Dua puluh tahun yang lalu.
Jakarta, Indonesia.
Daniel melihat ke kanan dan kiri untuk mencari Jason dan Anya yang sedang bersembunyi, mereka sedang bermain petak umpet dan sekarang giliran Daniel yang bertugas mencari Jason dan Anya.
Mereka bermain di taman belakang rumah yang terdapat beberapa pohon, kolam renang dan beberapa bunga yang di tanam di pot-pot besar.
"Jason aku tau dimana kau bersembunyi" Teriak Daniel memancing adiknya agar membuat suara.
Berhasil, Jason yang terkejut tidak sengaja berpindah posisi dan menyebabkan suara karena kakinya bergesekan dengan ranting pohon.
"Aha! I Got you" Daniel memeluk Jason dari belakang.
Daniel dan Jason tertawa terbahak-bahak lalu beberapa saat Daniel yang sadar bahwa Anya masih bersembunyi menghentikan suaranya dan membungkam mulut Jason agar berhenti. "Sshh" Daniel meletakkan jari telunjuk di bibirnya.
Jason hanya tersenyum.
"Ira" pangg
Daniel duduk di bangku taman depan sekolah. Ibunya telat, sudah setengah jam ia menunggu di sekolah namun ibunya tidak kunjung datang. Daniel memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi. Suasana sekolah sudah sepi hanya beberapa guru yang berlalu lalang di koridor sekolah dan taman belakang sekolah. "Daniel mengapa belum pulang? Bukannya sopir mu sudah menjemput tadi?" tanya seorang guru. "Daniel menunggu bunda" jawab Daniel tersenyum. "Baiklah, jika bunda mu tidak datang segera kabari guru yang ada di ruang guru ya?" pesan guru perempuan tersebut. Daniel menganggukkan kepalanya. Ia menatap jalan raya yang di depan sekolah dengan tatapan harap. Ia sangat berharap ibunya akan menepati janjinya. "Daniel" panggil Reyna yang berada di seberang jalan. Daniel mendongak dan tersenyum senang melihat ibunya. "Bunda" panggil Daniel lalu turun dari bangku panjang tersebut berlari menghampiri ibunya. "Berhenti disitu aja Dani
Anya menangis di dalam kamarnya, ia tidak percaya bahwa Daniel akan mempermainkan perasaannya. Ia memegang bibirnya sambil menangis, ciuman laki-laki itu masih terasa di bibirnya membuatnya semakin menangis. "Harusnya aku tahu kalau Daniel tidak akan menyukaiku, aku tahu kalau dia playboy. Tapi..." Anya merutuki kebodohannya. "Tapi aku tetap berharap bahwa dia akan menyukaiku. Kau bodoh Anya" Anya tidak bisa memungkiri lagi perasaannya, bahwa ia memang benar benar menyukai dan mencintai Daniel. Kenyataan tersebut membuat Anya semakin memaki dirinya sendiri. "Sekarang aku harus bagaimana?" tanya Anya kepada dirinya. Tidak mungkin ia bisa terus tinggal bersama Daniel setelah mengetahui pasti kalau ia sudah mulai jatuh cinta kepada laki-laki itu, karena hatinya akan semakin sakit jika ia terus tinggal dan melihat Daniel yang membawa pulang wanita wanita kencannya. Anya menjambak kesal rambutnya, air matanya berlinang mem
“Mengapa kakak tiba-tiba ingin bertemu?” tanya Jason. Mereka bertemu di tempat biasanya, di restoran Downtown dekat dengan supermarket yang biasanya Anya belanja. “Aku hanya ingin bertemu denganmu, bagaimana kabarmu?” tanya Jason. “Aku baik-baik saja, kak Ira?” tanya Jason balik. “Aku juga baik-baik saja” ujar Anya. Jason menaikkan alisnya karena sepertinya Anya ingin mengatakan sesuatu. “Ada apa kak Ira?, sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu padaku” ujar Jason melihat raut wajah dilema Anya. Anya menatap Jason sejenak lalu menundukkan pandangannya, jari jemarinya saling bertautan. “Itu.. bisakah aku…” Ujaran Anya terputus karena bunyi handphone Jason. “Sebentar ya” Jason mengambil dan menjawab telepon tersebut. “Ya Vero?” “Aku? Aku sedang bersama dengan kak Ira” ujar Jason seraya tersenyum kepada Anya. Gadis itu juga tersenyum kearahnya. “Baiklah, nanti aku akan menjempu
“Apa hanya ini saja yang bisa kalian ajukan kepadaku?!" Tanya Daniel kepada para manajer yang mengurus proyek Beverly Hills yang ia dapatkan dari kerjasama dengan Abraham Smith. Para manajer dan supervisor menundukkan pandangan mereka, mereka hanya terdiam karena tidak ada ide lain yang bisa mereka ajukan kepada Daniel. “Aku bertanya apa hanya ini saja yang bisa kalian ajukan kepadaku?” tanya Daniel penuh penekanan. Para manajer dan supervisor hanya terdiam, wajah mereka semakin menunduk dalam. “Bagaimana bisa kalian mengajukan konsep sampah seperti ini, aku memang mengatakan konsep bangunannya harus klasik tapi bukan berarti gaya arsitektur victorian saja yang bisa kalian pikirkan bukan?” jelas Daniel sambil melempar berkas di tangannya ke atas meja dengan kesal. Para manajer dan supervisor tersentak pelan. Semenjak kepergian Anya, emosi Daniel menjadi tidak terkendali. Ia memenjam matanya berusaha untuk tenang. “Aku ingin kalia
“Kerja bagus Anya” Sean menatap puas akan pekerjaan yang Anya lakukan. “Terima kasih” Anya hanya tersenyum. “Kerja bagus sweety, aku senang wanita cantik sepertimu bekerja disini” Ucap Philiph, seorang barista dicafe tersebut. “Aku juga senang bekerja disini Philiph” Philiph yang mempunyai tato di lengan kanannya juga ikut tersenyum. “Apa aku ketinggalan sesuatu?” Tanya Erick yang muncul di belakang Anya. Anya tersentak dan menoleh kepada Erick yang tersenyum tidak bersalah. Ia menghela napas mencoba menenangkan jantung yang berdebar kuat karena terkejut. “Kami hanya berbincang-bincang ringan” “Sean, kau tahu Anya bisa membuatkan kopi yang enak” ujar Erick. Anya menyikut perut Erick pelan mencoba menghentikan perkataan Erick. “Really? Kau harus membuatkan secangkir untukku An” ujar Sean antusias. Philiph yang melepaskan apron hitamnya menatap tidak percaya kepada Anya. “Benarkah?”
Daniel membaca kalimat per kalimat dan menatap konsep arsitektur yang diajukan oleh salah satu manajer yang berpartisipasi dalam proyek Beverly Hills. Para anggota rapat yang berada di ruang rapat menatap gugup dan takut kearah Daniel, mereka bernapas pelan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apapun karena kesan rapat terakhir mereka dengan pemimpin Millard Coporation. Mereka bahkan sudah mempersiapkan mental dan pikiran mereka untuk di pecat jika ide konsep kali ini masih mendapat respon negatif dari CEO Millard Corporation. “Siapa yang mengajukan konsep ini?” tanya Daniel membuka suara. Para manajer tersentak pelan, lalu seorang laki-laki yang masih tampak muda mengangkat tangannya dengan ragu. “Jelaskan alasanmu mengajukan konsep gaya arsitektur medeteranian?” tanya Daniel. Lelaki itu berdehem pelan, mencoba membersihkan kerongkongannya lalu menghela napas pelan. “Saya terinspirasi dari pertunangan putri Mr Smith,
Erick terkejut dengan keberadaan Daniel di apartemennya, sedetik kemudian lelaki itu mengembangkan senyumannya, mencoba bersikap normal seperti biasanya.“Hi my bestfriend” sapa Erick.Daniel menghampiri Erick dan segera melayangkan tinjunya ke wajah temannya dengan kesal. “You son of bitch, you make fool of me”Erick menjilati ujung bibirnya yang berdarah lalu tersenyum lebar seakan layangan tinju yang diterimanya tidak sakit sama sekali. “Kau merusak wajah tampanku Daniel”“You!” Daniel semakin kesal.“Daniel!, Oh my god. What have you done?” tanya Anya histeris. Ia menghampiri Erick sembari menatap cemas.“Are you okay?” tanya Anya cemas.Erick meringis kesakitan dengan raut wajah yang di buat-buat namun ekor matanya melirik ke arah Daniel. Ia tersenyum menang beberapa saat.Daniel menarik lengan Anya untuk menjauh dari Erick, sem
Anya dan Daniel berjalan masuk ke bandara Los Angeles, mereka membawa koper masing-masing. Daniel melihat jam tangannya. “Sebentar lagi kita akan check in” ujar Daniel. Anya mengangguk. “Good afternoon passenger. This is the pre-boarding announcement for flight 89B to San Fransisco. We are now inviting those passengers with…” Mendengar pengumuman tersebut, Daniel menggenggam tangan Anya dan berjalan untuk masuk ke bagian pemeriksaan. Anya melihat genggaman tangan tersebut lalu tersenyum malu bercampur senang, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyumnya yang mengembang. &&& Mereka keluar dari bandara San Francisco, sebuah mobil Audy sudah menunggu di depan bandara. Daniel dan Anya segera masuk dan mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalan Kansas Street. Daniel melirik Anya yang menatap jalan raya dengan pandangan kagum. “Kau lelah Anya?” Anya menoleh lalu menggelengkan kepalanya