Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara.
“Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia.
Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?”
“Ya, tentu saja.”
“Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya.
“Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana.
Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.”
“Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dilihat kebanyakan orang, termasuk Rafael ia juga tidak bisa melihatnya,” kata Riana.
Claudia terkejut. “Tu-tunggu sebentar kak, aku jadi tidak mengerti di sini.Bagaimana mungkin Rafael mengejar kupu-kupu itu sementara ia tidak dapat melihatnya?”
“Ya, itu benar.Ketika ia mengatakan akan membantu menangkapnya, aku sangat senang sekali waktu itu.Namun, melihat ia berlari ke arah yang berlawanan dari kupu-kupu itu membuatku sempat menilainya sebagai seorang pembohong yang hanya ingin cari perhatian,” Riana berhenti sejenak, membalik halaman buku di hadapannya.
“Tapi, aku sama sekali tidak mendengar niat buruk darinya dan terlebih lagi setelah ia kembali dengan keadaan terluka dan bajunya yang kotor.Kemudian aku mendengar bahwa ia telah berlari ke sana kemari, memanjat beberapa pohon bahkan sempat di omeli oleh beberapa orang hanya untuk mengejar sesuatu yang bahkan tidak dilihatnya, demi orang yang baru dikenalnya, membuatku merasa bahwa ia adalah anak yang baik. Aku pikir itulah pertama kali aku menyukainya,” tambah Riana.
“Begitu ya, Kak,” jawab Claudia singkat.
Bahkan sampai sekarang anak itu tidak berubah, dengan gigih ia berkeliling hutan untuk mencari sesuatu yang tidak mungkin ditemukan untuk gadis yang disukainya ini, batin Claudia.
Claudia memandang Riana, memerhatikan ada sedikit kilauan dari pantulan cahaya lampu perpustakaan dari daerah dekat leher bajunya.
Seperti katanya, ia selalu memakai kalung itu, namun sepertinya ia tidak pernah menunjukkannya kepada Rafael, entah apa alasannya. Seandainya Rafael menyadari, aku yakin anak itu akan senang bukan main melihat hadiah kecilnya yang selalu di bawa oleh orang yang disukainya, batin Riana.
“Lalu, apakah kakak dapat mendengar niat buruk dari kakak di sana itu,” Claudia menunjuk ke arah Frieda yang duduk di jauh disisi ruangan bersama Rafael, ia ingin menguji kemampuan Riana.
“Ah, kalau soal itu aku tidak bisa melakukannya lagi.Sepertinya kemampuan itu sudah hilang sejak aku kelas dua SMP.Lagi pula, Frieda bukanlah gadis yang jahat.Dia sangat baik, perhatian dan wajahnya manis pula.
“Sebenarnya kami juga sering keluar bersama, entah itu berbelanja atau makan siang di akhir pekan.Kami banyak berbicara tentang berbagai hal, namun ketika fokus pembicaraan mengarah kepada Rafael suasana pun jadi canggung”
“Sayang sekali ya.” Claudia kecewa karena tak dapat melihat langsung kemampuan spesial Riana.Claudia melihat sekelilingnya, matanya bergerak cepat menyisir ruangan itu.
“Claudia, seperti yang tadi aku ceritakan.Pada hari pemakaman adikku aku sempat melihatnya berdiri bersama seorang asing dengan pakaian serba hitam, menurutmu bagaimana itu?”
Soal itu ya, Jack mungkin tahu sesuatu tapi aku tidak yakin dia mau menceritakannya padaku.Untuk sekarang akan ku jawab sebisaku, batin Claudia
“Mungkin saja, adikmu ingin menyapamu untuk terakhir kalinya sebelum ia menyebrang ke alam yang berbeda denganmu,” kata Claudia.
“Begitu ya, tapi setelah itu sebenarnya ia cukup sering mengunjungiku di malam hari.Awalnya aku berpikir itu hanya mimpi jadi aku selalu mengabaikannya. Ia datang berdiri di samping tempat tidurku sambil terus meminta maaf, hal itu membuatku takut namun karena merasa hanya mimpi aku terus menghiraukannya. Setelah cukup lama itu terjadi, akhirnya aku menyadari itu bukan mimpi jadi aku mengajaknya bicara sebentar dan sejak itu ia tak pernah kembali lagi,” cerita Riana.
