Beranda / Romansa / Cinta di Ujung Perpisahan / Pertemuan Tak Terduga

Share

Pertemuan Tak Terduga

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-11 12:42:36

Parasit? Kinara tertawa sinis. Segera saja dia membalas pesan sang ibu mertua.

“Baik, Tante. Saya akan mempersiapkan diri,” tulisnya.

Terlalu lelah menjadi bulan-bulanan Rindu, Kinara mantap akan berpisah dengan Aditama.

Lucu sekali ibu dan anak itu. Kalau memang ingin protes dan tidak setuju, kenapa tidak langsung menyampaikan saja pada Om Tama yang bersikeras menyatukan Kinara dan Aditama? Bahkan sampai saat ini, ayah mertuanya masih memperlakukannya dengan baik, menganggapnya seperti anak sendiri.

Kinara naik ke tempat tidur, mencoba beristirahat, tak sabar menanti esok hari.

Dalam pejamnya, pikirannya kembali pada pesan singkat dari ibu mertuanya. Diceraikan? Miris sekali, pernikahan yang diharapkannya hanya sekali dalam seumur hidup ternyata tidak berlaku dalam hidupnya. Setelah ini, bagaimana dengan statusnya sebagai janda? Tidak punya ayah, tidak punya ibu ….

Kuat ya, Ra. Kamu tidak selemah itu, batinnya menguatkan diri.

Dering ponselnya mengusik di saat matanya baru saja kembali terpejam. Ia tersenyum lembut melihat nama seseorang di layar ponselnya. Percayalah, Kinara sangat merindukan wanita ini—tepatnya merindukan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Namun terkadang ia terlalu malas menanggapi ibu tirinya.

“Mama,” sapanya lebih dulu.

Seperti biasa, lagi-lagi Kinara dijadikan alat untuk meminta investasi dari Tama. Belum juga selesai kekacauan di perusahaan keluarganya yang kini dikelola sang kakak, kini ada lagi permintaan dari ibunya. Padahal, belum lama ini Tama sudah membantu.

Kinara mencoba memberi pengertian dan masukan. Jika perusahaan memang sudah di ujung tanduk, bukankah lebih baik dilakukan perubahan manajemen? Namun, Diani—ibu tirinya—merasa tersinggung. Ia marah. Jika perusahaan diserahkan begitu saja pada pihak lain, bagaimana dengan nasib keluarganya?

"Mentang-mentang Ayah sudah tidak ada, kamu mau mendepak kami begitu?" Nada suara Diani meninggi.

Kinara tidak menjawab. Padahal sudah jelas perusahaan itu sulit diselamatkan. Uang asuransi ayahnya habis entah ke mana dengan dalih menyelamatkan perusahaan, ditambah bantuan dari Tama yang seolah tak pernah ada cukupnya.

"Kenapa diam? Tidak mau bantu? Itu perusahaan ayah kamu juga, Kinara! Kamu tidak menghargai perjuangan beliau membangun perusahaan itu? Kamu cuma tahu bermewah-mewahan di sana, menikmati hasilnya selama ini. Dasar anak tidak tahu diuntung!" Diani membentak, lalu langsung memutuskan sambungan telepon.

Kinara menangis dalam diam, tak ingin Ve tahu di luar kamar. Tak pernah sekalipun ia merasakan kasih sayang Diani. Perhatian yang diberikan wanita itu selalu bersyarat—hanya ada saat ia butuh sesuatu. Setelah itu, Kinara selalu dihakimi.

Ia mengusap air matanya, lalu memejamkan mata, mencoba mengabaikan sakit yang kembali menghimpit hatinya.

***

Kinara dan teman-temannya sedang dalam perjalanan ke Singapura, di mana mereka akan menginap selama dua minggu untuk menikmati liburan di Pulau Sentosa. Semua fasilitas penginapan ditanggung oleh Ve, papanya menyiapkan tempat liburan sebagai hadiah ulang tahun. Sore itu, mereka merayakan ulang tahun di salah satu restoran.

Suasana perayaan yang riuh dan meriah sungguh menghibur. Setelah acara inti usai, Kinara pamit ke toilet. Sambil merapikan penampilannya, dentingan ponselnya menarik perhatiannya.

