Home / Lainnya / Claudia's Gift Shop / Riana's Diary 7

Share

Riana's Diary 7

Author: JunRio
last update Last Updated: 2021-06-23 11:59:06

Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley.

Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf  kepada keluarganya dan Rafael.

Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya.

Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch, keluarga yang menjalankan berbagai bisnis di berbagai belahan dunia.Meskipun disebut-sebut sebagai keluarga terkaya di benuanya, tidak membuat Victor Finch tinggi hati.

Victor Finch adalah lelaki populer di kampusnya bukan sekadar karena penampilan, nama besar, dan kekayaannya namun karena tabiatnya yang luar biasa baik.Ia tak pandang bulu pada temannya dan selalu menolong siapapun yang membutuhkannya selama ia sanggup melakukannya.Dengan demikian ia dicintai dan dikagumi oleh semua orang di kampusnya, mulai dari mahasiswa, dosen hingga pekerja kebersihan pun juga kagum kepadanya karena sering ditolong olehnya.

Bagi Riana Victor adalah sosok kakak yang baik, bahkan dalam beberapa hal ia lebih baik dari kakak kandung Riana sendiri, Frans. Setiap harinya Victor akan menemui Riana mengajarinya banyak hal, mulai dari sejarah keluarga Ficnh, etika, ranah sosial dan banyak lagi.Di sela-sela pengajarannya, ia juga akan mengajak Riana berbicara santai.

Seperti yang mereka lakukan saat ini dalam salah satu ruang khusus di kediaman Finch, mereka di temani oleh dua orang pelayan yang bersiaga di depan pintu.Sementara itu, mereka duduk berhadapan dipisahkan oleh sebuah meja kayu ukir yang rumit bentuknya.

“Jadi, begitulah setelah sekian lama akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya pergi.Jantungku hampir berhenti berdetak ketika aku mengatakannya,” kata Victor

“Baguslah kalau begitu kak,aku akan mendukung kakak dari sini,” balas Riana.

“Oke, doakan aku yang terbaik malam ini.”

“Pastinya.”

Mereka berdua tertawa bersama entah apa yang sedang mereka bahas.

“Tapi apa ini tidak masalah bagimu? Kamu kan telah dijodohkan denganku,” tanya Victor

“Tidak masalah, selama kak Victor tetap jujur pada perasaan kakak aku akan mendukungnya.Lagipula kak Victor sudah kuanggap seperti kakakku sendiri,” balas Riana.

“Terima kasih” Victor mengelus kepala Riana “Kamu tahu, sebagai anak tunggal tidak ada orang yang bisa ku ajak bicara disini.Namun, sejak kamu datang kemari hari-hari sunyi di rumah berubah menjadi lebih menyenangkan. Mungkin begini rasanya punya adik perempuan ya,” ujar Victor.

“Aku senang mendengarnya.” Riana tersenyum

“Tapi masalahnya, jika ayahmu tidak bisa melunasi hutangnya kita bisa benar-benar bertunangan loh.”

“Aku percaya pada ayahku dan juga Rafael, mereka akan datang menyelamatku.”

“Baik-baik, kesatria agung Rafael akan datang menyelamatkanmu dari cengkraman Raja iblis Victor,begitu kan?” ucap Victor dengan nada sedikit mengolok.

“Ti-tidak bukan begitu maksudku “ Riana mengembungkan pipihnya dengan wajah kemerahan, ekpsresi yang sangat jarang ditunjukkannya bahkan kepada Rafael sekalipun.

“ Ja-jangan bicara begitu dong, aku jadi malu,” tambah Riana.

Victor melihat ke arah Riana, memerhatikan kalung manik-manik dengan cincin plastik berwarna hijau sebagai pusatnya melingkari leher Riana. Selama di kediaman itu, Riana selalu mengenakannya. Bahkan ketika ada acara keluarga Finch yang harus diikutinya, ia tidak pernah berniat menggantinya dan lebih memilih menyembunyikan kalung itu di balik bajunya, daripada melepasnya.

“Melihat wajahmu yang malu-malu begitu, entah mengapa terasa sedikit menyenangkan,” ungkap Victor dengan tertawa kecil. “Riana, sebentar lagi kamu akan lulus SMP apakah kamu ingin meminta sesuatu dari Ayah?” tanya Victor.

“Permintaan?” Riana tampak kebingungan

“Apa aku lupa memberitahumu? Di keluarga Finch, anggota keluarga yang akan menginjak Sekolah menengah atas boleh meminta apapun sebagai hadiah, tapi harus rasional tentunya,” kata Victor.

