"Sir, Kau baik baik saja?" Arlene menatap khawatir akan wajah Daniel yang sedikit memucat karena laki-laki itu hampir tidak tidur semalaman karena memikirkan Anya.
"Tentu saja. Memangnya aku kenapa?" Daniel menatap kesal. Kurang tidur dan pikiran gelisah yang dipenuhi oleh Anya membuat kesabaran Daniel menipis.
"Tidak. Hanya saja wajah anda sedikit pucat" Arlene menggelengkan kepalanya dan menatap ke arah lain. Ia tau bosnya sedang bad mood.
"Aku hanya kurang tidur. Bagaimana dengan pertemuan dengan Mr Andy? Kau sudah mengaturnya kan?" Daniel menghela napas panjang untuk mengatur perasaannya.
"Sudah sir, anda akan bertemu dengan Mr Andy besok lusa pada jam makan siang" jawab Arlene sigap.
"Baiklah, setelah ini apa lagi kegiatanku?"
"Anda akan makan siang dengan Mr Hir.."
Laporan Arlene berhenti ketika mendengar telepon Daniel berbunyi, laki-laki itu segera menerima panggilan tersebut.
"Apa anda yang bernama Mr Daniel Millard?" Suara seorang laki-laki terdengar di seberang telepon.
"Ya. Ada yang bisa saya bantu?" Daniel berbalik tanya.
"Maafkan kami telah mengganggu waktu anda sir. Kami dari kepolisian Downtown. Apa anda mengenal Miss Anya Shakira?"
Bola mata Daniel membesar, jantungnya berdegup kencang. Berbagai pikiran buruk mulai menyusup ke dalam kepala laki-laki itu. "Iya. Saya mengenalnya. Apa yang terjadi dengan Anya?"
"Kami menahan Miss Shakira karena mencoba masuk paksa ke dalam sebuah gedung apartemen dikawasan Elit Downtown tempat anda tinggal. Dia mengatakan bahwa dia mengenal anda, oleh karena itu kami menelpon anda untuk memastikannya" jelas polisi tersebut.
Daniel menghela napas lega. "Saya akan segera ke sana".
Daniel menutup telepon dan menoleh kepada Arlene yang sedari tadi mendengar percakapannya. "Batalkan seluruh kegiatanku hari ini"
Arlene hanya mengangguk mengiyakan.
Daniel berdiri dan melangkah keluar dari ruangannya menuju lift dengan langkah cepat lalu masuk ke dalam mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalan raya Los Angeles.
Beberapa saat kemudian, mobil Daniel sampai di parkiran kantor kepolisian Downtown, ia masuk ke dalam gedung dan menemui opsir yang meneleponnya.
"Mari saya antar" Seorang laki-laki yang berseragam polisi menuntun Daniel ke sebuah ruangan yang khusus untuk penjara sementara.
Daniel melihat Anya yang duduk di sudut ruang sel sambil menenggelamkan kepalanya di antara lengan dan lutut.
"Anya"
Anya mendongak dan terkejut melihat Daniel. Wajahnya tampak kusut berantakan karena jejak air mata yang mengering. "Aku menghilangkan kode sekuriti apartemen mu" Gadis itu mulai terisak, mengeluarkan semua perasaan takutnya ketika berada di penjara sementara.
Laki-laki berseragam polisi membukakan pintu sel tempat Anya berada setelah menerima telepon dari atasannya. "Anda sudah bebas Miss Shakira"
Anya melangkah keluar dan tersenyum dengan wajah yang masih menahan tangis kepada sang opsir, mengatakan terimakasih kemudian menatap Daniel yang terus diam memandangnya.
"Maafkan aku karena telah menyusahkan mu" Anya menundukkan kepalanya, raut wajahnya seperti anak kecil yang sedih karena akan dimarahi oleh orangtuanya.
Anya menggigit bibir bawahnya, ia tahu bahwa Daniel sedang marah, membuatnya takut memandangi wajah laki-laki itu.
"Kita pulang" Suara Daniel terdengar biasa saja, pria itu berlalu meninggalkan Anya yang tertegun, tidak menyangka bahwa Daniel tidak memarahinya.
Sepanjang perjalanan Daniel hanya diam dan berkonsentrasi dalam menyetir. Anya semakin gelisah dalam duduk. Ia memainkan kuku tangannya untuk meredam kekalutan yang semakin besar.
"Aku minta maaf Daniel" Ucap Anya dengan nada memohon.
"Kita akan berbicara di rumah" Daniel menjawab tanpa menatap gadis di sampingnya
Anya memilih diam sepanjang jalan. Ia terlalu takut mengeluarkan sepatah kata pun.
