Ratusan tahun lalu sekumpulan orang dari belahan bumi yang jauh mengarungi lautan dengan kapal-kapal mereka.Dengan tujuan untuk mencari tempat hidup yang lebih baik dan mudah
Sampai suatu hari sampailah mereka di sebuah pulau yang kelihatan terisolasi. Pulau tersebut tampak sunyi dan tidak berpenghuni.Geografis pulau itu berada pada wilayah tropis, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan kehidupan sulit di musim dingin.
Pulau tersebut berukuran cukup besar dengan dikelilingi oleh perbukitan pada sisi timur dan baratnya, kemudian pada bagian utara diisi oleh hutan yang cukup luas.Bagian selatan berupa pantai dengan pasir putihnya dan bagian tengah berupa ladang rumput yang hijau.
Mereka sangat yakin pulau tersebut menjanjikan,dan bersiap untuk mendirikan peradaban di sana.Karena kekurangan bahan mereka terpaksa merombak kapal-kapal mereka untuk mendapatkan material tambahan.Dengan demikian mereka tidak bisa kembali lagi.
Itulah sepenggal cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi oleh penduduk kota Golden Valley, kini mereka hidup makmur di kota kecil mereka sekarang ini.Dahulu pulau tersebut memang terisolasi, namun kini mereka telah membuka diri untuk para wisatawan asing dari luar pulau.
Dalam pemerintahannya saat ini, golden valley dibagi menjadi lima wilayah yang meliputi distrik Utara, Timur, Barat, Selatan, dan Pusat.Distrik pusat dikelolah langsung oleh walikota karena merupakan jantung dari kota golden valley.Sementara distrik lainnya dipimpin oleh seorang chief yang dibawahi oleh walikota.Mereka semua dipilih secara langsung oleh warga setiap tujuh tahun sekali.
***
Mendengar nama Ellon, Claudia berniat untuk mengeluarkan lensa ajaibnya, namun urung setelah melihat tatapan kosong dari gadis di hadapannya.
“Ada masalah kak?”
“Ah, tidak kok.“ Riana bangkit dari posisi setengah bungkuknya, “Hanya saja, setelah melihatmu aku jadi teringat dengan adikku.”
“Memangnya apa yang terjadi dengannya?” tanya Claudia penasaran.
“Ya, bukan cerita yang menyenangkan sih.Dia meninggal saat berusia 6 tahun karena sakit”
“Ah, maaf telah bertanya.” Claudia menundukkan kepalanya
“Tidak masalah kok.Kalau kamu tidak keberatan mau menemaniku ke perpustaskataan distrik?” ajak Riana.
“ Perpustakaan ?”
Riana mengangguk. “Aku ingin mengembalikan buku yang kupinjam, Jika kamu tidak punya waktu dan tidak bisa menemaniku, tidak masalah kok”
“Sekarang aku sedang luang, jadi aku bisa menemani kakak,” jawab Claudia.
Kemudian sambil tersenyum Riana mengulurkan tangannya kepada Claudia “Peganglah tanganku agar tidak tersesat, sepertinya kamu tidak terbiasa di kota.” Claudia meraih tangan Riana dan mengenggamnya erat.Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan.Lokasi perpustakaan tersebut tidaklah terlalu jauh dan mereka bisa mencapainya dengan berjalan kaki.
Selama perjalanan Riana bercerita banyak hal tentang kota golden valley, ia mengira bahwa Claudia baru saja pindah ke kota itu sehingga tidak tahu banyak hal.
Suatu ketika Claudia berhenti sejenak dan mengumpulkan batu kerikil dalam sebuah kantung.Riana tidak menanyakan hal itu karena ia merasa adalah hal biasa anak kecil mengumpulkan batu-batuan yang menarik menurut mereka.
***
Mereka tiba pada sebuah bangunan besar dengan empat lantai.Di depan mereka di sambut oleh satpam yang berjaga, tersenyum ramah pada mereka.Claudia melihat sekeliling perpustakaan itu, sebelum mereka menerobos masuk melalui pintu kaca di hadapan mereka.
Meskipun Telah hidup lama, Claudia sangat jarang pergi kota.Menariknya ia bahkan baru sepuluh tahun terakhir ini berjalan-jalan di kota.Termasuk perpustakaan ini, yang baru pertama kali ia kunjungi.Biasanya ia pergi ke kota hanya untuk membeli makanan ringan saja.