“Apa itu juga berlaku untukku?” tanya Riana.

“Tentu saja, kami sudah menganggapmu bagian dari keluarga ini.”

“Begitu, yah. Jadi apakah aku boleh meminta untuk melanjutkan sekolah menengah atas di kota asalku? Sudah lama sekali aku tidak pulang ke sana.”

Victor mengelus pelan dagunya. “Hmm, sepertinya itu akan sulit.”

“Begitu ya.” Riana tampak sedih.

Victor tersenyum. “Tapi bukan berarti mustahil, aku akan mendukungmu tenang saja.”

“Benarkah?” mata Riana membulat melihat ke arah Victor. “Kalau begitu mohon bantuannya ya, kak.” kata Riana.

“Oke serahkan saja padaku.” kata Victor dengan percaya diri.

***

Seminggu kemudian, Riana dan Victor membicarakan hal tersebut kepada tuan Finch. Awalnya tuan Finch menolak keras hal itu, namun dengan bantuan dari Victor serta negosiasi yang di ajukannya berhasil membuat tuan Finch tunduk dan mengizinkan Riana untuk melanjutkan sekolah di kota golden valley.

Namun, selama di sana tuan Finch akan mengirim beberapa orang-orangnya untuk mengawasi Riana dan melindunginya.Selain itu setiap liburan, Riana harus pulang ke kediaman Finch sebab Riana juga begitu disukai oleh keluarga Finch dan seisi kediaman itu.Riana menyetujui segala persetujuan itu dan malamnya dengan semangat ia menuliskan surat untuk Rafael dan Keluarganya terkait rencananya ini.

Waktu berlalu begitu cepatnya dan setelah sekian lama akhirnya ia dapat menginjakkan lagi kakinya di Pelabuhan Golden Valley.Dengan ditemani oleh lima orang penjaga berbadan kekar dengan jas dan kacamata hitam, membuat Riana kelihatan mencolok di tempat itu.Di pelabuhan, Riana telah ditunggu oleh ayahnya dan kakaknya Frans yang sedang berlibur dari kuliahnya.

Ada dua hal yang membuat Riana terkejut saat itu, pertama adalah ibunya yang turut datang untuk menjemputnya membuat Riana sangat senang bahkan menetaskan air mata.Ia mendekap tubuh rapuh ibunya itu dan melepaskan kerinduannya yang ia tahan sejak kecil.Hal kedua yang membuat Riana terkejut sekaligus sedih adalah ketidakhadiran Rafael di pelabuhan itu, padahal dalam suratnya ia mengatakan akan datang menjemputnya.

***

Keesokan harinya yang merupakan hari pertama Riana masuk ke sekolah barunya, di SMA Star Peak.Ia berdiri di gerbang depan memandangi papan nama SMA itu, sampai suara yang tak asing terdengar di telinganya.

“Riana, kamukah itu?”

Riana tersentak mendengar suara itu, langsung berbalik mencari sumber suara

“Rafael?” ucap Riana ketika melihat sosok laki-laki yang berjalan mendekatinya dengan tersenyum ramah.Jika ia tidak menahan dirinya mungkin ia sudah memeluk Rafael saat itu juga, setelah sekian lama tak bertemu namun berhasil ditahan terlebih lagi ketika sosok perempuan lain yang berjalan disisinya.

Dengan rambut hitam sebahu serta jepit rambut berwarna biru laut di kepalanya.Tingginya sekitar bahu Rafael, tampak manis dengan seragam sekolahnya. Riana memperhatikan baik-baik perempuan itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang putih bersih dan matanya yang kebiruan cocok dengan warna jepit rambut yang dikenakannya.

Manis sekali perempuan ini, ia terlihat seperti boneka saja batin Riana

“Riana perkenalkan, dia Frieda temanku. Kami sudah berteman sejak SMP, rumah kami ada di jalur yang sama.Jadi, kami sering berangkat sekolah bersama,” kata Rafael tersenyum ramah mengenalkan Frieda pada Riana.

Sejak SMP ya, bukankah itu terlalu kebetulan dengan waktu keberangkatanku batin Riana. Pikirannya telah dikacaukan oleh kehadiran perempuan itu.

“Na-namaku Fri-Frieda,” perempuan di samping Rafael itu mengulurkan tangannya hendak berkenalan.