Suami gaib

Kapan kamu ada waktu? Saya ingin bertemu dan bicara perihal pernikahan ini.

Kinara terdiam sejenak, mencerna pesan yang dikirim Aditama. Ia sudah tahu arah pembicaraan yang akan dibahas, perceraian. Ya, pasti soal itu.

"Saya lagi di Singapura. Ayo bertemu," tulisnya, lalu kembali menghapusnya.

"Besok!" ketiknya lagi, tapi sekali lagi dihapus.

Berulang kali ia mencoba merangkai kata, tapi semuanya berakhir dihapus. Ia bingung harus merespons bagaimana, mengingat betapa baiknya ayah mertuanya selama ini. Tama menolak keras adanya perceraian.

"Aditama itu baik dan penyayang. Bersabarlah sedikit, Nak. Dia hanya ingin fokus pada studi-nya. Hubungi Papa jika dia tidak menafkahi kamu. Untuk nafkah satu lagi, asal kamu ridho, akan ada waktu yang indah nanti."

Kata-kata ayah mertuanya terngiang dalam benaknya.

"Ya ampun, dicariin di sini!" seru Ve tiba-tiba. Kinara mendongak sekilas, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Aku dan yang lain mau lanjut ke KTV. Ikutan nggak?"

Kinara masih sibuk mengetik, tak menghiraukan sahabatnya.

"Ara! Mau ikut nggak?" ulang Ve.

"Nggak mau," balas Kinara, lalu tanpa sadar langsung menekan tombol kirim. Pesan itu pun terkirim ke Aditama dan terbaca.

"Nggak mau, ya?" tanya Ve memastikan.

"Hah?" Kinara membelalak, panik. “Eh, malah terkirim?! Aaa… Ve…!” serunya, mencak-mencak sendiri, membuat sahabatnya kebingungan.

Hapus saja nggak, ya? Tapi udah dibaca, batinnya.

Kinara menghela napas, menyalahkan Ve membuat sahabatnya tak mengerti apa yang sedang terjadi. "Kalian lanjut aja, deh. Aku balik ke kamar dulu," katanya, lalu bergegas pergi. Ia butuh tempat yang lebih tenang untuk berpikir sebelum membalas pesan suaminya.

Sementara itu, Aditama di seberang sana mengerutkan kening, bingung membaca pesan singkat dari istrinya.

Nggak mau?

“Nggak mau ketemu atau nggak mau bercerai?” gumam Aditama seorang diri.

Aditama tersentak saat sahabatnya, Darius, menegurnya. Mereka baru saja selesai menjamu klien. “Melamun aja, lo!”

“Mr. Koh sudah pulang 'kan? Aku mau kembali ke kamar,” kata Aditama menyimpan ponselnya dan berlalu pergi.

***

Kinara akan berpisah dengan Ve dan beberapa temannya.

"Yakin mau di kamar aja?" tanya Ve.

Kinara mengangguk tanpa ragu.

Begitu keluar dari restoran, matanya menangkap sosok Erik, teman satu angkatan yang juga ikut dalam rombongan perjalanan mereka. Dari kejauhan, lelaki itu sudah tersenyum menyambutnya.

"Ra, kamu mau ke mana? Nggak ikut yang lain karaoke?" tanya Erik.

"Nggak, Rik. Aku duluan ya," jawab Kinara, berniat segera berlalu.

Namun, langkahnya terhenti ketika Erik tiba-tiba meraih lengannya. Mata lelaki itu tampak sendu, berkabut.

"Ra, aku mau bicara sama kamu sebentar. Boleh?"

Kinara menghela napas, lalu mengangguk setuju. Mereka duduk berdua di bangku taman. Kinara sudah menduga cepat atau lambat Erik akan mengungkapkan perasaannya. Dan benar saja, lelaki itu akhirnya menyatakannya, meski untuk kedua kalinya Kinara tetap menolak.

"Maaf, Rik. Aku nggak bisa."

"Kenapa kamu selalu menolakku, hm?" tanya Erik, tiba-tiba mengusap dagu Kinara.

"Erik!" Kinara tersentak, segera menghindar.

Erik tampak emosional saat mengaku sudah lama menyukai Kinara.

