Lima hari lalu sebelum kecelakaan, di rumah kayu, di tengah Hutan Golden Forrest.
Claudia sedang duduk santai di ruang depan sedang membaca sepucuk surat.Tak lama kemudian seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam menerobos masuk melalui pintu yang tidak dikunci.Ia membuka tudung yang menutup wajahnya, sehingga wajahnya yang rupawan itu dapat kelihatan. Matanya berwarna keemasan dan rambut serta bulu matanya berwarna putih bersih seperti salju.
Dia adalah seorang malaikat yang bertugas di bumi, tepatnya bisa dikatakan saat ini sedang bertugas di sekitaran kota itu.Ia mengambil rupa sebagai manusia dua puluh tahunan yang menuntun jiwa-jiwa manusia yang mati, untuk menyebrang ke perhentian selanjutnya melewati dunia perbatasan.
Meskipun, kadang pekerjaannya tidak selalu mulus, mengingat beberapa jiwa yang kadang tak menurut atau menemukan sendiri jalan kembali ke dunia nyata dari perbatasan. Kebanyakan dari mereka adalah jiwa-jiwa yang dinodai oleh dendam atau keinginan yang begitu kuat. Sementara lainnya lagi adalah kasus-kasus variatif yang terlalu banyak untuk dideskripsikan.Sangat merepotkan untuk mengurusi masalah dari roh-roh itu, dan memaksakannya pun bukanlah pilihan yang tepat.
“Claudia aku minta teh,” pria itu berjalan perlahan menuju meja di ruangan itu, menarik kursi lalu duduk di dekat Claudia.
“Lain kali ketuklah pintu dulu!” Claudia berdiri, lalu segera menuju dapur.
“Maaf-maaf,” pria itu tertawa kecil.
Sementara Claudia pergi ke dapur, pria itu tetap tinggal di ruang depan, memperhatikan apa yang barusan dilakukan oleh Claudia.
Jack, begitulah Claudia biasa memanggil pria tersebut, itu adalah nama yang pertama kali diberitahu oleh malaikat itu kepada Claudia, sejak pertama kali mereka bertemu.Claudia sebenarnya meragukan keaslian nama itu, dan yakin bahwa itu hanyalah nama samaran yang di ambil secara acak.Sejak saat itu Pria itu seringkali mengunjungi Claudia dan menumpang minum teh di rumahnya.
Setelah beberapa saat, wangi teh telah merebak menjangkau ruang depan.Dengan membawa nampan berisi poci dan cangkir teh, Claudia berjalan perlahan mendekati meja.
“Biasanya kamu juga menyajikan kue kering, tumben hari ini tidak,” keluh jack menatap nampan yang berisi lebih sedikit dari biasanya.
“Sudah habis,” kata Claudia sambil meletakkan nampan dimeja.
“Kalau begitu belilah di kota,” pinta Jack.
“Akan kulakukan nanti sambil mengirim balasan surat tersebut,” Claudia menujuk sepucuk surat di meja lalu menuangkan teh pada cangkir.
“Sudah delapan tahun kamu bermain surat-suratan dengan gadis itu, dan tidak pernah bicara dengannya. Tidakkah lebih baik kalau kamu menemuinya langsung?” Jack menatap surat yang ada di meja. “Selain itu, kali ini ia membahas apa?”
“Bertanyalah satu persatu!” keluh Claudia pada Jack. “ Kali ini ia membahas masalah hatinya, tentang orang yang ia sukai di sekolahnya”
“Masalah klasik ya, jadi bagaimana tanggapanmu?”
“Aku tidak tahu, aku juga tidak mengerti”
“Ya, apa boleh buat,” Jack menyesap teh miliknya menikmati cairan berwarna kecoklatan itu mengalir di kerongkongannya. “Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu itu, kamu masih mencarinya? kupu-kupu emas itu?”
“Ya, tapi ada yang sedikit menggangguku akhir-akhir ini.”
“Apa itu? “
“Satu tahun terakhir ini, aku sering melihat seorang pemuda berkeliaran di hutan. Awalnya tidak terlalu mengganggu, namun akhir-akhir ini aktivitasnya semakin meningkat.”
“Kalau begitu kamu tinggal mengusirnya seperti arkeolog yang waktu itu,” Jack menyarankan sambil menyenderkan tubuhnya di kursi.
“Karena hal itu pula, selama setahun ia malah semakin sering datang kemari.Tidak akan kulakukan, aku belajar dari kesalahanku.” Claudia menatap ke arah luar dari jendela di sebelah pintu.