Riana menraih tangan perempuan itu “Riana, salam kenal ya.”  Ia memaksakan dirinya untuk tersenyum di tengah tengah badai yang melanda pikirannya.Frieda hanya mengangguk kecil sebelum mereka melepas jabat tangan tersebut.

“Maaf ya Riana, aku tak dapat ikut menjemputmu kemarin. Dia tiba-tiba jatuh sakit dan di rumahnya ia hanya tinggal bersama neneknya, jadi aku membantu merawatnya bersama seorang mantan perawat yang juga merupakan kerabatnya.” Rafael menjelaskan.

Riana tersenyum. “Ah, begitu ya tidak masalah kok.”

“Syukurlah, aku khawatir kamu akan marah karena hal itu.” Rafael mengelus dadanya. “Ayo, kita masuk acara penyambutan murid baru akan segera dimulai,” ajak Rafael.

Mereka bertiga memasuki sekolah dari gerbang itu, berjalan perlahan dan membaur dengan beberapa murid lainnya yang mulai berdatangan.

“Hei Frieda, haruskah kamu mengenakan benda itu sekarang? Entah mengapa perasaanku jadi sedikit tidak enak.” tanya Rafael pada Frieda yang membuat perempuan itu mengalihkan pandangan darinya.

Related chapters

  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 8

    Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara. “Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia. Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?” “Ya, tentu saja.” “Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya. “Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana. Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.” “Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dili

    Last Updated : 2021-06-23
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 1

    Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu

    Last Updated : 2021-06-24
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 2

    Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya. Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang. Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya. Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya. “Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu. *Ngenggg*

    Last Updated : 2021-06-24
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 3

    “Jadi, Frieda boleh aku bertanya satu hal?” tanya Tarisa. “Apa itu?” jawab Frieda penasaran. “Bisa kamu tolong hitung jumlah orang dalam ruangan ini?” Kemudian Frieda meihat sekelilingnya, memindai setiap orang yang terlihat oleh matanya. Mulai dari mereka yang duduk tenang di kursinya, mereka yang berkerumun dengan teman lama mereka sampai sekelompok besar murid yang mengelilingi Rafael. “Dua puluh lima, dan sepertinya seluruh siswa sudah hadir di ruangan ini,” jawab Frieda. “Benar sekali.” Tarisa tersenyum tipis mendengar jawaban Frieda. Namun, Frieda sepertinya merasakan sedikit ketidak puasan dari Tarisa. Ia pun mencoba memikirkan alasan mengapa Tarisa bertanya hal seperti itu kepadanya dan menemukan satu kesimpulan. “Tarisa, apa sebelum kemari kamu mendengar sesuatu tentangku dari orang-orang?” “Ya … sedikit sih, setidaknya namamu dan beberapa … hal mungkin.” “Jika kamu mengharapkan aku yang dulu, itu sudah tidak a

    Last Updated : 2021-06-25
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 4

    Satu tahun telah berlalu, hubungan pertemanan Frieda dan Rafael semakin baik. Seperti yang Rafael janjikan, ia bersedia mendengarkan setiap cerita Frieda dan juga membagi kisah miliknya. Bersama-sama mereka juga menjalani berbagai kisah dalam lika-liku kehidupan sekolah mereka. Berkat dukungan dari Rafael, Frieda juga dapat berteman dengan teman-teman kelas lainnya. Rafael juga membantu membersihkan namanya dari rumor dan tudingan buruk terhadap Frieda. Memang, tidak semua orang mau mendengarkan, setidaknya kehidupan sekolah Frieda menjadi lebih baik ketimbang di sekolah dasar dahulu. Semakin berjalannya waktu Frieda merasa bahwa ia telah jatuh hati pada Rafael, namun ia masih meragukan soal perasaannya itu terlebih lagi ia telah mendengar soal teman masih kecil Rafael yang diceritakan padanya. Frieda juga berteman baik dengan Tarisa. Menurutnya, Tarisa adalah teman bicara terbaik setelah Rafael. Meskipun ia sering usil jika berbicara soal Rafael.Selain itu,

    Last Updated : 2021-06-25
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 5

