Anya menyiapkan sarapan pagi dan secangkir kopi untuk Daniel, dalam sela kegiatannya ia masih mengingat tatapan dingin Daniel. Ini pasti akan menjadi pagi yang canggung.
"Selamat pagi" Sapa Daniel dan duduk di kursi makannya.
"Pagi" Sapa Anya sedikit canggung.
Daniel mengangkat cangkir kopi dan menghirup aroma harum lalu menyeruputnya dengan pelan.
"Kopi buatan mu memang enak Daniel tersenyum samar lalu memulai sarapannya.
Anya menjadi heran sejenak, ia pikir pagi ini akan jadi suasana canggung namun dugaannya salah, Daniel bersikap seperti biasanya. Gadis itu menghela napas lega.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Daniel berdiri dan melangkah ke pintu apartemennya, Anya mengikuti dari belakang.
"Hati hati di jalan, semoga harimu menyenangkan".
Daniel mengacak pelan rambut Anya. "Aku pergi" Daniel melangkah masuk ke lift apartemen.
Alis Anya terangkat bingung, ini bukan Daniel yang biasanya, laki-laki
"Kau terlihat senang Anya" tebak Daniel ketika melihat raut wajah senang Anya. Mereka sedang duduk di ruang tamu, menonton televisi bersama. "Benarkah?" tanya Anya semakin tersenyum lebar. "Berhenti tersenyum seperti itu,kau terlihat seperti badut" Daniel mendengus tidak suka. Laki-laki itu terganggu akan senyum sang gadis. Karena bukan dia yang membuatnya tersenyum. Anya berdecak pelan, ia mencibir tanpa suara. "Jadi apa yang membuatmu senang?" tanya Daniel sambil menonton televisi. "Waktu aku pergi berbelanja aku bertemu dengan teman lamaku dan kami berbincang bincang sesaat. Aku sangat senang bertemu dengannya" Jelas Anya antusias. "Rupanya kau punya teman juga" komentar Daniel tanpa minat. Anya kembali berdecak pelan. "Dasar..." "Dasar apa?" Daniel menoleh dan menantang Anya. "Tidak apa apa" Ucap Anya menelan kekesalannya mentah-mentah. "Buatkan kopi untukku"
"Maaf membuatmu datang kemari" Jason tersenyum menyambut Anya yang baru sampai di restoran tempat pertama kali mereka bertemu. "Tidak apa apa, lagipula aku juga senang bertemu denganmu" Anya mengambil tempat duduk di depan Jason. Mereka menyantap makan siang dengan santai. Anya terdiam sejenak ketika mengingat berkas tentang keluarga William yang ia temukan sebulan yang lalu di ruang kerja Daniel. "Kau yakin tidak mengenal Daniel Millard?" Tanya Anya memastikan. Jason menggelengkan kepalanya sambil mengunyah makan siangnya. "Tidak, kenapa?" Anya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin melibatkan dirinya dengan masalah yang tidak ia ketahui. Ia melanjutkan makannya, sesaat mereka larut dengan makanan mereka masing masing. Jason melihat jam yang menunjukkan pukul dua siang. "Oh tidak, aku akan terlambat" Jason berdiri ketika mengingat sesuatu. "Maaf kak Ira, aku ad
"Welcome back" Sapa Anya ketika melihat Daniel yang duduk di ruang tamu. "I am home" Jawab Daniel lelah. Anya mengerutkan keningnya. "Kau kenapa Daniel? Apa terjadi sesuatu di kantor?". Daniel menghela napas panjang. "Tidak ada apa apa, si penumpang gratis dimana? Apa dia belum pulang?" "Namanya Erick Daniel, dia sedang mandi baru saja juga pulang" Anya memutar bola matanya. "Sampai kapan dia akan menjadi parasit di rumahku?" Gumam Daniel kepada dirinya. "Sampai aku mendapatkan apa yang aku mau" jawab Erick sembari menggosokkan rambutnya dengan handuk kecil. Anya membulatkan matanya ketika melihat laki laki itu bertelanjang dada. "Hei, pakai bajumu" Gadis segera menatap ke arah lain. Ia wanita normal, tentu saja akan malu melihat badan laki laki yang terbentuk sempurna dengan sixpack dan betapa tegapnya tubuh tersebut. "Apa salahnya aku bertelanjang dada? Tidak ada larangan bertelanjang di sini kan?" tanya E
