Share

Cinta Terpendam Sang CEO
Cinta Terpendam Sang CEO
Author: Rea Sheren

0. Prolog

Author: Rea Sheren
last update Last Updated: 2022-01-19 15:20:01

Kania, batin Aldebaran sambil mengangkat kedua sudut bibirnya. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan mempelai wanitanya itu. Gadis yang sudah tujuh tahun ini menghuni relung jiwanya. Setelah melalui berbagai rintangan dan hambatan, hari ini impiannya untuk mempersunting gadis itu pun akan terwujud.

Aldebaran merasa bahagia tentu saja, tapi tetap saja ada setitik rasa bersalah menggelayuti hatinya. Karena sampai detik ini dirinya belum pernah menyatakan cintanya pada Kania. Sungguh luar biasa, Kania tetap bersedia menerima lamarannya meski tanpa embel-embel  'cinta'.

"Nanti, Kania," Aldebaran bicara sendiri. "Aku pasti akan memberikan pernyataan cinta yang bahkan tak pernah diimpikan oleh wanita mana pun. Aku janji."

Aldebaran menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Kania. Hari masih gelap. Bahkan, langit di ufuk timur pun belum menampakkan fajar. Namun, Aldebaran sudah tidak sabar untuk segera bertemu mempelai wanitanya itu dan bergegas ke hotel, tempat pernikahan mereka akan digelar.

Bukan sebuah acara besar, hanya acara yang dihadiri oleh keluarga besar Blackstone saja. Masalahnya dengan Sulthan—mantan calon suami Kania—belum beres hingga dirinya tidak bisa mengekspose pernikahannya ke publik.

Sulthan masih marah dan tersinggung karena calon pengantinnya diculik lima belas menit sebelum acara pernikahan itu sendiri digelar, tepat di depan hidungnya.   Dan dia tidak bisa melacak keberadaan Kania karena Aldebaran sebagai salah seorang pewaris kerajaan Blackstone telah menyembunyikan gadis itu di pulau pribadi milik keluarganya.

Aldebaran tahu bahwa cara yang ia tempuh salah, tapi itu adalah kesempatan terakhir yang ia miliki untuk bisa meraih Kania. Meski konsekuensi dari penculikan itu sangatlah berat dan fatal, tapi semua itu sebanding dengan apa yang ia dapatkan saat ini.

"Brengsek!" Aldebaran mengumpat keras karena melihat pos penjaga kosong, sementara pintu gerbangnya pun sedikit terbuka. Hal itu tidak bisa dimaklumi mengikat kondisi yang ada saat ini mengharuskan Kania dan keluarganya harus berada dalam penjagaan selama dua puluh empat jam penuh. Semalam, dirinya sudah mewanti-wanti penjaga yang ia tempatkan di rumah Kania untuk tidak meninggalkan pos tanpa penjaga. Lalu, bagaimana bisa saat ini pos itu kosong.

Ia pun bergegas turun untuk membuka gerbang itu sendiri, kemudian kembali masuk ke dalam mobil dan melaju cepat masuk ke halaman rumah Kania.

Aldebaran mematikan mesin mobil. Seketika suasana menjadi sunyi. Keadaan sekitar pun menjadi gelap gulita karena Lampu dari kendaraan ikut mati seiring dengan dimatikannya mesin mobil. Itu bukan pertanda baik.

Setelah keluar dari mobil, Aldebaran mendongak, melihat ke arah kamar Kania dan kembali dihinggapi rasa was-was ketika melihat lampu kamar itu tidak menyala. Seharusnya, saat ini Kania sudah mulai bersiap-siap, berdandan, mungkin, untuk acara pernikahan pagi nanti seperti seluruh anggota keluarganya sendiri yang sejak tadi sudah heboh di rumah.

Pernikahan ini sengaja diadakan pagi-pagi sekali karena setelahnya ia dan Kania akan langsung berangkat bulan madu.

Aldebaran melangkah cepat melintasi teras, kemudian mendorong pintu utama yang sesuai dugaannya tidak dikunci. Keadaan di dalam yang menyambutnya tidak jauh berbeda dengan di luar: sunyi dan gelap. Bahkan, terlalu sunyi untuk ukuran rumah calon pengantin yang beberapa jam lagi akan melangsungkan pernikahan.

Pikiran Aldebaran sangat terganggu dengan keadaan itu.  Apakah Kania dan keluarganya kabur? Apakah ....

