Share

Pertanggungjawaban

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-18 00:45:29

Kinara mengeratkan pelukannya menikmati aroma tubuh yang menenangkan. Tubuh? Kinara membuka matanya perlahan mengerjap saat tubuh kecilnya berada dalam pelukan seseorang.

“Aahh …!” Kinara memekik mendorong tubuh di hadapannya hingga jatuh dari ranjang tersungkur mengerang kesakitan. “Ka—kamu?”

Berusaha mengumpulkan kesadarannya lelaki itu pasrah terbaring telentang di lantai menahan sakit memegangi lengannya.

“Ka—kamu nggak apa-apa?” tanya Kinara merasa bersalah karena lelaki itu terlihat sangat kesakitan. “Mas?” panggilnya hati-hati.

Kinara sangat mengenal wajah ini. Lelaki ini adalah lelaki yang kemarin tidak terima dimintai tolong saat Kinara mengelabuhi Erik. Sebentar, dia juga yang memukuli Erik malam saat ….

“Kamu sudah sadar, sebaiknya pergi dari apartemen saya,” kata lelaki itu dengan nada dingin—sudah terduduk di lantai dan berusaha bangkit dari duduknya.

Kinara cepat turun dari ranjang dan berusaha membantu lelaki itu tapi yang ingin ditolong menolak. “Bukankah saya sudah ingatkan jangan menampakkan diri kamu di hadapan saya?” kata menata Kinara tajam.

“Siapa juga yang sengaja mau ketemu Mas-nya lagi.”

Kinara tersulut emosi mendengar perkataan Aditama. Bukan keinginannya bertemu dengan lelaki itu. Ia mundur, menyilangkan tangan di depan dada, membuat Aditama mengernyit.

Kinara menuduh Aditama mencari kesempatan dalam kesempitan, menuntut pertanggungjawaban karena mereka tidur di ranjang yang sama. Ia merasa seperti lepas dari kandang singa, tetapi justru masuk ke kandang buaya.

Aditama terbelalak tak percaya. Menanyakan siapa yang buaya? Ia menegaskan bahwa justru Kinaralah yang menarik dan memeluknya lebih dulu. Mendengar itu, Kinara mengerjap, mengingat kembali ucapan Ve.

“Nggak mau aku tidur seranjang denganmu, aku selalu berakhir jadi gulingmu.”

Kinara menggigit bibir bawahnya, mencoba mengingat kejadian semalam. Benarkah ia yang lebih dulu memeluk Aditama? Jika iya, rasanya ia ingin menghilang saat itu juga.

Masalahnya, Kinara memang tidak bisa tidur tanpa memeluk guling. Dan kini ia sadar—di ranjang lelaki itu tidak ada guling sama sekali.

“Kenapa diam? Yang harus meminta pertanggungjawaban di sini adalah saya. Lihat semua luka yang saya dapatkan saat membantu kamu. Dan juga tubuh saya yang sudah kamu nodai.”

“Mas! Kalau ngomong dipilih dulu, dong, kata-katanya,” pangkas Kinara tidak terima dengan kata ‘nodai’ yang Aditama maksud. Sejak awal pertemuan mereka Aditama selalu mengatakan dirinya yang menodai lelaki itu.

“Kenapa? Memang kamu menyentuh semua bagian tubuh saya—”

“Nggak semua doongg …! Nggak semua ‘kan?” tanya Kinara meringis, sementara Aditama menatapnya tajam seolah ingin melahapnya hidup-hidup. “Tapi …, Mas-nya nggak menyentuh saya ‘kan?” tanyanya hati-hati.

“Huh, tidak sudi,” jawab Aditama menjelingkan matanya—berusaha bangkit dari duduknya.

“Eh, mulutnya, ya!”

Kinara kembali tersulut emosi. Ia menatakan mulut Aditama terlalu kasar terhadap perempuan. Tegas Kinara menyatakan akan pergi dan berjanji tidak akan pernah bertemu lagi dengannya. Ia bahkan meminta Aditama untuk mengabaikannya jika tak sengaja berpapasan di lain waktu.

