Hampir satu setengah tahun telah berlalu (delapan setengah tahun lalu), banyak hal yang telah terjadi pada Riana dan keluarganya.Setelah pertemuannya dengan Rafael di waktu itu, mereka selalu bermain bersama di taman belakang.Dalam waktu yang masih tergolong singkat itu, mereka telah menjadi teman yang sangat dekat.
Namun, hari ini, alih-alih bermain di taman belakang, di lapangan hijau itu dengan pakaian serba hitam Riana berdiri di dekat sebuah nisan besar.Di sana seorang wanita terus menangis memeluk nisan itu, tak kenal lelah sudah hampir tiga jam ia di sana dan Riana menemaninya.
Hari itu, adalah hari pemakaman adiknya, Rin Ellon, setelah lama berjuang melawan penyakitnya ia meninggal di usia 6 tahun.Ibunya seakan tak merelakan putri bungsunya itu, setelah sekian lama ia menemani dalam perjuangannya.Riana hanya berdiri di sana menemani ibunya, tak kuasa berkata apapun melihat kesedihan yang begitu besar terpancar dari sorot matanya.
“Nona Riana, Nyonya Sarah, sudah waktunya untuk kembali,” kata seorang anak laki-laki yang menghampiri mereka, dengan setelan serba hitamnya, dialah Rafael yang turut menghadiri pemakaman itu.
“Nyonya, tidak baik terus menerus menangis seperti ini.Saya mungkin tidak terlalu mengenal nona Rin, namun saya yakin ia tak mengharapkan Nyonya terus bersedih seperti ini.”
Wanita itu pun bangkit dari posisinya, ia membenarkan beberapa bagian pakaiannya.Dengan tanggap Riana memberikan sapu tangan putih bersih kepadanya, untuk membersihkan air mata di wajah wanita itu.
“Terima kasih Riana, dan juga?”
“Rafael, Nyonya, saya adalah teman Riana.Karena kita jarang bertemu, Nyonya mungkin tidak mengingat saya,” jawab Rafael dengan sopan.
“Rafael anak pak Rian ya, aku tahu sedikit tentangmu. Terima kasih telah menemani putriku selama ini.”
“Tidak masalah, Nyonya, saya melakukannya dengan senang hati.”
“Baiklah, sepertinya kita bisa kembali sekarang.” kata wanita itu, sembari menahan air mata yang masih terus mengalir di wajahnya, sesekali ia menyekanya dengan sapu tangan.
“Mobilnya ada di sebelah sana nyonya, tuan Freddy telah menunggu,” kata Rafael sambil menunjuk, dan memimpin mereka meninggalkan makam itu.Setelah mengambil beberapa langkah, Riana menoleh ke belakang terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Ia melihat seorang anak perempuan memakai pakaian berwarna biru, di temani oleh seorang tak dikenal dengan pakaian serba hitam dan tudung yang menutupi wajahnya.Sosok tersebut menggenggam erat tangan anak perempuan itu.
Riana hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya itu, namun tak berani menceritakannya baik pada Rafael terlebih lagi ibunya.
***
Tidak lama setelah pemakaman Rin Ellon, Frans, putra tertua keluargaa Ellon, akan segera meninggalkan rumah,untuk melanjutkan studinya di luar negeri.Ia bahkan mendapatkan peringkat pertama dari seleksi yang diselenggarkan di beberapa negara itu.
Sementara itu, Sarah Ellon, ibu mereka masih terus berkabung atas kepergian putri bungsunya itu.Bahkan ia tidak ikut serta mengantarkan putranya itu ke pelabuhan, meninggalkan Kota Golden Valley.
Melihat keterbatasan pilihan akses transportasi di kota itu, Freddy Ellon berencana untuk membangun bandara.Ia melihat ada tempat berpotensi di distrik Barat yang masih banyak memiliki lahan kosong.
Mobilitas yang tinggi dari penduduk golden valley, terutama sebagian orang yang mengisi kota adalah para turis yang berwisata di sini.Dengan demikian ia berencana untuk membanguan beberapa lintasan kereta layang yang mengelilingi kota, sehingga baik warga kota maupun turis dapat melihat pemandangan kota di tengah-tengah perjalanan mereka.
