Beranda / Romansa / Cinta di Ujung Perpisahan / Lelaki dari Masa Lalu

Share

Lelaki dari Masa Lalu

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-18 22:00:53

Ada apa dengan lelaki itu? Sok paling kenal, pikir Kinara.

“Mundur, Wir! Modusmu kelewatan,” pekik Kinara saking kesalnya. Tentu saja yang sedang dibicarakan tidak ada, ya …. Mana berani Kinara mengatai di depan orangnya langsung. Melihat tatapannya yang tajam saja takut, seperti akan melahap orang hidup-hidup.

Kinara tidak ambil pusing karena dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan lelaki.

Di hotel, Aji bolak-balik berjalan ke sana-sini seperti setrikaan berusaha menghubungi Kinara. Nomornya sudah aktif, tapi panggilan tidak kunjung diangkat.

“Jadi apa mau ke kantor polisi saja?” tanya Ve, ketakutan.

Aji menjelingkan matanya jengah karena Ve masih saja bungkam. Ve mengatakan kalau pun harus membuka rahasia Kinara itu hanya pada polisi nanti saat bersaksi.

“Mau apa ke kantor polisi?” tanya Kinara melangkah masuk ke kamar yang sengaja disanggah hingga sedikit terbuka.

Aji dan Ve segera menoleh saat seseorang melangkah masuk tanpa rasa bersalah, lalu menjatuhkan diri di sofa dan menyandarkan tubuhnya dengan santai. Tanpa aba-aba, keduanya kompak melempar bantal sofa ke arah Kinara, yang baru saja hendak memejamkan mata.

"Aaahh!" pekiknya tertahan. Belum sempat merapikan duduknya, Ve langsung mencubitinya tanpa ampun.

"Ke mana saja kamu, huh?" tanya Ve sambil terus menghujani Kinara dengan cubitan sambil mengoceh. Tiba-tiba, ia berhenti. Wajahnya berubah curiga saat mengendus tubuh Kinara, menangkap aroma asing yang melekat.

"Apa? Ada apa?" tanya Kinara bingung ketika Ve memberi isyarat kepada Aji untuk ikut mendekat dan mengendusnya.

Check-in, lu, ya?” kata Ve, menunjuk Kinara dengan telunjuknya. “Temu kangen, lu, ‘kan dengan suami gaib itu? Ngaku, lu!”

Aji mengembuskan napas panjang, lalu terduduk di lantai bersandar di sofa. Perasaannya campur aduk—kesal sekaligus lega. Lega karena Kinara kembali dalam keadaan baik-baik saja, tetapi kesal karena lagi-lagi topik yang mereka bahas adalah suami gaib yang entah siapa.

"Eh, mana ada," sangkal Kinara.

Ve memicingkan mata, jelas tak percaya.

Akhirnya, meski sedikit enggan, Kinara menceritakan semuanya—dari pengakuan cinta Erik, pertemuannya dengan Adit, hingga kejadian tadi malam saat Erik mencoba melecehkannya. Ia juga menambahkan bahwa Adit muncul kembali dan membantunya.

"Sialan!" geram Aji, mengepalkan tangan mendengar pengakuan Kinara. Sementara itu, Ve sudah lebih dulu merengkuh Kinara dalam pelukannya.

Kinara melanjutkan, mengatakan bahwa Adit membawanya ke apartemennya setelah melindunginya. Erik bahkan sempat menyerang dengan pisau kecil, membuat Adit terluka.

Aji menatap Kinara. "Lelaki itu, dia nggak memanfaatkan keadaan, ‘kan?" tanyanya memastikan.

Kinara menggeleng cepat. "Enggak. Justru aku kasihan sama dia. Lukanya di lengan, meski nggak dalam, tapi cukup panjang."

Tanpa banyak kata, Aji langsung bangkit, bersiap pergi untuk menghajar Erik. Kinara mencoba menahannya, tapi Ve justru membiarkan. "Erik memang pantas dapat balasan, Ra," ucapnya dingin.

