"Apa jadwalku hari ini?" tanya Daniel kepada sekretarisnya ketika ia sampai ke ruang kerja pribadinya.
Daniel duduk, mengambil dan membaca berkas laporan tentang proyek Mahattan House dengan wajah serius, sesekali kening mengerut dan mencoret beberapa bagian dalam berkas tersebut dengan bal poin.
"Siang ini anda akan bertemu dengan Mr Park Joseph di restoran Fig & Olive, dan jam 3 sore akan bertemu dengan Mr Deriel Anhartd" jelas Arlene dengan buku catatan di tangannya.
"Dan untuk besok? Apa jadwalku kosong?" tanya Daniel kembali. Ia ingin menghabiskan waktunya di rumah, sudah sangat lama ia tidak mengambil masa cuti dan bersantai di rumah, hari liburnya akan menyenangkan kalau ia bisa mengganggu Anya dan membuat gadis itu geram. Ekspresi gusar sang gadis menjadi suatu kesenangan bagi Daniel. laki-laki itu tersenyum lembut membayangkan wajah Anya yang memerah karena marah.
"Jadwal anda kosong sampai sore hari, malamnya anda akan mengha
Sepanjang jalan, tidak ada yang mau memecahkan kesunyian yang tercipta di antara Daniel dan Anya, beberapa saat kemudian mobil Daniel berhenti di parkiran sebuah hotel. Laki-laki itu membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangannya bak gentleman. Anya tersipu malu akan perlakuan lembut yang tidak ia rasakan selama ini, gadis itu menerima uluran tangan Daniel dan keluar dari mobil, menatap ke sekeliling hotel yang tampak ramai akan para tamu undangan yang juga baru tiba di hotel tersebut. Daniel membuka lengannya, meminta Anya untuk mengamit lengannya dan mereka pun melangkah masuk ke dalam hotel tersebut. Di dalam ballroom hotel yang mewah tersebut ratusan tamu yang sudah lebih dahulu menghadiri pesta pertunangan tersebut, ruangan ballroom di penuhi dengan warna kuning keemasan membuat ruangan tersebut tampak glamor dan elegan. Anya terpukau dengan suasana mewah tersebut, baru kali ini ia menghadiri suatu pesta yang begitu mewah, beberapa menit kemudian acara pertuna
Daniel menatap tajam Jason dan tersenyum terpaksa. "Kabarku baik, senang bertemu denganmu" Jawab Daniel dengan wajah datar, ia juga berbahasa Indonesa. Baik Deriel maupun James bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah menegangkan dan bahasa yang tidak mereka pahami, sedangkan Jason hanya tersenyum menyeringai. "Senang juga bertemu denganmu kak" ujar Jason. Daniel pamit undur diri kepada James dan melangkah ke arah Anya yang sedang asik mengobrol dengan Mia. "Kita pulang" Laki-laki itu lalu menarik tangan Anya. "Tapi Daniel, aku belum pamit dengan Mia" Sela Anya tidak setuju. Daniel menatap tajam ke arah Anya. "Jangan membantah" Suara Daniel terdengar sangat rendah, menandakan bahwa ia sedang marah. Anya terkejut melihat tatapan dingin Daniel, ini kedua kalinya tatapan dingin laki-laki itu melayang kepadanya. Gadis itu seketika diam membisu dan menuruti Daniel. Jason yang melihat kepergiaan Daniel yang tergesa
Anya menyiapkan sarapan pagi dan secangkir kopi untuk Daniel, dalam sela kegiatannya ia masih mengingat tatapan dingin Daniel. Ini pasti akan menjadi pagi yang canggung. "Selamat pagi" Sapa Daniel dan duduk di kursi makannya. "Pagi" Sapa Anya sedikit canggung. Daniel mengangkat cangkir kopi dan menghirup aroma harum lalu menyeruputnya dengan pelan. "Kopi buatan mu memang enak Daniel tersenyum samar lalu memulai sarapannya. Anya menjadi heran sejenak, ia pikir pagi ini akan jadi suasana canggung namun dugaannya salah, Daniel bersikap seperti biasanya. Gadis itu menghela napas lega. Setelah menyelesaikan sarapannya, Daniel berdiri dan melangkah ke pintu apartemennya, Anya mengikuti dari belakang. "Hati hati di jalan, semoga harimu menyenangkan". Daniel mengacak pelan rambut Anya. "Aku pergi" Daniel melangkah masuk ke lift apartemen. Alis Anya terangkat bingung, ini bukan Daniel yang biasanya, laki-laki