Pemandangan matahari terbit dan terbenam di kota ini memang menjadi nilai jual utama kota saat ini, namun ia berencana untuk merambah pada tahap yang lebih jauh lagi.Ia berencana untuk membangun lebih banyak pos dan rumah singgah di perbukitan, serta menambah fasilitas olahraga para layang di sana.
Sebenarnya ia juga ingin menjadikan hutan di distrik utara sebagai nilai jual kota, melihat kurangnya eksplorasi di daerah tersebut, yang mana membuat hutan tersebut masih di selimuti oleh misteri. Namun, berdasarkan pesan turunan dari Ayah dan Kakeknya ia tidak boleh terlalu ikut campur untuk urusan hutan itu. Jika ingin mengubah hutan, terlebih dahulu ia harus meminta izin, namun ia tidak tahu harus melakuakannya kepada siapa.
Ia hafal betul soal cerita kakeknya yang menerima bunga ajaib, kemudian di kenal sebagai golden flower dan sekantung berlian dari gadis kecil misterius di hutan.Ia mengenakan baju lengan pendek dan rok panjang yang semuanya di dominasi oleh warna hitam, khas seperti pakaian untuk mengikuti upacara pemakaman. Rambutnya hitam legam setinggi bahu, kulitnya putih pucat, warna matanya merah menyala.Dari deskripsi singkat itu, ia punya firasat bahwa gadis itu bukan manusia, sehingga tidak terbesit niat untuk mendekatinya dan lebih baik bermain aman di kota.
Wali kota, chief, dan warga kota kemungkinan akan menyambut baik rencana ini.Namun, yang menjadi masalah utama atas segala rencananya itu adalah keuangan keluarga mereka yang belum mencukupi.Uang dalam jumlah besar yang diinvestasikan oleh kakeknya dari hasil penjualan berlian itu, belum mendatangkan keuntungan yang berarti mengingat kebanyakan memang digunakan untuk kepentingan kota.Sekalipun di tambahkan dengan anggaran kota, jumlah uang yang terkumpul masih belum cukup.
Kemudian seorang kolega kepercayaan menyarankan kepadanya untuk mencari investor yang mau membantu pendanaan proyek besarnya itu.Ia menyambut baik saran itu dan memercayakan keuangannya kepada orang itu, sementara itu ia mengurus urusan bisnisnya yang sudah ada.
***
Dua tahun telah terlewati (enam setengah tahun lalu), kolega kepercayaan Tuan Freddy itu berhasil mendapatkan banyak investor dan dana yang lebih dari cukup untuk mendanainya proyeknya.Namun, bukan hal baik yang ia terima justru hal buruk.Orang yang dipercayainya itu kabur entah kemana membawa semua uang yang berhasil ia kumpulkan.Jejaknya bahkan tidak terlacak lagi, karena kelihainnya.
Para investor yang telah menyuntikkan dananya pun meminta pertanggungjawaban kepada keluarga Ellon.Di tengah krisis tersebut Freddy Ellon berusaha memutar otaknya untuk menyeselaikan masalah tersebut.Selain masalah dari investor tersebut, masalah juga datang dari istrinya yang mengalami gangguan psikologis, ia terus berkabung akan kematian putri bungsunya.Istrinya masih belum merelakan putri mereka itu, dan hal itu juga menambah bebannya.
Di tengah-tengah keputus asaannya ia teringat perkataan temannya, Rian, ia menerima sebuah berlian dari gadis kecil sebagai ganti set teh yang ia buat. ”Mungkin aku bisa bertanya padanya soal gadis kecil itu, ada kemungkinan ia adalah orang yang dimaksud kakek.”
Tak berapa lama kemudian ia mengepalkan tangannya, dan menghantamkannya ke meja.”Tidak, aku tidak boleh mengandalkan sesuatu yang belum pasti itu. Pasti ada cara untuk keluar dari semua ini.” kata pria itu, yang terduduk dalam keputusasaannya di meja kerja.
Tok…Tok…Tok…
“Masuk saja! pintunya tidak dikunci.” kata tuan Freddy dengan nada tegas, berusaha menyembunyikan keterpurukannya.
Seorang pelayan memasuki ruangan “Permisi tuan” katanya sopan.
“Jadi ada masalah apa lagi kali ini?” tuan Freddy menyiapkan dirinya untuk situasi terburuk.