Segala pikiran yang berkecamuk di benak Aldebaran terhenti begitu kakinya menginjak sesuatu yang lunak tapi padat. Ia membungkuk untuk melihat benda yang baru saja ia injak. Ia mencelos saat tahu benda itu adalah sebuah pergelangan tangan. Suasana memang gelap, tapi Aldebaran sangat yakin bahwa itu adalah tangan.

Ia pun mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menyalakan senter. Benar. Itu adalah tangan. Senternya bergerak naik ke atas untuk melihat wajah si pemilik tangan. Jantungnya seakan berhenti berdetak tatkala tatapannya tertumbuk pada wajah pucat calon ayah mertuanya.

"A-apa yang ...." Aldebaran tidak mampu melanjutkan ucapannya. Pikirannya seketika melayang kepada Kania. Bagaimana nasib gadis itu sekarang?

Ia ingin menghambur ke kamar Kania, tapi akal sehatnya mengatakan bahwa dirinya harus memberi kabar ayah dan keluarganya terlebih dahulu agar mereka bisa datang membawa bantuan. Ia tidak.bisa mengambil risiko pembicaraannya dengan sang ayah didengar hingga ia hanya mengirim pesan melalui grup keluarga serta melampirkan foto ayah Kania.   Pesan itu pun mendapat balasan hanya beberapa detik setelah ia kirimkan. Ayahnya berjanji untuk segera datang membawa bla bantuan, sementara itu dirinya diminta untuk tetap berhati-hati karena bisa jadi pelaku kejahatan itu masih berada di dalam sana. 

Aldebaran bangkit. Dirinya tidak bisa menunggu ayahnya datang untuk bisa menemukan Kania. Dengan senter ponsel masih menyala, ia berlari ke arah tangga dan menaikinya dengan tergesa arena kamar Kania terletak di lantai dua. Sampai di anak tangga teratas, ia pun memperlambat langkah dan mempertajam pendengaran. Namun, telinganya tidak bisa menangkap suara apa pun yang mencurigakan.   

Kakinya terus melangkah, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Itu sangat berat untuk dilakukan karena dorongan hatinya menuntut untuk segera mendobrak pintu kamar Kania, memastikan gadis itu baik-baik saja. Saat itulah telinganya menangkap suara tawa mengejek sekaligus tak sabar dari kamar Kania. Seketika akal sehatnya mati hingga ia pun bergegas menghampiri kamar Kania dan menendang pintunya dengan keras.

"Akhirnya kau datang juga." Sebuah suara menyambut kedatangan Aldebaran.

Sekujur tubuh Aldebaran menegang. Rahangnya berubah kaku dengan kedua tangan mengepal di samping tubuhnya, mengutuk kelalaiannya sendiri. Seharusnya ia tahu bahwa Sulthan pasti masih terus mengintai dan mencari kesempatan untuk membalas dendam.

Aldebaran maju beberapa langkah. Tatapannya yang dingin dan tajam jatuh pada sosok perempuan yang sedang berada di pangkuan Sulthan, menciumi leher bajingan itu dengan sangat menjijikkan. Namun, bukan fakta bahwa dia menciumi Sulthan yang membuatnya jijik dan muak, tapi kenyataan bahwa wanita murahan itu adalah ibu tiri Kania yang membuatnya marah.

Ibu tiri Kania tidak pernah ia antisipasi akan menjadi musuh dalam selimut. Semalam, wanita itu masih tersenyum padanya, meyakinkan dirinya bahwa Kania akan menjadi pengantin tercantik yang pernah ada. Rupanya itu hanya tipuan yang sangat cerdik. Dan yang membuatnya semakin marah adalah fakta bahwa dirinya pun tertipu. "Ternyata kau ...." Alde mengembuskan napas dengan keras, tak kuasa melanjutkan umpatan yang sudah menumpuk di tenggorokannya.

Wanita itu meringis melihat kegelapan dalam tatapan Aldebaran. Ia takut dan sudah banyak mendengar tentang reputasi Aldebaran Blackstone. Ohh, dia tidak pernah terlibat skandal atau tindak kriminal, tapi siapa yang tidak mengenal keluarga Blackstone?