“Perpustakaan distrik utara, adalah yang terbesar kedua di kota Golden Valley setelah perpustakaan pusat,” Riana menjelaskan. “ Selain itu, buku-buku disini juga sangat lengkap sehingga aku sering berkunjung ke sini untuk mencari referensi.”
“Begitu ya kak, aku baru pertama kali datang kemari,” balas Claudia dengan ekspresi kagum melihat pemandangan sekitar yang dipenuhi oleh rak buku, meskipun sebenarnya ia tak terlalu tertarik. “Lalu, di mana tempat untuk mengembalikan bukunya?” tanya Claudia.
“Kita naik ke lantai dua.Ayo ikuti aku,” ajak Riana.
Setelah menaiki tangga, mereka tiba di lantai kedua.Di sana mereka langsung dihadapkan pada meja pustakawan yang dilindungi oleh bilik khusus.Ruangan itu cukup luas dengan rak-rak buku berjajar menutupi dinding, sementara bagian tengahnya di isi oleh barisan meja untuk membaca.
“Selamat sore kak, saya ingin mengembalikan buku yang saya pinjam minggu lalu,” sapa Riana pada pustakawan yang berusia dua puluhan awal itu.
“Ah, nona Riana.Sudah selesai membaca bukunya?”
“Sudah, Kak. “
Riana mengeluarkan tiga buah buku tebal dari tas kain yang ia sandang sejak tadi dan meletakkannya di atas meja.
“Sepertinya buku ini cukup tebal untuk dibawa sendiri, ” pustakawan itu melihat sekitar, “ apa kamu kabur lagi dari pengawalmu?” bisiknya pada Riana.
Riana hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaan pustakawan itu. “Satu-satunya waktuku bisa bebas dari mereka hanyalah di waktu sekolah, dan itu pun butuh perjuangan keras untuk memintanya,” keluh Riana. “Pengawal-pengawal itu hanya membuat teman-temanku takut, jadi tolong kerja samanya ya, Kak,” tambah Riana.
“Lalu, siapa gadis kecil yang kamu bawa itu?” tanya pustakawan itu.
“Aku baru bertemu dengannya hari ini, sepertinya dia orang baru di sini jadi sekalian aku ingin mengajaknya berkeliling.”
Claudia memperkenalkan dirinya. “Perkenalkan, nama saya Claudia.“
“Namaku sisca.Aku pustakawan di sini, Ayahku bekerja di kediaman Ellon.Keluarga mereka sudah sangat banyak membantu kami.”
Pustakawan itu menerima buku-buku yang di bawa oleh Riana untuk menyelesaikan administrasi pengembaliannya.Satu persatu ia mengambil buku itu dan mencocokkan datanya pada komputer, sampai akhirnya terlihat sebuah buku kecil terselip di antara buku tebal itu.
“Kak Riana, buku apa itu? Buku tersebut terlihat berbeda dari buku-buku lainnya yang kakak pinjam,” tanya Claudia.
“Novel,” jawab pustakawan itu mendahului Riana. “Sebenarnya itu adalah laporan penelitian dari arkeolog di kota ini, kalau tidak salah namanya Richard. Sekitar dua puluh tahun lalu Ia mencoba mengungkap masa lalu dari pulau dan kota ini, namun karena kurangnya bukti-bukti laporannya pun ditolak. Akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan sedikit kemampuan menulisnya dan menyulap laporan ilmiahnya itu menjadi sebuah novel.Edisi pertama buku tersebut cukup laku di pasaran, namun terus menurun dan akhirnya dilupakan.” Pustakawan itu menjelaskan dengan panjang lebar
“Entah mengapa nona Riana tertarik dengan buku usang ini, padahal ada novel lain yang lebih menarik seperti ‘The Book of Despair’ , novel tersebut juga memiliki ilustrasi yang bagus,” tambah pustakawan itu, yang sibuk dengan komputernya.
“Kalau itu aku sudah pernah membacanya … aku hanya penasaran dengan buku yang berada di lemari terpencil di sudut perpustakaan, ” sambung Riana.
“Kalau boleh tahu apa judul novel itu?” Claudia bertanya penasaran dengan novel tersebut.
“Ah, maafkan aku. Sedari tadi menjelaskan namun tidak menyinggung judul novel tersebut. Judulnya adalah ‘The Unknown Kingdom’, tokoh utamanya adalah seorang gadis kecil dan singkatnya novel itu menceritakan tentang kerajaan tak dikenal yang diduga pernah berdiri di pulau ini.Beberapa peninggalan yang diduga dari kerajaan tersebut sempat ditemukan sih, seperti lima batu besar berbentuk persegi panjang.” Pustakawan itu berhenti mengetik mengambil nafas sejenak.” Kalau kamu tertarik, mengapa tidak coba membacanya?” Ia menyerahkan buku tersebut pada Claudia.