Anya membuka pelan matanya, tadi malam ia tertidur dengan posisi duduk karena tidak ingin membangunkan Daniel yang tertidur di pahanya. Gadis itu menatap menatap pintu kamar dan terkejut lalu segera duduk di atas tempat tidur. "Kenapa aku sudah ada di kamar?" Anya menebak bahwa Daniel lah yang memindahkannya. Tanpa sadar ia tersenyum. Anya melihat jam yang sudah menunjukkan jam delapan pagi, gadis itu sontak terkejut dan segera beranjak dari tempat tidur menuju ke ruang makan namun hanya melihat Erick yang sedang mengoles selai kacang ke roti. "Dimana Daniel?" tanya Anya melihat ke sekelilingnya. "Morning" sapa Erick tersenyum. "Ah morning" Sapa Anya yang lupa sapaan paginya. "Daniel sudah berangkat kerja setengah jam yang lalu, kau mau?" Erick menawarkan roti selai kacang ke arah Anya. Anya memukul dahinya, ia merutuki ketidakbecusannya dalam bekerja, karena ia tertidur pasti Daniel melewatkan sarapan paginya. "Maaf, aku
Anya menatap ruangan kerja yang luas dan rapi dengan tatapan kagum. Anya meletakkan kotak makan siang di atas meja dan segera menuju sebuah lemari kecil yang terdapat di samping dinding dan mengambil sebuah buku yang lumayan tebal, kemudian membacanya. "Mana bekal makan siang ku?" Suara Daniel membuat Anya menutup buku bacaannya dengan cepat, ia tersenyum takut ke arah Daniel karena telah membaca buku tanpa seizin laki-laki itu terlebih dahulu, gadis itu takut Daniel akan kembali marah seperti yang terjadi ketika Anya masuk ke dalam ruang kerja pribadinya. "Maaf, aku membaca buku mu tanpa meminta izin dulu" Anya menundukkan wajahnya. "Tidak apa apa, jadi dimana bekal makan siang ku?" Daniel mengibaskan tangannya, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia mencari barang bawaan Anya dan menatap tas kecil berwarna biru yang berisi bekal makan siang, Daniel segera mengambil tempat duduk di hadapan Anya. Gadis itu langsung membuka tas kecil tersebut
Anya menatap handphone yang berbunyi monoton lalu menghela napas panjang, menenangkan hatinya yang sempat takut ketika mendengar teriakan Daniel. "Kenapa kak Ira?" tanya Jason. Anya menoleh lalu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak apa apa" Walaupun pikiran gadis itu masih tersita dengan apa yang menyebabkan Daniel begitu meradang. Jason hanya tersenyum, ia menebak apa Anya bicarakan dengan Daniel lewat telepon. Namun Ia tidak akan menyangka akan ketahuan secepat ini. "Oh ya. Bagaimana kabar nyonya Cathrina?" tanya Anya mengubah topik pembicaraan. Senyuman Jason menghilang sesaat, ia tidak menduga bahwa Anya akan menanyakan kabar mamanya. Sebisa mungkin Jason melupakan sosok ibu yang tidak berperan sebagaimana mestinya itu. "Dia baik" "Ayo kita makan lagi" Ucap Jason mengalihkan pembicaraan. Anya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Anya!!" Teriakan Daniel membuat Anya menoleh dan terkejut ketika bibir