Claudia sedikit terkejut mendengar cerita itu, namun ia berusaha mengendalikan raut wajahnya. “Baguslah,Kak, mungkin setelah itu akhirnya adikmu bisa pergi dengan tenang.”
“Semoga saja, sejujurnya aku sempat khawatir ia tak dapat menemukan jalan untuk pergi dan masih tersesat di dunia ini.”
Claudia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan mendekati rak dengan setumpuk majalah dan koran di atasnya.Ia membawa beberapa dan menunjukkannya pada Riana.
“Coba lihat ilustrasi ini, kak.” Claudia menyerahkan majalah remaja yang baru saja diambilnya itu.Pada halaman sampulnya terlihat ilustrasi pasangan muda-mudi yang berteduh bersama di bawah payung dari hantaman hujan sepulang sekolah.
“Ilustrasi yang bagus ya, orang yang membuatnya pasti sangat berbakat.Kalau tidak salah ini ilustrasi dari cerita bersambung ‘cinta di musim hujan’ bukan?” tanya Riana.
“Maaf kak, aku tidak tahu cerita itu.Tapi ….”
“Tapi apa Claudia?”
“Tidakkah kakak menginginkannya?” Claudia bertanya dengan tatapan serius pada Riana.
Riana berpikir sejenak mencoba mencerna maksud Claudia. “Ti-tidak mungkin itu bisa terjadi, kamu lihat sendiri betapa dekatnya Frieda dan Rafael, sepertinya aku tidak punya kesempatan.Seperti yang dikatakan oleh pustakwan tadi, aku selalu di kawal ketat oleh ajudan yang dikirimkan tuan Finch, ia memang baik tapi jika ia tahu ada laki-laki lain yang dekat denganku selain putranya,entah apa yang mungkin terjadi dengan Rafael.”
“Lalu?” tanya Claudia.
“Selama masa SMA ini, aku selalu menjaga jarak dengan Rafael, terlebih lagi sepertinya ayahku tidak sanggup membayar sisa hutangnya tahun ini dan kak Victor mungkin tidak bisa menentang kehendak ayahnya.Mungkin aku dan Rafael tidak ditakdirkan bersama, jadi setidaknya aku bisa melihatnya bahagia dari sudut pandang ini bersama orang lain.Terlebih lagi jika orang itu adalah Frieda, aku tidak akan protes akan hal itu,” kata Riana.
“Jadi kakak menyerah? Padahal ada kesempatan bagus di waktu dekat ini,” ucap Claudia.
Riana penasaran. “Maksudnya?”
Claudia menunjukkan koran yang diambilnya bersama dengan majalah tadi, ia membuka halaman yang memuat ramalan cuaca mingguan di Kota Golden Valley.
“Lihatlah empat hari dari sekarang akan turun hujan pada sore hari, jika bernasib baik ada kemungkinan kalian akan merasakan suasana dalam ilustrasi majalah tadi,” ujar Claudia.
Untuk beberapa saat wajah Riana sempat memerah, membayangkan apa yang dikatakan Claudia.Namun, ia hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
“Sepertinya mustahil, biasanya ia akan pulang bersama Frieda.Terlebih aku harus mengikuti kelas khusus untuk persiapan studi di luar negeri yang disiapkan oleh keluarga Finch untukku”
“Tapi kak, setidaknya percayalah pada keajaiban, aku yakin hari yang baik itu akan datang kepada kakak,” kata Claudia.
Dan jika keajaiban itu tidak terjadi, biarkan aku yang membuatkannya untukmu.Setidaknya hubungan kalian harus menjadi jelas, bukan abu-abu seperti sekarang atau akan ada pihak yang lebih tersakiti lagi, batin Claudia.
Riana tersenyum pada Claudia sambil mengelus halus kepalanya. “Keajaiban ya … semoga saja aku mendapatkan salah satunya.” Sebenarnya ia sudah hampir tidak percaya lagi akan hal itu setelah apa yang diharapkannya tak kunjung terjadi, namun ia tidak ingin mengecewakan wajah polos dihadapannya itu.
Kemudian pustakawan yang bertugas di sana mendekati mereka, ia berbisik pada Riana, memberitahunya sesuatu.
“Begitu ya, mereka sudah menemukannku.Terima kasih kak Sisca.”