“Maaf, Tuan, ada seseorang ingin bertemu dengan Anda.” kata pelayan itu sambil menyerahkan sebuah kartu nama di atas meja.
Tuan Freddy membaca kartu nama itu, dan mengenal betul orang yang di maksud.Ia menyuruh pelayan itu keluar untuk memberitahu agar orang itu menunggu, sementara tuan Freddy mempersiapkan dirinya.Tak lama kemudian tuan Freddy telah sampai di ruang tamu di mana orang dimaksud menunggu dengan tenang.
“Selamat siang, Tuan Finch,” sapa tuan Freddy.
Tuan Freddy bergerak menuju orang itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman, orang itu menyambut baik hal itu.Kemudian mereka duduk bersama di ruangan itu, sementara beberapa bawahan orang tersebut berjaga di pintu luar.
“Jadi, bisa saya tahu ada masalah apa yang membuat tuan Finch datang kemari? Jika ingin menagih pembayaran, saya rasa dengan mengirim bawahan anda saja sudah cukup,” ucap tuan Freddy memulai pembicaraan.
“Lalu jika aku melakukannya apa kau akan langsung melunasinya?” tuan Finch menatap tajam lawan bicaranya itu, membuatnya tak bisa menjawab apapun lagi.
Hutang yang di miliki oleh keluarga Ellon sangatlah besar, untuk mengganti rugi uang yang di bawa kabur oleh orang yang menghianati tuan Freddy. Untuk meredakan sementara permasalahan itu, salah seorang investor, yaitu tuan Finch bersedia meminjamkan dana. Meskipun tampilannya yang bertubuh tinggi dan besar, serta suaranya yang teramat berat, sebenarnya dia adalah orang yang cukup baik.Ia bahkan mau meminjamkan uang tanpa meminta bunga sepeser pun pada tuan Freddy. Namun, tuan Freddy sendiri sedikit menaruh curiga padanya terkait niat yang sebenarnya di balik kebaikannya.
Gelak tawa memenuhi seisi ruangan dari laki-laki bertubuh besar itu, ia meraih minuman yang telah tersedia di meja dan menyesapnya perlahan-lahan.Sementara Tuan Freddy tidak menanggapinya sedikit pun.
“Freddy kawanku, meskipun kita belum kenal lama aku bukanlah orang sekejam itu yang langsung menguras habis hartamu. Kedatanganku kemari bukan untuk menagih pembayaran, namun untuk membuat kesepakatan baru”
“Kesepakatan baru?”
“Ya, aku langsung saja ke intinya ... aku ingin kau, menyerahkan putrimu untuk—”
Mendengar itu Tuan Freddy langsung naik darah, ia tak peduli apapun lagi dan langsung menggebrak meja di hadapannya, membuat cangkir-cangkir di atasnya turut bergetar.
“Maaf tuan Finch, akulah yang mempunyai hutang terhadapmu, jadi jika kau ingin mengambil nyawaku silahkan saja.Tapi jangan sekali-kali menyentuh putriku, terlebih lagi dia bahkan belum lulus sekolah dasar.”
“Wah-wah, tenang dulu Freddy, aku tak tahu apa yang kau pikirkan, tapi tenanglah dulu kawan.Aku hanya bermaksud untuk melamar putrimu untuk anakku, yah walaupun pilihan kata itu masih kurang tepat namun, setidaknya ini lebih baik dari pernyataanku yang sebelumnya”
“Apa?”
“Yah, aku ingin menjodohkan putrimu dengan satu-satunya putraku.Usianya kira-kira sebaya dengan putramu atau mungkin di bawahnya,” tuan Ficnh mengerutkan dahinya berusaha mengingat-ngingat.
“Meskipun agak terpaut jauh tapi sepertinya itu tidak masalah.Jika kita menjadi keluarga, kau tidak perlu lagi memikirkan hutangmu.Juga bagiku menjadi suatu keuntungan untuk menjalin hubungan baik dengan keluarga tersohor di kota penuh potensi ini,” kata pria besar itu, sambil menunjukkan seringai lebarnya pada akhir kalimatnya.
“Tuan tahu, aku tidak berhak akan hal itu, sebab kehidupan putriku adalah miliknya sendiri dan bukan milik siapapun.Terlebih lagi di usianya yang masih teramat muda.”