"Kau terlihat senang Anya" tebak Daniel ketika melihat raut wajah senang Anya. Mereka sedang duduk di ruang tamu, menonton televisi bersama. "Benarkah?" tanya Anya semakin tersenyum lebar. "Berhenti tersenyum seperti itu,kau terlihat seperti badut" Daniel mendengus tidak suka. Laki-laki itu terganggu akan senyum sang gadis. Karena bukan dia yang membuatnya tersenyum. Anya berdecak pelan, ia mencibir tanpa suara. "Jadi apa yang membuatmu senang?" tanya Daniel sambil menonton televisi. "Waktu aku pergi berbelanja aku bertemu dengan teman lamaku dan kami berbincang bincang sesaat. Aku sangat senang bertemu dengannya" Jelas Anya antusias. "Rupanya kau punya teman juga" komentar Daniel tanpa minat. Anya kembali berdecak pelan. "Dasar..." "Dasar apa?" Daniel menoleh dan menantang Anya. "Tidak apa apa" Ucap Anya menelan kekesalannya mentah-mentah. "Buatkan kopi untukku"
"Maaf membuatmu datang kemari" Jason tersenyum menyambut Anya yang baru sampai di restoran tempat pertama kali mereka bertemu. "Tidak apa apa, lagipula aku juga senang bertemu denganmu" Anya mengambil tempat duduk di depan Jason. Mereka menyantap makan siang dengan santai. Anya terdiam sejenak ketika mengingat berkas tentang keluarga William yang ia temukan sebulan yang lalu di ruang kerja Daniel. "Kau yakin tidak mengenal Daniel Millard?" Tanya Anya memastikan. Jason menggelengkan kepalanya sambil mengunyah makan siangnya. "Tidak, kenapa?" Anya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin melibatkan dirinya dengan masalah yang tidak ia ketahui. Ia melanjutkan makannya, sesaat mereka larut dengan makanan mereka masing masing. Jason melihat jam yang menunjukkan pukul dua siang. "Oh tidak, aku akan terlambat" Jason berdiri ketika mengingat sesuatu. "Maaf kak Ira, aku ad
"Welcome back" Sapa Anya ketika melihat Daniel yang duduk di ruang tamu. "I am home" Jawab Daniel lelah. Anya mengerutkan keningnya. "Kau kenapa Daniel? Apa terjadi sesuatu di kantor?". Daniel menghela napas panjang. "Tidak ada apa apa, si penumpang gratis dimana? Apa dia belum pulang?" "Namanya Erick Daniel, dia sedang mandi baru saja juga pulang" Anya memutar bola matanya. "Sampai kapan dia akan menjadi parasit di rumahku?" Gumam Daniel kepada dirinya. "Sampai aku mendapatkan apa yang aku mau" jawab Erick sembari menggosokkan rambutnya dengan handuk kecil. Anya membulatkan matanya ketika melihat laki laki itu bertelanjang dada. "Hei, pakai bajumu" Gadis segera menatap ke arah lain. Ia wanita normal, tentu saja akan malu melihat badan laki laki yang terbentuk sempurna dengan sixpack dan betapa tegapnya tubuh tersebut. "Apa salahnya aku bertelanjang dada? Tidak ada larangan bertelanjang di sini kan?" tanya E
Anya membuka pelan matanya, tadi malam ia tertidur dengan posisi duduk karena tidak ingin membangunkan Daniel yang tertidur di pahanya. Gadis itu menatap menatap pintu kamar dan terkejut lalu segera duduk di atas tempat tidur. "Kenapa aku sudah ada di kamar?" Anya menebak bahwa Daniel lah yang memindahkannya. Tanpa sadar ia tersenyum. Anya melihat jam yang sudah menunjukkan jam delapan pagi, gadis itu sontak terkejut dan segera beranjak dari tempat tidur menuju ke ruang makan namun hanya melihat Erick yang sedang mengoles selai kacang ke roti. "Dimana Daniel?" tanya Anya melihat ke sekelilingnya. "Morning" sapa Erick tersenyum. "Ah morning" Sapa Anya yang lupa sapaan paginya. "Daniel sudah berangkat kerja setengah jam yang lalu, kau mau?" Erick menawarkan roti selai kacang ke arah Anya. Anya memukul dahinya, ia merutuki ketidakbecusannya dalam bekerja, karena ia tertidur pasti Daniel melewatkan sarapan paginya. "Maaf, aku
Anya menatap ruangan kerja yang luas dan rapi dengan tatapan kagum. Anya meletakkan kotak makan siang di atas meja dan segera menuju sebuah lemari kecil yang terdapat di samping dinding dan mengambil sebuah buku yang lumayan tebal, kemudian membacanya. "Mana bekal makan siang ku?" Suara Daniel membuat Anya menutup buku bacaannya dengan cepat, ia tersenyum takut ke arah Daniel karena telah membaca buku tanpa seizin laki-laki itu terlebih dahulu, gadis itu takut Daniel akan kembali marah seperti yang terjadi ketika Anya masuk ke dalam ruang kerja pribadinya. "Maaf, aku membaca buku mu tanpa meminta izin dulu" Anya menundukkan wajahnya. "Tidak apa apa, jadi dimana bekal makan siang ku?" Daniel mengibaskan tangannya, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia mencari barang bawaan Anya dan menatap tas kecil berwarna biru yang berisi bekal makan siang, Daniel segera mengambil tempat duduk di hadapan Anya. Gadis itu langsung membuka tas kecil tersebut