“Lagipula, ia akan berhenti jika ia tidak mendapat apa yang ia inginkan,” tambah Claudia.
“Memangnya apa yang ia cari?” tanya jack penasaran.
“Bunga emas atau ‘Golden Flower’, sebutan yang lebih akrab di telinga orang-orang di kota ” Claudia menjawab singkat
“Pantas saja kalau begitu,” Jack mengetuk meja beberapa kali dengan jemarinya sambil memandangi cangkir teh di hadapannya. ”Berapa lagi kupu-kupu emas yang tersisa?” Jack kembali membahas soal kupu-kupu emas.
“Hanya satu. Apa mungkin sudah sampai di kota ya? Padahal aku sudah mengunci hutan ini supaya kupu-kupu itu tidak berkeliaran keluar,” Claudia melemaskan kepalanya di atas meja.
“Ya, tenang saja.Lagipula kupu-kupu itu tidak berbahaya,” Jack mencoba menenangkan Claudia. ”Tapi aneh juga ya, jika kupu-kupu itu bisa keluar dari pengekang hutan ini”
“Pengekang? aku tak pernah memasang pengekang, itu terlalu banyak menghabiskan energi. Aku hanya memasang pembatas di pinggiran hutan, yang mana jika kupu-kupu itu berada di dekat sana akan membuatnya untuk kembali ke hutan.
“Selain itu, jika aku aku memasang pengekang, akan sulit bagi manusia memasuki hutan ini.Jadi, ada kemungkinan kupu-kupu itu di bawa keluar oleh seseorang dan secara teknis pembatas itu pun tidak bekerja karena tak berpengaruh pada manusia, sementara kupu-kupu tersebut dipaksa untuk keluar.”
“Ya, tapi hanya sedikit manusia yang bisa melihat hal-hal supranatural seperti kupu-kupu itu.” Jack membalas.
“Sedikit bukan berarti tidak ada kan, seperti misalnya ....” Claudia menatap surat di meja, melihat nama dari pengirim surat itu.”Mengapa aku tak memikirkannya ya, bisa jadi dia tahu sesuatu”
“Gadis itu?”
“Ya, tentu saja.Mungkin aku harus menemuinya langsung dalam waktu dekat ini.”
Jack mengangkat cangkirnya, menghabiskan teh miliknya sekaligus, begitu juga dengan Claudia.Claudia meletakkan kembali cangkir-cangkir kosong dan teh itu di atas nampan dan bersiap membawanya kembali ke dapur.Jack berdiri bersiap meninggalkan rumah itu.
“Claudia, jika seandainya kamu tahu seseorang akan segera mati, maukah kamu mengabulkan permohonannya?” tanya Jack tiba-tiba.
“Siapa peduli dengan orang itu, aku bukanlah peri baik hati yang suka mengabulkan permohonan orang-orang.”
“Tapi, kamu iblis loh”.
“Ya, aku tahu tidak perlu dipertegas juga!”
“Sebentar lagi di kota ini akan terjadi insiden besar.Banyak orang akan mati, salah satunya adalah putri dari keluarga Ellon.Sangat disayangkan sekali, padahal dia gadis yang baik loh.”
Claudia menatap heran jack,tidak biasanya ia mau memberitahu target pekerjaannya. Jack kemudian mengeluarkan sebuah benda seperti kaca pembesar dengan bingkai berwarna emas tetapi, tak memiliki tangkai.Ia meletakkan benda itu di atas meja, lalu berdiri dan melangkah menuju pintu.
“Siapapun yang tak terlihat oleh lensa itu, menandakan ia akan segera mati.Aku pinjamkan sebentar siapa tahu kamu butuh.” Jemari jack memegang gagang pintu lalu keluar dengan cepat dari rumah itu.”Terima kasih untuk tehnya,” Jack melambaikan tangannya.
Claudia mengambil benda yang ada di meja memperhatikannya baik-baik.Ia menghela nafas lalu duduk kembali mengehempaskan pelan alat itu di meja.
“Sekalipun aku tahu seseorang akan mati besok, memangnya aku bisa apa ?” gumam Claudia
***
Keesokan harinya Claudia pergi ke kota untuk membeli persediaan.Dengan pakaian serba putihnya dan tas berwarna merah muda menempel pada punggungnya.Tak lupa pula ia membawa jam saku perak kesayangannya.Ia sendiri lupa siapa yang memberikan jam saku itu kepadanya, dan berniat untuk mencarinya setelah pekerjaannya selesai.Namun, tidak terasa puluhan tahun pun berlalu dan ia belum mendapat satu pun petunjuk tentang jam saku itu.