“Freddy, aku tidak segila itu memintamu untuk menikahkan putrimu saat ini juga, putraku juga baru masuk sekolah menengah atas. Aku hanya memikirkan rencana untuk beberapa tahun kedepan.” tuan Finch berhenti bicara, mengambil nafas pendek sejenak. “Mungkin kamu lebih suka dengan kesepakatan kita yang lama itu, jika dalam waktu yang telah kita sepakati kamu tak bisa melunasi seluruh hutangmu, maka seluruh kepemilikan asetmu di pulau ini akan jatuh ketanganku, dengan demikian keluargaku akan menggantikan posisi keluargamu disini. Apa itu tidak masalah untukmu?”
“Tidak masalah, itu lebih baik dari memaksakan keegoisanku pada orang lain, terutama putriku sendiri .Aku yakin ayah dan kakekku juga pasti akan melakukan hal yang sama,” ujar tuan Freddy percaya diri.
“Begitu ya, sayangnya mereka sudah tiada jadi aku tidak bisa bertanya langsung.” tuan Finch kemudian beranjak berdiri, merapikan jas hitam miliknya. “Sebaiknya kamu pertimbangkan dulu dan bicarakan dengan orangnya langsung, sepertinya ia sudah mematai-matai kita,” kata tuan Finch.
Tuan Freddy bingung dan perkataan tuan Finch, ia menoleh ke belakang dekat dengan pintu masuk lain ke ruangan itu.Untuk sekejap ia menyaksikan sosok kecil yang berusaha menyembunyikan dirinya di balik tembok itu.
Sementara itu, tuan Finch telah beranjak ke pintu keluar, ia di sambut oleh ajudan yang dibawahnya.”Baiklah Freddy, aku pergi dulu.Aku harap kau mengambil keputusan yang terbaik apapun itu,” ucap pria besar itu, sembari meninggalkan tuan Freddy sendirian di ruangan itu.
“Riana, keluarlah, ada yang ingin Ayah bahas denganmu,” ucap tuan Freddy dengan suara teduh, memanggil putrinya yang bersembunyi di balik tembok itu.
Kaget mendengar panggilan ayahnya, Riana berjalan perlahan mendekat. Ia berdiri diam di hadapan ayahnya, terdiam tak tahu harus bicara apa. “Duduklah!” pinta ayahnya pada Riana. “Ba-baik, Ayah.” Riana menurut dan duduk di kursi dihadapan ayahnya.Mereka dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang terbuat dari kaca dengan cangkir-cangkir sisa dari tamu tadi. Tuan Freddy menghela nafas, bingung bagaimana cara menjelaskan situasi saat ini pada putrinya. Kemungkinan Riana sudah mendengar sebagian besar percakapannya dengan tuan Finch. “Jadi sebanyak apa yang sudah Riana dengar?” tanya tuan Freddy pada putrinya dengan nada lembut agar Riana tidak merasa terintimidasi. “Maafkan Riana ayah, aku tidak sengaja mendengar percakapan ayah.Tadinya aku hanya ingin memeriksa sumber suara keras yang kudengar saat di kamar tadi.Aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada ayah,” kata Riana. “Ya tidak masalah,berarti tadi kamu mendengar soal perjodoha
Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley. Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf kepada keluarganya dan Rafael. Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya. Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch
Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara. “Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia. Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?” “Ya, tentu saja.” “Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya. “Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana. Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.” “Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dili
Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu
Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya. Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang. Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya. Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya. “Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu. *Ngenggg*