Sebelum ibu tiri Kania bisa memperkirakan apa yang akan terjadi padanya, Aldebaran menarik paksa tubuhnya dari pangkuan Sulthan, menghempaskan tubuhnya dengan keras ke meja rias, membuat cermin dan rak kacanya hancur. Tubuh ibu tiri Kania tergeletak di lantai bersimbah darah. Matanya melirik ke atas, mengharap pertolongan dari Sulthan. Namun, ketika pria itu bahkan tidak menoleh ke arahnya, ia pun tahu bahwa dirinya telah diperdaya oleh Sulthan. "Da-da-sar ba-ji ...." Kata-katanya tidak pernah selesai karena nyawa sudah lebih dulu terlepas dari tubuhnya.

Sulthan melirik sebentar tubuh ibu tiri Kania, kemudian menyeringai ke arah Aldebaran, sama sekali tidak ada rasa duka atau penyesalan di wajahnya. "Aku memang berniat menyingkirkan jalang itu setelah menyelesaikan urusan kita, tapi kau membuat pekerjaanku lebih mudah."

"Seharusnya urusan kita sudah selesai, Sulthan. Aku sudah melunasi semua utang keluarga Kania padamu, mengganti semua biaya resepsi pernikahanmu yang batal, dan memberikan cukup kompensasi untukmu. Jadi, jangan lagi mencari masalah denganku."

Sulthan mendengus keras. "Kau yang menculik calon pengantinku, lalu kau juga yang menuduhku mencari masalah?"

"Aku tidak menyesal akan hal itu karena kau melakukan itu hanya untuk menutupi kebobrokanmu, bukan?" Aldebaran sama sekali tidak merasa terintimidasi oleh kemarahan Sulthan. Ayahnya sudah menemui ayah Sulthan untuk menyelesaikan pertikaian di antara mereka secara kekeluargaan. Ayah Sulthan sudah setuju untuk tidak memperpanjang permasalahan yang ada setelah sejumlah uang ia terima sebagai kompensasi.

Sulthan mencelos. "Apa maksudmu!?"

"Jangan berpura-pura. Aku sudah tahu kau menikahi Kania hanya untuk menutupi kenyataan bahwa kau tidak memiliki selera terhadap perempuan. Ayahmu tidak mempermasalahkan itu selama kau bisa tetap menikah dan mendapatkan keturunan sebagai pewaris." Aldebaran menatap Sulthan dengan raut jijik. "Ayahmu yang akan memberikan keturunan itu kepada Kania, tapi kau yang tetap akan berperan sebagai ayahnya. Sungguh rencana yang sangat menjijikkan."

"Kau ...." Sulthan memucat, tidak mengira Aldebaran akan mengetahui rahasia tergelapnya itu. Semua kekasihnya terikat perjanjian untuk menjaga rahasia dengan konsekuensi mengerikan jika sampai ada yang bocor. Lalu, dari mana Aldebaran ....

"Jangan khawatir soal rahasiamu." Meski Aldebaran dikuasai oleh amarah, dirinya tetap tidak memiliki niat untuk menghancurkan Sulthan. "Aku bersumpah tidak akan menyebarkan hal itu, selama kau bisa melepaskan Kania—"

"Sudah terlambat," potong Sulthan.

"Apa maksudmu!?" geram Aldebaran.

Sulthan menyeringai, kemudian melangkah ke arah pintu untuk menyalakan saklar lampu yang ada di samping pintu. Kamar seketika menjadi terang benderang. "Jika masih sudi, kau bisa memungutnya." Ia melemparkan pandang ke arah tempat tidur di bagian dalam kamar.

Aldebaran berbalik badan. Selama sesaat ia masih mencerna pemandangan yang ada di depannya. Beberapa orang pria bertubuh kekar berada di atas tempat tidur dengan tubuh bagian bawah terbuka, sementara beberapa lagi berdiri di pinggir ranjang, menunggu giliran. Awalnya, ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Namun, saat tatapannya jatuh pergelangan tangan yang tergolek di samping tempat tidur, ia pun tidak bisa lagi menahan diri.

Aldebaran mengeluarkan pisau lipat perak dari saku celananya dan maju menerjang. Ia menusukkan pisau itu pada bagian vital orang-orang yang mengerubungi Kania, membutakan dan melumpuhkan mereka. Seperti orang kesetanan, ia pun menendang dan melempar tubuh-tubuh kesakitan itu menjauh dari ranjang. "Tidak!" geraman menyakitkan keluar dari tenggorokannya. "Kania!"

Akal sehat Aldebaran mati. Ia berbalik dan menyerang Sulthan, menyabetkan pisau di tangannya ke bagian tubuh Sulthan mana saja yang bisa ia jangkau. Namun, pria itu malah terkekeh, mengejeknya sambil terus menghindari serangannya.