Bagian utara kota, tidaklah terlalu jauh dari hutan.Claudia bisa menempuhnya hanya dengan berjalan kaki, walaupun kadang ia bisa berteleportasi jika sedang buru-buru.Namun,hal tersebut bukanlah pilihan utama karena ia tidak ingin menarik perhatian orang-orang di kota dan harus pandai memilih tempat.Sebenarnya ia juga bisa menghilangkan keberadaannya, namun melakukannya berbarengan dengan teleportasi akan mengurus energinya dengan cepat.Jadi, ia juga tak mau melakukannya.
Dengan santai ia mengarungi distrik utara kota itu, berbaur dengan lautan manusia yang memenuhi kota tersebut.Perjalanan singkatnya berkahir di sebuah toko tempat ia biasanya membeli persediaan, meskipun baru satu tahun ia menjadi langganan di sana.Claudia akan selalu berganti-ganti toko hampir setiap tahun.Ia tak ingin orang-orang di kota curiga terhadap keberadaannya.Hal tersebut itulah yang membuatnya menyembunyikan rumahnya di hutan dengan kekuatannya.
“Selamat siang, Bu,” sapa claudia pada penjaga toko, “Bisa saya mengambil barang seperti biasanya?”
“Ah, Nak Claudia, seperti biasa ya? Kalau begitu tunggu sebentar.”
Penjaga toko itu pun menyiapkan barang-barang yang dimaksudkan claudia,meninggakan claudia menunggu.Tak butuh waktu lama, penjaga toko membawa bungkusan berisi makanan ringan dan beberapa barang lainnya.
“Ini dia “ Penjaga toko menyerahkan bungkusan itu pada Claudia.Ketika hendak membayar Claudia menyadari bahwa ia lupa membawa uang.
“Jika kamu lupa membawa uang, kamu bisa membayarkannya di lain waktu.Ibu percaya padamu kok,” kata penjaga toko itu melihat Claudia yang sibuk merogoh-rogoh isi tasnya.
“Maafkan saya, Bu, saya akan segera membayarnnya,” Claudia menundukkan kepalanya menyesal akan kecerobohannya.
“Jika diperbolehkan izinkan saya untuk membayarnya,“ kata seorang gadis berambut panjang yang tiba-tiba ikut bergabung.Gadis itu kemudian memberikan sejumlah uang pada penjaga toko, membayar belanjaan miliknya dan juga Claudia.Kemudian mereka keluar dari toko bersama-sama.
***
“Terima kasih kak, untuk bantuannya aku pasti akan segera mengembalikannya.”
“Tidak masalah kok, kamu tidak perlu mengembalikannya,” kata gadis itu, sambil mengeluarkan sebatang coklat yang ia beli dari toko tersebut, lalu menyerahkannya pada Claudia, “Ambillah ini.”
“Te-terima kasih, “ Claudia menerima coklat pemberian gadis “Boleh saya tahu siapa nama kakak?”
“Riana Ellon, panggil saja Riana. Kalau kamu?” gadis itu tersenyum, sedikit membungkukkan badannya lalu mengelus lembut kepala Claudia.
Mendengar nama gadis itu Claudia tertegun sejenak. “Claudia, kakak bisa memanggilku begitu.”