Kemudian Riana mengajak Claudia untuk membaca di tengah ruangan itu, di mana tersedia banyak kursi dan meja untuk pengunjung yang ingin membaca .Pada saat itu tidak banyak orang yang ada di perpustakaan, hanya terlihat beberapa orang saja yang duduk saling berjauhan sibuk dengan buku-buku mereka.
Claudia mengambil kursi di tempat terdekat dari pintu masuk, meletakkan buku yang dipinjamkan tadi, bersiap untuk membacanya “Sekalipun besar, tempat ini sepi sekali ya?” kata Claudia sambil membolak-balik halaman buku.Riana tak menanggapi perkataan Claudia, ia mematung melihat sudut terjauh ruangan itu.
Claudia melihat ke arah yang sama, di sana terlihat dua orang, laki-laki dan perempuan seumuran dengan Riana, duduk bersebelahan.Kemudian Claudia menarik pelan tangan Riana, dengan maksud untuk menyadarkannya.
“Kak, apa mereka berdua kenalanmu?” tanya Claudia, ketika perhatian Riana telah kembali padanya.
“Mereka? Ya, begitulah,” Riana memaksakan dirinya tersenyum, menjaga agar ia tetap terlihat ramah pada Claudia.
“Sepertinya, kakak punya masalah dengan mereka berdua”
“Ah, ti-tidak kok.Tidak ada masalah, hanya saja…”
“Apa kakak menyukai laki-laki itu, dan perempuan itu hanya mengganggu saja,” Claudia membolak balik bukunya dengan kasar, tak lagi menatap Riana.
“A-aku tidak pernah berpikir seperti itu …”
“Singkatnya kakak hanya cemburu, begitu kan?” Ujar Claudia tersenyum tipis.
“Mungkin bisa di bilang begitu, tapi sepertinya aku juga tidak berhak akan hal itu.”
Claudia menutup bukunya yang sedari tadi hanya dibolak-balik tetapi tidak dibaca “Ada satu hal yang bisa aku pastikan, belum ada hubungan istimewa di antara di mereka,” tegas Claudia.
“Darimana kamu bisa yakin?”
“Entahlah, sepertinya aku bisa melihatnya dengan jelas.” jawab Claudia.
Claudia melihat ke arah dua orang itu, yang sibuk dengan urusan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan dari jauh.Terutama laki-laki itu, ia adalah orang yang dimaksud Claudia sebagai pengganggu di hutan.Hampir setahun ia menjelajah hutan, dan menghambat pergerakkan Claudia yang berburu kupu-kupu emas.Sesekali Claudia juga mendengar laki-laki itu bicara sendiri, soal golden flower dan gadis bernama Riana.Namun, baru hari ini dia mengetahui bahwa Riana yang di maksud adalah orang di sebelahnya.
“Jika ada masalah kakak bisa bercerita padaku, mungkin aku tak bisa menolong tapi katanya dengan bercerita, kesusahan yang diderita bisa dipikul bersama.” ujar Claudia.
“Sepertinya kamu adalah orang yang baik, tapi bercerita masalah ini pada gadis yang jauh lebih muda dariku … rasanya agak … ”
“Beberapa manusia bahkan bercerita pada benda-benda mati, berteriak di gunung seperti orang gila, atau mengekspresikan masalah mereka dalam buku harian.Sekalipun tidak mendapat balasan mereka tetap melakukannya karena merasa lebih baik setelahnya.Padahal mereka hanya bercerita pada sesuatu yang tidak merespon.Aku tidak memaksa kakak untuk bercerita, hanya saja ketimbang benda-benda itu aku jauh lebih baik kan?” kata Claudia lalu tersenyum pada Riana.
“Kamu kelihatan masih anak-anak, namun kamu tidak bertingkah seperti mereka kebanyakan” Riana menarik nafas dalam, mencoba menghiraukan apa yang dilihatnya sedari tadi. “Mungkin ... aku bisa mulai dari cerita masa kecilku.”