Kinara melangkah menuju pintu, tapi langkahnya terhenti saat Aditama mengingatkan bahwa tasnya tertinggal. Ia pun mengurungkan niatnya keluar, berbalik, dan mengambil tas yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur.

Baru saja akan melangkah lagi, Aditama kembali menyela, mengingatkan bahwa sepatu Kinara masih berada di dekat pintu walk-in closet. Dengan mendengus kesal, Kinara berbalik untuk mengambilnya.

Untuk ketiga kalinya, langkah Kinara kembali terhenti. Kali ini, Aditama memberitahu bahwa ponselnya masih terpasang di charger di meja kerjanya.

Kinara yang sudah hampir memegang gagang pintu menarik napas panjang, sadar betul bahwa lelaki itu sengaja mengerjainya. Aditama berjalan ke meja kerjanya untuk mengambil ponselnya, sementara Kinara mengikutinya dengan wajah kesal.

"Sini. Mana ponsel saya," ujar Kinara ketus tanpa menatap Aditama.

"Begini caramu berterima kasih pada seseorang yang sudah menyelamatkan hidupmu sampai harus mengorbankan dirinya?" balas Aditama, membuat Kinara mengangkat kepala dan mengernyit.

"Terima kasih," sahutnya singkat, lalu berusaha meraih ponselnya. Namun, Aditama justru menjauhkannya.

"Lalu, bagaimana kamu akan mempertanggungjawabkan semua yang terjadi pada tubuh saya ini?" lanjutnya, memamerkan luka-lukanya.

Kinara menawarkannya untuk pergi ke rumah sakit, tapi Aditama menolak. Ia berdalih bahwa semua ini salah Kinara, jadi perempuan itu yang harus bertanggung jawab.

"Ya sudah, sini. Saya obati."

"Kotak obatnya di walk-in closet, rak sebelah kiri," ujar Aditama, lalu berlalu duduk di sofa.

Wah… wah… ngebossy sekali. Luar biasa, batin Kinara.

Dengan malas, ia berjalan mengambil kotak obat, lalu duduk di samping Aditama yang tengah menyandarkan tubuh dan memejamkan mata.

Sementara di hotel tempat Kinara menginap, Aji pontang-panting mencari keberadaan sahabatnya. Sementara, Ve duduk diam, meski ada banyak hal yang dia pikirkan.

Tidak biasanya Kinara seperti ini. Mana ponselnya tidak aktif pula keduanya.

“Apa dia menemui suami gaibnya?” tanya Ve berulang kali pada dirinya sendiri.

“Ini bukan saat yang tepat untuk main rahasia-rahasiaan, Ve!” Kesal Aji karena Ve tidak juga memberi tahu siapa suami gaib yang mereka maksud sejak semalam. Pasalnya terakhir berpamitan, Kinara mengatakan akan menghubungi seseorang yang Ve tahu siapa lelaki itu, tapi memilih bungkam.

“Aku akan lapor polisi,” kata Aji.

***

"Wajah dulu," titah Aditama tanpa membuka mata.

"Iyaaa…." Kinara mendengus pelan.

Suka-suka Aditama saja memberi perintah dan entah kenapa ia menurut begitu saja. Rasa bersalah mulai menyelinap saat Aditama menceritakan detail bagaimana Erik memukulnya hingga akhirnya menyayat lengannya dengan pisau kecil. Untung saja Aditama sempat menghindar, sehingga lukanya tidak terlalu parah.

Aditama mengerang tertahan ketika Kinara mengobatinya. Mendengar itu, rasa bersalah Kinara semakin dalam. Seolah ikut merasakan sakitnya.

"Lelaki itu kekasih kamu?" tanya Aditama tiba-tiba.

Kinara buru-buru menepis. Tegas ia mengatakan kalau Erik cuma teman satu angkatan. Kinara juga tidak segan menceritakan motif Erik melakukan hal sekeji itu.

Aditama mengangguk paham, matanya menelisik wajah Kinara dari dekat.

"Sudah, Mas," kata Kinara akhirnya.

