Share

Cinta sang Asmara
Cinta sang Asmara
Penulis: Belladonalba

Chapter 1. Ikatan yang kusut

“Ara mohon jangan pergi! Kenapa Om Nanda tidak bisa melihat ketulusan Ara? Ara sudah memberikan segalanya untuk Om, bahkan diri Ara sendiri. Kenapa Om tidak bisa menerima perasaan Ara? Ara mencintai Om!”

Asmara meraung kencang. Kemarahan dan kesedihan di hatinya membuat gadis yang saat ini hanya berselimut sebuah kain itu tak mempedulikan kondisinya sendiri. Matanya menyorot nyalang pada sesosok lelaki dewasa yang kini tengah berdiri di seberang ranjang. Penampilan lelaki itu sama berantakannya dengan Asmara. Kemeja putih yang ia kenakan tidak dikancingkan seluruhnya, ujung kainnya juga tampak kusut bernoda.

Tapi tidak sekusut ekspresinya sekarang.

Berkali-kali laki-laki itu mengerang berat, mengacak-ngacak rambutnya dan bahkan menyuarakan sumpah serapah. Seolah beban yang amat berat telah mendera hidupnya. Membuat Asmara bertanya-tanya, apakah menghabiskan malam dengannya begitu sulit diterima?

Semua bermula ketika Asmara menghadiri pesta wisuda yang diadakan di sebuah bar di salah satu hotel mewah. Dan seperti pesta kebanyakan, minuman beralkohol dan segala macam tentangnya tidak bisa terpisahkan. Asmara juga sama. Meneguk bergelas-gelas minuman memabukkan itu sampai dirasa tubuhnya tak sanggup lagi. Di tengah mabuknya Asmara memilih untuk beristirahat di ruangannya sendiri. Lalu saat itulah Asmara tak sengaja bertemu dengan laki-laki itu. Dia berdiri di sana, bersandar pada daun pintu yang tertutup. Tampak sama mabuknya dengan Asmara.

Dan mungkin karena rasa penasaran Asmara kemudian menghampirinya. Kemabukan di antara mereka membawa keduanya untuk menghabiskan malam bersama. Mendobrak tabu yang seharusnya tidak mereka lawan semudah itu. Asmara masih bisa mengingat sentuhannya di tengah keburaman yang memabukkan. Atau panggilan lembutnya yang memanggil nama wanita lain disaat dia tengah mendekap tubuhnya.

Ya, Asmara tidak salah mendengarnya.

Oleh karena, hal yang tidak dikehendaki selalu berakhir tragis.

Esok paginya, di saat mereka sudah cukup sadar atas perbuatan yang mereka lakukan tak satupun hal baik yang datang. Laki-laki itu, Nanda Zaiyyan, seseorang yang 12 tahun lebih tua dari Asmara langsung mencecarnya habis-habisan. Dia menyalahkan Asmara atas apa yang terjadi pada mereka.

“Kenapa kamu tidak pernah mengerti Asmara?! Kau dan aku tidak bisa bersama!! Apa kau gila?! Aku tidak memintamu untuk menyerahkan tubuhmu padaku. Kau yang tiba-tiba saja datang padaku, mengandalkan kemabukan kita berdua. Jika aku cukup sadar, aku tidak akan dengan gilanya menerima rayuan sialanmu itu!”

Asmara terbelalak tak percaya dengan apa yang ia saksikan. Ini pertama kalinya dia mendapati Nanda seperti itu. Selama ini Nanda adalah pribadi yang lembut. Dia bahkan tidak pernah menaikkan nada suaranya dan sebisa mungkin berbicara dengan nada mengayomi. Tapi sekarang, Asmara hampir tidak bisa mengenalinya lagi. Nanda nampak mengerikan.

Mengingat kepedihan yang ia rasakan di tengah malam yang gelap, Asmara mengepalkan jari-jarinya yang tersembunyi di balik selimut. Selama 22 tahun hidupnya Asmara tidak pernah merasa sesakit ini. Setiap kali dia bernafas terengah-engah, rasa sakit di hatinya terus melebihi batas. Mendorong Asmara mencapai ujung tebing dan hanya sedikit sapuan angin sampai jiwanya akan terjatuh ke dalam jurang yang tak berujung.  

Bagaimana bisa Nanda menyalahkannya saat jelas-jelas Asmara juga mabuk saat itu. Dan bukankah seharusnya Asmara yang marah tatkala dirinya lah yang lebih dirugikan? Terutama saat Nanda memanggil nama perempuan lain dengan penuh keinginan saat laki-laki itu berada di tubuhnya?

Bagaimana Asmara tidak patah hati?

“Apa semua ini karena Mbak Maira? Karena dia Om nolak aku?”

Mendengar nama itu disebutkan Nanda seketika mendengus kasar.

“Bukankah aku sudah bilang, Mbak Maira tidak memiliki perasaan apapun untuk Om. Dia hanya menganggap Om sebagai orang yang bisa dia temui saat dia merasa resah. Dia mencintai orang lain. Kenapa Om tidak bisa menyadari kalau Mbak Maira hanya memanfaatkan Om saja?!”

“Diam!!”

Asmara terhenyak saat Nanda tiba-tiba saja meraih vas bunga dari atas lemari kecil dan melemparkannya ke dinding yang berada tepat di samping ranjang. Suara benturan keras terdengar, disertai dengan pecahan kaca yang terlempar ke sembarang arah. Ada beberapa yang menusuk kulit Asmara, menimbulkan sensasi perih tak terhingga. Sayangnya Asmara tidak serta merta mengacuhkannya, rasa sakit di hatinya jauh lebih parah dibandingkan sakit pada raganya.

Asmara pikir meskipun Nanda tidak pernah menanggapinya, lambat laun kehadirannya akan membuat Nanda sedikit mengerti perasaannya. Tapi setelah bertahun-tahun Asmara masih tidak bisa menyentuhnya barang sedikitpun. Atau mungkin Asmara tidak pernah berhasil menjadi sosok kecil yang muncul pada penglihatannya. Asmara tidak pernah teranggap ada.

Asmara menatap tangan kiri Nanda yang terkepal, membuat helaian kemerahan yang terikat di sana tampak mengencang erat.

“Kenapa Om melakukan ini?! Tahukah Om kalau kita terikat takdir? Om tidak akan bisa menemukan orang lain selain aku!!”

“Sudah cukup Asmara!”

“Om yang seharusnya bersikap cukup!! Kenapa rela menyakiti diri sendiri demi perempuan yang tidak pernah mencintai Om?! Perempuan itu jahat, dia hanya memanfaatkan Om saat dia terluka dan pergi saat dia telah sembuh. Kapan Om akan menyadari hal itu?!”

“Apa hakmu mengurusi kehidupanku?! Jika kau bukan cucu dari Nenek, aku mungkin sudah mengusirmu sejak lama. Kau pikir aku tidak merasa jijik dengan semua rayuan dan sandiwara murahanmu selama ini? Mulai sekarang enyahlah dari hidupku!! Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!!”

Tepat setelahnya Nanda memilih untuk meraih jasnya kemudian melenggang pergi, meninggalkan Asmara yang hanya bisa tergugu tak berdaya. Perasaannya hancur lebur. Sang jodoh yang diciptakan Tuhan untuknya kini memintanya untuk pergi.

Asmara mengangkat lengan kirinya, mencoba menyentuh ikatan merah di sana meski selalu gagal. Benang cinta yang semula diciptakan dengan bentangan yang indah kini tampak kusut tak terurai. Ada banyak simpul yang terikat kuat-kuat dan mungkin terlihat mustahil dilepaskan.

Benang merah?

Ya, ini adalah sebuah kemampuan unik yang diturunkan dalam garis keturunan keluarganya. Beberapa anak perempuan yang lahir dalam keluarga Afsana akan memiliki kemampuan khusus, dimana mereka bisa melihat ikatan jodoh dirinya maupun orang lain melalui benang merah yang mengikat jari kelingking pada tangan kiri seseorang. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana mereka bisa mendapatkan kekuatan seperti ini. Yang jelas kemampuan ini telah muncul sejak berabad-abad lalu dan terus menurun kepada garis keturunan mereka.

Benang merah belahan jiwa telah terikat sejak manusia dilahirkan untuk pertama kalinya. Tidak bisa diubah maupun diputuskan. Bahkan saat ajal menjemput salah satunya. Sekali benang merah mengikat manusia maka takdir akan membawa mereka bersama bagaimanapun caranya. Indah maupun penuh duka.

Hanya saja tidak pernah ada yang tahu kemana ujung benang merah itu berada. Mungkin berada sangat dekat atau justru begitu jauh sampai sulit dilihat oleh kasat mata. Tapi ada waktu khusus dimana tepat ketika dua orang yang berjodoh berada di jarak yang berdekatan, benang merah akan terbentang, memperlihatkan kedua ujungnya yang terikat pada masing-masing jari sepasang insan yang ditakdirkan bersama.

Namun bukan berarti benang merah tidak bisa kusut.

Setiap kisah cinta memiliki alur yang berbeda. Ada yang terasa indah ada juga yang penuh duka. Oleh karena itu benang merah akan senantiasa mengikuti uraian cerita dari pemiliknya. Semakin kacau jalinan kasih yang terjadi maka akan semakin kusut pula benang merahnya.

Dan melihat dari benang merah miliknya dan Nanda, Asmara tahu kisah cinta mereka tidak akan bisa teruraikan dengan mudah.

Nanda adalah putra sahabat Kakeknya. Dan karena kedua orang tuanya telah meninggal disebabkan kecelakaan bertahun-tahun lalu, Neneknya bersedia menganggap Nanda sebagai putranya sendiri meskipun saat itu usia Nanda sudah menginjak 26 tahun. Usia yang cukup matang untuk bisa membina hidup sendiri. Akan tetapi sang Nenek masih bersikeras merawat Nanda seperti keluarganya sendiri.

Oleh karena itu, Asmara jadi bisa mengenalnya dengan sangat baik. Terutama saat dia tahu kalau Nanda adalah sang belahan jiwa yang terikat oleh sehelai benang merah dengannya. Sejak itu Asmara berusaha mendekati Nanda. Setiap hari dia akan pergi ke apartemen Nanda—yang kebetulan bersisian dengan apartemen miliknya—guna mengantarkan makanan. Dia juga akan mencari banyak alasan hanya agar bisa menemui Nanda.

Tapi sikap laki-laki itu berbanding terbalik dengannya. Perasaan Nanda tak lebih dari perasaan timbal balik untuk merawat cucu dari perempuan yang telah begitu berbaik hati padanya. Terlebih dengan perbedaan usia yang terpaut sangat jauh di antara mereka. Ini jugalah yang menjadi salah satu penolakan terbesar Nanda selama ini. Berkali-kali Nanda menegaskan bahwa Asmara telah ia anggap sebagai keluarganya sendiri, keponakan dan hubungan kerabat yang membuat mereka sulit bersama.

Hanya saja bagaimana bisa?

Mereka adalah belahan jiwa satu sama lain.

Asmara menjatuhkan dirinya ke atas ranjang. Tangisannya tak lagi bisa terbendung. Asmara terluka, amat parah sampai dia tidak tahu harus melakukan apa.

Mengapa Nanda melakukan itu padanya?

Mengapa Nanda tidak bisa melihat perasaannya?

Nanda adalah jodohnya. Pasangan jiwa yang telah Tuhan takdirkan untuknya. Hanya untuknya. Lalu kenapa Nanda justru mencintai perempuan lain dengan begitu hebatnya? Tidak bisakah Nanda hanya menjadi miliknya?

Seperti bagaimana Tuhan menciptakan sepasang belahan jiwa semestinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status