Anya membuka pelan matanya, kepalanya dihantam pusing yang membuat Anya memegang kepalanya menahan sakit, ia menatap langit langit kamar berwarna putih yang tinggi.
Anya mengerjap matanya beberapa kali, bukankah tenda camping nya berwarna biru?, tanya Anya dalam hati.
"Tidurmu sangat berantakan"
Suara bariton rendah yang ia kenal milik Daniel membuat Anya terbangun mendadak lalu menatap tercengang ke arah Daniel yang memakai piyama sutra berwarna hitam, laki laki itu duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur yang sedang Anya tempati, Daniel duduk sambil menikmati kopi paginya dengan tenang.
Anya berusaha mengingat apa yang telah ia alami semalam, namun ingatannya hanya sampai Anya meneguk vodka.
"Apa yang kau lakukan kepadaku?" tanya Anya curiga.
"Memang yang aku lakukan kepadamu?" jawab Daniel dengan pertanyaan.
Anya melihat tubuhnya yang hanya memakai tank top berwarna cream, kemeja yang ia pakai semalam menghilang entah kemana, ia menyibak selimut tebal dengan cepat lalu bernapas lega karena ia masih memakai celana panjangnya.
"Aku ada dimana?" tanya Anya menatap ke sekelilingnya.
"Di apartemenku" jawab Daniel.
"Mengapa kau membawaku kemari?" tanya Anya merengut.
"Kau pikir aku bisa meninggalkanmu dalam keadaan mabuk di atap gedung itu?" tanya Daniel tidak percaya.
Anya hanya terdiam.
"Apa yang kau pikirkan sampai tinggal di tempat berbahaya itu?" tanya Daniel.
Anya melirik Daniel sejenak lalu memainkan kukunya dengan kesal. Perkataan benar Daniel membuat Anya terpojok.
"Aku belum menemukan tempat tinggal, jadi aku tinggal di sana untuk sementara waktu" ujar Anya pelan. Ia merasa seperti anak kecil yang ketahuan mengambil kue lebih dari jatahnya.
"Banyak kontrakan ataupun perumahan yang murah di daerah ini, mengapa kau tidak memilihnya?" tanya Daniel.
"Perumahan disini sangat mahal, aku tidak sanggup menyewanya" jelas Anya membela dirinya.
"Berapa Dollar yang sanggup kau bayar?" tanya Daniel.
Ia akan menyuruh Arlene untuk mencari kontrakan atau pun rumah yang sanggup Anya bayar. Walaupun ia tidak tahu mengapa ia ingin membantu Anya. Namun membayangkan gadis itu tidur di tenda camping di atas gedung bar yang sangat terbuka untuk laki laki mabuk masuk membuat Daniel tidak bisa meninggalkan gadis itu sendirian.
"50 Dollar" gumam Anya.
Ia tau pasti reaksi seperti apa yang Daniel keluarkan.
"Apa? Kau bercanda ya? Apa yang bisa kau beli dengan 50 Dollar?" tanya Daniel tidak percaya.
See?
"Harus bagaimana lagi, untuk saat ini aku hanya sanggup membayar 50 Dollar" Gumam Anya memainkan kukunya.
Gadis itu menatap kesal ke arah Daniel.
"Lagian apa peduli mu dengan kehidupanku?" tanya Anya.
"Tentu saja aku tidak perduli, tapi..."
Daniel tidak bisa melanjutkan perkataannya karena ia juga tidak tahu mengapa ia peduli kepada gadis ini.
"Jangan mencoba mengasihani ku. Sudah ku bilang aku tidak butuh rasa kasihan mu" ujar Anya.
"Tidak butuh apanya, kau sampai tidur di atap gedung seperti gelandangan" ujar Daniel kesal.
Anya diam sambil menghela napasnya.
"Kalau kau tidak punya uang, biar aku yang membayarnya. Jadi kau bisa tinggal gratis di sana" ujar Daniel.