Ve menatap iba pada sahabatnya, mengelus lembut lengan Kinara yang masih berada dalam pelukannya. Kinara meminta maaf karena sudah membuat kedua sahabatnya khawatir. Ponselnya mati dan saat bangun pagi tadi, ia mendapati lelaki yang ia kenal Adit itu membantu mengisikan daya ponselnya.

“Ra. Btw, Adit-nya ganteng atau nggak?”

Kinara melepas pelukan Ve mengingat-ingat wajah lelaki itu. “Lumayan.”

Hiih! Apaan jawaban lumayan. Aku hanya memastikan kamu tidak klepek-klepek setelah dibantu oleh pahlawan itu dan melupakan statusmu yang sudah memiliki suami.”

Kinara mendorong, Ve, menjauh. Bukannya terhibur Kinara semakin ‘bete’ mengingat Aditama.

Tadi Kinara sempat mengecek ponselnya dan suami gaibnya itu benar-benar mengirim nomor asistennya. Apa coba maksudnya? Sok sibuk.

***

Hari ini, Kinara menghabiskan waktu dengan beristirahat di kamar. Usai mandi pagi, ia kembali tidur.

Siang harinya, Ve membangunkannya dan menunjukkan sebuah foto yang dikirim Aji—gambar Erik yang dihajar oleh teman-temannya. Sayang sekali, karena kurangnya bukti, Aji tidak bisa melaporkan Erik ke pihak universitas. Meski begitu, ia mengancam akan membuat hidup Erik sengsara jika berani mengganggu Kinara lagi.

Melihat foto itu, ekspresi Kinara tetap datar. Ia bersyukur tidak ada terjadi apa-apa padanya hari itu dan beruntung ia mendapat penanganan yang tepat sehingga tidak sampai mengalami trauma. Meski begitu, ia tetap tak ingin bertemu Erik lagi.

Kinara memilih kembali tidur. Namun, deringan ponsel mengusik lelapnya. Di layar, terpampang nama Adit. Tanpa berpikir panjang, Kinara segera mengangkat panggilan itu.

Halo,” sapa Aditama dari seberang telepon.

Kinara yang memejamkan matanya—tersentak bangun dan duduk memastikan kalau dia sedang berbicara dengan Adit, tapi kenapa suaranya mirip seseorang, ya, pikirnya.

Halo!” kesal Aditama karena sejak tahu ber halo-halo ria tidak mendapatkan balasan.

“I—iya, Mas?”

Kini giliran Aditama yang menatap layar ponselnya—menjauhkan dari telinganya untuk memastikan dia menghubungi Ara, bukan Kinara. Meski baru sekali mendengar suara Kinara kemarin, entah kenapa suaranya mudah dikenal karena sama lembut dan manjanya.

Ara,” panggil Aditama dan Kinara menyahut. Aditama berdehem untuk menenangkan dirinya. “Mau kabur kamu, huh? Sudah hampir sore nggak ke sini juga? Sejak pagi saya belum ganti perban di lengan,” ketusnya.

Kinara menghentak-hentakkan kakinya dalam selimut geram dengan sikap lelaki di seberang telepon sana.

Nggak mau tanggung jawab? Bilang!” ketus Aditama lagi.

Maauuu,” lirih Kinara. “Sepuluh menit, ya—”

“Lima menit,” pangkas Aditama, menutup sambungan telepon sepihak.

“Hah, eh! Woy! Halo.”

Ve sampai masuk ke kamar Kinara mendengar kepanikan sahabatnya. Ia terkejut melihat Kinara yang melompat dari atas kasur memakai kemeja oversize, mengambil tas, dan tertatih memakai sepatu lalu berpamitan pada Ve.

“Ra, kamu mau ke mana? Itu sepatunya—”

Belum sempat Ve mengutarakan maksudnya, Kinara sudah menghilang di balik pintu—berlari menuju apartemen Aditama yang memang tidak begitu jauh.

Kinara tiba—menekan bel unit Aditama seraya terengah-engah. Entah apa yang ada dipikirannya. Begitu mendengar titah Aditama, tubuhnya langsung merespon secepat mungkin.

Pintu unit Aditama terbuka lelaki itu menatap Kinara dari atas hingga ke bawah. Kinara mengenakan kemeja oversize dengan dalaman tanktop dan celana rok pendek di atas lutut—menjinjing tas kain.