"Sudah apanya? Sampai lusa pun belum tentu semua luka ini sembuh," ketus Aditama.

"Mas yang lanjutin. Ya masa saya harus bolak-balik ke sini buat ngobatin sampai sembuh—"

Cepat-cepat Aditama memotongnya mengatakan kalau ide Kinara bagus. Lelaki itu juga menambahkan akan maafkan Kinara kalau dia merawatnya sampai luka-lukanya sembuh.

“Saya nggak minta dimaafin—”

“Saya pendendam,” pangkas Aditama mengusir Kinara dari sisinya karena dia ingin merebahkan tubuhnya di sofa.

Kinara menatap Aditama tak percaya. Bukankah tadi lelaki itu sendiri yang mengatakan tidak ingin melihatnya lagi?

Mendengar celotehnya, Aditama hanya menanggapinya dengan acuh. Mengatakan kalau ini cuma bentuk tanggung jawab Kinara terhadapnya, itu saja.

Kinara pamit pulang. Namun, sebelum ia pergi, Aditama meminta agar Kinara meninggalkan identitasnya sebagai jaminan agar wanita itu tidak lari. Kinara menolak, tetapi berjanji akan menepati ucapannya. Sebagai gantinya, ia memberikan nomor telepon—hanya nomor luar negerinya.

"Memangnya kamu tinggal di mana?" tanya Aditama.

Kinara menjelaskan bahwa ia hanya berada di Singapura selama dua minggu dan menyebutkan nama hotel tempatnya menginap. Aditama mengangguk paham.

"Baguslah! Apartemen ini tidak jauh dari hotel kamu. Jadi, tidak ada alasan untuk lupa atau bilang tidak tahu jalan," ujarnya santai.

Kinara menganga tak percaya. Ia berjalan ke arah jendela melihat hotelnya dari kejauhan. Ternyata tempat tinggal Aditama sangat dekat dengannya.

"Kamu belum menyimpan nomor saya," kata Aditama, lalu langsung menelepon nomor Kinara. "Itu nomor saya."

"Namanya siapa?" tanya Kinara ketus.

"Adit," jawabnya singkat.

Kinara hanya mengangguk saja menambah kontak Aditama dalam ponselnya. Lelaki itu juga memberikan nomor luar negerinya.

Kinara mengangkat pandangannya—mengerutkan kening saat Aditama menatapnya begitu dalam.

"A—ada apa?" tanyanya ragu.

Aditama tidak langsung menjawab, hanya menatapnya lebih lama sebelum akhirnya berkata, "Kamu benar-benar tidak mengenali saya?"

Dinis Selmara

Jangan bilang Adit suka, ya, sama Ara huhu ...

| 18
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (39)
goodnovel comment avatar
Chaaa
nahloh Aditama udah kenal dengan Kinara, tapi kayak ny kenal sebagai partner galau dulu bukan sebagai istri gaib.. Aditama sengaja ngerjain Kinara lebih lama deketannya nih..
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
dasar modus
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
mulutnya adit banyakan dusta,lihat aja tuuu mana ada orang yang nyuruh pergi dan g ketemu lagi malah ditahan2 dg macam2 alasan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Lelaki dari Masa Lalu

    Ada apa dengan lelaki itu? Sok paling kenal, pikir Kinara.“Mundur, Wir! Modusmu kelewatan,” pekik Kinara saking kesalnya. Tentu saja yang sedang dibicarakan tidak ada, ya …. Mana berani Kinara mengatai di depan orangnya langsung. Melihat tatapannya yang tajam saja takut, seperti akan melahap orang hidup-hidup.Kinara tidak ambil pusing karena dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan lelaki.Di hotel, Aji bolak-balik berjalan ke sana-sini seperti setrikaan berusaha menghubungi Kinara. Nomornya sudah aktif, tapi panggilan tidak kunjung diangkat.“Jadi apa mau ke kantor polisi saja?” tanya Ve, ketakutan.Aji menjelingkan matanya jengah karena Ve masih saja bungkam. Ve mengatakan kalau pun harus membuka rahasia Kinara itu hanya pada polisi nanti saat bersaksi.“Mau apa ke kantor polisi?” tanya Kinara melangkah masuk ke kamar yang sengaja disanggah hingga sedikit terbuka.Aji dan Ve segera menoleh saat seseorang melangkah masuk tanpa rasa bersalah, lalu menjatuhkan diri di s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Warna Baru

    “Wah, parah,” kata Adit, menggeleng sedih karena Kinara tidak mengingatnya.Kinara menganga tak percaya, kedua tangannya menutup mulutnya refleks. Ia terkejut bisa bertemu dengan lelaki yang ia kenal sebagai Adit—lelaki yang menemaninya malam itu, tiga tahun yang lalu, saat ia bersedih—tanpa tahu bahwa lelaki itu juga adalah Aditama, suaminya.“Maaf, Mas...,” lirihnya, masih tak percaya. “Sebentar, Mas Adit masih simpan gelangnya?” tanyanya lagi dengan mata membulat.Aditama mengangguk, lalu mendekatkan tangannya dengan tangan Kinara. Kinara menatap takjub saat melihat gelang pasangan mereka masih melingkar di sana, sama seperti miliknya.Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia nyaris tak percaya pertemuan ini benar-benar terjadi. Ia tidak henti berterima kasih karena Aditama telah menyelamatkannya—meraih tangan Aditama, menarik, dan menggoyang-goyangkannya riang sementara yang ditarik meringis kesakitan.Aditama meringis.Menyadari perubahan ekspresi lelaki itu, Kinara buru-buru menghentikan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dilema Kinara

    08xx xxxx xxxxNona, perkenalkan saya Vano, asisten Pak Aditama. Saya ingin meneruskan surat pernyataan berikut untuk Nona tandatangani, terima kasih.‘Surat penyataan perceraian?’Suami GaibSudah terima draft dari Vano? Tolong segera tandatangani.Mas AditRa, besok mau dibuatkan sarapan apa?Kinara menatap aplikasi pesan singkat di layar ponselnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja—meremas rambutnya. Bingung pesan mana yang harus ia balas lebih dulu.Deringan ponselnya membuyarkan pikiran, senyumnya merekah melihat telepon masuk dari papa mertuanya, Tama. Segera saja Kinara mengangkat panggilan itu.“Halo, Om,” sapa Kinara.“Kok, Om, terus, sih? Panggil papa seperti Aditama juga, Nak,” kata Tama dari seberang telepon.Kinara meringis segan. Pasalnya ia juga pernah memanggil Rindu dengan sebutan mama, tapi mertuanya itu menolak keras dipanggil mama. Kinara jadi membatasi diri dari keluarga suaminya.“Kamu lagi di Singapura?” tanya Tama kemudian.Kinara menyahut membenarkan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Rumah Kecil

    Malam ini, Kinara ikut Ve ke sebuah pameran seni. Sementara Aji menemani Ve di ruang lelang, Kinara berkeliling menikmati pameran.Tanpa disadari, sejak tadi ia menjadi objek bidikan seorang fotografer. Setiap gerak-geriknya tertangkap dalam jepretan kamera. Fotografer itu begitu menikmati momen memotret Kinara yang fotogenik.Kinara terus berjalan hingga berhenti di depan salah satu lukisan.Lukisan itu terpajang di sudut ruangan. Sapuan warna-warna hangat membentuk siluet sebuah rumah tua yang disinar cahaya keemasan. Di teras, tergambar sosok ayah yang tersenyum lembut, tangannya memeluk putri kecilnya. Di belakang mereka, samar-samar terlihat bayangan seorang ibu yang penuh cinta, pelukan itu seakan bisa dirasakan meski hanya dalam kanvas.Namun, semakin lama dipandang, lukisan itu terasa memilukan. Kinara berdiri di depan lukisan itu, dadanya sesak. Rindu menghangatnya rumah kecil, pelukan ayahnya, dan tawa yang dulu mengisi hari-harinya. Air matanya jatuh tanpa ia sadari, mengena

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Terusik

    "Sesuatu apa, Mas?" tanya Kinara dengan bingung."Nanti aja, deh. Setelah dari sini," kata Aditama santai, menunjukkan tiket masuk Universal Studios."Kita mau ke Universal Studios?" tanya Kinara dengan mata membulat. Aditama memang tidak memberi tahu mereka akan ke mana akhir pekan ini. Kinara mengira mereka hanya akan berbincang ringan di toko es krim saja."Tidak mau?" Aditama menaikkan sebelah alisnya, sengaja menggoda."Mauuu…," seru Ara bak anak kecil yang bahagia dituruti keinginannya.Lihatlah bagaimana Aditama tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya di dekat Ara, sosok yang periang dan bersahaja. Di tengah berbagai problematik hidup dan kesibukannya, bertemu Ara bagaikan menemukan dunia baru dalam hidup Aditama yang selama ini monoton.***“Kamu menikmati sekali permainan wahana tadi,” kata Aditama saat mereka menikmati waktu usai menjelajahi beberapa permainan wahana di Universal Studios.Kinara mengatakan bahwa sudah lama ia tidak bermain wahana karena sahabatnya tidak bera

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hati Yang Porak-poranda

    “Sorry to say, ya, Ra. Aku bisa lihat dari mata tu mas-mas. Doi, suka ame elu,” kata Ve, membuat Kinara jengah.Ve tidak melanjutkan pembicaraan, yang berarti sahabatnya tidak dapat melihat kalau Kinara sempat tersentuh oleh sikap dan perlakuan Adit. Hal itu membuatnya bernapas lega.Kinara memilih menghindari Adit. Selama ini, ia tidak pernah dekat dengan laki-laki selain Aji, sahabatnya sejak sekolah. Namun kini, setelah bersuami, pikirannya justru dipenuhi oleh sosok lelaki lain. Bukankah itu tidak pantas?Kinara menggelengkan kepala, berharap bayangan Adit segera menghilang.Hari ini, ia dan Adit akan kembali menghabiskan waktu bersama, tetapi Kinara memutuskan untuk menjaga jarak. Ini adalah hari terakhirnya di Singapura, karena besok ia akan kembali ke rutinitasnya di Malaysia. Perasaannya terhadap Adit belum begitu dalam. Mungkin ini hanya kekaguman atau rasa nyaman karena sikapnya yang hangat. Lambat laun, perasaan itu akan memudar seiring kesibukannya.Namun, seberapa kuat Kin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Berpisah

    Hujan telah reda. Kinara kembali ke hotel dengan tubuh basah kuyup. Tak ada kabar apa pun dari Aditama. Lelaki itu menghilang begitu saja, meninggalkannya sendirian. Langkah Kinara terhenti. Tatapannya lurus ke depan, menatap sosok yang mondar-mandir dengan gelisah. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Hingga akhirnya, pandangan mereka bertemu. Melihat kondisi Kinara seperti itu, hati Aditama remuk. Ia melangkah mendekat, sementara Kinara tetap berdiri mematung. Mata indah itu kini digenangi air mata. Lagi. Untuk kesekian kalinya, Aditama melihat Kinara dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Tanpa sepatah kata pun, ia menariknya ke dalam dekapannya. Tangis Kinara pecah. Kenapa sosok Adit selalu ada di saat seperti ini? Dan kenapa ia begitu lemah di hadapan lelaki itu? Melihat Kinara seperti ini, jiwa Aditama terusik. Sejak pertama bertemu, wanita kecil itu tampak rapuh. Dan kini, tekadnya semakin kuat. Ia ingin melindungi Kinara, menjaganya, dan memastikan wanita itu bahagia bersamanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Cinta di Ujung Perpisahan   I Found You