"Harus berapa kali aku katakan, aku tidak butuh rasa kasihan mu. Sudahlah aku pergi" ujar Anya beranjak dari tempat tidur.
"Jadi apa mau mu sebenarnya? Kau begitu gengsi menerima bantuan orang lain padahal kau hidup melarat" ujar Daniel kesal.
Daniel kesal karena baru kali ini ada wanita yang tidak terpengaruh oleh kebaikannya terlebih ketampanannya. Apa apaan dengan sikap keras kepala itu?, ucap Daniel kesal dalam hati.
"Urus saja urusanmu sendiri" ujar Anya lalu keluar dari kamar tersebut.
Daniel berjalan menyusul Anya yang berdiri kebingungan mencari pintu keluar.
"Gadis keras kepala" gumam Daniel.
"Baiklah, bagaimana kalau kau bekerja di sini? Aku akan menggaji mu sepuluh kali lipat dari upah yang kau terima selama ini" ujar Daniel.
Anya membalikkan badannya dan menatap Daniel dengan mata membulat.
"Benarkah?" tanya Anya memastikan.
Huh! Gadis murahan. Tidak mau menerima bantuan apanya?, benak Daniel.
"Tentu saja" ujar Daniel.
"Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya.
Daniel tersenyum menyeringai.
"Pekerjaan apa yang bisa kau lakukan?" tanya Daniel dengan pertanyaan menjebak.
"Aku bisa melakukan apapun" jawab Anya.
Seringai Daniel semakin melebar.
"Apapun?" tanya Daniel memastikan.
Anya menganggukkan kepalanya.
Daniel berjalan mendekati Anya lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Anya.
"Apa kau hebat di ranjang nona?" tanya Daniel dengan nada ambigu.
Anya menggigit bibirnya dengan kesal lalu meninju perut Daniel sekuat tenaganya membuat Laki laki itu berlutut sambil memegangi perutnya yang kesakitan.
"Aku memang mengatakan apapun tapi tidak dengan sex Daniel. Aku bilang apapun maksudku aku bisa melakukan pekerjaan kasar sekalipun asal itu tidak dilarang" ujar Anya.
Gadis itu melangkah kakinya menjauhi Daniel yang meringis kesakitan, ia tidak menyangka bahwa Anya akan meninjunya seperti ini.
"Baiklah baiklah. Bagaimana kalau kau menjadi pembantu di sini?" tawar Daniel.
"Pembantu?" tanya Anya yang kembali menghentikan langkahnya walaupun masih kesal dengan penuturan Daniel beberapa saat yang lalu.
"Ya. Pembantu. Aku tinggal sendirian disini jadi aku butuh pembantu" ujar Daniel yang sudah bisa berdiri.
Ini tidak seperti keadaan yang membutuhkan pembantu, pikir Anya ketika melihat betapa bersihnya ruangan luas yang serba putih ini. Bahkan Anya bisa memastikan tidak ada sedikit pun debu yang melekat di ruangan ini.
"Bagaimana?" tanya Daniel.
"Berapa kau akan menggaji ku?" tanya Anya yang tertarik dengan tawaran Daniel.
"Berapa gaji yang kau terima selama ini?" jawab Daniel dengan pertanyaan.
"hampir 300 Dollar" jawab Anya.
"Aku akan menggaji mu sepuluh kali lipat" ujar Daniel.
Anya membulatkan matanya. Sepuluh kali lipat?, berarti Daniel akan menggaji ku 3.000 Dollar? Shut up, ujar Anya tidak percaya dalam hati.
"Kau tidak bercanda kan?" tanya Anya memastikan.
Daniel menganggukkan kepalanya. Ia bahkan bisa menggaji Anya lebih besar dari itu.
"Seriously?!" tanya Anya yang masih tidak percaya.
Daniel menghela napasnya.
"Make it quick, in or out?" tanya Daniel.
"Of course, I am in" ujar Anya antusias.
Tentu saja ia langsung menyetujui tawaran menggiurkan dari Danie. Kapan lagi ia menerima gaji sebesar itu jika bukan sekarang?, Anya bahkan tidak pernah berpikiran dalam hidupnya akan mendapat gaji 3000 Dollar sebulan. Ia tidak akan menyangka bahwa ia akan mendapatkan keberuntungan besar seperti ini, ia merasa seperti mendapat hadiah lotre besar.
Anya berjalan masuk ke supermarket tempat ia bekerja, hari ini ia akan mengundurkan dirinya dari pekerjaannya sebagai kasir. Sebenarnya Anya sangat menyayangkan keputusannya tersebut, kerja kerasnya selama dua minggu ini jadi sia sia karena pengunduran dirinya. Ia tidak akan mendapat upah apapun karena masih menjalani masa training. Anya membungkukkan badannya kepada Managernya yang bertubuh gemuk dan memakai kacamatanya. "Such a pity if you quit this job Ms Shakira" ujar laki laki itu. "I Know. Thank you for everything you've done until now" Anya membungkukkan badannya dan pun keluar dari supermarket. Sekarang ia harus pergi ke bar L'Espere untuk meminta pengunduran dirinya dan mengambil barang-barang miliknya. "Jadi kau akan tinggal dimana?" tanya James yang sedang duduk dan merokok. Anya menatap laki-laki yang baru menjadi mantan bosnya sekilas "Aku akan tinggal di rumahnya Daniel" "Apa kau menjalin hubungan dengan Daniel?" Ja
Daniel keluar dari kamarnya dengan setelan jas dan penampilan sempurnanya, ia menjinjing tas kerja lalu melangkah menuju ruang makan. "Just toast?" Daniel menaikkan alisnya melihat roti panggang yang tersaji di atas meja. Anya masuk ke dalam ruang makan sambil membawa secangkir kopi dan dua botol selai coklat dan stroberi. "Anya, mengapa cuma ada roti panggang?" tanya Daniel tidak mengerti. Ia sangat jarang memakan makanan yang satu ini. "Memangnya apa yang kau harapkan, Aku hanya menemukan itu. Tidak ada apapun di kulkas" Anya meletakkan secangkir kopi dan botol selai di hadapan majikannya. Daniel mengambil tempat duduk dan mulai sarapan dalam diam. "Aku akan belanja dan memasakkan makanan empat sehat lima sempurna untukmu nantinya, jadi jangan memasang wajah kesal seperti itu" Ucap Anya yang melihat wajah Daniel yang tidak senang dengan sarapannya. Daniel mengambil dompet dari jas dan mengeluarkan beberapa lembar uang s
"Sir, Kau baik baik saja?" Arlene menatap khawatir akan wajah Daniel yang sedikit memucat karena laki-laki itu hampir tidak tidur semalaman karena memikirkan Anya. "Tentu saja. Memangnya aku kenapa?" Daniel menatap kesal. Kurang tidur dan pikiran gelisah yang dipenuhi oleh Anya membuat kesabaran Daniel menipis. "Tidak. Hanya saja wajah anda sedikit pucat" Arlene menggelengkan kepalanya dan menatap ke arah lain. Ia tau bosnya sedang bad mood. "Aku hanya kurang tidur. Bagaimana dengan pertemuan dengan Mr Andy? Kau sudah mengaturnya kan?" Daniel menghela napas panjang untuk mengatur perasaannya. "Sudah sir, anda akan bertemu dengan Mr Andy besok lusa pada jam makan siang" jawab Arlene sigap. "Baiklah, setelah ini apa lagi kegiatanku?" "Anda akan makan siang dengan Mr Hir.." Laporan Arlene berhenti ketika mendengar telepon Daniel berbunyi, laki-laki itu segera menerima panggilan tersebut. "Apa anda y
Anya membuka pelan matanya lalu menggeliat untuk beberapa saat untuk melemaskan ototnya yang kaku lalu duduk dan menatap ke arah jam weker. Pukul 6 pagi. "Terima kasih karena masih memberikan ku kehidupan, semoga hariku menyenangkan" Anya berdoa rutinnya. Anya bangun dan berlalu ke kamar mandi, setengah jam kemudian ia keluar kamar dan mulai mengambil alat bersihnya. Hari ini adalah hari minggu, jadi waktunya ia membersihkan seluruh ruangan apartemen Daniel. "Here I go, start cleaning the jerk house " Anya mengangkat tinggi sebuah kain pel. Anya mulai membersihkan ruang tamu lalu menuju ke ruang makan, ia membersihkan setiap jengkal apartemen tersebut, mulai dari membersihkan debu dengan vacuum cleaner, mengelap jendela dan membersihkan sudut-sudut barang elektronik dengan cutton bud. Anya menyeringai tidak jelas, hari ini ia tidak akan memberikan kesempatan kepada Daniel untuk menyindirnya. "Lihat saja, aku akan membuat aparteme
Sudah dua hari Daniel mendiamkan Anya, gadis itu juga tidak mau memulai pembicaraan karena takut akan nada dingin Daniel. Mereka hanya melakukan aktivitas pribadi dan bertanya seperlunya saja, membuat suasana menjadi canggung dan dingin. Daniel menghabiskan sarapan dan kopi paginya lalu melangkah ke pintu apartemen sembari menjinjing tas kerja. "Hati hati di jalan, semoga harimu menyenangkan" Ucap Anya di belakang Daniel. Daniel menatap Anya yang hanya menundukkan kepalanya lalu menghela napas. "Aku pergi" Anya mengangguk dalam diam. &&& "Sir" panggil Arlene. Daniel tersadar dari pikiran dalamnya lalu menoleh ke arah Arlene yang memandangnya dengan tatapan bingung. "Sir. Are you okay?" "Ya. Kenapa?" tanya Daniel tidak mengerti. Arlene tersenyum pelan. "Tidak apa apa" wanita itu kembali menjelaskan jadwal Daniel mulai dari pagi hari sampai menjelang malam. Daniel hany
Anya meletakkan dua piring sarapan pagi lengkap di atas meja, terdapat roti, sosis, telur mata sapi, jamur dan hash brown dalam satu piring lalu meletakkan secangkir kopi panas yang sangat harum. Daniel melangkah ke ruang makan dan tersenyum ketika menghirup harumnya kopi kesukaannya. Ia mengambil tempat duduk dan memulai sarapan pagi. "Wanita yang kau bawa semalam tidak ikut sarapan?" Anya melihat keluar ruang makan dan tidak mendapati siapa pun. "Dia sudah pulang" komentar Daniel tenang. "Apa? Kenapa?" tanya Anya tidak mengerti. Ini masih pagi dan Daniel sudah memulangkan wanita yang bermalam dengannya?. "Untuk apa aku membiarkan Jeslyn berlama-lama disini" Jawab Daniel tenang. Mata Anya membulat. "Tapi.. Tapi bukankah kalian baru menghabiskan malam bersama?" Daniel menatap Anya bingung. "Terus apa masalahnya?" "Mengapa kau malah bertanya padaku, harusnya aku yang bertanya kenapa malah memulangkannya pagi-
Anya menatap datar ke arah Daniel dan seorang wanita berambut pendek yang terkesan sangat seksi karena di padu oleh pakaiannya yang ketat menonjolkan lekuk tubuhnya. Mereka baru saja masuk ke dalam apartemen ketika Anya sedang menonton televisi. "Anya. Kau belum tidur?" tanya Daniel dalam bahasa Indonesia. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul sebelas malam. Anya tersenyum pelan. "Aku akan tidur" jawab Anya juga dalam bahasa Indonesia. "Daniel, who is she?" Tanya wanita bertubuh ramping, matanya menatap penuh penasaran. "She is my maid" jawab Daniel tersenyum. "My my" wanita tersebut tersenyum misterius sembari meneliti tubuh Anya dari kepala hingga ke kakinya. "Aku permisi" Anya melangkah masuk kamar karena terganggu akan tatapan wanita kencan Daniel. "Anya" panggil Daniel. Ia melepaskan pelukan di bahu wanita berambut pendek dan menghampiri Anya. "Wajahmu pucat Anya. Kau sungguh tidak apa-apa?"
"Apa jadwalku hari ini?" tanya Daniel kepada sekretarisnya ketika ia sampai ke ruang kerja pribadinya. Daniel duduk, mengambil dan membaca berkas laporan tentang proyek Mahattan House dengan wajah serius, sesekali kening mengerut dan mencoret beberapa bagian dalam berkas tersebut dengan bal poin. "Siang ini anda akan bertemu dengan Mr Park Joseph di restoran Fig & Olive, dan jam 3 sore akan bertemu dengan Mr Deriel Anhartd" jelas Arlene dengan buku catatan di tangannya. "Dan untuk besok? Apa jadwalku kosong?" tanya Daniel kembali. Ia ingin menghabiskan waktunya di rumah, sudah sangat lama ia tidak mengambil masa cuti dan bersantai di rumah, hari liburnya akan menyenangkan kalau ia bisa mengganggu Anya dan membuat gadis itu geram. Ekspresi gusar sang gadis menjadi suatu kesenangan bagi Daniel. laki-laki itu tersenyum lembut membayangkan wajah Anya yang memerah karena marah. "Jadwal anda kosong sampai sore hari, malamnya anda akan mengha
“Kau tidak apa-apa Anya?” tanya Daniel meletakkan coklat yang ia terima dari Carla, salah satu wanita kencannya. “Ini untukmu, seorang teman memberikannya kepadaku dan berkata selamat atas honeymoon kedua kita” Ucap Daniel melepaskan dasinya. Anya hanya diam menundukkan kepalanya. “Hei. Kau kenapa Anya? Mengapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Daniel. Anya mengangkat wajah dan menatap kepada Daniel lalu menggelengkan kepalanya, ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang ini. adegan ciuman pipi yang ia lihat tidak bisa ia keluarkan dari kepalanya. “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Istirahatlah” Daniel melangkah ke kamar mandi. Sepeninggal Daniel ke kamar mandi, Anya menatap kotak coklat, mengambilnya dan membukanya perlahan. Coklat berbentuk bulat tersusun rapi dan cantik dalam kotak yang berwarna coklat keemasan. Ia mengambil satu dan memasukkannya ke mulutnya. Coklat tersebut langsung melebur didalam mulutnya, ia kembali
Anya memeluk erat kedua anaknya, ia sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Jason dan Evan namun sifat keras kepala Daniel membuatnya tidak punya pilihan lain. Anya menangis sembari mengeratkan pelukannya.“Mom, jangan menangis, kami akan baik-baik saja disini” ujar Jason.“Ya. Lagi pula kami akan tinggal dengan grandma dan grandpa. Jadi mom tidak perlu khawatir” sambung Evan.“Tapi. Bagaimana jika kalian sakit? Siapa yang akan merawat kalian?” tanya Anya khawatir.“Grandma” jawab kembaran itu serentak.“Bagaimana dengan sekolah. Siapa yang akan mengantar kalian?” tanya Anya kembali.“Grandpa” ujar Evan. Jason mengangguk.“Tapi.. tapi”“Anya. Kau berlebihan. Kita hanya pergi seminggu, berhentilah menangis” potong Daniel yang sedari tadi melihat adegan dramatis tersebut.“Tapi kita akan pergi ke Itali Daniel, bukan San Fra