Kedua sudut bibir Aditama terangkat tipis saat melihat Kinara mengenakan sepatu dengan model berbeda, meski warnanya sama. Jelas sekali wanita itu terburu-buru.

“Kamu telah empat menit—”

Stt! Cepat, sini saya ganti perban dan oleskan lukanya,” kata Kinara yang masih berusaha mengatur napasnya.

“Sepatunya belinya di mana?” tanya Aditama saat Kinara akan melepas sepatunya.

Matanya membulat melihat sepatu yang baru saja terlepas dari kakinya. Ia memejam sesaat menahan malu. “Jauhlah pokoknya naik pesawat,” balasnya sombong, nyelonong melewati Aditama yang mengulum senyumnya.

Kinara memanggil Aditama mendekat duduk di sofa dekat balkon. Tidak ada canggung sama sekali karena Kinara bukan tipe wanita yang gampang ‘baper’. Kerasnya hidup membuatnya tidak mudah tersentuh oleh tampang.

Aditama meringis sakit saat Kinara mengolesi obat pada lukanya.

“Ini yang di lengan nggak mau dibawa ke rumah sakit saja?” tanya Kinara, Aditama menggeleng tidak mau. “Kalau infeksi bagaimana?”

“Ya, salah kamu. Siapa suruh tidak becus mengurusnya.”

“Heh! Saya ini calon desainer bukan dokter! Mana paham, hanya sekedarnya saja,” kesalnya.

Percayalah Aditama sekuat hati menahan tawanya melihat betapa juteknya wanita di hadapannya ini.

“Ara,” panggil Aditama pelan.

“Hm.”

“Benar kamu tidak mengenali saya?” tanyanya lagi membuat Kinara menatap wajah Aditama begitu lama. Sementara yang ditatap berharap sekali diingat.

Karena tidak ada jawaban, Aditama mengangkat sebelah tangannya memamerkan gelang yang ia kenakan dengan mainan berbentuk kunci.

“Mbak, kok, kencangan tangisan mbak-nya, ya?” kata Aditama membuat darah Kinara berdesir. Ia membeku sesaat—mengingat momen tiga tahun silam, malam itu, di Gardens by The Bay.

“Mas Adit?”

Dinis Selmara

Mas Adit? Ayo ... capa? Ingat-ingat coba. Jadi sampai saat ini Kinara dan Aditama tidak saling mengenal suami atau istrinya, ya ... Mereka hanya mengenal diri masing-masing dipertemuan ini sebagai Ara dan Adit. Absen yang nungguin cerita ini dongss biar aku cemangat nulisnya hihi ...

| 15
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (45)
goodnovel comment avatar
Chaaa
Aditama kekeh bgt pengen dikenal pengen diingat sama Kinara..Kinara sampe salah pake sepatu saking buru" nya aduhh parah Dit hehehe... Syang Aditama melewatkan waktu 1 thn untuk bersama Kinara,, padahal mbak didepannya adalah istrinya...
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
lucu memang pasangan menikah yg satu ini bisa gitu kalau ketemuan dg yg halal ogah tapi kalo mode adit ara oke gas aja disuruh datang wkwk
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
cieee baru juga telfonan sekli doang udah ingat suara masing2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Warna Baru

    “Wah, parah,” kata Adit, menggeleng sedih karena Kinara tidak mengingatnya.Kinara menganga tak percaya, kedua tangannya menutup mulutnya refleks. Ia terkejut bisa bertemu dengan lelaki yang ia kenal sebagai Adit—lelaki yang menemaninya malam itu, tiga tahun yang lalu, saat ia bersedih—tanpa tahu bahwa lelaki itu juga adalah Aditama, suaminya.“Maaf, Mas...,” lirihnya, masih tak percaya. “Sebentar, Mas Adit masih simpan gelangnya?” tanyanya lagi dengan mata membulat.Aditama mengangguk, lalu mendekatkan tangannya dengan tangan Kinara. Kinara menatap takjub saat melihat gelang pasangan mereka masih melingkar di sana, sama seperti miliknya.Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia nyaris tak percaya pertemuan ini benar-benar terjadi. Ia tidak henti berterima kasih karena Aditama telah menyelamatkannya—meraih tangan Aditama, menarik, dan menggoyang-goyangkannya riang sementara yang ditarik meringis kesakitan.Aditama meringis.Menyadari perubahan ekspresi lelaki itu, Kinara buru-buru menghentikan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dilema Kinara