    Setelah menggantung pernikahan dengan terus mengulur penandatanganan surat pernyataan perceraian, kini Aditama semakin meradang saat mendengar bahwa perusahaan yang sementara dipimpin oleh kakak tiri istrinya justru mengirimkan penawaran kerja sama ke perusahaannya.Aditama tak habis pikir hingga tertawa sinis. Tidak salah memang—pernikahan ini hanya tentang uang dan uang saja.Namun, alih-alih menolak, Aditama justru menerima kerja sama itu."Terima saja, Vano. Tapi pastikan setelah itu dia menandatangani surat pernyataan perceraian. Tidak ada kata tidak lagi."Asistennya menyahut paham dan segera menindaklanjuti penawaran tersebut.***Diani dengan bangga memamerkan usaha anak sulungnya, Dita, yang telah mengirimkan penawaran kerja sama ke perusahaan Aditama. Melalui sambungan telepon, ia memberitahukan kabar itu kepada Kinara. Respons dari pihak perusahaan Aditama pun cukup positif—mereka menyatakan ketertarikan dan berjanji akan mempelajari tawaran tersebut lebih lanjut.Namun, di

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26

Bab terbaru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Ketahuan

    Rindu belum puas dengan penjelasan Aditama. Namun, dari tutur kata putra sulungnya, jelas terlihat bahwa Aditama menginginkan wanita itu.“Jadi, dia gadis yang Mas temui di Singapura waktu itu?” tanya Rindu, mengingat cerita sang anak tiga tahun lalu. “Memangnya tidak ada niatan untuk memperbaiki hubungan dengan Kinara—”“Mas nggak mau bahas dia, Ma.”Rindu tersenyum tipis. Hari itu, ia sengaja memberikan afirmasi positif kepada calon menantunya, karena tahu betul Aditama masih menyimpan kebencian yang dalam terhadap istrinya. Bukan hanya enggan memiliki anak dari Kinara—mendengar namanya saja sudah membuat Aditama muak. Ia tahu, Kinara tak akan pernah diterima. Yang menanti wanita itu hanyalah penolakan. Rindu tdak menyukai Kinara karena keluarga besannya tidak ada yang benar.***“Gantiin gue, Ve,” bujuk Kinara pada Ve yang sedang menikmati camilan yang Aji pegang. Sesekali lelaki itu menyuapi Ve dengan manja.“Nggak bisa, Sayangku, Cintaku. Tugasku numpuk. Tumben banget nggak mau ik

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hari Yang Menyenangkan

    Usai adegan peluk-pelukan, Kinara menjauh dari Aditama dan mencari Aji yang ternyata tengah sibuk menyantap hidangan pembuka di hadapannya. Semua makanan telah tersaji rapi di meja prasmanan, tak jauh dari tempat Aji duduk.Kinara melirik Aji dengan kesal. Lelaki itu malah menawarinya makan tanpa rasa bersalah.“Sumpah, malah asik makan,” omel Kinara.“Diambilin tadi sama pelayan, ini hidangan pembuka,” jawab Aji sambil menunjuk menu di depannya.Pandangan Kinara kemudian jatuh pada Aditama yang tengah mendekat.“Kita makan di luar—” ucap Aditama, tapi terpotong.“Di sini saja,” potong Kinara ketus.Aditama tak melanjutkan kalimatnya, hanya mengangguk paham. Ia lalu menarik kursi di samping Aji dan duduk di sana, karena kursi di sebelah Kinara sudah wanita itu tempati tasnya.Aditama meminta pelayan untuk menyajikan makanan di meja mereka. Mata Kinara membulat melihat semua menu yang terhidang—semuanya adalah makanan kesukaannya. Ia juga baru menyadari bahwa bunga-bunga yang menghiasi

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #2

    “Nggak usah datang,” ujar Kinara saat berdebat dengan Aji.Aji sangat menyayangkan hal itu. Padahal, ia baru saja mendapatkan ilham untuk judul skripsinya dan ingin berkonsultasi dengan Aditama.Kinara mengatakan bahwa ia akan merekomendasikan kakak lelakinya, Dito, untuk menjadi tempat konsultasi Aji. Dito adalah kakak dari pihak ibu tirinya. Dito yang lebih bisa diandalkan. Sayangnya, Dito memilih untuk tidak terlibat dalam bisnis keluarga. Ia bekerja secara profesional di sebuah perusahaan terkemuka di bidangnya.“Datanglah, paling nggak. Bayangin gimana rasanya kalau kamu ulang tahun tapi nggak ada yang datang. Aku janji, setelah ini aku nggak akan menemuinya lagi kalau itu memang membuatmu nggak nyaman. Tapi, jangan lupa bantu atur komunikasiku dengan Mas Dito,” pinta Aji.Sejujurnya, berat rasanya bagi Kinara untuk kembali bertemu dengan Adit. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju. Toh, ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia berurusan dengan Adit.Kinara menghubungi Dito. Baru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #1