Sesampai di apartemen, Daniel duduk di sofa dan melepaskan dasi yang seperti mencekiknya. Anya hanya diam berdiri di samping pria itu.
"Sekarang bicaralah, kenapa kau sampai ditahan?" Daniel menatap Anya meminta penjelasan.
"Aku menghilangkan kode sekuriti apartemen yang kau berikan, seorang satpam menanyaiku. Aku sudah bilang kalau aku pembantu mu. Dia malah meminta kartu identitas ku" jelas Anya panjang lebar.
Daniel masih tetap menatap Anya, menunggu penjelasan lainnya, tidak mungkin gadis itu ditangkap hanya karena itu saja. Sedangkan Anya menelan ludahnya. Ia begitu takut melanjutkan kata-katanya.
"Terus?" Tanya Daniel ketika melihat raut wajah bersalah gadis di hadapannya.
"Dan.. Aku tidak punya identitas apapun, kartu identitas, paspor dan segala berkas tentang informasi aku bekerja di Los Angeles ada di majikan lamaku" Semakin lama suara Anya semakin pelan. Gadis itu menundukkan kepalanya.
"Aku tidak mengerti penjelasan mu Anya" Daniel menyipitkan matanya.
Anya kembali menelan ludah. "Aku jadi TKW di Los Angeles tiga tahun yang lalu, tapi aku melarikan diri dari majikan pertamaku karena dia sering menyuruhku memakai seragam maid yang sangat ketat dan kurang bahan itu. Kau tau sebelum aku melunasi segala biaya pengurusan berkas ke Los Angeles, paspor dan semua berkas identitas ku akan di tahan oleh majikan ku, jadi aku lari begitu saja tanpa bisa mengambilnya" Anya memantulkan bibir dan melirik Daniel, melihat bagaimana reaksi lelaki itu.
Daniel menatap Anya cukup lama. "Jadi selama tiga tahun ini kau berkeliaran tanpa identitas diri?"
Anya merasa terganggu dengan kata 'berkeliaran' yang Daniel ucapkan namun ia tidak bisa membantah apapun. Bagaimanapun dialah yang melakukan kesalahan. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Wow. Kau sangat hebat. Bagaimana kau melakukannya?" Pujian Daniel terdengar seperti hinaan di telinga Anya, gadis itu mengangkat wajah dan memutar bola matanya dengan kesal.
"Aku bekerja di toko kecil dan bar yang tidak perlu kartu identitas diri"
Bibir Daniel berdenyut, ia tidak bisa membayangkan seperti apa kehidupan Anya sebelum bertemu dengannya. "Kemari lah"
Anya duduk di samping Daniel. Laki laki itu menatap dan membelai wajah Anya, menghapus jejak air mata yang masih terlihat dengan ibu jarinya. "Penampilanmu sangat berantakan"
Anya refleks menepis pelan tangan Daniel, jantungnya berdetak di luar kenormalan. "Maaf, aku tidak terbiasa disentuh laki-laki" Anya berusaha tersenyum walaupun wajahnya terlihat meringis.
Daniel mengangguk mengerti. "Kau belum makan kan? Aku akan memesan pizza, siapkan piring dan gelas. Dari semalam aku tidak bisa makan dengan nyaman karena memikirkan mu" Daniel berdiri dan menekan beberapa nomor di telepon dan memesan sesuatu.
Anya menoleh dan menatap Daniel sejenak lalu tersenyum mengingat kata 'Memikirkan mu' dari mulut laki-laki itu. Ternyata pria ini adalah pria yang baik.
Anya berjalan ke dapur untuk menyiapkan piring, gelas serta secangkir kopi untuk Daniel, namun beberapa saat ia kembali ke ruang tamu karena teringat sesuatu. "Daniel, aku melupakan belanjaan yang aku beli kemarin".
"Sudah lupakan saja. Mereka pasti sudah membuangnya" Daniel mengibaskan tangannya tidak peduli.
Anya memanyunkan bibirnya. Ia menghabiskan dua ratus dollar untuk belanja semua barang-barang itu. Sangat disayangkan kalau dibuang. Anya menghela napas panjang.
&&&
Anya meletakkan piring yang berisi pizza di atas meja di depan Daniel.
Mereka memilih untuk makan siang di ruang tamu dan duduk di atas karpet lantai berbulu warna silver yang nyaman.
"Aku jarang makan pizza" Daniel menatap pizza tanpa minat di depannya.
"Benarkah?"