"Aku sudah punya tunangan," ucap Kinara akhirnya. Ia memilih mengatakan itu daripada mengakui bahwa dirinya sudah menikah.

Erik menggeleng, menolak percaya.

"Bohong. Ve bilang kamu nggak punya hubungan dengan siapa pun—"

"Maaf, aku mau balik ke kamar—Erik!" pekik Kinara saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Tolong, Ra. Aku cinta sama kamu!" Erik memohon, tapi Kinara berontak.

Matanya menangkap seorang lelaki yang berdiri di ujung jalan, tampak fokus pada ponselnya. Sebuah ide terlintas di kepalanya. Dengan sekuat tenaga, ia melepaskan diri dari pelukan Erik.

"Sayang," panggilnya lantang. "Erik, maaf. Aku harus pergi!"

"Ara!" Erik memanggilnya dengan nada kesal juga kecewa, tapi Kinara sudah berlari ke arah lelaki asing itu.

Lelaki itu mengangkat pandangannya, menoleh ke kanan dan kiri, kebingungan melihat Kinara berlari ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Kinara langsung merangkul lengannya—berjinjit hingga bibir lelaki itu menyentuh keningnya membuat mata lelaki itu membulat sempurna.

"Ayo," ajak Kinara pelan. "Jalan," titahnya berbisik.

Lelaki itu masih bingung, tapi tetap mengikuti langkah Kinara.

Sesekali Kinara melirik ke belakang, menangkap tatapan tajam Erik yang masih berdiri di tempatnya.

"Kamu—"

"Stt! Tolongin saya. Mas-nya diam aja dulu," bisik Kinara cepat.

Lelaki itu hendak menoleh ke belakang, tetapi Kinara segera menahannya. Ia pun menurut, berjalan tanpa banyak bicara sementara Kinara menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu.

"Jalan terus. Jangan lihat ke belakang!" titah Kinara.

Mereka terus berjalan hingga Erik tak lagi terlihat.

Tiba-tiba, lelaki itu menghentikan langkahnya. "Stop!" Kinara dipaksa melepas rangkulannya. "Kamu memanfaatkan saya?" Kinara menelan ludah, melihat wajah marah di hadapannya. "Kenapa diam? Kamu tiba-tiba datang, mengatur, dan bahkan menodai bibir saya. Bisa jelaskan?"

Apa katanya menodai? batin Kinara.

"Maaf, Mas. Saya terdesak tadi. Terima kasih ya bantuannya," ujar Kinara, bersikap acuh. Buru-buru ia mengeluarkan beberapa lembar uang dolar. Kinara meraih tangan lelaki itu dan meletakkan uang di atas telapak tangan besar itu. "Ini kompensasinya. Sekali lagi, maaf dan terima kasih."

Ia berbalik, hendak pergi, tetapi belum genap melangkah jauh, lelaki itu menahan pergelangan tangannya.

"Kamu kira saya lelaki seperti apa, hah?" desisnya dingin. "Ambil uangmu ini dan jangan pernah terlihat olehku lagi!" tekan Aditama.

Ya, lelaki itu adalah Aditama, suami gaib Kinara.

Dinis Selmara

Jangan pernah terlihat lagi, ya, Kinaraaa, huhu ... lanjut nggak?

| 16
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (43)
goodnovel comment avatar
Chaaa
waduh Erik nekat juga, hubungan habis ini pasti akan canggung..Erik merusak pertemanan mereka.. dasar pasagan gaib pasangan depan mata tapi saling gak mengenal.. pertemuan pertama setelah sekian lama malah ribut ini aduhh
goodnovel comment avatar
Dilla dilawan
nah kalau emak tirinya ara ini aq setuju dia jahara. cuma memanfaatkan kinara doang demi bisa dapet cuan dr tama
goodnovel comment avatar
Dilla dilawan
aduh aduh...bibirnya ternodai ama istri sah ternyata...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bertemu Kembali