    08xx xxxx xxxxNona, perkenalkan saya Vano, asisten Pak Aditama. Saya ingin meneruskan surat pernyataan berikut untuk Nona tandatangani, terima kasih.‘Surat penyataan perceraian?’Suami GaibSudah terima draft dari Vano? Tolong segera tandatangani.Mas AditRa, besok mau dibuatkan sarapan apa?Kinara menatap aplikasi pesan singkat di layar ponselnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja—meremas rambutnya. Bingung pesan mana yang harus ia balas lebih dulu.Deringan ponselnya membuyarkan pikiran, senyumnya merekah melihat telepon masuk dari papa mertuanya, Tama. Segera saja Kinara mengangkat panggilan itu.“Halo, Om,” sapa Kinara.“Kok, Om, terus, sih? Panggil papa seperti Aditama juga, Nak,” kata Tama dari seberang telepon.Kinara meringis segan. Pasalnya ia juga pernah memanggil Rindu dengan sebutan mama, tapi mertuanya itu menolak keras dipanggil mama. Kinara jadi membatasi diri dari keluarga suaminya.“Kamu lagi di Singapura?” tanya Tama kemudian.Kinara menyahut membenarkan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Rumah Kecil

    Malam ini, Kinara ikut Ve ke sebuah pameran seni. Sementara Aji menemani Ve di ruang lelang, Kinara berkeliling menikmati pameran.Tanpa disadari, sejak tadi ia menjadi objek bidikan seorang fotografer. Setiap gerak-geriknya tertangkap dalam jepretan kamera. Fotografer itu begitu menikmati momen memotret Kinara yang fotogenik.Kinara terus berjalan hingga berhenti di depan salah satu lukisan.Lukisan itu terpajang di sudut ruangan. Sapuan warna-warna hangat membentuk siluet sebuah rumah tua yang disinar cahaya keemasan. Di teras, tergambar sosok ayah yang tersenyum lembut, tangannya memeluk putri kecilnya. Di belakang mereka, samar-samar terlihat bayangan seorang ibu yang penuh cinta, pelukan itu seakan bisa dirasakan meski hanya dalam kanvas.Namun, semakin lama dipandang, lukisan itu terasa memilukan. Kinara berdiri di depan lukisan itu, dadanya sesak. Rindu menghangatnya rumah kecil, pelukan ayahnya, dan tawa yang dulu mengisi hari-harinya. Air matanya jatuh tanpa ia sadari, mengena

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terusik

    "Sesuatu apa, Mas?" tanya Kinara dengan bingung."Nanti aja, deh. Setelah dari sini," kata Aditama santai, menunjukkan tiket masuk Universal Studios."Kita mau ke Universal Studios?" tanya Kinara dengan mata membulat. Aditama memang tidak memberi tahu mereka akan ke mana akhir pekan ini. Kinara mengira mereka hanya akan berbincang ringan di toko es krim saja."Tidak mau?" Aditama menaikkan sebelah alisnya, sengaja menggoda."Mauuu…," seru Ara bak anak kecil yang bahagia dituruti keinginannya.Lihatlah bagaimana Aditama tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya di dekat Ara, sosok yang periang dan bersahaja. Di tengah berbagai problematik hidup dan kesibukannya, bertemu Ara bagaikan menemukan dunia baru dalam hidup Aditama yang selama ini monoton.***“Kamu menikmati sekali permainan wahana tadi,” kata Aditama saat mereka menikmati waktu usai menjelajahi beberapa permainan wahana di Universal Studios.Kinara mengatakan bahwa sudah lama ia tidak bermain wahana karena sahabatnya tidak bera