"Kau pikir aku mau makan makanan siap saji seperti ini?" Daniel menaikkan alisnya, suara dan wajah arogan membuat bibir Anya berdenyut kesal.
Anya memejamkan matanya mencoba meredam kesal, ia lupa bahwa laki-laki disampingnya sangat arogan dan bajingan yang hanya mau makanan berkelas. Anya jadi teringat sindiran Daniel yang mengatakan bahwa nilai plusnya hanya secangkir kopi.
What the fucking hell!!
Daniel mengeluarkan sebuah kartu dari saku celananya dan memberikannya kepada Anya.
"Apa ini?" Anya menatap kartu ditangannya.
"Itu kartu untuk masuk ke apartemenku. Aku yakin kau akan kembali melupakan kode sekuritinya mengingat IQ mu yang buruk" Daniel tersenyum samar, ia sangat menikmati raut wajah Anya yang menahan kesal sekuat tenaga.
Anya menggigit bibirnya. Endure itu Anya. This bastard has help you today.
"IQ ku tidak buruk" Anya mencoba membela dirinya.
"Tidak buruk apanya. Kau bahkan menghilangkan kertas yang ku berikan tidak kurang dari tiga jam, aku sangat terkesan kau masih mengatakan IQ mu tidak buruk" Daniel semakin tersenyum menyeringai.
Tangan Anya terkepal, giginya gemerutuk menahan keinginan untuk menjambak dan menampar wajah tampan Daniel saat itu juga. Gadis itu menghela napas beberapa kali mencoba meredakan emosinya dan menoleh ke arah Daniel. "Sudah puas menghinaku?"
Tawa Daniel pecah melihat wajah Anya memerah menahan marah.
"Ternyata kau bisa tertawa normal juga rupanya" Anya menaikkan alisnya menatap heran. Kekesalan gadis itu menguap entah kemana ketika melihat tawa senang yang Daniel perlihatkan.
Daniel menghentikan tawanya. "Apa maksudmu?"
Sebuah ide muncul di dalam pikiran Anya. "Ya. Tertawa normal seperti manusia biasanya. Sebelumnya aku tidak pernah melihatmu tertawa seperti ini. Kau hanya menyeringai tidak jelas. Aku bahkan bisa melihat tanduk mu ketika kau melakukannya"
Anya meniru cara seringai Daniel yang tampak lucu ketika ia memperagakannya sambil meletakkan kedua telunjuk di atas kepala.
"Apa maksudmu aku ini iblis? Itu yang ingin kau katakan?" Sekarang giliran Daniel yang tampak gusar. Keadaan berbalik arah.
"Tidak. Apa kau merasa seperti iblis?" Anya mengedipkan matanya menatap Daniel dengan wajah innocent.
"Anya. Kemari kau" Daniel menangkap tangan Anya dan menariknya untuk mendekat kepadanya. Gadis itu tertawa terbahak-bahak. Daniel mencubit kesal pipi Anya.
"Ouch. Sakit Daniel" Anya mencoba melepaskan cubitan Daniel, namun gerakannya malah membuat pipinya semakin sakit.
"Aku harus menghukum pembantu yang berani mengatakan majikannya iblis sepertimu" Daniel terus mencubit pipi Anya.
"Aku tidak mengatakannya. Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau iblis" Anya membela dirinya sendiri.
"Apa?" tanya Daniel sambil menambah tekanan di cubitannya.
"Baiklah baiklah. Aku minta maaf" Anya menyerah dan memegang kedua tangan Daniel masih mencoba melepaskan cubitan sang pria.
"Katakan aku minta maaf Daniel yang tampan"
Bola mata Anya membesar. "You self centered bast..."
"I can't hear you~" Ucap Daniel dengan nada bernyanyi. Cubitan di pipi Anya semakin terasa.
"Baiklah. Aku minta maaf Daniel yang tampan" Ucap Anya frustasi.
"Good girl" Daniel tersenyum puas, ia melepaskan cubitan di pipi sang gadis.
"Pipiku" gumam Anya sambil memegang pipinya yang memerah. Ia bangun dari duduknya di permadani dan berjalan menuju kamar.
"Kau mau kemana? Kau belum menghabiskan makananmu" Teriak Daniel.
"Aku sudah kenyang"
"Aku tidak tau gadis miskin sepertimu bisa juga membuang makanan" Daniel menaikkan volume suaranya agar Anya dapat mendengarnya.
Langkah Anya berhenti, perkataan Daniel sangat mengena di hatinya, gadis itu berbalik lalu mengambil piring yang masih berisi dua potong pizza dan gelas minum lalu masuk ke dalam kamar. "Maaf kalau aku hanya gadis miskin"
Daniel tersenyum lembut menatap Anya yang berjalan sambil mengumpat pelan.