    “Siapa juga yang mau bertemu lagi dengannya,” kesal Kinara melihat punggung lelaki arogan itu menjauh. Segera saja Kinara melangkah terus menuju kamarnya.Sesampainya di kamar, Kinara terus menatap layar ponselnya, tepatnya ruang obrolan dengan sang suami. Aditama sudah membaca pesannya, tetapi tak kunjung membalas. Begini saja terus hubungan mereka sampai bumi berhenti berputar."Ah, sudahlah!"Kinara membenamkan tubuhnya ke dalam selimut, ingin segera berlabuh ke pulau kapuk. Padahal, masih terlalu dini untuk tidur, tetapi tubuhnya terasa begitu lelah.***Sejak penolakan kemarin, Erik tak lagi terlihat dalam rombongan. Ia memilih liburan terpisah dengan alasan ingin mengunjungi keluarganya di sini, mumpung ada waktu luang.Tak ada yang tahu tentang pertemuan mereka kemarin, termasuk Ve.Hari ini, mereka berencana menghabiskan waktu di luar Pulau Sentosa. Ve penasaran dengan skybar dan klub yang terletak di rooftop bangunan termegah dan paling ikonik di negara ini.Dalam perjalanan k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Pertanggungjawaban

    Kinara mengeratkan pelukannya menikmati aroma tubuh yang menenangkan. Tubuh? Kinara membuka matanya perlahan mengerjap saat tubuh kecilnya berada dalam pelukan seseorang. “Aahh …!” Kinara memekik mendorong tubuh di hadapannya hingga jatuh dari ranjang tersungkur mengerang kesakitan. “Ka—kamu?” Berusaha mengumpulkan kesadarannya lelaki itu pasrah terbaring telentang di lantai menahan sakit memegangi lengannya. “Ka—kamu nggak apa-apa?” tanya Kinara merasa bersalah karena lelaki itu terlihat sangat kesakitan. “Mas?” panggilnya hati-hati. Kinara sangat mengenal wajah ini. Lelaki ini adalah lelaki yang kemarin tidak terima dimintai tolong saat Kinara mengelabuhi Erik. Sebentar, dia juga yang memukuli Erik malam saat …. “Kamu sudah sadar, sebaiknya pergi dari apartemen saya,” kata lelaki itu dengan nada dingin—sudah terduduk di lantai dan berusaha bangkit dari duduknya. Kinara cepat turun dari ranjang dan berusaha membantu lelaki itu tapi yang ingin ditolong menolak. “Bukankah saya sud

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Lelaki dari Masa Lalu

    Ada apa dengan lelaki itu? Sok paling kenal, pikir Kinara.“Mundur, Wir! Modusmu kelewatan,” pekik Kinara saking kesalnya. Tentu saja yang sedang dibicarakan tidak ada, ya …. Mana berani Kinara mengatai di depan orangnya langsung. Melihat tatapannya yang tajam saja takut, seperti akan melahap orang hidup-hidup.Kinara tidak ambil pusing karena dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan lelaki.Di hotel, Aji bolak-balik berjalan ke sana-sini seperti setrikaan berusaha menghubungi Kinara. Nomornya sudah aktif, tapi panggilan tidak kunjung diangkat.“Jadi apa mau ke kantor polisi saja?” tanya Ve, ketakutan.Aji menjelingkan matanya jengah karena Ve masih saja bungkam. Ve mengatakan kalau pun harus membuka rahasia Kinara itu hanya pada polisi nanti saat bersaksi.“Mau apa ke kantor polisi?” tanya Kinara melangkah masuk ke kamar yang sengaja disanggah hingga sedikit terbuka.Aji dan Ve segera menoleh saat seseorang melangkah masuk tanpa rasa bersalah, lalu menjatuhkan diri di s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Warna Baru

    “Wah, parah,” kata Adit, menggeleng sedih karena Kinara tidak mengingatnya.Kinara menganga tak percaya, kedua tangannya menutup mulutnya refleks. Ia terkejut bisa bertemu dengan lelaki yang ia kenal sebagai Adit—lelaki yang menemaninya malam itu, tiga tahun yang lalu, saat ia bersedih—tanpa tahu bahwa lelaki itu juga adalah Aditama, suaminya.“Maaf, Mas...,” lirihnya, masih tak percaya. “Sebentar, Mas Adit masih simpan gelangnya?” tanyanya lagi dengan mata membulat.Aditama mengangguk, lalu mendekatkan tangannya dengan tangan Kinara. Kinara menatap takjub saat melihat gelang pasangan mereka masih melingkar di sana, sama seperti miliknya.Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia nyaris tak percaya pertemuan ini benar-benar terjadi. Ia tidak henti berterima kasih karena Aditama telah menyelamatkannya—meraih tangan Aditama, menarik, dan menggoyang-goyangkannya riang sementara yang ditarik meringis kesakitan.Aditama meringis.Menyadari perubahan ekspresi lelaki itu, Kinara buru-buru menghentikan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dilema Kinara

