Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya.
Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang.
Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya.
Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya.
“Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu.
*Ngenggg*
“Jadi, Frieda boleh aku bertanya satu hal?” tanya Tarisa. “Apa itu?” jawab Frieda penasaran. “Bisa kamu tolong hitung jumlah orang dalam ruangan ini?” Kemudian Frieda meihat sekelilingnya, memindai setiap orang yang terlihat oleh matanya. Mulai dari mereka yang duduk tenang di kursinya, mereka yang berkerumun dengan teman lama mereka sampai sekelompok besar murid yang mengelilingi Rafael. “Dua puluh lima, dan sepertinya seluruh siswa sudah hadir di ruangan ini,” jawab Frieda. “Benar sekali.” Tarisa tersenyum tipis mendengar jawaban Frieda. Namun, Frieda sepertinya merasakan sedikit ketidak puasan dari Tarisa. Ia pun mencoba memikirkan alasan mengapa Tarisa bertanya hal seperti itu kepadanya dan menemukan satu kesimpulan. “Tarisa, apa sebelum kemari kamu mendengar sesuatu tentangku dari orang-orang?” “Ya … sedikit sih, setidaknya namamu dan beberapa … hal mungkin.” “Jika kamu mengharapkan aku yang dulu, itu sudah tidak a
Satu tahun telah berlalu, hubungan pertemanan Frieda dan Rafael semakin baik. Seperti yang Rafael janjikan, ia bersedia mendengarkan setiap cerita Frieda dan juga membagi kisah miliknya. Bersama-sama mereka juga menjalani berbagai kisah dalam lika-liku kehidupan sekolah mereka. Berkat dukungan dari Rafael, Frieda juga dapat berteman dengan teman-teman kelas lainnya. Rafael juga membantu membersihkan namanya dari rumor dan tudingan buruk terhadap Frieda. Memang, tidak semua orang mau mendengarkan, setidaknya kehidupan sekolah Frieda menjadi lebih baik ketimbang di sekolah dasar dahulu. Semakin berjalannya waktu Frieda merasa bahwa ia telah jatuh hati pada Rafael, namun ia masih meragukan soal perasaannya itu terlebih lagi ia telah mendengar soal teman masih kecil Rafael yang diceritakan padanya. Frieda juga berteman baik dengan Tarisa. Menurutnya, Tarisa adalah teman bicara terbaik setelah Rafael. Meskipun ia sering usil jika berbicara soal Rafael.Selain itu,
Hari itu Frieda berjalan-jalan di taman kota. Ia melihat seorang anak perempuan, sendirian, duduk di kursi taman yang usang.Ia mendekati anak tersebut, perlahan berjalan ke arahnya. Anak tersebut hanya mengayunkan kakinya, menyanyi kecil sambil memerhatikan sekitar.Ia memerhatikan sosok yang kira-kira berusia enam tahun itu.Ketika ia semakin mendekat anak itu menyadari keberadaan Frieda, ia menatap balik Frieda membuatnya terkejut dan terduduk di tanah. Tubuhnya tidak bisa digerakkan membeku di hadapan sosok itu.Ia tidak bisa melihat wajahnya karena awan hitam yang menutupinya, hal itu jugalah yang membuat perasaan ngeri merasuki dirinya.Anak itu tertawa kecil, mengulurkan tangannya.“Kak Frieda, ayo kita bermain.Hari ini aku akan buatkan istana pasir yang besar untukmu, tempat di mana tidak seorang pun yang akan menghinamu, di mana kamu bisa membuang segala kesedihanmu dan mendapatkan kebahagiaanmu.”Frieda menggelengkan kepalanya, ia
Hari ini adalah hari yang buruk bagi Rafael. Dengan pakaian serba hitamnya dan perasaan berkabung yang meliputi hatinya, dia harus merelakan ayah tercintanya. Kemarin, ketika ia pergi meninggalkan ayahnya di rumah sakit, tak lama kemudian terjadi perburukan pada kondisi ayahnya. Penyakit jantung yang telah lama diidap ayahnya itu, dan membawa derita pada hari-harinya, kini telah membawanya kedalam ketenangan yang sejati. Rafael menangis pilu, ketika peti mati itu di masukan ke liang lahat, dikubur perlahan oleh beberapa orang di sana.Ia menaburkan bunga-bunga sebagai bentuk penghormatannya.Orang-orang di sana berusaha menghiburnya, namun hal seperti ini mungkin terlalu berat untuknya. Ia masih merespon ungkapan-ungkapan bela sungkawa yang diterimanya.Meskipun air mata tak lagi mengalir, perasaan sedih dan kehilangan yang besar tak dapat di sembunyikan. Pemakaman itu dihadiri oleh kerabat dan kenalan ayahnya, juga beberapa teman sekelasnya termasuk Fri