“Jadi, Frieda boleh aku bertanya satu hal?” tanya Tarisa. “Apa itu?” jawab Frieda penasaran. “Bisa kamu tolong hitung jumlah orang dalam ruangan ini?” Kemudian Frieda meihat sekelilingnya, memindai setiap orang yang terlihat oleh matanya. Mulai dari mereka yang duduk tenang di kursinya, mereka yang berkerumun dengan teman lama mereka sampai sekelompok besar murid yang mengelilingi Rafael. “Dua puluh lima, dan sepertinya seluruh siswa sudah hadir di ruangan ini,” jawab Frieda. “Benar sekali.” Tarisa tersenyum tipis mendengar jawaban Frieda. Namun, Frieda sepertinya merasakan sedikit ketidak puasan dari Tarisa. Ia pun mencoba memikirkan alasan mengapa Tarisa bertanya hal seperti itu kepadanya dan menemukan satu kesimpulan. “Tarisa, apa sebelum kemari kamu mendengar sesuatu tentangku dari orang-orang?” “Ya … sedikit sih, setidaknya namamu dan beberapa … hal mungkin.” “Jika kamu mengharapkan aku yang dulu, itu sudah tidak a
Satu tahun telah berlalu, hubungan pertemanan Frieda dan Rafael semakin baik. Seperti yang Rafael janjikan, ia bersedia mendengarkan setiap cerita Frieda dan juga membagi kisah miliknya. Bersama-sama mereka juga menjalani berbagai kisah dalam lika-liku kehidupan sekolah mereka. Berkat dukungan dari Rafael, Frieda juga dapat berteman dengan teman-teman kelas lainnya. Rafael juga membantu membersihkan namanya dari rumor dan tudingan buruk terhadap Frieda. Memang, tidak semua orang mau mendengarkan, setidaknya kehidupan sekolah Frieda menjadi lebih baik ketimbang di sekolah dasar dahulu. Semakin berjalannya waktu Frieda merasa bahwa ia telah jatuh hati pada Rafael, namun ia masih meragukan soal perasaannya itu terlebih lagi ia telah mendengar soal teman masih kecil Rafael yang diceritakan padanya. Frieda juga berteman baik dengan Tarisa. Menurutnya, Tarisa adalah teman bicara terbaik setelah Rafael. Meskipun ia sering usil jika berbicara soal Rafael.Selain itu,
Hari itu Frieda berjalan-jalan di taman kota. Ia melihat seorang anak perempuan, sendirian, duduk di kursi taman yang usang.Ia mendekati anak tersebut, perlahan berjalan ke arahnya. Anak tersebut hanya mengayunkan kakinya, menyanyi kecil sambil memerhatikan sekitar.Ia memerhatikan sosok yang kira-kira berusia enam tahun itu.Ketika ia semakin mendekat anak itu menyadari keberadaan Frieda, ia menatap balik Frieda membuatnya terkejut dan terduduk di tanah. Tubuhnya tidak bisa digerakkan membeku di hadapan sosok itu.Ia tidak bisa melihat wajahnya karena awan hitam yang menutupinya, hal itu jugalah yang membuat perasaan ngeri merasuki dirinya.Anak itu tertawa kecil, mengulurkan tangannya.“Kak Frieda, ayo kita bermain.Hari ini aku akan buatkan istana pasir yang besar untukmu, tempat di mana tidak seorang pun yang akan menghinamu, di mana kamu bisa membuang segala kesedihanmu dan mendapatkan kebahagiaanmu.”Frieda menggelengkan kepalanya, ia
Halo, Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca kisah ini. Berhubung kesibukan author yang tak terelakan di kehidupan nyata, dan lagi cerita seperti ini sepertinya kurang diminati disini, dengan berat hati author menghentikan pengerjaan novel ini. Kisah ini memang belum berakhir dan Masih banyak misteri yang belum terpecahkan, dan mungkin selamanya akan menjadi misteri bahkan bagi author sendiri. Pengerjaan novel ini benar-benar author hentikan, dan sejenak berisitirahat dari kesibukan dunia tulis menulis ini. Ya, meskipun author bisa dibilang awam dalam dunia kepenulisan ini, namun setidaknya author telah belajar banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Kedepannya jika memungkinkan, author akan kembali dengan membawa kisah baru lainnya yang jauh lebih baik dari ini. Sekali lagi author mengucapkan terima kasih banyak, terutama buat kalian yang mendukung novel ini melalui vote gem, juga kepada Editor yang senantiasa memberikan ilmunya kepada author