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hati Yang Porak-poranda

    “Sorry to say, ya, Ra. Aku bisa lihat dari mata tu mas-mas. Doi, suka ame elu,” kata Ve, membuat Kinara jengah.Ve tidak melanjutkan pembicaraan, yang berarti sahabatnya tidak dapat melihat kalau Kinara sempat tersentuh oleh sikap dan perlakuan Adit. Hal itu membuatnya bernapas lega.Kinara memilih menghindari Adit. Selama ini, ia tidak pernah dekat dengan laki-laki selain Aji, sahabatnya sejak sekolah. Namun kini, setelah bersuami, pikirannya justru dipenuhi oleh sosok lelaki lain. Bukankah itu tidak pantas?Kinara menggelengkan kepala, berharap bayangan Adit segera menghilang.Hari ini, ia dan Adit akan kembali menghabiskan waktu bersama, tetapi Kinara memutuskan untuk menjaga jarak. Ini adalah hari terakhirnya di Singapura, karena besok ia akan kembali ke rutinitasnya di Malaysia. Perasaannya terhadap Adit belum begitu dalam. Mungkin ini hanya kekaguman atau rasa nyaman karena sikapnya yang hangat. Lambat laun, perasaan itu akan memudar seiring kesibukannya.Namun, seberapa kuat Kin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Berpisah

    Hujan telah reda. Kinara kembali ke hotel dengan tubuh basah kuyup. Tak ada kabar apa pun dari Aditama. Lelaki itu menghilang begitu saja, meninggalkannya sendirian. Langkah Kinara terhenti. Tatapannya lurus ke depan, menatap sosok yang mondar-mandir dengan gelisah. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Hingga akhirnya, pandangan mereka bertemu. Melihat kondisi Kinara seperti itu, hati Aditama remuk. Ia melangkah mendekat, sementara Kinara tetap berdiri mematung. Mata indah itu kini digenangi air mata. Lagi. Untuk kesekian kalinya, Aditama melihat Kinara dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Tanpa sepatah kata pun, ia menariknya ke dalam dekapannya. Tangis Kinara pecah. Kenapa sosok Adit selalu ada di saat seperti ini? Dan kenapa ia begitu lemah di hadapan lelaki itu? Melihat Kinara seperti ini, jiwa Aditama terusik. Sejak pertama bertemu, wanita kecil itu tampak rapuh. Dan kini, tekadnya semakin kuat. Ia ingin melindungi Kinara, menjaganya, dan memastikan wanita itu bahagia bersamanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Cinta di Ujung Perpisahan   I Found You

    Setelah menggantung pernikahan dengan terus mengulur penandatanganan surat pernyataan perceraian, kini Aditama semakin meradang saat mendengar bahwa perusahaan yang sementara dipimpin oleh kakak tiri istrinya justru mengirimkan penawaran kerja sama ke perusahaannya.Aditama tak habis pikir hingga tertawa sinis. Tidak salah memang—pernikahan ini hanya tentang uang dan uang saja.Namun, alih-alih menolak, Aditama justru menerima kerja sama itu."Terima saja, Vano. Tapi pastikan setelah itu dia menandatangani surat pernyataan perceraian. Tidak ada kata tidak lagi."Asistennya menyahut paham dan segera menindaklanjuti penawaran tersebut.***Diani dengan bangga memamerkan usaha anak sulungnya, Dita, yang telah mengirimkan penawaran kerja sama ke perusahaan Aditama. Melalui sambungan telepon, ia memberitahukan kabar itu kepada Kinara. Respons dari pihak perusahaan Aditama pun cukup positif—mereka menyatakan ketertarikan dan berjanji akan mempelajari tawaran tersebut lebih lanjut.Namun, di

