya. Yadi sudah menyerah dengan sikap ibu dari anaknya itu. Lelah untuk membujuk. Sepertinya wanita itu tidak akan pernah berubah tabiatnya.Yuni membereskan pakaiannya ke dalam tas besar. Hanya pakaiannya yang bagus saja yang dia bawa, sedangkan baju-baju lusuhnya dia biarkan begitu saja.Bayi mungil itu menangis saat Yadi tinggalkan ke kamar mandi dan Yuni tak menggubrisnya sama sekali.Yadi keluar terburu-buru dan menggelengkan kepalanya saat melihat Yuni begitu santai, seolah tangisan itu tak terdengar olehnya.“Kamu gendong dulu sebentar kan, bisa, Yun. Kamu nggak kasian apa?” ujar Yadi yang sudah habis kesabaran. Dia bahkan tak bisa fokus bekerja. Sebentar-sebentar pulang untuk melihat keadaan putri yang dia beri nama Ayna.“Males. Kamu kan bisa cepetan di kamar mandi, kenapa pake lama,” sahut Yuni dengan entengnya.“Astagfirullah,” ucap Yadi sambil meraih bayi itu dan menimangnya. Yadi paham k