Dari atas tebing yang tak jauh dari istana pasir itu, Claudia dan Jack duduk di atas sebuah batu memperhatikan mereka dari kejauhan. Jack mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke arah sebuah menara yang tinggi, berdiri tidak jauh dari sana. Menara itu tingginya sekitar 48 meter, dan merupakan bangunan tertinggi di Distrik Selatan.“Claudia, lihatlah menara itu, seingatku sewaktu kunjungan terakhir kita, menara itu masih dalam tahap pembangunan,”“Ah, menara itu sudah selesai di bangun?” tanya Claudia.“Tentu saja, karena menggunakan biaya yang besar pembangunan menara tersebut bisa dilakukan dengan cepat dan selesai tiga tahun lalu,” ujar Jack.“Maafkan aku, karena fokus pada istana pasirku aku tidak memerhatikan menara itu,” kata Claudia melayangkan pandangannya ke arah menara yang ditunjuk Jack,” kata Claudia.“Menara itu dibangun karena impian seseorang, karena itu pula menara itu dinam
Dari apartemen itu mereka langsung bertolak ke Pantai Golden Valley di Distrik Selatan. Claudia melepas kemampuan iblisnya, merubah matanya menjadi merah menyala.“Aku tidak bisa berlama-lama menggunakan kemampuan ini, jadi semua berpegangan tangan, kita akan langsung berteleportasi ke Pantai Golden Valley,” ujar Claudia.“Tapi Claudia, apa kamu sudah pernah pergi ke sana?” tanya Frieda.Jack tersenyum. “ Tentu saja, aku pernah membawanya satu kali ke sana, melihat sebuah menara tinggi,” ujar Jack.“Ah, menara itu ya,” kata Frieda.“Sudah cukup ngobrolnya, ayo kita bergegas, cepat berpengangan tangan lalu lompat dalam hitungan ketiga,” ujar Claudia.Tarisa tampak bingung. “Eh, apa kita harus melom–““Satu, dua, tiga, lompat!” seru Claudia.Ketika mereka melompat mereka dapat merasakan sensasi perlambatan di udara, dan saat kaki mereka kemb
Melihat ketegangan yang mulai muncul sebelum mereka memulai rencana mereka, Jack mencoba menenangkan mereka.“Tarisa, apa yang terjadi pada Rin tidak ada hubungannya dengan Claudia, kita hanya mengikuti panduan kita, apa yang telah tertulis di sana adalah keputusan mutlak dan bukan disebabkan oleh siapapun,” kata Jack.“Panduan apa? Aku bahkan tidak memilikinya, yang aku tahu penyebab kematian Rin secara tidak langsung disebabkan oleh kutukan itu, dan iblis dihadapan kita ini adalah dalang di balik itu semua,” ujar Tarisa.“Tentu saja kamu tidak punya, karena kamu belum menyelesaikan ujianmu. Dengar Tarisa, menurutku sekarang ini kita sudah terlalu jauh mengusik manusia. Sebenarnya tidak semestinya kita tidak terlibat langsung dalam urusan ini, tapi mengingat kamu yang tidak bisa keluar dari masalah ini sendiri, membuatku turut ikut turun tangan,” ujar Jack.“Aku sudah terlalu lama menunggu dan sekarang ada kesemp
Di waktu sekarang di kamar apartemen Tarisa. “Aku ingin mendirikan sebuah istana pasir yang sangat megah, yang tingginya kira-kira sepuluh meter,” ucap Rin. Seketika itu juga, seisi ruangan menjadi hening. Claudia mengusap dahinya perlahan, Tarisa hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Sedangkan Jack, sepertinya menyadari bahwa permintaan Rin bukan hanya sekadar membangun istana pasir, namun lebih berat yang bahkan membuat Tarisa tidak dapat menyelesaikannya selama hampir sembilan tahun. “Mungkin kalian mengira ini adalah permintaan yang mudah, namun hal tersulitnya adalah membuat keluarganya dapat melihatnya dalam wujud roh tidak bisa kulakukan sampai sekarang,” kata Tarisa. “Soal itu, aku yakin Claudia bisa melakukannya,” ucap Frieda. “Terima kasih Frieda,” balas Tarisa. “Jika ingin membuat keluarganya bisa melihat Rin, kenapa kamu tidak mencoba mengalirkan energe supernaturalmua kepada Rin?” kata Claudia. Tarisa menghela n