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Ketika Hati Berbicara

    Kinara memanjangkan lehernya, mengamati unit di seberang yang dipenuhi kardus. Sepertinya ada yang baru pindahan, pikirnya. Ia pun melanjutkan langkah keluar dari apartemen menuju kampus.Siang harinya, Kinara mampir ke kafe untuk membantu Aji sementara Ve masih ada kelas pengganti. Begitu masuk, ia mengembuskan napas panjang saat melihat seorang lelaki duduk di sudut kafe.Sejak mengatakan ‘I found you’ hari itu, Aditama benar-benar menemukan sosok Ara. Kini, rutinitasnya hanya bolak-balik Johor-Singapura.Sibuk? Apa itu sibuk? Tidak ada orang yang benar-benar sibuk. Yang ada hanyalah soal prioritas. Dan jelas, Aditama memprioritaskan Ara.Lihat saja—sepanjang hari duduk di kafe ini, pandangannya tak lepas dari sosok Ara yang lalu lalang melayani tamu.Kesabaran Kinara habis sudah. Ia melangkah mendekati Aditama, yang tiba-tiba tersenyum tipis menyambut kedatangan crush-nya."Mas! Nggak boleh lihatin aku begitu!" bisiknya penuh tekanan, melirik ke kiri dan kanan sebelum tiba-tiba dudu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27

Bab terbaru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Ketahuan

    Rindu belum puas dengan penjelasan Aditama. Namun, dari tutur kata putra sulungnya, jelas terlihat bahwa Aditama menginginkan wanita itu.“Jadi, dia gadis yang Mas temui di Singapura waktu itu?” tanya Rindu, mengingat cerita sang anak tiga tahun lalu. “Memangnya tidak ada niatan untuk memperbaiki hubungan dengan Kinara—”“Mas nggak mau bahas dia, Ma.”Rindu tersenyum tipis. Hari itu, ia sengaja memberikan afirmasi positif kepada calon menantunya, karena tahu betul Aditama masih menyimpan kebencian yang dalam terhadap istrinya. Bukan hanya enggan memiliki anak dari Kinara—mendengar namanya saja sudah membuat Aditama muak. Ia tahu, Kinara tak akan pernah diterima. Yang menanti wanita itu hanyalah penolakan. Rindu tdak menyukai Kinara karena keluarga besannya tidak ada yang benar.***“Gantiin gue, Ve,” bujuk Kinara pada Ve yang sedang menikmati camilan yang Aji pegang. Sesekali lelaki itu menyuapi Ve dengan manja.“Nggak bisa, Sayangku, Cintaku. Tugasku numpuk. Tumben banget nggak mau ik

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hari Yang Menyenangkan

    Usai adegan peluk-pelukan, Kinara menjauh dari Aditama dan mencari Aji yang ternyata tengah sibuk menyantap hidangan pembuka di hadapannya. Semua makanan telah tersaji rapi di meja prasmanan, tak jauh dari tempat Aji duduk.Kinara melirik Aji dengan kesal. Lelaki itu malah menawarinya makan tanpa rasa bersalah.“Sumpah, malah asik makan,” omel Kinara.“Diambilin tadi sama pelayan, ini hidangan pembuka,” jawab Aji sambil menunjuk menu di depannya.Pandangan Kinara kemudian jatuh pada Aditama yang tengah mendekat.“Kita makan di luar—” ucap Aditama, tapi terpotong.“Di sini saja,” potong Kinara ketus.Aditama tak melanjutkan kalimatnya, hanya mengangguk paham. Ia lalu menarik kursi di samping Aji dan duduk di sana, karena kursi di sebelah Kinara sudah wanita itu tempati tasnya.Aditama meminta pelayan untuk menyajikan makanan di meja mereka. Mata Kinara membulat melihat semua menu yang terhidang—semuanya adalah makanan kesukaannya. Ia juga baru menyadari bahwa bunga-bunga yang menghiasi

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #2

    “Nggak usah datang,” ujar Kinara saat berdebat dengan Aji.Aji sangat menyayangkan hal itu. Padahal, ia baru saja mendapatkan ilham untuk judul skripsinya dan ingin berkonsultasi dengan Aditama.Kinara mengatakan bahwa ia akan merekomendasikan kakak lelakinya, Dito, untuk menjadi tempat konsultasi Aji. Dito adalah kakak dari pihak ibu tirinya. Dito yang lebih bisa diandalkan. Sayangnya, Dito memilih untuk tidak terlibat dalam bisnis keluarga. Ia bekerja secara profesional di sebuah perusahaan terkemuka di bidangnya.“Datanglah, paling nggak. Bayangin gimana rasanya kalau kamu ulang tahun tapi nggak ada yang datang. Aku janji, setelah ini aku nggak akan menemuinya lagi kalau itu memang membuatmu nggak nyaman. Tapi, jangan lupa bantu atur komunikasiku dengan Mas Dito,” pinta Aji.Sejujurnya, berat rasanya bagi Kinara untuk kembali bertemu dengan Adit. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju. Toh, ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia berurusan dengan Adit.Kinara menghubungi Dito. Baru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #1

