Beranda / Romansa / Cinta di Ujung Perpisahan / Pertemuan Tak Terduga

Share

Pertemuan Tak Terduga

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-11 12:42:36

Parasit? Kinara tertawa sinis. Segera saja dia membalas pesan sang ibu mertua.

Baik, Tante. Saya akan mempersiapkan diri,” tulisnya.

Terlalu lelah menjadi bulan-bulanan Rindu, Kinara mantap akan berpisah dengan Aditama.

Lucu sekali ibu dan anak itu. Kalau memang ingin protes dan tidak setuju, kenapa tidak langsung menyampaikan saja pada Om Tama yang bersikeras menyatukan Kinara dan Aditama? Bahkan sampai saat ini, ayah mertuanya masih memperlakukannya dengan baik, menganggapnya seperti anak sendiri.

Kinara naik ke tempat tidur, mencoba beristirahat, tak sabar menanti esok hari.

Dalam pejamnya, pikirannya kembali pada pesan singkat dari ibu mertuanya. Diceraikan? Miris sekali, pernikahan yang diharapkannya hanya sekali dalam seumur hidup ternyata tidak berlaku dalam hidupnya. Setelah ini, bagaimana dengan statusnya sebagai janda? Tidak punya ayah, tidak punya ibu ….

Kuat ya, Ra. Kamu tidak selemah itu, batinnya menguatkan diri.

Dering ponselnya mengusik di saat matanya baru saja kembali terpejam. Ia tersenyum lembut melihat nama seseorang di layar ponselnya. Percayalah, Kinara sangat merindukan wanita ini—tepatnya merindukan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Namun terkadang ia terlalu malas menanggapi ibu tirinya.

“Mama,” sapanya lebih dulu.

Seperti biasa, lagi-lagi Kinara dijadikan alat untuk meminta investasi dari Tama. Belum juga selesai kekacauan di perusahaan keluarganya yang kini dikelola sang kakak, kini ada lagi permintaan dari ibunya. Padahal, belum lama ini Tama sudah membantu.

Kinara mencoba memberi pengertian dan masukan. Jika perusahaan memang sudah di ujung tanduk, bukankah lebih baik dilakukan perubahan manajemen? Namun, Rena—ibu tirinya—merasa tersinggung. Ia marah. Jika perusahaan diserahkan begitu saja pada pihak lain, bagaimana dengan nasib keluarganya?

"Mentang-mentang Ayah sudah tidak ada, kamu mau mendepak kami begitu?" Nada suara Rena meninggi.

Kinara tidak menjawab. Padahal sudah jelas perusahaan itu sulit diselamatkan. Uang asuransi ayahnya habis entah ke mana dengan dalih menyelamatkan perusahaan, ditambah bantuan dari Tama yang seolah tak pernah ada cukupnya.

"Kenapa diam? Tidak mau bantu? Itu perusahaan ayah kamu juga, Kinara! Kamu tidak menghargai perjuangan beliau membangun perusahaan itu? Kamu cuma tahu bermewah-mewahan di sana, menikmati hasilnya selama ini. Dasar anak tidak tahu diuntung!" Rena membentak, lalu langsung memutuskan sambungan telepon.

Kinara menangis dalam diam, tak ingin Ve tahu di luar kamar. Tak pernah sekalipun ia merasakan kasih sayang Rena. Perhatian yang diberikan wanita itu selalu bersyarat—hanya ada saat ia butuh sesuatu. Setelah itu, Kinara selalu dihakimi.

Ia mengusap air matanya, lalu memejamkan mata, mencoba mengabaikan sakit yang kembali menghimpit hatinya.

***

Kinara dan teman-temannya sedang dalam perjalanan ke Singapura, di mana mereka akan menginap selama dua minggu untuk menikmati liburan di Pulau Sentosa. Semua fasilitas penginapan ditanggung oleh Ve, papanya menyiapkan tempat liburan sebagai hadiah ulang tahun. Sore itu, mereka merayakan ulang tahun di salah satu restoran.

Suasana perayaan yang riuh dan meriah sungguh menghibur. Setelah acara inti usai, Kinara pamit ke toilet. Sambil merapikan penampilannya, dentingan ponselnya menarik perhatiannya.