    Kinara ketar-ketir sejak tadi ditatap tajam oleh Aditama.Seperti biasa, lelaki itu kembali duduk berlama-lama di kafe miliknya usai beraktivitas seharian, menyeruput kopi favorit sambil terus mengamati Kinara."Ke mana sih Aji?" gumam Kinara kesal, matanya sesekali melirik layar ponselnya.“Dia nggak bilang, ya?” sahut Ve, santai tanpa mengalihkan pandangan dari tablet desain di tangannya. “Dari kampus dia nyusul Mama dan Papa-nya ke Batu Pahat.”“Hah? Batu Pahat?” suara Kinara meninggi tak percaya.Kesal, Kinara mendesah. Suami macam apa yang pergi tanpa kabar? Tidak bisa diandalkan. Kalau begini rencana Kinara berantakan. Ve menelisik wajah sahabatnya janggal, tapi dia tidak ambil pusing—mengedikkan bahunya dan melanjutkan kegiatannya dengan tab-nya.Menjelang malam, Kinara memutuskan pulang lebih awal. Ia hanya ingin segera sampai di apartemen, membersihkan diri, lalu tidur. Namun niatnya terhenti saat matanya beradu dengan Aditama. Lelaki itu menatapnya menusuk, membuat Kinara men

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Suami Dadakan

    Aditama membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Setelah keduanya terdiam beberapa saat, Aditama malah tertawa. Ia mendekat—sedikit membungkuk menatap wajah Kinara sambil mencolek hidung mancung wanita itu.“Sengaja bilang begitu biar aku menjauh darimu, hmm?”“A–aku nggak bohong. Aku ini istri dari seorang pria, Mas,” tekan Kinara dengan nada sungguh-sungguh.Aditama menelisik wajah Kinara. Ia kecewa karena tidak menemukan kebohongan di mata wanita kecil itu.“Kalau begitu, beri tahu aku siapa pria itu,” ucap Aditama dengan rahang mengeras.Kinara mundur—masih duduk di sofa—saat Aditama semakin dekat. Tatapan lelaki itu begitu tajam, membuat lidahnya kelu.“Tentu saja Mas nggak kenal dia,” bisik Kinara nyaris tak terdengar.“Katakan, Ara!”Dering ponsel Kinara menginterupsi ketegangan. Keduanya serentak melirik ke arah meja tempat ponsel itu tergeletak. Kinara segera mendorong tubuh Aditama dan meraih telepon.“Sebaiknya Mas Adit pergi,” ucapnya menjauh, lalu meneri

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Fakta Tak Terduga

    Keduanya beradu pandang saling menatap begitu dalam. Aditama terkejut dengan permintaan Kinara yang sekaligus menyadarkannya kalau dia baru saja akan salah melangkah.“Katakan sekali lagi,” lirih Aditama, tangannya sudah terulur mengusap lembut pipi Kinara.“Tetap di sini, Mas,” balas Kinara.Aditama menarik Kinara–mengecup keningnya begitu lama.“Aku di sini, Ra. Aku tidak akan pergi,” ujar Aditama membuat Kinara mengembuskan napas lega–tangan bahkan sudah memeluk Aditama.***Kinara sudah terlelap di sofa, sementara Aditama duduk di lantai, bersandar pada pinggiran sofa.“Mau lanjut nonton lagi—” Aditama tersenyum saat menoleh dan mendapati Kinara sudah tertidur. Tangannya terulur, mengusap lembut puncak kepala Kinara. Ia telah jatuh sepenuhnya dalam pesona wanita itu. Tak ingin menjauh, apalagi menyakiti wanita kecil ini. Sebisa mungkin, ia ingin menjadi alasan Kinara tersenyum.Setelah menuruti permintaan Kinara, Aditama meminta Vano menjemput Sheila—tentu atas sepengetahuan Kinar