    08xx xxxx xxxxNona, perkenalkan saya Vano, asisten Pak Aditama. Saya ingin meneruskan surat pernyataan berikut untuk Nona tandatangani, terima kasih.‘Surat penyataan perceraian?’Suami GaibSudah terima draft dari Vano? Tolong segera tandatangani.Mas AditRa, besok mau dibuatkan sarapan apa?Kinara menatap aplikasi pesan singkat di layar ponselnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja—meremas rambutnya. Bingung pesan mana yang harus ia balas lebih dulu.Deringan ponselnya membuyarkan pikiran, senyumnya merekah melihat telepon masuk dari papa mertuanya, Tama. Segera saja Kinara mengangkat panggilan itu.“Halo, Om,” sapa Kinara.“Kok, Om, terus, sih? Panggil papa seperti Aditama juga, Nak,” kata Tama dari seberang telepon.Kinara meringis segan. Pasalnya ia juga pernah memanggil Rindu dengan sebutan mama, tapi mertuanya itu menolak keras dipanggil mama. Kinara jadi membatasi diri dari keluarga suaminya.“Kamu lagi di Singapura?” tanya Tama kemudian.Kinara menyahut membenarkan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Rumah Kecil

    Malam ini, Kinara ikut Ve ke sebuah pameran seni. Sementara Aji menemani Ve di ruang lelang, Kinara berkeliling menikmati pameran.Tanpa disadari, sejak tadi ia menjadi objek bidikan seorang fotografer. Setiap gerak-geriknya tertangkap dalam jepretan kamera. Fotografer itu begitu menikmati momen memotret Kinara yang fotogenik.Kinara terus berjalan hingga berhenti di depan salah satu lukisan.Lukisan itu terpajang di sudut ruangan. Sapuan warna-warna hangat membentuk siluet sebuah rumah tua yang disinar cahaya keemasan. Di teras, tergambar sosok ayah yang tersenyum lembut, tangannya memeluk putri kecilnya. Di belakang mereka, samar-samar terlihat bayangan seorang ibu yang penuh cinta, pelukan itu seakan bisa dirasakan meski hanya dalam kanvas.Namun, semakin lama dipandang, lukisan itu terasa memilukan. Kinara berdiri di depan lukisan itu, dadanya sesak. Rindu menghangatnya rumah kecil, pelukan ayahnya, dan tawa yang dulu mengisi hari-harinya. Air matanya jatuh tanpa ia sadari, mengena

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terusik

    "Sesuatu apa, Mas?" tanya Kinara dengan bingung."Nanti aja, deh. Setelah dari sini," kata Aditama santai, menunjukkan tiket masuk Universal Studios."Kita mau ke Universal Studios?" tanya Kinara dengan mata membulat. Aditama memang tidak memberi tahu mereka akan ke mana akhir pekan ini. Kinara mengira mereka hanya akan berbincang ringan di toko es krim saja."Tidak mau?" Aditama menaikkan sebelah alisnya, sengaja menggoda."Mauuu…," seru Ara bak anak kecil yang bahagia dituruti keinginannya.Lihatlah bagaimana Aditama tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya di dekat Ara, sosok yang periang dan bersahaja. Di tengah berbagai problematik hidup dan kesibukannya, bertemu Ara bagaikan menemukan dunia baru dalam hidup Aditama yang selama ini monoton.***“Kamu menikmati sekali permainan wahana tadi,” kata Aditama saat mereka menikmati waktu usai menjelajahi beberapa permainan wahana di Universal Studios.Kinara mengatakan bahwa sudah lama ia tidak bermain wahana karena sahabatnya tidak bera