"Gadis jalang itulah yang akan kau nikahi?" Sulthan mencibir ke arah tempat tidur. "Dia sudah mengkhianatimu, jadi, sudah sepantasnya dia mendapatkan balasan yang setimpal. Dasar jalang!"

Tubuh Aldebaran gemetar hebat hingga pisau di tangannya terlepas, sementara tenggorokannya mengeluarkan gerakan seperti binatang buas yang sedang marah.

"Jalang itu sudah rusak." Sulthan tertawa puas. "Meski kau membunuhku, aku tidak akan pernah menyesalinya. Setidaknya, jalang itu sudah merasakan pembalasan paling menyakitkan dariku."

Aldebaran menerjang maju, mencekik leher Sulthan dan mengangkat tubuh itu ke atas hingga kaki Sulthan tidak lagi menapak di lantai. "Aku tak akan membiarkanmu mati dengan mudah. Kau harus merasakan penderitaan seperti yang dialami Kania."

Saat itulah Sulthan baru merasa ketakutan. Awalnya,.ia mengira bahwa Aldebaran akan membunuhnya, tapi ternyata tidak. Mantan rekan bisnisnya itu mengeluarkan pisau lipat lain dari balik jaketnya, lebih kecil dan terlihat lebih tajam. "A-apa yang akan kau lakukan?" Ia bertanya dengan suara gemetar.

Aldebaran tidak menjawab. Ia menggerakkan pisau bermata tajam itu di sepanjang rahang Sulthan, lalu naik di sekitar matanya. Namun, sebelum dirinya sempat melakukan sesuatu dengan pisau itu, sebuah tangan menahannya dengan kuat dan menarik pisau itu dari tangannya.

"Biar Ayah yang urus dia. Kania membutuhkan pertolonganmu."

Aldebaran hanya menjawab dengan geraman keras yang bahkan ia sendiri tidak tahu bisa melakukannya.

"Tangani Kania sekarang atau terlambat!"

"Tidak." Aldebaran akhirnya menoleh. Saat itulah ia melihat bahwa kakak dan juga empat adiknya ikut datang bersama ayahnya. Saudara kembarnya maju ke sisinya dan berkata, "serahkan dia padaku."

Ia hanya menjawab dengan tatapan mata yang mungkin hanya saudara kembarnya itu yang tahu apa artinya. Mereka sudah seperti satu jiwa yang saling memahami satu sama lain tanpa perlu banyak berkata.

"Kania." Ayahnya kembali mengingatkan sambil merangkul pundak Aldebaran ke arah tempat tidur.

Kakak sulung Aldebaran yang seorang dokter langsung memalingkan wajah ketika melihat tubuh telanjang Kania, hingga ayahnya datang membawa bed cover yang sebelumnya tergeletak di lantai untuk menutupi tubuh Kania. Namun, Aldebaran masih sempat melihat beberapa bagian tubuh Kania yang memar serta darah yang menggenang di antara kedua paha Kania.

Hatinya perih dan air mata tanpa sadar menetes dari kedua sudut matanya. Ia pun memejamkan mata dengan erat untuk menahan sakit saat mengetahui gadis yang sangat ia cintai harus mengalami nasib yang demikian kejam. Telinganya bisa menangkap percakapan ayah dan kakaknya yang sedang memeriksa kondisi Kania, tapi dirinya tidak mampu untuk bergerak membantu. Bahkan, untuk sekedar melangkah ke arah tempat tidur saja ia tak mampu.

"Ini bukan saatnya untuk meratapi nasib!" Ayah Aldebaran meninju kepala Aldebaran. "Gendong dia ke bawa, ayah akan siapkan mobil. Dia membutuhkan pertolongan medis secepatnya!"

Aldebaran melirik ke tempat tidur sebentar, kemudian mengangguk. Aku harus kuat, batinnya. Kemudian, sambil mengusap air mata yang menghalangi penglihatannya, ia naik ke atas tempat tidur dan mengangkat tubuh Kania dengan sangat hati-hati seolah tubuh itu benda rapuh yang bisa dengan mudah hancur berkeping jika dirinya tidak berhati-hati.

Air mata Aldebaran kembali mengalir deras tatkala melihat wajah pucat Kania. "Kumohon bertahanlah," ujarnya dengan suara bergetar. Dalam hatinya bersumpah akan membuat Sulthan membayar apa yang sudah dia perbuat terhadap Kania.