Sepuluh tahun lalu di halaman belakang kediaman Ellon, distrik utara kota Golden Valley. Seorang anak perempuan sibuk menghias sebuah kursi taman, dengan tangan kecilnya ia memasang bunga-bunga mawar pada sela-sela kursi itu yang baru saja ia petik.Ia juga mengaitkan beberapa sulur di kursi itu untuk menambah kesan alamiahnya. “Nona Riana, jika nona memetik mawar sebanyak ini bisa-bisa nyonya dan tuan marah ketika melihatnya.” keluh seorang wanita paruh baya yang menemani Riana.Ia ditugaskan oleh Freddy Ellon, kepala keluarga Ellon saat itu untuk menemani Riana bermain di taman belakang. Riana tak merespon ocehan yang diterimanya, sementara wanita yang menemaninya itu hanya pasrah duduk di kursi lain saat ocehannya tidak digubris. “Tidak usah khawatir, nona Riana sudah di izinkan mengambil bunga-bunga itu,” bisik seorang pria yang baru saja datang, menghampiri wanita itu. Pria tersebut tersebut membawa lebih banyak lagi bunga mawar
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Riana duduk di taman halaman belakang bersama bibi Lin yang menemaninya. “Kak Frans itu, setelah kemarin ia dapat membuat perasaanku membaik, kini ia kembali seperti biasanya.Mengurung diri di kamarnya dan hanya menampakkan dirinya ketika makanan siap,” ujar Riana ketus. “Ya, begitulah tuan muda Frans.Dia berambisi untuk menjadi penerus yang layak dari keluarga ini sehingga ia belajar setiap hari.“ “Untuk apa ia belajar terus?” tanya Riana. “Katanya ia ingin mengikuti seleksi sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di luar negeri.Ia ingin bisa lulus bukan hanya dengan modal nama keluarga, uang, ataupun kekuasaan.Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya layak secara individu dengan kemampuan yang memadai.” Lin menjelaskan dengan sabar pada Riana. “Daripada itu nona mengapa tidak mencoba bermain dengan teman-teman di luar? Akan bibi temani.” “Tidak mau, mereka semua sama saja.Mereka hanya baik di depanku,be
Hampir satu setengah tahun telah berlalu (delapan setengah tahun lalu), banyak hal yang telah terjadi pada Riana dan keluarganya.Setelah pertemuannya dengan Rafael di waktu itu, mereka selalu bermain bersama di taman belakang.Dalam waktu yang masih tergolong singkat itu, mereka telah menjadi teman yang sangat dekat. Namun, hari ini, alih-alih bermain di taman belakang, di lapangan hijau itu dengan pakaian serba hitam Riana berdiri di dekat sebuah nisan besar.Di sana seorang wanita terus menangis memeluk nisan itu, tak kenal lelah sudah hampir tiga jam ia di sana dan Riana menemaninya. Hari itu, adalah hari pemakaman adiknya, Rin Ellon, setelah lama berjuang melawan penyakitnya ia meninggal di usia 6 tahun.Ibunya seakan tak merelakan putri bungsunya itu, setelah sekian lama ia menemani dalam perjuangannya.Riana hanya berdiri di sana menemani ibunya, tak kuasa berkata apapun melihat kesedihan yang begitu besar terpancar dari sorot matanya. “Nona Riana, Ny
Kaget mendengar panggilan ayahnya, Riana berjalan perlahan mendekat. Ia berdiri diam di hadapan ayahnya, terdiam tak tahu harus bicara apa. “Duduklah!” pinta ayahnya pada Riana. “Ba-baik, Ayah.” Riana menurut dan duduk di kursi dihadapan ayahnya.Mereka dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang terbuat dari kaca dengan cangkir-cangkir sisa dari tamu tadi. Tuan Freddy menghela nafas, bingung bagaimana cara menjelaskan situasi saat ini pada putrinya. Kemungkinan Riana sudah mendengar sebagian besar percakapannya dengan tuan Finch. “Jadi sebanyak apa yang sudah Riana dengar?” tanya tuan Freddy pada putrinya dengan nada lembut agar Riana tidak merasa terintimidasi. “Maafkan Riana ayah, aku tidak sengaja mendengar percakapan ayah.Tadinya aku hanya ingin memeriksa sumber suara keras yang kudengar saat di kamar tadi.Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada ayah,” kata Riana. “Ya tidak masalah,berarti tadi kamu mendengar soal perjodoha
Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley. Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf kepada keluarganya dan Rafael. Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya. Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch
Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara. “Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia. Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?” “Ya, tentu saja.” “Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya. “Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana. Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.” “Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dili
Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu
Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya. Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang. Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya. Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya. “Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu. *Ngenggg*