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hati Yang Porak-poranda

    “Sorry to say, ya, Ra. Aku bisa lihat dari mata tu mas-mas. Doi, suka ame elu,” kata Ve, membuat Kinara jengah.Ve tidak melanjutkan pembicaraan, yang berarti sahabatnya tidak dapat melihat kalau Kinara sempat tersentuh oleh sikap dan perlakuan Adit. Hal itu membuatnya bernapas lega.Kinara memilih menghindari Adit. Selama ini, ia tidak pernah dekat dengan laki-laki selain Aji, sahabatnya sejak sekolah. Namun kini, setelah bersuami, pikirannya justru dipenuhi oleh sosok lelaki lain. Bukankah itu tidak pantas?Kinara menggelengkan kepala, berharap bayangan Adit segera menghilang.Hari ini, ia dan Adit akan kembali menghabiskan waktu bersama, tetapi Kinara memutuskan untuk menjaga jarak. Ini adalah hari terakhirnya di Singapura, karena besok ia akan kembali ke rutinitasnya di Malaysia. Perasaannya terhadap Adit belum begitu dalam. Mungkin ini hanya kekaguman atau rasa nyaman karena sikapnya yang hangat. Lambat laun, perasaan itu akan memudar seiring kesibukannya.Namun, seberapa kuat Kin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22

Bab terbaru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Ketahuan

    Rindu belum puas dengan penjelasan Aditama. Namun, dari tutur kata putra sulungnya, jelas terlihat bahwa Aditama menginginkan wanita itu.“Jadi, dia gadis yang Mas temui di Singapura waktu itu?” tanya Rindu, mengingat cerita sang anak tiga tahun lalu. “Memangnya tidak ada niatan untuk memperbaiki hubungan dengan Kinara—”“Mas nggak mau bahas dia, Ma.”Rindu tersenyum tipis. Hari itu, ia sengaja memberikan afirmasi positif kepada calon menantunya, karena tahu betul Aditama masih menyimpan kebencian yang dalam terhadap istrinya. Bukan hanya enggan memiliki anak dari Kinara—mendengar namanya saja sudah membuat Aditama muak. Ia tahu, Kinara tak akan pernah diterima. Yang menanti wanita itu hanyalah penolakan. Rindu tdak menyukai Kinara karena keluarga besannya tidak ada yang benar.***“Gantiin gue, Ve,” bujuk Kinara pada Ve yang sedang menikmati camilan yang Aji pegang. Sesekali lelaki itu menyuapi Ve dengan manja.“Nggak bisa, Sayangku, Cintaku. Tugasku numpuk. Tumben banget nggak mau ik

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hari Yang Menyenangkan

    Usai adegan peluk-pelukan, Kinara menjauh dari Aditama dan mencari Aji yang ternyata tengah sibuk menyantap hidangan pembuka di hadapannya. Semua makanan telah tersaji rapi di meja prasmanan, tak jauh dari tempat Aji duduk.Kinara melirik Aji dengan kesal. Lelaki itu malah menawarinya makan tanpa rasa bersalah.“Sumpah, malah asik makan,” omel Kinara.“Diambilin tadi sama pelayan, ini hidangan pembuka,” jawab Aji sambil menunjuk menu di depannya.Pandangan Kinara kemudian jatuh pada Aditama yang tengah mendekat.“Kita makan di luar—” ucap Aditama, tapi terpotong.“Di sini saja,” potong Kinara ketus.Aditama tak melanjutkan kalimatnya, hanya mengangguk paham. Ia lalu menarik kursi di samping Aji dan duduk di sana, karena kursi di sebelah Kinara sudah wanita itu tempati tasnya.Aditama meminta pelayan untuk menyajikan makanan di meja mereka. Mata Kinara membulat melihat semua menu yang terhidang—semuanya adalah makanan kesukaannya. Ia juga baru menyadari bahwa bunga-bunga yang menghiasi