Ratusan tahun lalu sekumpulan orang dari belahan bumi yang jauh mengarungi lautan dengan kapal-kapal mereka.Dengan tujuan untuk mencari tempat hidup yang lebih baik dan mudah Sampai suatu hari sampailah mereka di sebuah pulau yang kelihatan terisolasi. Pulau tersebut tampak sunyi dan tidak berpenghuni.Geografis pulau itu berada pada wilayah tropis, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan kehidupan sulit di musim dingin. Pulau tersebut berukuran cukup besar dengan dikelilingi oleh perbukitan pada sisi timur dan baratnya, kemudian pada bagian utara diisi oleh hutan yang cukup luas.Bagian selatan berupa pantai dengan pasir putihnya dan bagian tengah berupa ladang rumput yang hijau. Mereka sangat yakin pulau tersebut menjanjikan,dan bersiap untuk mendirikan peradaban di sana.Karena kekurangan bahan mereka terpaksa merombak kapal-kapal mereka untuk mendapatkan material tambahan.Dengan demikian mereka tidak bisa kembali lagi. Itulah sepenggal ceri
Sepuluh tahun lalu di halaman belakang kediaman Ellon, distrik utara kota Golden Valley. Seorang anak perempuan sibuk menghias sebuah kursi taman, dengan tangan kecilnya ia memasang bunga-bunga mawar pada sela-sela kursi itu yang baru saja ia petik.Ia juga mengaitkan beberapa sulur di kursi itu untuk menambah kesan alamiahnya. “Nona Riana, jika nona memetik mawar sebanyak ini bisa-bisa nyonya dan tuan marah ketika melihatnya.” keluh seorang wanita paruh baya yang menemani Riana.Ia ditugaskan oleh Freddy Ellon, kepala keluarga Ellon saat itu untuk menemani Riana bermain di taman belakang. Riana tak merespon ocehan yang diterimanya, sementara wanita yang menemaninya itu hanya pasrah duduk di kursi lain saat ocehannya tidak digubris. “Tidak usah khawatir, nona Riana sudah di izinkan mengambil bunga-bunga itu,” bisik seorang pria yang baru saja datang, menghampiri wanita itu. Pria tersebut tersebut membawa lebih banyak lagi bunga mawar
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Riana duduk di taman halaman belakang bersama bibi Lin yang menemaninya. “Kak Frans itu, setelah kemarin ia dapat membuat perasaanku membaik, kini ia kembali seperti biasanya.Mengurung diri di kamarnya dan hanya menampakkan dirinya ketika makanan siap,” ujar Riana ketus. “Ya, begitulah tuan muda Frans.Dia berambisi untuk menjadi penerus yang layak dari keluarga ini sehingga ia belajar setiap hari.“ “Untuk apa ia belajar terus?” tanya Riana. “Katanya ia ingin mengikuti seleksi sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di luar negeri.Ia ingin bisa lulus bukan hanya dengan modal nama keluarga, uang, ataupun kekuasaan.Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya layak secara individu dengan kemampuan yang memadai.” Lin menjelaskan dengan sabar pada Riana. “Daripada itu nona mengapa tidak mencoba bermain dengan teman-teman di luar? Akan bibi temani.” “Tidak mau, mereka semua sama saja.Mereka hanya baik di depanku,be
Hampir satu setengah tahun telah berlalu (delapan setengah tahun lalu), banyak hal yang telah terjadi pada Riana dan keluarganya.Setelah pertemuannya dengan Rafael di waktu itu, mereka selalu bermain bersama di taman belakang.Dalam waktu yang masih tergolong singkat itu, mereka telah menjadi teman yang sangat dekat. Namun, hari ini, alih-alih bermain di taman belakang, di lapangan hijau itu dengan pakaian serba hitam Riana berdiri di dekat sebuah nisan besar.Di sana seorang wanita terus menangis memeluk nisan itu, tak kenal lelah sudah hampir tiga jam ia di sana dan Riana menemaninya. Hari itu, adalah hari pemakaman adiknya, Rin Ellon, setelah lama berjuang melawan penyakitnya ia meninggal di usia 6 tahun.Ibunya seakan tak merelakan putri bungsunya itu, setelah sekian lama ia menemani dalam perjuangannya.Riana hanya berdiri di sana menemani ibunya, tak kuasa berkata apapun melihat kesedihan yang begitu besar terpancar dari sorot matanya. “Nona Riana, Ny
Kaget mendengar panggilan ayahnya, Riana berjalan perlahan mendekat. Ia berdiri diam di hadapan ayahnya, terdiam tak tahu harus bicara apa. “Duduklah!” pinta ayahnya pada Riana. “Ba-baik, Ayah.” Riana menurut dan duduk di kursi dihadapan ayahnya.Mereka dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang terbuat dari kaca dengan cangkir-cangkir sisa dari tamu tadi. Tuan Freddy menghela nafas, bingung bagaimana cara menjelaskan situasi saat ini pada putrinya. Kemungkinan Riana sudah mendengar sebagian besar percakapannya dengan tuan Finch. “Jadi sebanyak apa yang sudah Riana dengar?” tanya tuan Freddy pada putrinya dengan nada lembut agar Riana tidak merasa terintimidasi. “Maafkan Riana ayah, aku tidak sengaja mendengar percakapan ayah.Tadinya aku hanya ingin memeriksa sumber suara keras yang kudengar saat di kamar tadi.Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada ayah,” kata Riana. “Ya tidak masalah,berarti tadi kamu mendengar soal perjodoha
Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley. Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf kepada keluarganya dan Rafael. Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya. Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch
Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara. “Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia. Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?” “Ya, tentu saja.” “Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya. “Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana. Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.” “Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dili
Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu