Anya membuka pelan matanya, tadi malam ia tertidur dengan posisi duduk karena tidak ingin membangunkan Daniel yang tertidur di pahanya. Gadis itu menatap menatap pintu kamar dan terkejut lalu segera duduk di atas tempat tidur.
"Kenapa aku sudah ada di kamar?" Anya menebak bahwa Daniel lah yang memindahkannya. Tanpa sadar ia tersenyum. Anya melihat jam yang sudah menunjukkan jam delapan pagi, gadis itu sontak terkejut dan segera beranjak dari tempat tidur menuju ke ruang makan namun hanya melihat Erick yang sedang mengoles selai kacang ke roti.
"Dimana Daniel?" tanya Anya melihat ke sekelilingnya.
"Morning" sapa Erick tersenyum.
"Ah morning" Sapa Anya yang lupa sapaan paginya.
"Daniel sudah berangkat kerja setengah jam yang lalu, kau mau?" Erick menawarkan roti selai kacang ke arah Anya.
Anya memukul dahinya, ia merutuki ketidakbecusannya dalam bekerja, karena ia tertidur pasti Daniel melewatkan sarapan paginya.
"Maaf, aku
Anya menatap ruangan kerja yang luas dan rapi dengan tatapan kagum. Anya meletakkan kotak makan siang di atas meja dan segera menuju sebuah lemari kecil yang terdapat di samping dinding dan mengambil sebuah buku yang lumayan tebal, kemudian membacanya. "Mana bekal makan siang ku?" Suara Daniel membuat Anya menutup buku bacaannya dengan cepat, ia tersenyum takut ke arah Daniel karena telah membaca buku tanpa seizin laki-laki itu terlebih dahulu, gadis itu takut Daniel akan kembali marah seperti yang terjadi ketika Anya masuk ke dalam ruang kerja pribadinya. "Maaf, aku membaca buku mu tanpa meminta izin dulu" Anya menundukkan wajahnya. "Tidak apa apa, jadi dimana bekal makan siang ku?" Daniel mengibaskan tangannya, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia mencari barang bawaan Anya dan menatap tas kecil berwarna biru yang berisi bekal makan siang, Daniel segera mengambil tempat duduk di hadapan Anya. Gadis itu langsung membuka tas kecil tersebut
Anya menatap handphone yang berbunyi monoton lalu menghela napas panjang, menenangkan hatinya yang sempat takut ketika mendengar teriakan Daniel. "Kenapa kak Ira?" tanya Jason. Anya menoleh lalu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak apa apa" Walaupun pikiran gadis itu masih tersita dengan apa yang menyebabkan Daniel begitu meradang. Jason hanya tersenyum, ia menebak apa Anya bicarakan dengan Daniel lewat telepon. Namun Ia tidak akan menyangka akan ketahuan secepat ini. "Oh ya. Bagaimana kabar nyonya Cathrina?" tanya Anya mengubah topik pembicaraan. Senyuman Jason menghilang sesaat, ia tidak menduga bahwa Anya akan menanyakan kabar mamanya. Sebisa mungkin Jason melupakan sosok ibu yang tidak berperan sebagaimana mestinya itu. "Dia baik" "Ayo kita makan lagi" Ucap Jason mengalihkan pembicaraan. Anya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Anya!!" Teriakan Daniel membuat Anya menoleh dan terkejut ketika bibir
Dua puluh tahun yang lalu. Jakarta, Indonesia. Daniel melihat ke kanan dan kiri untuk mencari Jason dan Anya yang sedang bersembunyi, mereka sedang bermain petak umpet dan sekarang giliran Daniel yang bertugas mencari Jason dan Anya. Mereka bermain di taman belakang rumah yang terdapat beberapa pohon, kolam renang dan beberapa bunga yang di tanam di pot-pot besar. "Jason aku tau dimana kau bersembunyi" Teriak Daniel memancing adiknya agar membuat suara. Berhasil, Jason yang terkejut tidak sengaja berpindah posisi dan menyebabkan suara karena kakinya bergesekan dengan ranting pohon. "Aha! I Got you" Daniel memeluk Jason dari belakang. Daniel dan Jason tertawa terbahak-bahak lalu beberapa saat Daniel yang sadar bahwa Anya masih bersembunyi menghentikan suaranya dan membungkam mulut Jason agar berhenti. "Sshh" Daniel meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Jason hanya tersenyum. "Ira" pangg
Daniel duduk di bangku taman depan sekolah. Ibunya telat, sudah setengah jam ia menunggu di sekolah namun ibunya tidak kunjung datang. Daniel memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi. Suasana sekolah sudah sepi hanya beberapa guru yang berlalu lalang di koridor sekolah dan taman belakang sekolah. "Daniel mengapa belum pulang? Bukannya sopir mu sudah menjemput tadi?" tanya seorang guru. "Daniel menunggu bunda" jawab Daniel tersenyum. "Baiklah, jika bunda mu tidak datang segera kabari guru yang ada di ruang guru ya?" pesan guru perempuan tersebut. Daniel menganggukkan kepalanya. Ia menatap jalan raya yang di depan sekolah dengan tatapan harap. Ia sangat berharap ibunya akan menepati janjinya. "Daniel" panggil Reyna yang berada di seberang jalan. Daniel mendongak dan tersenyum senang melihat ibunya. "Bunda" panggil Daniel lalu turun dari bangku panjang tersebut berlari menghampiri ibunya. "Berhenti disitu aja Dani
Anya menangis di dalam kamarnya, ia tidak percaya bahwa Daniel akan mempermainkan perasaannya. Ia memegang bibirnya sambil menangis, ciuman laki-laki itu masih terasa di bibirnya membuatnya semakin menangis. "Harusnya aku tahu kalau Daniel tidak akan menyukaiku, aku tahu kalau dia playboy. Tapi..." Anya merutuki kebodohannya. "Tapi aku tetap berharap bahwa dia akan menyukaiku. Kau bodoh Anya" Anya tidak bisa memungkiri lagi perasaannya, bahwa ia memang benar benar menyukai dan mencintai Daniel. Kenyataan tersebut membuat Anya semakin memaki dirinya sendiri. "Sekarang aku harus bagaimana?" tanya Anya kepada dirinya. Tidak mungkin ia bisa terus tinggal bersama Daniel setelah mengetahui pasti kalau ia sudah mulai jatuh cinta kepada laki-laki itu, karena hatinya akan semakin sakit jika ia terus tinggal dan melihat Daniel yang membawa pulang wanita wanita kencannya. Anya menjambak kesal rambutnya, air matanya berlinang mem
“Mengapa kakak tiba-tiba ingin bertemu?” tanya Jason. Mereka bertemu di tempat biasanya, di restoran Downtown dekat dengan supermarket yang biasanya Anya belanja. “Aku hanya ingin bertemu denganmu, bagaimana kabarmu?” tanya Jason. “Aku baik-baik saja, kak Ira?” tanya Jason balik. “Aku juga baik-baik saja” ujar Anya. Jason menaikkan alisnya karena sepertinya Anya ingin mengatakan sesuatu. “Ada apa kak Ira?, sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu padaku” ujar Jason melihat raut wajah dilema Anya. Anya menatap Jason sejenak lalu menundukkan pandangannya, jari jemarinya saling bertautan. “Itu.. bisakah aku…” Ujaran Anya terputus karena bunyi handphone Jason. “Sebentar ya” Jason mengambil dan menjawab telepon tersebut. “Ya Vero?” “Aku? Aku sedang bersama dengan kak Ira” ujar Jason seraya tersenyum kepada Anya. Gadis itu juga tersenyum kearahnya. “Baiklah, nanti aku akan menjempu
“Apa hanya ini saja yang bisa kalian ajukan kepadaku?!" Tanya Daniel kepada para manajer yang mengurus proyek Beverly Hills yang ia dapatkan dari kerjasama dengan Abraham Smith. Para manajer dan supervisor menundukkan pandangan mereka, mereka hanya terdiam karena tidak ada ide lain yang bisa mereka ajukan kepada Daniel. “Aku bertanya apa hanya ini saja yang bisa kalian ajukan kepadaku?” tanya Daniel penuh penekanan. Para manajer dan supervisor hanya terdiam, wajah mereka semakin menunduk dalam. “Bagaimana bisa kalian mengajukan konsep sampah seperti ini, aku memang mengatakan konsep bangunannya harus klasik tapi bukan berarti gaya arsitektur victorian saja yang bisa kalian pikirkan bukan?” jelas Daniel sambil melempar berkas di tangannya ke atas meja dengan kesal. Para manajer dan supervisor tersentak pelan. Semenjak kepergian Anya, emosi Daniel menjadi tidak terkendali. Ia memenjam matanya berusaha untuk tenang. “Aku ingin kalia
“Kerja bagus Anya” Sean menatap puas akan pekerjaan yang Anya lakukan. “Terima kasih” Anya hanya tersenyum. “Kerja bagus sweety, aku senang wanita cantik sepertimu bekerja disini” Ucap Philiph, seorang barista dicafe tersebut. “Aku juga senang bekerja disini Philiph” Philiph yang mempunyai tato di lengan kanannya juga ikut tersenyum. “Apa aku ketinggalan sesuatu?” Tanya Erick yang muncul di belakang Anya. Anya tersentak dan menoleh kepada Erick yang tersenyum tidak bersalah. Ia menghela napas mencoba menenangkan jantung yang berdebar kuat karena terkejut. “Kami hanya berbincang-bincang ringan” “Sean, kau tahu Anya bisa membuatkan kopi yang enak” ujar Erick. Anya menyikut perut Erick pelan mencoba menghentikan perkataan Erick. “Really? Kau harus membuatkan secangkir untukku An” ujar Sean antusias. Philiph yang melepaskan apron hitamnya menatap tidak percaya kepada Anya. “Benarkah?”
“Kau tidak apa-apa Anya?” tanya Daniel meletakkan coklat yang ia terima dari Carla, salah satu wanita kencannya. “Ini untukmu, seorang teman memberikannya kepadaku dan berkata selamat atas honeymoon kedua kita” Ucap Daniel melepaskan dasinya. Anya hanya diam menundukkan kepalanya. “Hei. Kau kenapa Anya? Mengapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Daniel. Anya mengangkat wajah dan menatap kepada Daniel lalu menggelengkan kepalanya, ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang ini. adegan ciuman pipi yang ia lihat tidak bisa ia keluarkan dari kepalanya. “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Istirahatlah” Daniel melangkah ke kamar mandi. Sepeninggal Daniel ke kamar mandi, Anya menatap kotak coklat, mengambilnya dan membukanya perlahan. Coklat berbentuk bulat tersusun rapi dan cantik dalam kotak yang berwarna coklat keemasan. Ia mengambil satu dan memasukkannya ke mulutnya. Coklat tersebut langsung melebur didalam mulutnya, ia kembali
Anya memeluk erat kedua anaknya, ia sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Jason dan Evan namun sifat keras kepala Daniel membuatnya tidak punya pilihan lain. Anya menangis sembari mengeratkan pelukannya.“Mom, jangan menangis, kami akan baik-baik saja disini” ujar Jason.“Ya. Lagi pula kami akan tinggal dengan grandma dan grandpa. Jadi mom tidak perlu khawatir” sambung Evan.“Tapi. Bagaimana jika kalian sakit? Siapa yang akan merawat kalian?” tanya Anya khawatir.“Grandma” jawab kembaran itu serentak.“Bagaimana dengan sekolah. Siapa yang akan mengantar kalian?” tanya Anya kembali.“Grandpa” ujar Evan. Jason mengangguk.“Tapi.. tapi”“Anya. Kau berlebihan. Kita hanya pergi seminggu, berhentilah menangis” potong Daniel yang sedari tadi melihat adegan dramatis tersebut.“Tapi kita akan pergi ke Itali Daniel, bukan San Fra
Anya meletakkan dua piring berisi sosis dan roti panggang lalu menuangkan susu pada kedua gelas panjang dan meletakkan secangkir kopi yang sudah selesai ia siapkan. Anya menganggukkan kepala dengan puas ketika melihat semua menu sarapan sudah tersaji dengan lezat diatas meja. Ia menatap ke lorong penghubung ruang makan dengan ruang keluarga, tidak ada tanda-tanda penghuni rumah akan masuk ke ruang makan. “Jason, Evan” panggil Anya. “Yes mom” jawab dua anak laki-laki berusia delapan tahun yang berlari ke ruang makan. “Good morning mom” sapa kedua laki-laki kembar tersebut lalu mengecup pipi Anya sekilas. Anya tersenyum lembut. “Good morning sweetheart”. “Dad belum siap?” tanya Anya ketika melihat hanya dua anaknya yang masuk ke ruang makan. “Aku disini my beloved one. Good morning” Sapa Daniel yang baru ikut bergabung di r
1 Tahun kemudianLos Angeles, California. Daniel menatap bahagia kearah Anya yang sedang berjalan bersama dengan ayah angkatnya di atas karpet merah. Ia memakai setelan tuksedo putih berdasi kupu-kupu. Anya yang memakai baju pengantin berwarna putih dan kepalanya yang ditutupi oleh jaring putih membuat gadis itu seperti putri dalam cerita dongeng.Robert menyerahkan Anya ke tangan Daniel yang disambut dengan senang hati oleh anak angkatnya. Butuh waktu setahun bagi Daniel untuk sembuh dari rasa sakit dalam hatinya. Rasa bersalah Daniel kepada adiknya membuat laki-laki itu lebih memfokuskan pikirannya dalam pekerjaan. Selama setahun Daniel berubah menjadi seperti Daniel 20 tahun yang lalu, yang datang kepadanya untuk ambisi besar. Namun kali ini tidak ada diiringi oleh dendam melainkan rasa bersalah yang mendalam. Kehadiran Anya dalam hidup Daniel membuat laki-laki bisa bersikap seperti semula dalam waktu setahun. Terdengar lama namun cukup
Daniel mengambil sebuah handphone, sudah beberapa hari ia tidak mengecek handphonenya. Ia menghidupkan pesan suara. "Daniel. ini aku Richard, aku tidak bisa menghubungimu jadi aku mengirimkan hasil penyelidikanku ke e-mailmu. Tolong hubungi aku kalau kau mendengar pesan suara ini" Daniel mengerutkan keningnya dan segera memeriksa e-mailnya, terdapat sebuah file P*F dan rekaman suara. "Jay, aku ingin memberikan tugas untukmu. Kau harus membunuh Reyna, lakukan apapun yang kau bisa. Aku tidak perduli yang terpenting dia mati. Kau mengerti" Suara Cathrina yang Daniel dengar membuat lelaki itu mengkatubkan rahangnya. Anya segera menggenggam tangan Daniel. "Aku tidak apa-apa Anya" ujar Daniel. Bukti tersebut akan semakin memperjelas kesalahan Cathrina. Daniel menggenggam erat handphonenya, menatap penuh kebencian. Handphone Daniel bergetar, ia heran melihat ibunya menelpon. Mungkin ibunya masih mengkhawatirkannya, pikir Daniel.
“Good morning mom. Good morning dad” sapa Daniel lalu duduk di kursi makan. Robert menatap khawatir kepada anaknya. “Aku baik-baik saja dad”. Robert menghela napas lalu mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya dari Elianor bahwa Daniel sudah tau semuanya. “Aku memasakkan menu kesukaanmu Daniel. chicken stew dan fried shrimp” Elianor meletakkan sepiring udang tepung goreng didepan anaknya. Daniel tersenyum. “Thank you mom”.Laki-laki itu mengedarkan pandangannya mencari Anya. “Dimana Anya?” Sedetik kemudian Anya muncul dibalik tembok pembatas ruang makan dan dapur. “Aku disini” jawabnya lalu meletakkan dua cangkir kopi dimeja. “Hm. My favorite coffee” komentar Robert sambil menghirup aroma yang menguar dari cangkir. “Kopi buatan Anya memang yang terbaik” Daniel setuju. Anya dan Elianor duduk di kursi makan dan mereka memulai sarapan pagi mereka. “Mom, hari ini kami akan terbang ke Indonesi
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Robert dan Elianor masuk kedalam rumah keluarga William. Mereka terkejut dengan perkataan Evan akan memberikan Daniel untuk mereka adopsi. Robert dan Elianor sudah lama menginginkan seorang anak namun tuhan berkehendak lain. “Mengapa kau mengatakan akan memberikan Daniel untuk kami adopsi?” tanya Robert membuka percakapan.Ia paling tau betapa sayangnya Evan kepada Daniel. Karena rasa sayangnya kepada Daniel dan Reyna akhirnya Evan memutuskan untuk bercerai dengan Reyna karena takut kehilangan perempuan itu jika tidak menceraikannya. Enam tahun yang lalu, Cathrina datang menemui Evan yang masih hidup bahagia dengan Reyna. Ia mengatakan bahwa ia sedang mengandung anaknya Evan. Evan memang pernah terjebak semalam dengan Cathrina ketika sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota, entah bagaimana ia bangun dengan tubuh telanjang dan Cathrina tidur disampingnya tanpa mengenakan sehelai benang pun. Cath
20 tahun yang lalu.Jakarta, Indonesia. Jason kecil menangis sesenggukan setelah diusir oleh Daniel dari kamarnya. Ia tidak mengerti mengapa kakaknya begitu marah kepadanya. Perasaan sedih membuat Jason membutuhkan seseorang untuk menghiburnya. Ia memutuskan masuk kedalam kamar ibunya, pintu ia buka perlahan. Ia takut jika ibunya sedang tidur dan terjaga karena kehadirannya maka ia akan mendapatkan makian dari ibunya. “Aku tidak mau tau. Kau harus menghilang dengan semua barang bukti. Kau ingin aku dipenjara huh?” teriak Cathrina marah. Jason terkejut dengan nada tinggi tersebut, Ia memutuskan untuk menutup kembali pintu kamar ibunya. Kehadirannya akan membuat emosi ibunya semakin meninggi. “Hei. Jangan membantah denganku. Kita berdua yang merencanakan pembunuhan ibunya Daniel” bentak Cathrina di telepon. Gerakan Jason terhenti ketika mendengar perkataan ibunya, ia tidak menduga bahwa ibunya lah yang telah membunuh ibunya Daniel. “M
Daniel mengernyitkan keningnya melihat nama Jason tertera dilayar handphonenya. “Halo Jason. ada apa kau menelpon ku?”. “Mengapa kakak tidak bilang kalau kak Ira kecelakaan?” tanya Jason to the point. Daniel sadar bahwa ia belum memberitahu Jason. hubungan mereka yang buruk selama 20 tahun ini membuat Daniel tidak terbiasa memberitahu hal yang penting kepada Jason. “Aku lupa. Maaf” Jason tertegun dan menatap handphone dengan bingung. Baru kali ini kakaknya meminta maaf kepadanya. “Tidak apa-apa. Bisakah aku berkunjung ke apartemen mu?” “Tenang saja. Aku akan membawa Vero” lanjut Jason. “Aku tidak mengatakan apapun” Daniel memutar bola matanya. Dari nada bicara Jason seakan mengejeknya karena terlalu overprotective. Jason tersenyum. “Aku hanya memperjelas keadaan” “Besok saja kau berkunjung” Ucap Daniel mengalah. “Baiklah. Sampaikan salamku untuk kak Ira” “Ya” Daniel memutuskan teleponnya lalu k