Riana segera membereskan barang-barangnya bersiap untuk pergi.
“Terima kasih banyak ya Claudia, mungkin selanjutnya kamu lah yang harus menceritakan tentang dirimu kepadaku.” kata Riana.
“Tidak masalah jika kita bertemu kembali.” Claudia merogoh tasnya dan mengeluarkan sekantung kerikil yang dikumpulkannya dalam perjalanan ke perpustakaan tadi. “Ambillah ini kak, hadiah dariku” Claudia menyerahkan kantong itu pada Riana.
“Ah, terima kasih banyak aku akan menjaganya.Sampai jumpa.”
Riana melambaikan tangannya bergerak menuju pintu keluar, saat itu Riana membalikkan badannya.Sementara Claudia mengeluarkan lensa yang diberikan oleh jack sebelumnya dan mengarahkannya pada Riana.
Begitu ya,setidaknya aku harap kamu dapat bertahan sampai empat hari lagi akan kulakukan sesuatu terhadap anak laki-laki itu.
Orang baik sepertimu setidaknya berhak untuk satu atau dua kebahagiaan kecil meskipun untuk waktu yang singkat.
Kata Claudia dalam hatinya sambil memandangi lensa yang tak memantulkan bayangan Riana, pertanda kematian yang telah dekat kepadanya.
Setelah Riana pergi, Claudia masih berada di perpustakaan itu, bersama dengan Frieda dan Rafael yang duduk jauh di sudut lain ruangan.Meskipun telah lama berada di sana mereka tidak menyadari kehadirannya, dan sebenarnya itu juga karena ulah Claudia membuat mereka menghiraukannya dan Riana.
Karena harus segera kembali, Claudia tidak sempat membaca buku yang dipinjamkan kepadanya.Selain itu, dia juga harus menyempurnakan rencana yang telah dipikirkannya selama bersama Riana tadi.
Karena penasaran dengan buku itu, ia pun memutuskan untuk meminjamnya .Namun, syarat untuk meminjam buku di perpustakaan adalah memiliki kartu anggota dan telah berusia tujuh belas tahun.Dengan tampilannya yang seperti anak berusia delapan tahun, dia memerlukan wali untuk menjaminnya.
“Maaf sepertinya aku tidak bisa meminjamkan buku ini, kembali saja lagi besok jika ingin membacanya,” kata pustakawan itu pada Claudia.
“Lalu, bisakah saya membelinya?” tanya Claudia.
“Tentu saja tidak, buku itu adalah milik perpustakaan.Namun, jika kamu bersikeras ingin memilikinya aku bisa menjual cetakan lain buku itu yang merupakan milik pribadiku.Aku juga sudah berulang kali membacanya,” jawab pustakawan tersebut sambil menyerahkan cetakan lain buku itu yang ia letakkan di mejanya.
“Baiklah, aku akan memba—“ Claudia teringat bahwa ia lupa membawa uang, saat ia merogoh tasnya ia menemukan sebuah kericil kecil yang tadi ia pungut, kemungkinan terjatuh dari kantong.Dengan kemampuan iblisnya ia pun merubah kerikil tadi menjadi berlian dan menyerahkannya pada pustakawan itu.
“Apa ini cukup?” tanya Claudia.
Ekspresi Sisca, pustakawan itu, tidak banyak berubah, ia hanya tersenyum pada Claudia dan menerima berlian itu.
“Mainan yang bagus, aku akan menerimanya silahkan ambillah buku ini,” jawab pustakawan itu yang mengira bahwa berlian itu adalah replika.
“Terima kasih banyak.” Claudia menundukkan kepalanya, lalu pergi meninggalkan perpustakaan itu dan segera pulang ke kediamannya di tengah Hutan Golden Forrest.
***
Setelah sampai di rumah dan beristirahat sejenak, Claudia teringat akan sesuatu yang seharusnya dikerjakan tadi selama di kota.
“Sial! Aku lupa menulis dan mengirimkan balasan surat darinya,” seru Claudia di rumahnya.
Dengan segera Claudia menulis balasan untuk surat yang diterimanya, singkatnya ia mengatakan pada temannya itu untuk mundur sementara waktu sampai situasi menguntungkan dirinya. Dengan kesabaran segala sesuatu mungkin bisa dapat di raih meskipun banyak pula yang tidak sesuai dengan harapan, tapi tak ada salahnya untuk berharap.