Dua puluh tahun yang lalu. Jakarta, Indonesia. Daniel melihat ke kanan dan kiri untuk mencari Jason dan Anya yang sedang bersembunyi, mereka sedang bermain petak umpet dan sekarang giliran Daniel yang bertugas mencari Jason dan Anya. Mereka bermain di taman belakang rumah yang terdapat beberapa pohon, kolam renang dan beberapa bunga yang di tanam di pot-pot besar. "Jason aku tau dimana kau bersembunyi" Teriak Daniel memancing adiknya agar membuat suara. Berhasil, Jason yang terkejut tidak sengaja berpindah posisi dan menyebabkan suara karena kakinya bergesekan dengan ranting pohon. "Aha! I Got you" Daniel memeluk Jason dari belakang. Daniel dan Jason tertawa terbahak-bahak lalu beberapa saat Daniel yang sadar bahwa Anya masih bersembunyi menghentikan suaranya dan membungkam mulut Jason agar berhenti. "Sshh" Daniel meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Jason hanya tersenyum. "Ira" pangg
Daniel duduk di bangku taman depan sekolah. Ibunya telat, sudah setengah jam ia menunggu di sekolah namun ibunya tidak kunjung datang. Daniel memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi. Suasana sekolah sudah sepi hanya beberapa guru yang berlalu lalang di koridor sekolah dan taman belakang sekolah. "Daniel mengapa belum pulang? Bukannya sopir mu sudah menjemput tadi?" tanya seorang guru. "Daniel menunggu bunda" jawab Daniel tersenyum. "Baiklah, jika bunda mu tidak datang segera kabari guru yang ada di ruang guru ya?" pesan guru perempuan tersebut. Daniel menganggukkan kepalanya. Ia menatap jalan raya yang di depan sekolah dengan tatapan harap. Ia sangat berharap ibunya akan menepati janjinya. "Daniel" panggil Reyna yang berada di seberang jalan. Daniel mendongak dan tersenyum senang melihat ibunya. "Bunda" panggil Daniel lalu turun dari bangku panjang tersebut berlari menghampiri ibunya. "Berhenti disitu aja Dani
“Kau tidak apa-apa Anya?” tanya Daniel meletakkan coklat yang ia terima dari Carla, salah satu wanita kencannya. “Ini untukmu, seorang teman memberikannya kepadaku dan berkata selamat atas honeymoon kedua kita” Ucap Daniel melepaskan dasinya. Anya hanya diam menundukkan kepalanya. “Hei. Kau kenapa Anya? Mengapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Daniel. Anya mengangkat wajah dan menatap kepada Daniel lalu menggelengkan kepalanya, ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang ini. adegan ciuman pipi yang ia lihat tidak bisa ia keluarkan dari kepalanya. “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Istirahatlah” Daniel melangkah ke kamar mandi. Sepeninggal Daniel ke kamar mandi, Anya menatap kotak coklat, mengambilnya dan membukanya perlahan. Coklat berbentuk bulat tersusun rapi dan cantik dalam kotak yang berwarna coklat keemasan. Ia mengambil satu dan memasukkannya ke mulutnya. Coklat tersebut langsung melebur didalam mulutnya, ia kembali