Suami gaib

Kapan kamu ada waktu? Saya ingin bertemu dan bicara perihal pernikahan ini.

Kinara terdiam sejenak, mencerna pesan yang dikirim Aditama. Ia sudah tahu arah pembicaraan yang akan dibahas, perceraian. Ya, pasti soal itu.

"Saya lagi di Singapura. Ayo bertemu," tulisnya, lalu kembali menghapusnya.

"Besok!" ketiknya lagi, tapi sekali lagi dihapus.

Berulang kali ia mencoba merangkai kata, tapi semuanya berakhir dihapus. Ia bingung harus merespons bagaimana, mengingat betapa baiknya ayah mertuanya selama ini. Tama menolak keras adanya perceraian.

"Aditama itu baik dan penyayang. Bersabarlah sedikit, Nak. Dia hanya ingin fokus pada studi-nya. Hubungi Papa jika dia tidak menafkahi kamu. Untuk nafkah satu lagi, asal kamu ridho, akan ada waktu yang indah nanti."

Kata-kata ayah mertuanya terngiang dalam benaknya.

"Ya ampun, dicariin di sini!" seru Ve tiba-tiba. Kinara mendongak sekilas, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Aku dan yang lain mau lanjut ke KTV. Ikutan nggak?"

Kinara masih sibuk mengetik, tak menghiraukan sahabatnya.

"Ara! Mau ikut nggak?" ulang Ve.

"Nggak mau," balas Kinara, lalu tanpa sadar langsung menekan tombol kirim. Pesan itu pun terkirim ke Aditama dan terbaca.

"Nggak mau, ya?" tanya Ve memastikan.

"Hah?" Kinara membelalak, panik. “Eh, malah terkirim?! Aaa… Ve…!” serunya, mencak-mencak sendiri, membuat sahabatnya kebingungan.

Hapus saja nggak, ya? Tapi udah dibaca, batinnya.

Kinara menghela napas, menyalahkan Ve membuat sahabatnya tak mengerti apa yang sedang terjadi. "Kalian lanjut aja, deh. Aku balik ke kamar dulu," katanya, lalu bergegas pergi. Ia butuh tempat yang lebih tenang untuk berpikir sebelum membalas pesan suaminya.

Sementara itu, Aditama di seberang sana mengerutkan kening, bingung membaca pesan singkat dari istrinya.

Nggak mau?

“Nggak mau ketemu atau nggak mau bercerai?” gumam Aditama seorang diri.

Aditama tersentak saat sahabatnya, Darius, menegurnya. Mereka baru saja selesai menjamu klien. “Melamun aja, lo!”

“Mr. Koh sudah pulang 'kan? Aku mau kembali ke kamar,” kata Aditama menyimpan ponselnya dan berlalu pergi.

***

Kinara akan berpisah dengan Ve dan beberapa temannya.

"Yakin mau di kamar aja?" tanya Ve.

Kinara mengangguk tanpa ragu.

Begitu keluar dari restoran, matanya menangkap sosok Erik, teman satu angkatan yang juga ikut dalam rombongan perjalanan mereka. Dari kejauhan, lelaki itu sudah tersenyum menyambutnya.

"Ra, kamu mau ke mana? Nggak ikut yang lain karaoke?" tanya Erik.

"Nggak, Rik. Aku duluan ya," jawab Kinara, berniat segera berlalu.

Namun, langkahnya terhenti ketika Erik tiba-tiba meraih lengannya. Mata lelaki itu tampak sendu, berkabut.

"Ra, aku mau bicara sama kamu sebentar. Boleh?"

Kinara menghela napas, lalu mengangguk setuju. Mereka duduk berdua di bangku taman. Kinara sudah menduga cepat atau lambat Erik akan mengungkapkan perasaannya. Dan benar saja, lelaki itu akhirnya menyatakannya, meski untuk kedua kalinya Kinara tetap menolak.

"Maaf, Rik. Aku nggak bisa."

"Kenapa kamu selalu menolakku, hm?" tanya Erik, tiba-tiba mengusap dagu Kinara.

"Erik!" Kinara tersentak, segera menghindar.

Erik tampak emosional saat mengaku sudah lama menyukai Kinara.

"Aku sudah punya tunangan," ucap Kinara akhirnya. Ia memilih mengatakan itu daripada mengakui bahwa dirinya sudah menikah.