Meskipun saranku ini terdengar jahat dan seakan memanfaatkan kesedihan orang lain untuk keuntungan sendiri namun setidaknya inilah yang bisa kusarankan, batin Claudia menanggapi surat yang dibuatnya itu.
Pada tengah malam ia kembali memasuki kota golden valley, dan sampai di salah satu komplek rumah.Ia tiba di rumah berlantai dua dengan pagar berwarna hitam terbuat dari besi dengan kualitas bagus.Di halaman depan rumahnya banyak di tanami berbagi jenis bunga berwarna-warni dan beberapa tanaman merambat yang sulurnya megitari pagar.
Claudia menyembunyikan hawa keberadaanya dan memasukkan suratnya ke dalam kotak surat di dekat gerbang rumah itu. Dengan kotak surat itulah mereka bertukar surat sebab Claudia tidak pernah membeberkan alamat ruamahnya yang sudah pasti akan membingungkan tukang pos. Oleh karena itu, untuk menerima surat dan mengirimkan balasannya Claudia harus datang tengah malam ke rumah itu.
Setelah selesai memasukkan surat balasannya ia bersiap meninggalkan rumah itu. Ketika ia mencoba mendongak ke arah jendela di lantai dua, ia melihat gorden yang bergerak seperti baru saja ditutup. Claudia menghiraukan hal tersebut dan segera bergegas meningalkan tempat itu.
Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu
Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya. Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang. Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya. Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya. “Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu. *Ngenggg*
“Jadi, Frieda boleh aku bertanya satu hal?” tanya Tarisa. “Apa itu?” jawab Frieda penasaran. “Bisa kamu tolong hitung jumlah orang dalam ruangan ini?” Kemudian Frieda meihat sekelilingnya, memindai setiap orang yang terlihat oleh matanya. Mulai dari mereka yang duduk tenang di kursinya, mereka yang berkerumun dengan teman lama mereka sampai sekelompok besar murid yang mengelilingi Rafael. “Dua puluh lima, dan sepertinya seluruh siswa sudah hadir di ruangan ini,” jawab Frieda. “Benar sekali.” Tarisa tersenyum tipis mendengar jawaban Frieda. Namun, Frieda sepertinya merasakan sedikit ketidak puasan dari Tarisa. Ia pun mencoba memikirkan alasan mengapa Tarisa bertanya hal seperti itu kepadanya dan menemukan satu kesimpulan. “Tarisa, apa sebelum kemari kamu mendengar sesuatu tentangku dari orang-orang?” “Ya … sedikit sih, setidaknya namamu dan beberapa … hal mungkin.” “Jika kamu mengharapkan aku yang dulu, itu sudah tidak a
Satu tahun telah berlalu, hubungan pertemanan Frieda dan Rafael semakin baik. Seperti yang Rafael janjikan, ia bersedia mendengarkan setiap cerita Frieda dan juga membagi kisah miliknya. Bersama-sama mereka juga menjalani berbagai kisah dalam lika-liku kehidupan sekolah mereka. Berkat dukungan dari Rafael, Frieda juga dapat berteman dengan teman-teman kelas lainnya. Rafael juga membantu membersihkan namanya dari rumor dan tudingan buruk terhadap Frieda. Memang, tidak semua orang mau mendengarkan, setidaknya kehidupan sekolah Frieda menjadi lebih baik ketimbang di sekolah dasar dahulu. Semakin berjalannya waktu Frieda merasa bahwa ia telah jatuh hati pada Rafael, namun ia masih meragukan soal perasaannya itu terlebih lagi ia telah mendengar soal teman masih kecil Rafael yang diceritakan padanya. Frieda juga berteman baik dengan Tarisa. Menurutnya, Tarisa adalah teman bicara terbaik setelah Rafael. Meskipun ia sering usil jika berbicara soal Rafael.Selain itu,