Anya memeluk erat kedua anaknya, ia sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Jason dan Evan namun sifat keras kepala Daniel membuatnya tidak punya pilihan lain. Anya menangis sembari mengeratkan pelukannya.“Mom, jangan menangis, kami akan baik-baik saja disini” ujar Jason.“Ya. Lagi pula kami akan tinggal dengan grandma dan grandpa. Jadi mom tidak perlu khawatir” sambung Evan.“Tapi. Bagaimana jika kalian sakit? Siapa yang akan merawat kalian?” tanya Anya khawatir.“Grandma” jawab kembaran itu serentak.“Bagaimana dengan sekolah. Siapa yang akan mengantar kalian?” tanya Anya kembali.“Grandpa” ujar Evan. Jason mengangguk.“Tapi.. tapi”“Anya. Kau berlebihan. Kita hanya pergi seminggu, berhentilah menangis” potong Daniel yang sedari tadi melihat adegan dramatis tersebut.“Tapi kita akan pergi ke Itali Daniel, bukan San Fra
Anya meletakkan dua piring berisi sosis dan roti panggang lalu menuangkan susu pada kedua gelas panjang dan meletakkan secangkir kopi yang sudah selesai ia siapkan. Anya menganggukkan kepala dengan puas ketika melihat semua menu sarapan sudah tersaji dengan lezat diatas meja. Ia menatap ke lorong penghubung ruang makan dengan ruang keluarga, tidak ada tanda-tanda penghuni rumah akan masuk ke ruang makan. “Jason, Evan” panggil Anya. “Yes mom” jawab dua anak laki-laki berusia delapan tahun yang berlari ke ruang makan. “Good morning mom” sapa kedua laki-laki kembar tersebut lalu mengecup pipi Anya sekilas. Anya tersenyum lembut. “Good morning sweetheart”. “Dad belum siap?” tanya Anya ketika melihat hanya dua anaknya yang masuk ke ruang makan. “Aku disini my beloved one. Good morning” Sapa Daniel yang baru ikut bergabung di r
1 Tahun kemudianLos Angeles, California. Daniel menatap bahagia kearah Anya yang sedang berjalan bersama dengan ayah angkatnya di atas karpet merah. Ia memakai setelan tuksedo putih berdasi kupu-kupu. Anya yang memakai baju pengantin berwarna putih dan kepalanya yang ditutupi oleh jaring putih membuat gadis itu seperti putri dalam cerita dongeng.Robert menyerahkan Anya ke tangan Daniel yang disambut dengan senang hati oleh anak angkatnya. Butuh waktu setahun bagi Daniel untuk sembuh dari rasa sakit dalam hatinya. Rasa bersalah Daniel kepada adiknya membuat laki-laki itu lebih memfokuskan pikirannya dalam pekerjaan. Selama setahun Daniel berubah menjadi seperti Daniel 20 tahun yang lalu, yang datang kepadanya untuk ambisi besar. Namun kali ini tidak ada diiringi oleh dendam melainkan rasa bersalah yang mendalam. Kehadiran Anya dalam hidup Daniel membuat laki-laki bisa bersikap seperti semula dalam waktu setahun. Terdengar lama namun cukup
Daniel mengambil sebuah handphone, sudah beberapa hari ia tidak mengecek handphonenya. Ia menghidupkan pesan suara. "Daniel. ini aku Richard, aku tidak bisa menghubungimu jadi aku mengirimkan hasil penyelidikanku ke e-mailmu. Tolong hubungi aku kalau kau mendengar pesan suara ini" Daniel mengerutkan keningnya dan segera memeriksa e-mailnya, terdapat sebuah file P*F dan rekaman suara. "Jay, aku ingin memberikan tugas untukmu. Kau harus membunuh Reyna, lakukan apapun yang kau bisa. Aku tidak perduli yang terpenting dia mati. Kau mengerti" Suara Cathrina yang Daniel dengar membuat lelaki itu mengkatubkan rahangnya. Anya segera menggenggam tangan Daniel. "Aku tidak apa-apa Anya" ujar Daniel. Bukti tersebut akan semakin memperjelas kesalahan Cathrina. Daniel menggenggam erat handphonenya, menatap penuh kebencian. Handphone Daniel bergetar, ia heran melihat ibunya menelpon. Mungkin ibunya masih mengkhawatirkannya, pikir Daniel.