Anya membuka pelan matanya lalu menggeliat untuk beberapa saat untuk melemaskan ototnya yang kaku lalu duduk dan menatap ke arah jam weker. Pukul 6 pagi. "Terima kasih karena masih memberikan ku kehidupan, semoga hariku menyenangkan" Anya berdoa rutinnya. Anya bangun dan berlalu ke kamar mandi, setengah jam kemudian ia keluar kamar dan mulai mengambil alat bersihnya. Hari ini adalah hari minggu, jadi waktunya ia membersihkan seluruh ruangan apartemen Daniel. "Here I go, start cleaning the jerk house " Anya mengangkat tinggi sebuah kain pel. Anya mulai membersihkan ruang tamu lalu menuju ke ruang makan, ia membersihkan setiap jengkal apartemen tersebut, mulai dari membersihkan debu dengan vacuum cleaner, mengelap jendela dan membersihkan sudut-sudut barang elektronik dengan cutton bud. Anya menyeringai tidak jelas, hari ini ia tidak akan memberikan kesempatan kepada Daniel untuk menyindirnya. "Lihat saja, aku akan membuat aparteme
Sudah dua hari Daniel mendiamkan Anya, gadis itu juga tidak mau memulai pembicaraan karena takut akan nada dingin Daniel. Mereka hanya melakukan aktivitas pribadi dan bertanya seperlunya saja, membuat suasana menjadi canggung dan dingin. Daniel menghabiskan sarapan dan kopi paginya lalu melangkah ke pintu apartemen sembari menjinjing tas kerja. "Hati hati di jalan, semoga harimu menyenangkan" Ucap Anya di belakang Daniel. Daniel menatap Anya yang hanya menundukkan kepalanya lalu menghela napas. "Aku pergi" Anya mengangguk dalam diam. &&& "Sir" panggil Arlene. Daniel tersadar dari pikiran dalamnya lalu menoleh ke arah Arlene yang memandangnya dengan tatapan bingung. "Sir. Are you okay?" "Ya. Kenapa?" tanya Daniel tidak mengerti. Arlene tersenyum pelan. "Tidak apa apa" wanita itu kembali menjelaskan jadwal Daniel mulai dari pagi hari sampai menjelang malam. Daniel hany
Anya meletakkan dua piring sarapan pagi lengkap di atas meja, terdapat roti, sosis, telur mata sapi, jamur dan hash brown dalam satu piring lalu meletakkan secangkir kopi panas yang sangat harum. Daniel melangkah ke ruang makan dan tersenyum ketika menghirup harumnya kopi kesukaannya. Ia mengambil tempat duduk dan memulai sarapan pagi. "Wanita yang kau bawa semalam tidak ikut sarapan?" Anya melihat keluar ruang makan dan tidak mendapati siapa pun. "Dia sudah pulang" komentar Daniel tenang. "Apa? Kenapa?" tanya Anya tidak mengerti. Ini masih pagi dan Daniel sudah memulangkan wanita yang bermalam dengannya?. "Untuk apa aku membiarkan Jeslyn berlama-lama disini" Jawab Daniel tenang. Mata Anya membulat. "Tapi.. Tapi bukankah kalian baru menghabiskan malam bersama?" Daniel menatap Anya bingung. "Terus apa masalahnya?" "Mengapa kau malah bertanya padaku, harusnya aku yang bertanya kenapa malah memulangkannya pagi-
Anya menatap datar ke arah Daniel dan seorang wanita berambut pendek yang terkesan sangat seksi karena di padu oleh pakaiannya yang ketat menonjolkan lekuk tubuhnya. Mereka baru saja masuk ke dalam apartemen ketika Anya sedang menonton televisi. "Anya. Kau belum tidur?" tanya Daniel dalam bahasa Indonesia. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul sebelas malam. Anya tersenyum pelan. "Aku akan tidur" jawab Anya juga dalam bahasa Indonesia. "Daniel, who is she?" Tanya wanita bertubuh ramping, matanya menatap penuh penasaran. "She is my maid" jawab Daniel tersenyum. "My my" wanita tersebut tersenyum misterius sembari meneliti tubuh Anya dari kepala hingga ke kakinya. "Aku permisi" Anya melangkah masuk kamar karena terganggu akan tatapan wanita kencan Daniel. "Anya" panggil Daniel. Ia melepaskan pelukan di bahu wanita berambut pendek dan menghampiri Anya. "Wajahmu pucat Anya. Kau sungguh tidak apa-apa?"