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Tak Rela

    “Ara,” panggil Aditama dengan mata membulat terkejut. “Maaf, Mas. Saya permisi,” lirih Kinara, melangkah pergi tanpa tahu harus berkata atau bersikap seperti apa. Dengan cepat, Aditama melepaskan paksa pelukan wanita itu dan segera mengejar Kinara. “Ra!” teriaknya, sementara Kinara sudah masuk ke dalam lift. “Ara…!” Aditama berlari menahan pintu lift yang hampir tertutup. Tangannya terjepit sedikit, membuat Kinara terlihat khawatir. Begitu pintu terbuka, Aditama langsung masuk ke dalam kotak besi itu. “Kenapa pergi, hm?” tanyanya seraya meraih tangan Kinara yang langsung ditarik menjauh oleh wanita itu. Kinara tak mengerti kenapa dia pergi dan lebih tak mengerti lagi kenapa dia datang jauh-jauh ke Singapura hanya untuk menemui Aditama. Lihatlah, apa yang ia dapatkan? Dan apa yang sebenarnya ia harapkan? “Kamu datang untuk menemui aku, kan?” tanya Aditama, menelisik wajah Kinara. Mata wanita itu berkaca-kaca, jelas tampak kekecewaan di sana. “Ara,” panggil Aditama, menco

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Patah Hati?

    Aditama merekahkan senyum melihat Ara tertawa bahagia saat berbincang dengan rekan-rekannya. Ya, Aditama sengaja menunda kepulangannya hanya demi wanita kecil itu. Ia tak ingin wanitanya kecewa. Di antara rekan-rekan Kinara, tak ada yang tahu bahwa Kinara sudah menikah. Maka, saat melihat Kinara datang bersama Aditama, mereka menganggapnya biasa saja—seperti pasangan kekasih pada umumnya. Mereka bahkan tidak henti menggoda Kinara—mendoakan hubungan Ara dan Adit. Pandangan Kinara jatuh pada sosok Adit. Ia ikut tersenyum, lalu berpamitan pada rekannya. Kinara mendekat ke arah Aditama—duduk di kursi di sampingnya. "Mas, makan, yuk! Aku ambilkan makanannya, ya?" tawarnya. Belum sempat Kinara beranjak, Aditama menahannya. "Let me. Biar aku saja yang ambilkan untukmu. Kamu tunggu di sini, ya," kata Aditama, mengusap puncak kepala Kinara. Kinara mengangguk dan menawarkan diri untuk mengambil dessert mereka nanti. Sepanjang makan malam Kinara tidak henti tersenyum. Hari ini, dia meras

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Kasmaran #2

    Dua hari ini, Aditama sibuk dengan pekerjaannya. Lelaki yang selalunya mejeng di kafe Kinara, kini tak nampak batang hidungnya. Meski tinggal bertetangga pun tidak ada pertemuan antara keduanya membuat Kinara juga cecarian akan sosok Adit.“Lemes banget bestieee…,” goda Ve pada Kinara yang sedang fokus pada laptopnya, tapi sesekali melihat layar ponselnya. “Nggak ketemu Mamas kesayangan berapa hari?”“Ve, please,” jengah Kinara.“Pernah dengar kalimat gini nggak, Ra. ‘Lo belum jadi sahabat banget kalau belum nemenin sahabat lo selingkuh,” kekeh Ve.Kinara terdiam sesaat.‘Selingkuh?’ batin Kinara.Kinara bahkan masih tidak mengerti dengan perasaannya saat ini.Usai bekerja di kafe, Kinara pamit pulang. Baru saja melangkah keluar, senyumnya merekah melihat sosok Adit merentangkan tangan, seolah meminta wanita kecil itu masuk ke dalam pelukannya.Dengan semangat, Kinara berlari kecil ke arahnya, tak sabar merasakan pelukan yang ia rindukan. Namun, ucapan Ve tadi tiba-tiba melintas di pik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status