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #2

    “Nggak usah datang,” ujar Kinara saat berdebat dengan Aji.Aji sangat menyayangkan hal itu. Padahal, ia baru saja mendapatkan ilham untuk judul skripsinya dan ingin berkonsultasi dengan Aditama.Kinara mengatakan bahwa ia akan merekomendasikan kakak lelakinya, Dito, untuk menjadi tempat konsultasi Aji. Dito adalah kakak dari pihak ibu tirinya. Dito yang lebih bisa diandalkan. Sayangnya, Dito memilih untuk tidak terlibat dalam bisnis keluarga. Ia bekerja secara profesional di sebuah perusahaan terkemuka di bidangnya.“Datanglah, paling nggak. Bayangin gimana rasanya kalau kamu ulang tahun tapi nggak ada yang datang. Aku janji, setelah ini aku nggak akan menemuinya lagi kalau itu memang membuatmu nggak nyaman. Tapi, jangan lupa bantu atur komunikasiku dengan Mas Dito,” pinta Aji.Sejujurnya, berat rasanya bagi Kinara untuk kembali bertemu dengan Adit. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju. Toh, ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia berurusan dengan Adit.Kinara menghubungi Dito. Baru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #1

    Kinara ketar-ketir sejak tadi ditatap tajam oleh Aditama.Seperti biasa, lelaki itu kembali duduk berlama-lama di kafe miliknya usai beraktivitas seharian, menyeruput kopi favorit sambil terus mengamati Kinara."Ke mana sih Aji?" gumam Kinara kesal, matanya sesekali melirik layar ponselnya.“Dia nggak bilang, ya?” sahut Ve, santai tanpa mengalihkan pandangan dari tablet desain di tangannya. “Dari kampus dia nyusul Mama dan Papa-nya ke Batu Pahat.”“Hah? Batu Pahat?” suara Kinara meninggi tak percaya.Kesal, Kinara mendesah. Suami macam apa yang pergi tanpa kabar? Tidak bisa diandalkan. Kalau begini rencana Kinara berantakan. Ve menelisik wajah sahabatnya janggal, tapi dia tidak ambil pusing—mengedikkan bahunya dan melanjutkan kegiatannya dengan tab-nya.Menjelang malam, Kinara memutuskan pulang lebih awal. Ia hanya ingin segera sampai di apartemen, membersihkan diri, lalu tidur. Namun niatnya terhenti saat matanya beradu dengan Aditama. Lelaki itu menatapnya menusuk, membuat Kinara men

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Suami Dadakan

    Aditama membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Setelah keduanya terdiam beberapa saat, Aditama malah tertawa. Ia mendekat—sedikit membungkuk menatap wajah Kinara sambil mencolek hidung mancung wanita itu.“Sengaja bilang begitu biar aku menjauh darimu, hmm?”“A–aku nggak bohong. Aku ini istri dari seorang pria, Mas,” tekan Kinara dengan nada sungguh-sungguh.Aditama menelisik wajah Kinara. Ia kecewa karena tidak menemukan kebohongan di mata wanita kecil itu.“Kalau begitu, beri tahu aku siapa pria itu,” ucap Aditama dengan rahang mengeras.Kinara mundur—masih duduk di sofa—saat Aditama semakin dekat. Tatapan lelaki itu begitu tajam, membuat lidahnya kelu.“Tentu saja Mas nggak kenal dia,” bisik Kinara nyaris tak terdengar.“Katakan, Ara!”Dering ponsel Kinara menginterupsi ketegangan. Keduanya serentak melirik ke arah meja tempat ponsel itu tergeletak. Kinara segera mendorong tubuh Aditama dan meraih telepon.“Sebaiknya Mas Adit pergi,” ucapnya menjauh, lalu meneri

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Fakta Tak Terduga

    Keduanya beradu pandang saling menatap begitu dalam. Aditama terkejut dengan permintaan Kinara yang sekaligus menyadarkannya kalau dia baru saja akan salah melangkah.“Katakan sekali lagi,” lirih Aditama, tangannya sudah terulur mengusap lembut pipi Kinara.“Tetap di sini, Mas,” balas Kinara.Aditama menarik Kinara–mengecup keningnya begitu lama.“Aku di sini, Ra. Aku tidak akan pergi,” ujar Aditama membuat Kinara mengembuskan napas lega–tangan bahkan sudah memeluk Aditama.***Kinara sudah terlelap di sofa, sementara Aditama duduk di lantai, bersandar pada pinggiran sofa.“Mau lanjut nonton lagi—” Aditama tersenyum saat menoleh dan mendapati Kinara sudah tertidur. Tangannya terulur, mengusap lembut puncak kepala Kinara. Ia telah jatuh sepenuhnya dalam pesona wanita itu. Tak ingin menjauh, apalagi menyakiti wanita kecil ini. Sebisa mungkin, ia ingin menjadi alasan Kinara tersenyum.Setelah menuruti permintaan Kinara, Aditama meminta Vano menjemput Sheila—tentu atas sepengetahuan Kinar