Erik menggeleng, menolak percaya.

"Bohong. Ve bilang kamu nggak punya hubungan dengan siapa pun—"

"Maaf, aku mau balik ke kamar—Erik!" pekik Kinara saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Tolong, Ra. Aku cinta sama kamu!" Erik memohon, tapi Kinara berontak.

Matanya menangkap seorang lelaki yang berdiri di ujung jalan, tampak fokus pada ponselnya. Sebuah ide terlintas di kepalanya. Dengan sekuat tenaga, ia melepaskan diri dari pelukan Erik.

"Sayang," panggilnya lantang. "Erik, maaf. Aku harus pergi!"

"Ara!" Erik memanggilnya dengan nada kesal juga kecewa, tapi Kinara sudah berlari ke arah lelaki asing itu.

Lelaki itu mengangkat pandangannya, menoleh ke kanan dan kiri, kebingungan melihat Kinara berlari ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Kinara langsung merangkul lengannya—berjinjit hingga bibir lelaki itu menyentuh keningnya membuat mata lelaki itu membulat sempurna.

"Ayo," ajak Kinara pelan. "Jalan," titahnya berbisik.

Lelaki itu masih bingung, tapi tetap mengikuti langkah Kinara.

Sesekali Kinara melirik ke belakang, menangkap tatapan tajam Erik yang masih berdiri di tempatnya.

"Kamu—"

"Stt! Tolongin saya. Mas-nya diam aja dulu," bisik Kinara cepat.

Lelaki itu hendak menoleh ke belakang, tetapi Kinara segera menahannya. Ia pun menurut, berjalan tanpa banyak bicara sementara Kinara menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu.

"Jalan terus. Jangan lihat ke belakang!" titah Kinara.

Mereka terus berjalan hingga Erik tak lagi terlihat.

Tiba-tiba, lelaki itu menghentikan langkahnya. "Stop!" Kinara dipaksa melepas rangkulannya. "Kamu memanfaatkan saya?" Kinara menelan ludah, melihat wajah marah di hadapannya. "Kenapa diam? Kamu tiba-tiba datang, mengatur, dan bahkan menodai bibir saya. Bisa jelaskan?"

Apa katanya menodai? batin Kinara.

"Maaf, Mas. Saya terdesak tadi. Terima kasih ya bantuannya," ujar Kinara, bersikap acuh. Buru-buru ia mengeluarkan beberapa lembar uang dolar. Kinara meraih tangan lelaki itu dan meletakkan uang di atas telapak tangan besar itu. "Ini kompensasinya. Sekali lagi, maaf dan terima kasih."

Ia berbalik, hendak pergi, tetapi belum genap melangkah jauh, lelaki itu menahan pergelangan tangannya.

"Kamu kira saya lelaki seperti apa, hah?" desisnya dingin. "Ambil uangmu ini dan jangan pernah terlihat olehku lagi!" tekan Aditama.

 Ya, lelaki itu adalah Aditama, suami gaib Kinara.

Dinis Selmara

Jangan pernah terlihat lagi, ya, Kinaraaa, huhu ... lanjut nggak?

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kania Putri
hadeh erik maaf ya cintamu bertepuk sebelah tangan bukan kinara gak cinta soalnya dia yadah ada yg punya. ya ampun ngakak karena gak pernah ketemu tau2 ganteng cowok buat jadi tameng ngindarin erik ternyata suami ghaib nya sendiri wkwkw mana nyosor terus kasih tips lagi ngakak gusti
goodnovel comment avatar
Kania Putri
Tuhan cape banget sih jadi kinara ini astaga hidupnya berat banget punya kakak cowo juga gak guna banget bukannya majuin perusahaan mendiang ayah malah bikin bangkrut belum lagi tekanan dari ibu tirinya ini taunya cuma ngerong2 aja bisanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Perjodohan