    Hari itu Frieda berjalan-jalan di taman kota. Ia melihat seorang anak perempuan, sendirian, duduk di kursi taman yang usang.Ia mendekati anak tersebut, perlahan berjalan ke arahnya. Anak tersebut hanya mengayunkan kakinya, menyanyi kecil sambil memerhatikan sekitar.Ia memerhatikan sosok yang kira-kira berusia enam tahun itu.Ketika ia semakin mendekat anak itu menyadari keberadaan Frieda, ia menatap balik Frieda membuatnya terkejut dan terduduk di tanah. Tubuhnya tidak bisa digerakkan membeku di hadapan sosok itu.Ia tidak bisa melihat wajahnya karena awan hitam yang menutupinya, hal itu jugalah yang membuat perasaan ngeri merasuki dirinya.Anak itu tertawa kecil, mengulurkan tangannya.“Kak Frieda, ayo kita bermain.Hari ini aku akan buatkan istana pasir yang besar untukmu, tempat di mana tidak seorang pun yang akan menghinamu, di mana kamu bisa membuang segala kesedihanmu dan mendapatkan kebahagiaanmu.”Frieda menggelengkan kepalanya, ia

    Last Updated : 2021-06-26
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 6

    Hari ini adalah hari yang buruk bagi Rafael. Dengan pakaian serba hitamnya dan perasaan berkabung yang meliputi hatinya, dia harus merelakan ayah tercintanya. Kemarin, ketika ia pergi meninggalkan ayahnya di rumah sakit, tak lama kemudian terjadi perburukan pada kondisi ayahnya. Penyakit jantung yang telah lama diidap ayahnya itu, dan membawa derita pada hari-harinya, kini telah membawanya kedalam ketenangan yang sejati. Rafael menangis pilu, ketika peti mati itu di masukan ke liang lahat, dikubur perlahan oleh beberapa orang di sana.Ia menaburkan bunga-bunga sebagai bentuk penghormatannya.Orang-orang di sana berusaha menghiburnya, namun hal seperti ini mungkin terlalu berat untuknya. Ia masih merespon ungkapan-ungkapan bela sungkawa yang diterimanya.Meskipun air mata tak lagi mengalir, perasaan sedih dan kehilangan yang besar tak dapat di sembunyikan. Pemakaman itu dihadiri oleh kerabat dan kenalan ayahnya, juga beberapa teman sekelasnya termasuk Fri

    Last Updated : 2021-06-26
  • Claudia's Gift Shop   The Book of Despair 7

    Hari itu dengan perasaan riang gembira Rafael mengenakan pakaian terbaik yang ia punya.Ia juga repot-repot sedikit mengubah gaya rambutnya dan membeli parfum baru untuk hari istimewa ini. Setelah tiga tahun tidak bertemu dengan teman spesialnya sudah pasti ia akan menyiapkan yang terbaik. Ia juga telah menyiapkan bingkisan kecil sebagai hadiah selamat datang, yang dibelinya kemarin setelah meminta banyak rekomendasi dari karyawan toko. Ia memerhatikan dirinya di depan cermin, melihat bagian apalagi yang kira-kira kurang darinya.Setelah merasa cukup ia menyambar bingkisan yang telah disiapkannya itu. Tak lupa ia berpamitan dengan ibu dan adiknya sebelum meninggalkan rumah. Jarak pelabuhan dari rumahnya cukup jauh, dan ada bus khusus untuk mencapi pelabuhan. Rafael memerhatikan layar ponsel pintarnya, mengecek kotak masuk untuk melihat balasan dari Frieda.Ia turut mengajak Frieda untuk menjemput Riana di pelabuhan karena ingin mengenalkannya, sebagai te

    Last Updated : 2021-06-27

Latest chapter

  • Claudia's Gift Shop   Ucapan Terima Kasih

    Halo, Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca kisah ini. Berhubung kesibukan author yang tak terelakan di kehidupan nyata, dan lagi cerita seperti ini sepertinya kurang diminati disini, dengan berat hati author menghentikan pengerjaan novel ini. Kisah ini memang belum berakhir dan Masih banyak misteri yang belum terpecahkan, dan mungkin selamanya akan menjadi misteri bahkan bagi author sendiri. Pengerjaan novel ini benar-benar author hentikan, dan sejenak berisitirahat dari kesibukan dunia tulis menulis ini. Ya, meskipun author bisa dibilang awam dalam dunia kepenulisan ini, namun setidaknya author telah belajar banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Kedepannya jika memungkinkan, author akan kembali dengan membawa kisah baru lainnya yang jauh lebih baik dari ini. Sekali lagi author mengucapkan terima kasih banyak, terutama buat kalian yang mendukung novel ini melalui vote gem, juga kepada Editor yang senantiasa memberikan ilmunya kepada author