Hampir dua tahun bermain sendirian di bak pasir taman itu, tidak membuat Rin menyerah, ia terus menunggu kedatangan Frieda dan datang ke tempat itu setiap hari. Sementara itu, Tarisa masih melanjutkan penyelidikannya meski tidak ada kemajuan yang berarti. Hari-hari mereka berlangsung damai, kekhawatiran Tarisa akan malaikat lain yang mengejar mereka sepertinya hampir hilang dan dengan demikian ia telah menurunkan kewaspadaannya. Meskipun demikian ia yakin, mereka hanya membiarkan dirinya untuk sementara waktu, dan sebuah hukuman besar telah disiapkan untuknya. Karena itu, sebelum hukumannya tiba, ia bertekad untuk dapat segera mewujudkan keinginan Rin. Suatu hari ketika mencoba berkeliling kota sendirian, Tarisa melihat anak-anak perempuan dengan seragam sekolah pulang bersama dengan teman-temannya. Ia melihat mereka tampak bahagia, bersenda gurau dan sibuk membicarakan soal kegiatan liburan mereka. Melihat itu, terbesit rasa penasaran dalam diri Tarisa, ingin mencob
Sudah hampir dua minggu Tarisa tinggal di kamar apartemen itu bersama roh Rin. Di sana ia menemukan beberapa keanehan seperti laci yang berisi banyak uang. Di laci itu juga terdapat pesan untuk tanpa segan menggunakan uang tersebut. Tarisa menanyakan keanehan itu kepada pria paruh baya pemilik apartemen yang dahulu menawarkan kamar itu kepadanya, tetapi ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan padanya untuk menggunakan uang itu sesuai dengan pesan yang tertulis di sana.Pada awalnya, Tarisa tidak ingin menggunakan uang itu, namun lama kelamaan uang yang ia miliki semakin menipis, karena dengan wujud manusia maka ia juga akan memiliki kebutuhan seperti manusia, dan ia membutuhkan uang untuk memenuhinya.Oleh karena itu, ia berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, karena ia tidak memiliki banyak dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kota Golden Valley, membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan bahkan paruh waktu sekalipun. Akhirnya ia menyerah dan mengguna
Pada awal pelarian mereka, mereka sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Jadi, mereka akan beristirahat di halte bus, pinggiran toko, atau taman kota. Seperti yang ia janjikan, Tarisa mengabulkan permintaan Rin untuk tetap bermain bersama Frieda. Setiap hari Frieda akan datang ke bak pasir yang sama di taman, dan mereka bermain di tempat itu.Sementara itu, Tarisa mengawasi mereka dari kejauahan, melihat gerak-gerik Jack atau malaikat lainnya yang mungkin mengejarnya dan Rin. Saat matahari terbenam, ia akan menjemput Rin.Pada waktu itu, Tarisa sengaja membuat dirinya terlihat. Ia dan Rin berjalan-jalan di sekitar komplek apartemen dan penyewaan rumah. Ia rasa punya tempat tinggal untuk bersembunyi akan jauh lebih baik daripada hidup tidak jelas di luar.Ia masih memiliki sisa uang pemberian Jack, tidak terlalu banyak, namun ia rasa itu cukup untuk menyewa sebuah kamar apartemen di sana.Kemudian tibalah ia di sebuah apartemen berlantai dua yang tampa
Setelah perjalanan cukup panjang dengan bus, mereka akhirnya tiba di taman kota yang berada di Distrik Utara. Di taman itu tersedia banyak fasilitas bermain untuk anak-anak dan warga kota lainnya untuk bersantai. Mereka memasuki taman itu dan duduk di kursi taman dekat salah satu bak pasir yang lebih sepi dikunjungi. “Kak Tarisa, Rin ingin bermain pasir lagi,” katanya sambil menunjuk bak pasir yang tidak jauh dari sana. “Boleh saja, tapi sepertinya dari yang aku perhatikan tadi, anak-anak bermain pasir dengan ember dan beberapa alat untuk mencetak. Peralatan itu disewakan di sana, jika tidak keberatan aku akan pergi ke sana dan menyewa satu untukmu,” kata Tarisa. “Ya, Kak, Rin mau,” ujar Rin. Tarisa bergegas ke tempat yang disinggungya tadi, meninggalkan Rin duduk sendirian di kursi taman itu. Sambil menunggu ia mengayunkan kakinya perlahan sambil menyanyi kecil. Sampai suatu ketika seorang anak perempuan datang mendekatinya. “Ka-kamu …