    Langkah ringan seorang gadis penuh semangat menyeberangi jalan. Angin berembus kencang, menerbangkan helaian rambutnya. Wajahnya berseri, matanya berbinar penuh harap.Setibanya di lobi rumah sakit, senyum manis terukir di wajahnya. Tangannya melambai ke arah seorang lelaki paruh baya yang membalasnya dengan senyum hangat.Gadis itu adalah Kinara Ayudia Riyani, biasa disapa Kinara, anak tunggal Fahri. Ibunya meninggal dunia saat Kinara berusia tujuh tahun. Lima tahun kemudian, Fahri menikah dengan Diani, seorang janda dengan dua anak kembar—Dita Arimbi dan Dito Prajasutra—yang usianya tiga tahun lebih tua dari Kinara. Dari pernikahan keduanya, Fahri dan Diani dikaruniai seorang anak perempuan, Tiara Fani.Kinara mempercepat langkahnya mendekat, lalu memeluk ayahnya.“Rindunyaaa …,” ujarnya manja.Fahri mengeratkan pelukannya dan mengecup puncak kepala kesayangannya.“Ayah sudah selesai. Ayo, langsung saja kita kencan,” goda sang ayah membuat Kinara melayangkan pukulan pelan pada dada y

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terpaksa Menikah

    Kinara menatap gelang dengan hiasan gembok yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Senyum malu-malu terukir di wajahnya saat ingatannya melayang pada seorang lelaki dari tiga tahun lalu yang menemaninya malam itu di Garden by the Bay.Hari itu, seperti biasa, Kinara dirundung kesedihan akibat perlakuan ibu tirinya yang terus menghardiknya. Jauh dari rumah pun, ia tetap menjadi sasaran kemarahan. Rasa rindu pada ibu kandungnya semakin kuat, tapi tidak banyak ingatan yang bisa ia kenang untuk sekedar melepas rindu. Karena saat itu, Kinara masih terlalu kecil untuk menyimpan banyak ingatan. "Dasar anak tidak tahu diuntung!" Kalimat yang selalu sukses membuat hati Kinara hancur.“Mbak, saya lagi patah hati loh ini. Kok, kencangan tangisan Mbak-nya, ya?” ketus lelaki yang Kinara ketahui namanya Adit—karena setelah percakapan itu mereka menjadi akrab dalam satu malam. Benar-benar hanya semalam karena besok dan setelahnya mereka tidak lagi bertemu.“Sanalah, Mas. Geseran! Saya sudah le

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Parasit

    Satu tahun kemudian“Saya sudah kirim uang nafkah untuk kamu,” tulis Aditama pada pesan singkat untuk sang istri.Ia menatap ruang obrolan dengan sang istri yang tidak berbalas. Aditama tersenyum getir. Selama satu tahun pernikahan bisa dihitung berapa kali Kinara membalas pesan Aditama. Wanita itu juga mengaku sibuk dengan studi-nya.Aditama mengembuskan napas panjang—mengusap kasar wajahnya.Pernikahan seperti apa ini? Hambar.Dalam bayangannya, pernikahan adalah bersatunya dua orang yang saling mencintai. Tidak harus selalu memiliki kesamaan, asalkan bisa saling melengkapi. Namun, kenyataannya jauh dari ekspektasi. Pernikahan yang ia jalani ini tidak seperti yang ia impikan, bahkan sebaliknya.Terbesit pikiran untuk menceraikan sang istri. Bukankah itu lebih baik? Kinara bisa menikahi lelaki yang dicintainya, begitu pula dirinya. Namun, sanggupkah Aditama mencintai lagi?Tak ada yang tahu bahwa Aditama sudah menikah. Ia sengaja tidak mempublikasikannya. Lebih tepatnya, tidak ada yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11

Bab terbaru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Pertemuan Tak Terduga

    Parasit? Kinara tertawa sinis. Segera saja dia membalas pesan sang ibu mertua.“Baik, Tante. Saya akan mempersiapkan diri,” tulisnya.Terlalu lelah menjadi bulan-bulanan Rindu, Kinara mantap akan berpisah dengan Aditama.Lucu sekali ibu dan anak itu. Kalau memang ingin protes dan tidak setuju, kenapa tidak langsung menyampaikan saja pada Om Tama yang bersikeras menyatukan Kinara dan Aditama? Bahkan sampai saat ini, ayah mertuanya masih memperlakukannya dengan baik, menganggapnya seperti anak sendiri.Kinara naik ke tempat tidur, mencoba beristirahat, tak sabar menanti esok hari.Dalam pejamnya, pikirannya kembali pada pesan singkat dari ibu mertuanya. Diceraikan? Miris sekali, pernikahan yang diharapkannya hanya sekali dalam seumur hidup ternyata tidak berlaku dalam hidupnya. Setelah ini, bagaimana dengan statusnya sebagai janda? Tidak punya ayah, tidak punya ibu ….Kuat ya, Ra. Kamu tidak selemah itu, batinnya menguatkan diri.Dering ponselnya mengusik di saat matanya baru saja kembal