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 16

    Dari atas tebing yang tak jauh dari istana pasir itu, Claudia dan Jack duduk di atas sebuah batu memperhatikan mereka dari kejauhan. Jack mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke arah sebuah menara yang tinggi, berdiri tidak jauh dari sana. Menara itu tingginya sekitar 48 meter, dan merupakan bangunan tertinggi di Distrik Selatan.“Claudia, lihatlah menara itu, seingatku sewaktu kunjungan terakhir kita, menara itu masih dalam tahap pembangunan,”“Ah, menara itu sudah selesai di bangun?” tanya Claudia.“Tentu saja, karena menggunakan biaya yang besar pembangunan menara tersebut bisa dilakukan dengan cepat dan selesai tiga tahun lalu,” ujar Jack.“Maafkan aku, karena fokus pada istana pasirku aku tidak memerhatikan menara itu,” kata Claudia melayangkan pandangannya ke arah menara yang ditunjuk Jack,” kata Claudia.“Menara itu dibangun karena impian seseorang, karena itu pula menara itu dinam

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 15

    Dari apartemen itu mereka langsung bertolak ke Pantai Golden Valley di Distrik Selatan. Claudia melepas kemampuan iblisnya, merubah matanya menjadi merah menyala.“Aku tidak bisa berlama-lama menggunakan kemampuan ini, jadi semua berpegangan tangan, kita akan langsung berteleportasi ke Pantai Golden Valley,” ujar Claudia.“Tapi Claudia, apa kamu sudah pernah pergi ke sana?” tanya Frieda.Jack tersenyum. “ Tentu saja, aku pernah membawanya satu kali ke sana, melihat sebuah menara tinggi,” ujar Jack.“Ah, menara itu ya,” kata Frieda.“Sudah cukup ngobrolnya, ayo kita bergegas, cepat berpengangan tangan lalu lompat dalam hitungan ketiga,” ujar Claudia.Tarisa tampak bingung. “Eh, apa kita harus melom–““Satu, dua, tiga, lompat!” seru Claudia.Ketika mereka melompat mereka dapat merasakan sensasi perlambatan di udara, dan saat kaki mereka kemb

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 14

    Melihat ketegangan yang mulai muncul sebelum mereka memulai rencana mereka, Jack mencoba menenangkan mereka.“Tarisa, apa yang terjadi pada Rin tidak ada hubungannya dengan Claudia, kita hanya mengikuti panduan kita, apa yang telah tertulis di sana adalah keputusan mutlak dan bukan disebabkan oleh siapapun,” kata Jack.“Panduan apa? Aku bahkan tidak memilikinya, yang aku tahu penyebab kematian Rin secara tidak langsung disebabkan oleh kutukan itu, dan iblis dihadapan kita ini adalah dalang di balik itu semua,” ujar Tarisa.“Tentu saja kamu tidak punya, karena kamu belum menyelesaikan ujianmu. Dengar Tarisa, menurutku sekarang ini kita sudah terlalu jauh mengusik manusia. Sebenarnya tidak semestinya kita tidak terlibat langsung dalam urusan ini, tapi mengingat kamu yang tidak bisa keluar dari masalah ini sendiri, membuatku turut ikut turun tangan,” ujar Jack.“Aku sudah terlalu lama menunggu dan sekarang ada kesemp

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 13

    Di waktu sekarang di kamar apartemen Tarisa. “Aku ingin mendirikan sebuah istana pasir yang sangat megah, yang tingginya kira-kira sepuluh meter,” ucap Rin. Seketika itu juga, seisi ruangan menjadi hening. Claudia mengusap dahinya perlahan, Tarisa hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Sedangkan Jack, sepertinya menyadari bahwa permintaan Rin bukan hanya sekadar membangun istana pasir, namun lebih berat yang bahkan membuat Tarisa tidak dapat menyelesaikannya selama hampir sembilan tahun. “Mungkin kalian mengira ini adalah permintaan yang mudah, namun hal tersulitnya adalah membuat keluarganya dapat melihatnya dalam wujud roh tidak bisa kulakukan sampai sekarang,” kata Tarisa. “Soal itu, aku yakin Claudia bisa melakukannya,” ucap Frieda. “Terima kasih Frieda,” balas Tarisa. “Jika ingin membuat keluarganya bisa melihat Rin, kenapa kamu tidak mencoba mengalirkan energe supernaturalmua kepada Rin?” kata Claudia. Tarisa menghela n