***

Related chapters

  • Cinta Terpendam Sang CEO   1. Kabar Mengejutkan

    Dia meremas undangan di tangannya dengan kuat sampai menjadi bentuk bola. Tatapannya menerawang menembus dinding kaca ruang kerjanya dan berhenti pada satu titik di kejauhan yang ia ketahui sebagai sebuah pemancar salah satu stasiun televisi swasta di kota ini, sementara hatinya diliputi amarah sekaligus putus asa. Namun, dirinya sama sekali tidak tahu amarah itu harus ditujukan pada siapa.Beberapa saat yang lalu asisten pribadinya menunjukkan jadwal serta undangan yang harus ia hadiri esok hari, salah satunya adalah undangan pernikahan daria rekan bisnisnya. Awalnya dia tidak terlalu tertarik membaca sendiri undangan itu karena dia yakin jika sang asisten pribadi pasti sudah mengatur jadwal untuk menghadiri acara itu, tapi warna tosca kombinasi putih undangan itu cukup menarik perhatiannya karena warna itu merupakan warna kesukaan gadis pujaan hatinya. Seperti tersambar petir di siang bolong ketika Aldebaran membaca nama mempelai pengantin wanita yang tertera dalam

    Last Updated : 2022-01-19
  • Cinta Terpendam Sang CEO   2. Misi Rahasia

    Aldebaran duduk sendiri di bawah pohon mangga di belakang rumahnya, menjauh dari anggota keluarganya yang lain. Dirinya sedang tidak ingin terlibat obrolan atau interaksi dengan mereka karena pada setiap detik yang berjalan hatinya semakin merasa tak tenang. Hidupnya terasa seperti di ujung tanduk dan untuk tetap bertahan dirinya harus segera bertindak atau semua akan terlambat dan Kania akhirnya menjadi milik lelaki lain."Kenapa tidak gabung dengan yang lain?"Alde tidak menoleh untuk melihat siapa yang datang. Dari suaranya saja Alde sudah tahu jika itu adalah kakak sulungnya. Sesaat dirinya terpikir untuk meminta bantuan kakaknya yang serba bisa itu, tapi mengingat sang kakak baru saja menikah, dirinya membatalkan niatnya itu. "Lagi cari angin.""Jangan bohong! Dari nada suaramu saja, Kakak tau kau sedang ada masalah. Ada apa?" Alde menghela napas berat. Sulit untuk berpura-pura bahwa dirinya baik-baik saja karena hatinya rasanya sudah remuk. Namun,

    Last Updated : 2022-01-19
  • Cinta Terpendam Sang CEO   3. Pelarian

    "Siapa?"Jantung Aldebaran berdebar ketika mendengar suara itu. Listrik belum menyala hingga suasana kamar pengantin itu masih remang-remang dari lampu emergency yang terpasang di setiap kamar hotel itu. Tidak sepenuhnya terang benderang, tapi cukup untuk memberikan pencahayaan di kamar itu. "Kania." Suara Alde terdengar parau. Ia pun menggigit bagian dalam pipinya untuk mengurangi rasa gugup. Debaran di dadanya semakin tak terkendali. Kakinya pun mulai gemetar hingga rasanya lemas seperti tak memiliki tulang. Keringat dingin membasahi wajah dan telapak tangannya. Alde menahan napas ketika Kania berdiri sambil berjalan lambat ke arahnya. Raut wajah gadis itu pun terlihat terkejut dan tak percaya dengan kehadirannya."Kak ... Aldebaran?" Ia menutup mulut dengan kedua tangannya, sementara matanya membelalak lebar.Bukan hanya Kania yang terkejut, Aldebaran pun sama. Kania terlihat cantik dengan baju pengantinnya. Hal itu membuatnya terdiam selama b

    Last Updated : 2022-03-24
  • Cinta Terpendam Sang CEO   4. Pulau

    Angin berhembus dengan kencang seiring dengan suara debur ombak yang memecah karang. Aldebaran beranjak dari tempatnya duduk di samping ranjang Kania untuk menutup jendela yang terus terbuka dan tertutup karena tertiup angin. Saat ini dirinya sedang berada di pulau pribadi milik keluarga Blackstone. Sebuah tempat yang aman untuk menyembunyikan Kania sementara waktu.Sejak tiba di pulau sampai menjelang tengah malam, Kania belum juga bangun. Gadis itu masih lelap tak terganggu oleh keributan suara angin, debur ombak, dan juga jendela yang terus menabrak daun pintu dengan keras.Aldebaran khawatir dan sempat menghubungi kakak sulungnya, bertanya kapan efek obat bius itu hilang atau jangan-jangan kakaknya itu telah memberikan dosis di luar batas wajar. Namun, sang kakak tidak memberi jawaban memuaskan. "Kalau mau dia cepat bangun, tampar saja wajahnya. Lagipula, ini kan salahmu sendiri kenapa memilih menjadi pecundang dan tidak segera mengikat gadis yang kau suka