"Apa jadwalku hari ini?" tanya Daniel kepada sekretarisnya ketika ia sampai ke ruang kerja pribadinya. Daniel duduk, mengambil dan membaca berkas laporan tentang proyek Mahattan House dengan wajah serius, sesekali kening mengerut dan mencoret beberapa bagian dalam berkas tersebut dengan bal poin. "Siang ini anda akan bertemu dengan Mr Park Joseph di restoran Fig & Olive, dan jam 3 sore akan bertemu dengan Mr Deriel Anhartd" jelas Arlene dengan buku catatan di tangannya. "Dan untuk besok? Apa jadwalku kosong?" tanya Daniel kembali. Ia ingin menghabiskan waktunya di rumah, sudah sangat lama ia tidak mengambil masa cuti dan bersantai di rumah, hari liburnya akan menyenangkan kalau ia bisa mengganggu Anya dan membuat gadis itu geram. Ekspresi gusar sang gadis menjadi suatu kesenangan bagi Daniel. laki-laki itu tersenyum lembut membayangkan wajah Anya yang memerah karena marah. "Jadwal anda kosong sampai sore hari, malamnya anda akan mengha
Sepanjang jalan, tidak ada yang mau memecahkan kesunyian yang tercipta di antara Daniel dan Anya, beberapa saat kemudian mobil Daniel berhenti di parkiran sebuah hotel. Laki-laki itu membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangannya bak gentleman. Anya tersipu malu akan perlakuan lembut yang tidak ia rasakan selama ini, gadis itu menerima uluran tangan Daniel dan keluar dari mobil, menatap ke sekeliling hotel yang tampak ramai akan para tamu undangan yang juga baru tiba di hotel tersebut. Daniel membuka lengannya, meminta Anya untuk mengamit lengannya dan mereka pun melangkah masuk ke dalam hotel tersebut. Di dalam ballroom hotel yang mewah tersebut ratusan tamu yang sudah lebih dahulu menghadiri pesta pertunangan tersebut, ruangan ballroom di penuhi dengan warna kuning keemasan membuat ruangan tersebut tampak glamor dan elegan. Anya terpukau dengan suasana mewah tersebut, baru kali ini ia menghadiri suatu pesta yang begitu mewah, beberapa menit kemudian acara pertuna
Daniel menatap tajam Jason dan tersenyum terpaksa. "Kabarku baik, senang bertemu denganmu" Jawab Daniel dengan wajah datar, ia juga berbahasa Indonesa. Baik Deriel maupun James bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah menegangkan dan bahasa yang tidak mereka pahami, sedangkan Jason hanya tersenyum menyeringai. "Senang juga bertemu denganmu kak" ujar Jason. Daniel pamit undur diri kepada James dan melangkah ke arah Anya yang sedang asik mengobrol dengan Mia. "Kita pulang" Laki-laki itu lalu menarik tangan Anya. "Tapi Daniel, aku belum pamit dengan Mia" Sela Anya tidak setuju. Daniel menatap tajam ke arah Anya. "Jangan membantah" Suara Daniel terdengar sangat rendah, menandakan bahwa ia sedang marah. Anya terkejut melihat tatapan dingin Daniel, ini kedua kalinya tatapan dingin laki-laki itu melayang kepadanya. Gadis itu seketika diam membisu dan menuruti Daniel. Jason yang melihat kepergiaan Daniel yang tergesa
Anya menyiapkan sarapan pagi dan secangkir kopi untuk Daniel, dalam sela kegiatannya ia masih mengingat tatapan dingin Daniel. Ini pasti akan menjadi pagi yang canggung. "Selamat pagi" Sapa Daniel dan duduk di kursi makannya. "Pagi" Sapa Anya sedikit canggung. Daniel mengangkat cangkir kopi dan menghirup aroma harum lalu menyeruputnya dengan pelan. "Kopi buatan mu memang enak Daniel tersenyum samar lalu memulai sarapannya. Anya menjadi heran sejenak, ia pikir pagi ini akan jadi suasana canggung namun dugaannya salah, Daniel bersikap seperti biasanya. Gadis itu menghela napas lega. Setelah menyelesaikan sarapannya, Daniel berdiri dan melangkah ke pintu apartemennya, Anya mengikuti dari belakang. "Hati hati di jalan, semoga harimu menyenangkan". Daniel mengacak pelan rambut Anya. "Aku pergi" Daniel melangkah masuk ke lift apartemen. Alis Anya terangkat bingung, ini bukan Daniel yang biasanya, laki-laki