    Kinara ketar-ketir sejak tadi ditatap tajam oleh Aditama.Seperti biasa, lelaki itu kembali duduk berlama-lama di kafe miliknya usai beraktivitas seharian, menyeruput kopi favorit sambil terus mengamati Kinara."Ke mana sih Aji?" gumam Kinara kesal, matanya sesekali melirik layar ponselnya.“Dia nggak bilang, ya?” sahut Ve, santai tanpa mengalihkan pandangan dari tablet desain di tangannya. “Dari kampus dia nyusul Mama dan Papa-nya ke Batu Pahat.”“Hah? Batu Pahat?” suara Kinara meninggi tak percaya.Kesal, Kinara mendesah. Suami macam apa yang pergi tanpa kabar? Tidak bisa diandalkan. Kalau begini rencana Kinara berantakan. Ve menelisik wajah sahabatnya janggal, tapi dia tidak ambil pusing—mengedikkan bahunya dan melanjutkan kegiatannya dengan tab-nya.Menjelang malam, Kinara memutuskan pulang lebih awal. Ia hanya ingin segera sampai di apartemen, membersihkan diri, lalu tidur. Namun niatnya terhenti saat matanya beradu dengan Aditama. Lelaki itu menatapnya menusuk, membuat Kinara men

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Suami Dadakan

    Aditama membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Setelah keduanya terdiam beberapa saat, Aditama malah tertawa. Ia mendekat—sedikit membungkuk menatap wajah Kinara sambil mencolek hidung mancung wanita itu.“Sengaja bilang begitu biar aku menjauh darimu, hmm?”“A–aku nggak bohong. Aku ini istri dari seorang pria, Mas,” tekan Kinara dengan nada sungguh-sungguh.Aditama menelisik wajah Kinara. Ia kecewa karena tidak menemukan kebohongan di mata wanita kecil itu.“Kalau begitu, beri tahu aku siapa pria itu,” ucap Aditama dengan rahang mengeras.Kinara mundur—masih duduk di sofa—saat Aditama semakin dekat. Tatapan lelaki itu begitu tajam, membuat lidahnya kelu.“Tentu saja Mas nggak kenal dia,” bisik Kinara nyaris tak terdengar.“Katakan, Ara!”Dering ponsel Kinara menginterupsi ketegangan. Keduanya serentak melirik ke arah meja tempat ponsel itu tergeletak. Kinara segera mendorong tubuh Aditama dan meraih telepon.“Sebaiknya Mas Adit pergi,” ucapnya menjauh, lalu meneri

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Fakta Tak Terduga

    Keduanya beradu pandang saling menatap begitu dalam. Aditama terkejut dengan permintaan Kinara yang sekaligus menyadarkannya kalau dia baru saja akan salah melangkah.“Katakan sekali lagi,” lirih Aditama, tangannya sudah terulur mengusap lembut pipi Kinara.“Tetap di sini, Mas,” balas Kinara.Aditama menarik Kinara–mengecup keningnya begitu lama.“Aku di sini, Ra. Aku tidak akan pergi,” ujar Aditama membuat Kinara mengembuskan napas lega–tangan bahkan sudah memeluk Aditama.***Kinara sudah terlelap di sofa, sementara Aditama duduk di lantai, bersandar pada pinggiran sofa.“Mau lanjut nonton lagi—” Aditama tersenyum saat menoleh dan mendapati Kinara sudah tertidur. Tangannya terulur, mengusap lembut puncak kepala Kinara. Ia telah jatuh sepenuhnya dalam pesona wanita itu. Tak ingin menjauh, apalagi menyakiti wanita kecil ini. Sebisa mungkin, ia ingin menjadi alasan Kinara tersenyum.Setelah menuruti permintaan Kinara, Aditama meminta Vano menjemput Sheila—tentu atas sepengetahuan Kinar