“Good morning mom. Good morning dad” sapa Daniel lalu duduk di kursi makan. Robert menatap khawatir kepada anaknya. “Aku baik-baik saja dad”. Robert menghela napas lalu mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya dari Elianor bahwa Daniel sudah tau semuanya. “Aku memasakkan menu kesukaanmu Daniel. chicken stew dan fried shrimp” Elianor meletakkan sepiring udang tepung goreng didepan anaknya. Daniel tersenyum. “Thank you mom”.Laki-laki itu mengedarkan pandangannya mencari Anya. “Dimana Anya?” Sedetik kemudian Anya muncul dibalik tembok pembatas ruang makan dan dapur. “Aku disini” jawabnya lalu meletakkan dua cangkir kopi dimeja. “Hm. My favorite coffee” komentar Robert sambil menghirup aroma yang menguar dari cangkir. “Kopi buatan Anya memang yang terbaik” Daniel setuju. Anya dan Elianor duduk di kursi makan dan mereka memulai sarapan pagi mereka. “Mom, hari ini kami akan terbang ke Indonesi
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Robert dan Elianor masuk kedalam rumah keluarga William. Mereka terkejut dengan perkataan Evan akan memberikan Daniel untuk mereka adopsi. Robert dan Elianor sudah lama menginginkan seorang anak namun tuhan berkehendak lain. “Mengapa kau mengatakan akan memberikan Daniel untuk kami adopsi?” tanya Robert membuka percakapan.Ia paling tau betapa sayangnya Evan kepada Daniel. Karena rasa sayangnya kepada Daniel dan Reyna akhirnya Evan memutuskan untuk bercerai dengan Reyna karena takut kehilangan perempuan itu jika tidak menceraikannya. Enam tahun yang lalu, Cathrina datang menemui Evan yang masih hidup bahagia dengan Reyna. Ia mengatakan bahwa ia sedang mengandung anaknya Evan. Evan memang pernah terjebak semalam dengan Cathrina ketika sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota, entah bagaimana ia bangun dengan tubuh telanjang dan Cathrina tidur disampingnya tanpa mengenakan sehelai benang pun. Cath
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Jason kecil menangis sesenggukan setelah diusir oleh Daniel dari kamarnya. Ia tidak mengerti mengapa kakaknya begitu marah kepadanya. Perasaan sedih membuat Jason membutuhkan seseorang untuk menghiburnya. Ia memutuskan masuk kedalam kamar ibunya, pintu ia buka perlahan. Ia takut jika ibunya sedang tidur dan terjaga karena kehadirannya maka ia akan mendapatkan makian dari ibunya. “Aku tidak mau tau. Kau harus menghilang dengan semua barang bukti. Kau ingin aku dipenjara huh?” teriak Cathrina marah. Jason terkejut dengan nada tinggi tersebut, Ia memutuskan untuk menutup kembali pintu kamar ibunya. Kehadirannya akan membuat emosi ibunya semakin meninggi. “Hei. Jangan membantah denganku. Kita berdua yang merencanakan pembunuhan ibunya Daniel” bentak Cathrina di telepon. Gerakan Jason terhenti ketika mendengar perkataan ibunya, ia tidak menduga bahwa ibunya lah yang telah membunuh ibunya Daniel. “M
Daniel mengernyitkan keningnya melihat nama Jason tertera dilayar handphonenya. “Halo Jason. ada apa kau menelpon ku?”. “Mengapa kakak tidak bilang kalau kak Ira kecelakaan?” tanya Jason to the point. Daniel sadar bahwa ia belum memberitahu Jason. hubungan mereka yang buruk selama 20 tahun ini membuat Daniel tidak terbiasa memberitahu hal yang penting kepada Jason. “Aku lupa. Maaf” Jason tertegun dan menatap handphone dengan bingung. Baru kali ini kakaknya meminta maaf kepadanya. “Tidak apa-apa. Bisakah aku berkunjung ke apartemen mu?” “Tenang saja. Aku akan membawa Vero” lanjut Jason. “Aku tidak mengatakan apapun” Daniel memutar bola matanya. Dari nada bicara Jason seakan mengejeknya karena terlalu overprotective. Jason tersenyum. “Aku hanya memperjelas keadaan” “Besok saja kau berkunjung” Ucap Daniel mengalah. “Baiklah. Sampaikan salamku untuk kak Ira” “Ya” Daniel memutuskan teleponnya lalu k