Hari itu dengan perasaan riang gembira Rafael mengenakan pakaian terbaik yang ia punya.Ia juga repot-repot sedikit mengubah gaya rambutnya dan membeli parfum baru untuk hari istimewa ini. Setelah tiga tahun tidak bertemu dengan teman spesialnya sudah pasti ia akan menyiapkan yang terbaik. Ia juga telah menyiapkan bingkisan kecil sebagai hadiah selamat datang, yang dibelinya kemarin setelah meminta banyak rekomendasi dari karyawan toko. Ia memerhatikan dirinya di depan cermin, melihat bagian apalagi yang kira-kira kurang darinya.Setelah merasa cukup ia menyambar bingkisan yang telah disiapkannya itu. Tak lupa ia berpamitan dengan ibu dan adiknya sebelum meninggalkan rumah. Jarak pelabuhan dari rumahnya cukup jauh, dan ada bus khusus untuk mencapi pelabuhan. Rafael memerhatikan layar ponsel pintarnya, mengecek kotak masuk untuk melihat balasan dari Frieda.Ia turut mengajak Frieda untuk menjemput Riana di pelabuhan karena ingin mengenalkannya, sebagai te
Di waktu sekarang, di bulan Juli, Frieda telah menyelesaikan ujian seleksi perguruan tinggi dan berhasil lulus.Sementara Tarisa berencena untuk fokus terhadap penyelidikannya, ada sesuatu hal yang ingin ia lakukan. Sambil membaca beberapa lembaran kertas yang berserakan di atas mejanya ia menikmati waktu di Café Altair, tempat yang dulu ia pernah kunjungi bersama Rafael. Sudah dua bulan sejak meninggalnya Rafael orang yang dicintainya itu, menyelamatkan nyawanya dari cengkraman maut beberapa waktu lalu. Rafael pernah mengatakan bahwa meskipun banyak hal yang akan berubah, namun kehidupan akan terus berlanjut. Mengingat perkataannya itu sedikit membuatnya menjadi lebih baik. Penyesalan terbesar Frieda adalah karena ketidakberaniannya, perasaannya tak kunjung tersampaikan pada Rafael. Sekarang ini, ia sudah tiada dan waktu tidak bisa diputar ulang.Di café itu ia sedikit mengingat kenanangannya bersama Rafael, ketika dulu untuk pertama kalinya Rafael menga
Akhir-akhir ini, Frieda merasakan ada yang salah dengan matanya, ia seringkali melihat sesuatu yang samar-samar kemudian menghilang begitu saja. Ia berpikir sudah waktunya untuk membeli kacamata, jadi hari itu ia berniat untuk pergi ke toko optik. Beberapa minggu lagi ia juga akan mulai masuk kuliah, untuk itu ia perlu mengurus beberapa keperluan dan dokumen terkait administrasi kampusnya. Oleh karena itu, ia tidak bisa membiarkan gangguan pada penglihatannya yang mungkin dapat menghambatnya. Di toko optik, sebelum mengecek matanya ia ingin mencoba beberapa kacamata yang terpampang di etalase. Saat ia hendak menggunakan kacamata itu, samar-samar ia melihat sosok asing di sudut toko. Ia pun menggunakan salah satu kacamata yang tersedia di sana dan dapat melihat dengan jelas sosok perempuan yang hanya berdiri di sudut, dengan pakaiannya yang lusuh menundukkan wajahnya. Ia melanjutkan kembali melihat-melihat sampai seorang karyawan toko mendatanginya. “S
Di rumah kayu, di tengah Hutan Golden Forrest, Jack menikmati waktu sorenya sambil membaca buku dan minum teh. Ia ditemani oleh Claudia yang membaca koran yang baru saja ia beli hari itu. Claudia memerhatikan setiap judul berita pada koran tersebut, kebanyakan topik yang di bahas adalah kasus bunuh diri berantai dan misteri yang masih tersimpan di dalamnya. “Jack, apa kamu tahu sesuatu soal ini?” tanya Claudia pada Jack yang duduk bersebrangan dengannya. “Apa kamu benar-benar ingin tahu?” Jack balik bertanya. “Tentu saja, aku benar-benar penasaran,” ujar Claudia. “Entahlah … aku hanya mengikuti panduan kerjaku saja,” kata Jack yang jelas saja membuat Claudia tidak puas. Ia yakin pasti Jack tahu satu dua hal terkait dengan bunuh diri berantai itu. Claudia masih berusaha mengorek informasi dari Jack, ia mencoba mengalihkan topik lainnya yang masih berhubungan. “Jack, aku mendengar rumor di kota soal penampakan sosok misterius yang seringkali mun