Anya meletakkan dua piring berisi sosis dan roti panggang lalu menuangkan susu pada kedua gelas panjang dan meletakkan secangkir kopi yang sudah selesai ia siapkan. Anya menganggukkan kepala dengan puas ketika melihat semua menu sarapan sudah tersaji dengan lezat diatas meja. Ia menatap ke lorong penghubung ruang makan dengan ruang keluarga, tidak ada tanda-tanda penghuni rumah akan masuk ke ruang makan. “Jason, Evan” panggil Anya. “Yes mom” jawab dua anak laki-laki berusia delapan tahun yang berlari ke ruang makan. “Good morning mom” sapa kedua laki-laki kembar tersebut lalu mengecup pipi Anya sekilas. Anya tersenyum lembut. “Good morning sweetheart”. “Dad belum siap?” tanya Anya ketika melihat hanya dua anaknya yang masuk ke ruang makan. “Aku disini my beloved one. Good morning” Sapa Daniel yang baru ikut bergabung di r
1 Tahun kemudianLos Angeles, California. Daniel menatap bahagia kearah Anya yang sedang berjalan bersama dengan ayah angkatnya di atas karpet merah. Ia memakai setelan tuksedo putih berdasi kupu-kupu. Anya yang memakai baju pengantin berwarna putih dan kepalanya yang ditutupi oleh jaring putih membuat gadis itu seperti putri dalam cerita dongeng.Robert menyerahkan Anya ke tangan Daniel yang disambut dengan senang hati oleh anak angkatnya. Butuh waktu setahun bagi Daniel untuk sembuh dari rasa sakit dalam hatinya. Rasa bersalah Daniel kepada adiknya membuat laki-laki itu lebih memfokuskan pikirannya dalam pekerjaan. Selama setahun Daniel berubah menjadi seperti Daniel 20 tahun yang lalu, yang datang kepadanya untuk ambisi besar. Namun kali ini tidak ada diiringi oleh dendam melainkan rasa bersalah yang mendalam. Kehadiran Anya dalam hidup Daniel membuat laki-laki bisa bersikap seperti semula dalam waktu setahun. Terdengar lama namun cukup
Daniel mengambil sebuah handphone, sudah beberapa hari ia tidak mengecek handphonenya. Ia menghidupkan pesan suara. "Daniel. ini aku Richard, aku tidak bisa menghubungimu jadi aku mengirimkan hasil penyelidikanku ke e-mailmu. Tolong hubungi aku kalau kau mendengar pesan suara ini" Daniel mengerutkan keningnya dan segera memeriksa e-mailnya, terdapat sebuah file P*F dan rekaman suara. "Jay, aku ingin memberikan tugas untukmu. Kau harus membunuh Reyna, lakukan apapun yang kau bisa. Aku tidak perduli yang terpenting dia mati. Kau mengerti" Suara Cathrina yang Daniel dengar membuat lelaki itu mengkatubkan rahangnya. Anya segera menggenggam tangan Daniel. "Aku tidak apa-apa Anya" ujar Daniel. Bukti tersebut akan semakin memperjelas kesalahan Cathrina. Daniel menggenggam erat handphonenya, menatap penuh kebencian. Handphone Daniel bergetar, ia heran melihat ibunya menelpon. Mungkin ibunya masih mengkhawatirkannya, pikir Daniel.