Hari itu Frieda berjalan-jalan di taman kota. Ia melihat seorang anak perempuan, sendirian, duduk di kursi taman yang usang.Ia mendekati anak tersebut, perlahan berjalan ke arahnya. Anak tersebut hanya mengayunkan kakinya, menyanyi kecil sambil memerhatikan sekitar.Ia memerhatikan sosok yang kira-kira berusia enam tahun itu.Ketika ia semakin mendekat anak itu menyadari keberadaan Frieda, ia menatap balik Frieda membuatnya terkejut dan terduduk di tanah. Tubuhnya tidak bisa digerakkan membeku di hadapan sosok itu.Ia tidak bisa melihat wajahnya karena awan hitam yang menutupinya, hal itu jugalah yang membuat perasaan ngeri merasuki dirinya.Anak itu tertawa kecil, mengulurkan tangannya.“Kak Frieda, ayo kita bermain.Hari ini aku akan buatkan istana pasir yang besar untukmu, tempat di mana tidak seorang pun yang akan menghinamu, di mana kamu bisa membuang segala kesedihanmu dan mendapatkan kebahagiaanmu.”Frieda menggelengkan kepalanya, ia
Hari ini adalah hari yang buruk bagi Rafael. Dengan pakaian serba hitamnya dan perasaan berkabung yang meliputi hatinya, dia harus merelakan ayah tercintanya. Kemarin, ketika ia pergi meninggalkan ayahnya di rumah sakit, tak lama kemudian terjadi perburukan pada kondisi ayahnya. Penyakit jantung yang telah lama diidap ayahnya itu, dan membawa derita pada hari-harinya, kini telah membawanya kedalam ketenangan yang sejati. Rafael menangis pilu, ketika peti mati itu di masukan ke liang lahat, dikubur perlahan oleh beberapa orang di sana.Ia menaburkan bunga-bunga sebagai bentuk penghormatannya.Orang-orang di sana berusaha menghiburnya, namun hal seperti ini mungkin terlalu berat untuknya. Ia masih merespon ungkapan-ungkapan bela sungkawa yang diterimanya.Meskipun air mata tak lagi mengalir, perasaan sedih dan kehilangan yang besar tak dapat di sembunyikan. Pemakaman itu dihadiri oleh kerabat dan kenalan ayahnya, juga beberapa teman sekelasnya termasuk Fri
Hari itu dengan perasaan riang gembira Rafael mengenakan pakaian terbaik yang ia punya.Ia juga repot-repot sedikit mengubah gaya rambutnya dan membeli parfum baru untuk hari istimewa ini. Setelah tiga tahun tidak bertemu dengan teman spesialnya sudah pasti ia akan menyiapkan yang terbaik. Ia juga telah menyiapkan bingkisan kecil sebagai hadiah selamat datang, yang dibelinya kemarin setelah meminta banyak rekomendasi dari karyawan toko. Ia memerhatikan dirinya di depan cermin, melihat bagian apalagi yang kira-kira kurang darinya.Setelah merasa cukup ia menyambar bingkisan yang telah disiapkannya itu. Tak lupa ia berpamitan dengan ibu dan adiknya sebelum meninggalkan rumah. Jarak pelabuhan dari rumahnya cukup jauh, dan ada bus khusus untuk mencapi pelabuhan. Rafael memerhatikan layar ponsel pintarnya, mengecek kotak masuk untuk melihat balasan dari Frieda.Ia turut mengajak Frieda untuk menjemput Riana di pelabuhan karena ingin mengenalkannya, sebagai te
Di waktu sekarang, di bulan Juli, Frieda telah menyelesaikan ujian seleksi perguruan tinggi dan berhasil lulus.Sementara Tarisa berencena untuk fokus terhadap penyelidikannya, ada sesuatu hal yang ingin ia lakukan. Sambil membaca beberapa lembaran kertas yang berserakan di atas mejanya ia menikmati waktu di Café Altair, tempat yang dulu ia pernah kunjungi bersama Rafael. Sudah dua bulan sejak meninggalnya Rafael orang yang dicintainya itu, menyelamatkan nyawanya dari cengkraman maut beberapa waktu lalu. Rafael pernah mengatakan bahwa meskipun banyak hal yang akan berubah, namun kehidupan akan terus berlanjut. Mengingat perkataannya itu sedikit membuatnya menjadi lebih baik. Penyesalan terbesar Frieda adalah karena ketidakberaniannya, perasaannya tak kunjung tersampaikan pada Rafael. Sekarang ini, ia sudah tiada dan waktu tidak bisa diputar ulang.Di café itu ia sedikit mengingat kenanangannya bersama Rafael, ketika dulu untuk pertama kalinya Rafael menga