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 12

    Hampir dua tahun bermain sendirian di bak pasir taman itu, tidak membuat Rin menyerah, ia terus menunggu kedatangan Frieda dan datang ke tempat itu setiap hari. Sementara itu, Tarisa masih melanjutkan penyelidikannya meski tidak ada kemajuan yang berarti. Hari-hari mereka berlangsung damai, kekhawatiran Tarisa akan malaikat lain yang mengejar mereka sepertinya hampir hilang dan dengan demikian ia telah menurunkan kewaspadaannya. Meskipun demikian ia yakin, mereka hanya membiarkan dirinya untuk sementara waktu, dan sebuah hukuman besar telah disiapkan untuknya. Karena itu, sebelum hukumannya tiba, ia bertekad untuk dapat segera mewujudkan keinginan Rin. Suatu hari ketika mencoba berkeliling kota sendirian, Tarisa melihat anak-anak perempuan dengan seragam sekolah pulang bersama dengan teman-temannya. Ia melihat mereka tampak bahagia, bersenda gurau dan sibuk membicarakan soal kegiatan liburan mereka. Melihat itu, terbesit rasa penasaran dalam diri Tarisa, ingin mencob

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 11

    Sudah hampir dua minggu Tarisa tinggal di kamar apartemen itu bersama roh Rin. Di sana ia menemukan beberapa keanehan seperti laci yang berisi banyak uang. Di laci itu juga terdapat pesan untuk tanpa segan menggunakan uang tersebut. Tarisa menanyakan keanehan itu kepada pria paruh baya pemilik apartemen yang dahulu menawarkan kamar itu kepadanya, tetapi ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan padanya untuk menggunakan uang itu sesuai dengan pesan yang tertulis di sana.Pada awalnya, Tarisa tidak ingin menggunakan uang itu, namun lama kelamaan uang yang ia miliki semakin menipis, karena dengan wujud manusia maka ia juga akan memiliki kebutuhan seperti manusia, dan ia membutuhkan uang untuk memenuhinya.Oleh karena itu, ia berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, karena ia tidak memiliki banyak dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kota Golden Valley, membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan bahkan paruh waktu sekalipun. Akhirnya ia menyerah dan mengguna

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 10

    Pada awal pelarian mereka, mereka sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Jadi, mereka akan beristirahat di halte bus, pinggiran toko, atau taman kota. Seperti yang ia janjikan, Tarisa mengabulkan permintaan Rin untuk tetap bermain bersama Frieda. Setiap hari Frieda akan datang ke bak pasir yang sama di taman, dan mereka bermain di tempat itu.Sementara itu, Tarisa mengawasi mereka dari kejauahan, melihat gerak-gerik Jack atau malaikat lainnya yang mungkin mengejarnya dan Rin. Saat matahari terbenam, ia akan menjemput Rin.Pada waktu itu, Tarisa sengaja membuat dirinya terlihat. Ia dan Rin berjalan-jalan di sekitar komplek apartemen dan penyewaan rumah. Ia rasa punya tempat tinggal untuk bersembunyi akan jauh lebih baik daripada hidup tidak jelas di luar.Ia masih memiliki sisa uang pemberian Jack, tidak terlalu banyak, namun ia rasa itu cukup untuk menyewa sebuah kamar apartemen di sana.Kemudian tibalah ia di sebuah apartemen berlantai dua yang tampa

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 9

    Setelah perjalanan cukup panjang dengan bus, mereka akhirnya tiba di taman kota yang berada di Distrik Utara. Di taman itu tersedia banyak fasilitas bermain untuk anak-anak dan warga kota lainnya untuk bersantai. Mereka memasuki taman itu dan duduk di kursi taman dekat salah satu bak pasir yang lebih sepi dikunjungi. “Kak Tarisa, Rin ingin bermain pasir lagi,” katanya sambil menunjuk bak pasir yang tidak jauh dari sana. “Boleh saja, tapi sepertinya dari yang aku perhatikan tadi, anak-anak bermain pasir dengan ember dan beberapa alat untuk mencetak. Peralatan itu disewakan di sana, jika tidak keberatan aku akan pergi ke sana dan menyewa satu untukmu,” kata Tarisa. “Ya, Kak, Rin mau,” ujar Rin. Tarisa bergegas ke tempat yang disinggungya tadi, meninggalkan Rin duduk sendirian di kursi taman itu. Sambil menunggu ia mengayunkan kakinya perlahan sambil menyanyi kecil. Sampai suatu ketika seorang anak perempuan datang mendekatinya. “Ka-kamu …

DMCA.com Protection Status