“Good morning mom. Good morning dad” sapa Daniel lalu duduk di kursi makan. Robert menatap khawatir kepada anaknya. “Aku baik-baik saja dad”. Robert menghela napas lalu mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya dari Elianor bahwa Daniel sudah tau semuanya. “Aku memasakkan menu kesukaanmu Daniel. chicken stew dan fried shrimp” Elianor meletakkan sepiring udang tepung goreng didepan anaknya. Daniel tersenyum. “Thank you mom”.Laki-laki itu mengedarkan pandangannya mencari Anya. “Dimana Anya?” Sedetik kemudian Anya muncul dibalik tembok pembatas ruang makan dan dapur. “Aku disini” jawabnya lalu meletakkan dua cangkir kopi dimeja. “Hm. My favorite coffee” komentar Robert sambil menghirup aroma yang menguar dari cangkir. “Kopi buatan Anya memang yang terbaik” Daniel setuju. Anya dan Elianor duduk di kursi makan dan mereka memulai sarapan pagi mereka. “Mom, hari ini kami akan terbang ke Indonesi
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Robert dan Elianor masuk kedalam rumah keluarga William. Mereka terkejut dengan perkataan Evan akan memberikan Daniel untuk mereka adopsi. Robert dan Elianor sudah lama menginginkan seorang anak namun tuhan berkehendak lain. “Mengapa kau mengatakan akan memberikan Daniel untuk kami adopsi?” tanya Robert membuka percakapan.Ia paling tau betapa sayangnya Evan kepada Daniel. Karena rasa sayangnya kepada Daniel dan Reyna akhirnya Evan memutuskan untuk bercerai dengan Reyna karena takut kehilangan perempuan itu jika tidak menceraikannya. Enam tahun yang lalu, Cathrina datang menemui Evan yang masih hidup bahagia dengan Reyna. Ia mengatakan bahwa ia sedang mengandung anaknya Evan. Evan memang pernah terjebak semalam dengan Cathrina ketika sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota, entah bagaimana ia bangun dengan tubuh telanjang dan Cathrina tidur disampingnya tanpa mengenakan sehelai benang pun. Cath
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Jason kecil menangis sesenggukan setelah diusir oleh Daniel dari kamarnya. Ia tidak mengerti mengapa kakaknya begitu marah kepadanya. Perasaan sedih membuat Jason membutuhkan seseorang untuk menghiburnya. Ia memutuskan masuk kedalam kamar ibunya, pintu ia buka perlahan. Ia takut jika ibunya sedang tidur dan terjaga karena kehadirannya maka ia akan mendapatkan makian dari ibunya. “Aku tidak mau tau. Kau harus menghilang dengan semua barang bukti. Kau ingin aku dipenjara huh?” teriak Cathrina marah. Jason terkejut dengan nada tinggi tersebut, Ia memutuskan untuk menutup kembali pintu kamar ibunya. Kehadirannya akan membuat emosi ibunya semakin meninggi. “Hei. Jangan membantah denganku. Kita berdua yang merencanakan pembunuhan ibunya Daniel” bentak Cathrina di telepon. Gerakan Jason terhenti ketika mendengar perkataan ibunya, ia tidak menduga bahwa ibunya lah yang telah membunuh ibunya Daniel. “M
Daniel mengernyitkan keningnya melihat nama Jason tertera dilayar handphonenya. “Halo Jason. ada apa kau menelpon ku?”. “Mengapa kakak tidak bilang kalau kak Ira kecelakaan?” tanya Jason to the point. Daniel sadar bahwa ia belum memberitahu Jason. hubungan mereka yang buruk selama 20 tahun ini membuat Daniel tidak terbiasa memberitahu hal yang penting kepada Jason. “Aku lupa. Maaf” Jason tertegun dan menatap handphone dengan bingung. Baru kali ini kakaknya meminta maaf kepadanya. “Tidak apa-apa. Bisakah aku berkunjung ke apartemen mu?” “Tenang saja. Aku akan membawa Vero” lanjut Jason. “Aku tidak mengatakan apapun” Daniel memutar bola matanya. Dari nada bicara Jason seakan mengejeknya karena terlalu overprotective. Jason tersenyum. “Aku hanya memperjelas keadaan” “Besok saja kau berkunjung” Ucap Daniel mengalah. “Baiklah. Sampaikan salamku untuk kak Ira” “Ya” Daniel memutuskan teleponnya lalu k