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Tak Rela

    “Ara,” panggil Aditama dengan mata membulat terkejut. “Maaf, Mas. Saya permisi,” lirih Kinara, melangkah pergi tanpa tahu harus berkata atau bersikap seperti apa. Dengan cepat, Aditama melepaskan paksa pelukan wanita itu dan segera mengejar Kinara. “Ra!” teriaknya, sementara Kinara sudah masuk ke dalam lift. “Ara…!” Aditama berlari menahan pintu lift yang hampir tertutup. Tangannya terjepit sedikit, membuat Kinara terlihat khawatir. Begitu pintu terbuka, Aditama langsung masuk ke dalam kotak besi itu. “Kenapa pergi, hm?” tanyanya seraya meraih tangan Kinara yang langsung ditarik menjauh oleh wanita itu. Kinara tak mengerti kenapa dia pergi dan lebih tak mengerti lagi kenapa dia datang jauh-jauh ke Singapura hanya untuk menemui Aditama. Lihatlah, apa yang ia dapatkan? Dan apa yang sebenarnya ia harapkan? “Kamu datang untuk menemui aku, kan?” tanya Aditama, menelisik wajah Kinara. Mata wanita itu berkaca-kaca, jelas tampak kekecewaan di sana. “Ara,” panggil Aditama, menco

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Patah Hati?

    Aditama merekahkan senyum melihat Ara tertawa bahagia saat berbincang dengan rekan-rekannya. Ya, Aditama sengaja menunda kepulangannya hanya demi wanita kecil itu. Ia tak ingin wanitanya kecewa. Di antara rekan-rekan Kinara, tak ada yang tahu bahwa Kinara sudah menikah. Maka, saat melihat Kinara datang bersama Aditama, mereka menganggapnya biasa saja—seperti pasangan kekasih pada umumnya. Mereka bahkan tidak henti menggoda Kinara—mendoakan hubungan Ara dan Adit. Pandangan Kinara jatuh pada sosok Adit. Ia ikut tersenyum, lalu berpamitan pada rekannya. Kinara mendekat ke arah Aditama—duduk di kursi di sampingnya. "Mas, makan, yuk! Aku ambilkan makanannya, ya?" tawarnya. Belum sempat Kinara beranjak, Aditama menahannya. "Let me. Biar aku saja yang ambilkan untukmu. Kamu tunggu di sini, ya," kata Aditama, mengusap puncak kepala Kinara. Kinara mengangguk dan menawarkan diri untuk mengambil dessert mereka nanti. Sepanjang makan malam Kinara tidak henti tersenyum. Hari ini, dia meras

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Kasmaran #2

    Dua hari ini, Aditama sibuk dengan pekerjaannya. Lelaki yang selalunya mejeng di kafe Kinara, kini tak nampak batang hidungnya. Meski tinggal bertetangga pun tidak ada pertemuan antara keduanya membuat Kinara juga cecarian akan sosok Adit.“Lemes banget bestieee…,” goda Ve pada Kinara yang sedang fokus pada laptopnya, tapi sesekali melihat layar ponselnya. “Nggak ketemu Mamas kesayangan berapa hari?”“Ve, please,” jengah Kinara.“Pernah dengar kalimat gini nggak, Ra. ‘Lo belum jadi sahabat banget kalau belum nemenin sahabat lo selingkuh,” kekeh Ve.Kinara terdiam sesaat.‘Selingkuh?’ batin Kinara.Kinara bahkan masih tidak mengerti dengan perasaannya saat ini.Usai bekerja di kafe, Kinara pamit pulang. Baru saja melangkah keluar, senyumnya merekah melihat sosok Adit merentangkan tangan, seolah meminta wanita kecil itu masuk ke dalam pelukannya.Dengan semangat, Kinara berlari kecil ke arahnya, tak sabar merasakan pelukan yang ia rindukan. Namun, ucapan Ve tadi tiba-tiba melintas di pik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status