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Parasit

    Satu tahun kemudian“Saya sudah kirim uang nafkah untuk kamu,” tulis Aditama pada pesan singkat untuk sang istri.Ia menatap ruang obrolan dengan sang istri yang tidak berbalas. Aditama tersenyum getir. Selama satu tahun pernikahan bisa dihitung berapa kali Kinara membalas pesan Aditama. Wanita itu juga mengaku sibuk dengan studi-nya.Aditama mengembuskan napas panjang—mengusap kasar wajahnya.Pernikahan seperti apa ini? Hambar.Dalam bayangannya, pernikahan adalah bersatunya dua orang yang saling mencintai. Tidak harus selalu memiliki kesamaan, asalkan bisa saling melengkapi. Namun, kenyataannya jauh dari ekspektasi. Pernikahan yang ia jalani ini tidak seperti yang ia impikan, bahkan sebaliknya.Terbesit pikiran untuk menceraikan sang istri. Bukankah itu lebih baik? Kinara bisa menikahi lelaki yang dicintainya, begitu pula dirinya. Namun, sanggupkah Aditama mencintai lagi?Tak ada yang tahu bahwa Aditama sudah menikah. Ia sengaja tidak mempublikasikannya. Lebih tepatnya, tidak ada yan

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terpaksa Menikah

    Kinara menatap gelang dengan hiasan gembok yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Senyum malu-malu terukir di wajahnya saat ingatannya melayang pada seorang lelaki dari tiga tahun lalu yang menemaninya malam itu di Garden by the Bay.Hari itu, seperti biasa, Kinara dirundung kesedihan akibat perlakuan ibu tirinya yang terus menghardiknya. Jauh dari rumah pun, ia tetap menjadi sasaran kemarahan. Rasa rindu pada ibu kandungnya semakin kuat, tapi tidak banyak ingatan yang bisa ia kenang untuk sekedar melepas rindu. Karena saat itu, Kinara masih terlalu kecil untuk menyimpan banyak ingatan. "Dasar anak tidak tahu diuntung!" Kalimat yang selalu sukses membuat hati Kinara hancur.“Mbak, saya lagi patah hati loh ini. Kok, kencangan tangisan Mbak-nya, ya?” ketus lelaki yang Kinara ketahui namanya Adit—karena setelah percakapan itu mereka menjadi akrab dalam satu malam. Benar-benar hanya semalam karena besok dan setelahnya mereka tidak lagi bertemu.“Sanalah, Mas. Geseran! Saya sudah le

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Perjodohan

    Langkah ringan seorang gadis penuh semangat menyeberangi jalan. Angin berembus kencang, menerbangkan helaian rambutnya. Wajahnya berseri, matanya berbinar penuh harap.Setibanya di lobi rumah sakit, senyum manis terukir di wajahnya. Tangannya melambai ke arah seorang lelaki paruh baya yang membalasnya dengan senyum hangat.Gadis itu adalah Kinara Ayudia Riyani, biasa disapa Kinara, anak tunggal Fahri. Ibunya meninggal dunia saat Kinara berusia tujuh tahun. Lima tahun kemudian, Fahri menikah dengan Diani, seorang janda dengan dua anak kembar—Dita Arimbi dan Dito Prajasutra—yang usianya tiga tahun lebih tua dari Kinara. Dari pernikahan keduanya, Fahri dan Diani dikaruniai seorang anak perempuan, Tiara Fani.Kinara mempercepat langkahnya mendekat, lalu memeluk ayahnya.“Rindunyaaa …,” ujarnya manja.Fahri mengeratkan pelukannya dan mengecup puncak kepala kesayangannya.“Ayah sudah selesai. Ayo, langsung saja kita kencan,” goda sang ayah membuat Kinara melayangkan pukulan pelan pada dada y

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status