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Tak Rela

    “Ara,” panggil Aditama dengan mata membulat terkejut. “Maaf, Mas. Saya permisi,” lirih Kinara, melangkah pergi tanpa tahu harus berkata atau bersikap seperti apa. Dengan cepat, Aditama melepaskan paksa pelukan wanita itu dan segera mengejar Kinara. “Ra!” teriaknya, sementara Kinara sudah masuk ke dalam lift. “Ara…!” Aditama berlari menahan pintu lift yang hampir tertutup. Tangannya terjepit sedikit, membuat Kinara terlihat khawatir. Begitu pintu terbuka, Aditama langsung masuk ke dalam kotak besi itu. “Kenapa pergi, hm?” tanyanya seraya meraih tangan Kinara yang langsung ditarik menjauh oleh wanita itu. Kinara tak mengerti kenapa dia pergi dan lebih tak mengerti lagi kenapa dia datang jauh-jauh ke Singapura hanya untuk menemui Aditama. Lihatlah, apa yang ia dapatkan? Dan apa yang sebenarnya ia harapkan? “Kamu datang untuk menemui aku, kan?” tanya Aditama, menelisik wajah Kinara. Mata wanita itu berkaca-kaca, jelas tampak kekecewaan di sana. “Ara,” panggil Aditama, menco

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Patah Hati?

    Aditama merekahkan senyum melihat Ara tertawa bahagia saat berbincang dengan rekan-rekannya. Ya, Aditama sengaja menunda kepulangannya hanya demi wanita kecil itu. Ia tak ingin wanitanya kecewa. Di antara rekan-rekan Kinara, tak ada yang tahu bahwa Kinara sudah menikah. Maka, saat melihat Kinara datang bersama Aditama, mereka menganggapnya biasa saja—seperti pasangan kekasih pada umumnya. Mereka bahkan tidak henti menggoda Kinara—mendoakan hubungan Ara dan Adit. Pandangan Kinara jatuh pada sosok Adit. Ia ikut tersenyum, lalu berpamitan pada rekannya. Kinara mendekat ke arah Aditama—duduk di kursi di sampingnya. "Mas, makan, yuk! Aku ambilkan makanannya, ya?" tawarnya. Belum sempat Kinara beranjak, Aditama menahannya. "Let me. Biar aku saja yang ambilkan untukmu. Kamu tunggu di sini, ya," kata Aditama, mengusap puncak kepala Kinara. Kinara mengangguk dan menawarkan diri untuk mengambil dessert mereka nanti. Sepanjang makan malam Kinara tidak henti tersenyum. Hari ini, dia meras

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Kasmaran #2

    Dua hari ini, Aditama sibuk dengan pekerjaannya. Lelaki yang selalunya mejeng di kafe Kinara, kini tak nampak batang hidungnya. Meski tinggal bertetangga pun tidak ada pertemuan antara keduanya membuat Kinara juga cecarian akan sosok Adit.“Lemes banget bestieee…,” goda Ve pada Kinara yang sedang fokus pada laptopnya, tapi sesekali melihat layar ponselnya. “Nggak ketemu Mamas kesayangan berapa hari?”“Ve, please,” jengah Kinara.“Pernah dengar kalimat gini nggak, Ra. ‘Lo belum jadi sahabat banget kalau belum nemenin sahabat lo selingkuh,” kekeh Ve.Kinara terdiam sesaat.‘Selingkuh?’ batin Kinara.Kinara bahkan masih tidak mengerti dengan perasaannya saat ini.Usai bekerja di kafe, Kinara pamit pulang. Baru saja melangkah keluar, senyumnya merekah melihat sosok Adit merentangkan tangan, seolah meminta wanita kecil itu masuk ke dalam pelukannya.Dengan semangat, Kinara berlari kecil ke arahnya, tak sabar merasakan pelukan yang ia rindukan. Namun, ucapan Ve tadi tiba-tiba melintas di pik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status