    Last Updated : 2022-04-11
  • Cinta Terpendam Sang CEO   5. Kabur

    "Dasar sinting!" Kania memaki pintu kamar yang menutup dengan keras. Dadanya bergerak naik turun dengan napas terengah-engah dalam upaya mengendalikan emosi dan menjaga kewarasan akal sehatnya. Dirinya sudah muak dengan semua sikap tidak pasti Aldebaran yang selalu seperti ini. Sejak dulu, lelaki itu hanya akan muncul di saat-saat dirinya berusaha membuka hati dan kesempatan untuk kaum lelaki. Si Brengsek itu membuat semua cowok yang mencoba mendekatinya mundur teratur bahkan tanpa dia butuh melakukan apa pun. Kania kembali teringat, dulu ada seniornya di kampus yang ingin berkenalan lebih dekat dengannya. Dia berkunjung ke rumah Kania layaknya seorang cowok yang sedang apel pada ceweknya. Dan entah hanya kebetulan atau bagaimana, saat itu juga Aldebaran muncul di pintu rumahnya, membawa bunga, coklat, dan boneka super besar yang pastinya tidak murah, membuat seniornya itu akhirnya memilih pamit pulang dan tidak pernah menyapanya lagi meski berpapasan di kampus.

    Last Updated : 2022-04-15
  • Cinta Terpendam Sang CEO   6. Cinta Mengalahkan Nafsu

    Aldebaran membaringkan Kania di dermaga, kemudian melakukan CPR karena gadis itu diam tak bergerak. Meski bukan seorang dokter atau tenaga medis, Alde tetap tahu tindakan pertolongan pertama. Itu semacam pelatihan yang diwajibkan oleh ayahnya. Aldebaran mengangkat sedikit dagu Kania, kemudian meletakkan telapak tangan di dada Kania dengan lengan lurus dan mulai memberikan tekanan di sana. Sesekali dia berhenti untuk mengecek napas Kania hingga ia pun memberikan napas buatan. Tak lama kemudian, Kania pun terbatuk-batuk dan sadar. Air menyembur dari mulutnya tatkala ia batuk. Kania mengerang sambil memegang tenggorokannya yang terasa terbakar. Ia mencoba untuk duduk, tapi Aldebaran tidak mau membantunya. Lelaki itu menatapnya dengan sorot kaku dengan dada naik turun akibat napasnya yang memburu. Ia mencoba mengatakan sesuatu, tapi langsung berhenti berbicara dan kembali terbatuk-batuk tatkala rasa perih dan terbakar kembali menyerang tenggorokan hingga da

    Last Updated : 2022-04-16
  • Cinta Terpendam Sang CEO   7. Fakta Mengejutkan

    "Ayah." Aldebaran menyambut ayahnya yang datang membawa koper yang ia yakin berisi beberapa perlengkapan medis. Ayahnya adalah seorang dokter. Dokter yang jenius dan berbakat. Ayahnya tidak menjawab, justru bersikap seolah tak melihatnya sama sekali. "Ayah, tunggu!" Alde mengikuti ayahnya yang langsung menerobos masuk ke dalam. "Kania ada di ... Dia—"Aidan Blackstone berhenti di depan pintu kamar Kania, ia menoleh sebentar ke arah sang putra, kemudian langsung mendorong pintu itu hingga terbuka. "Ayah." Aldebaran menahan lengan sang ayah. Ia tidak ingin ayahnya melihat Kania yang sedang tidak berbusana, tetapi ayahnya itu mengibaskan tangannya dengan mudah dan langsung mendekati tempat tidur di mana Kania masih mengigau dengan mata terpejam. Ia pun akhirnya hanya bisa pasrah ketika ayahnya sudah mulai memeriksa Kania, menyingkap sedikit selimut di yang menutupi bagian atas tubuh gadis itu. "Aku tidak melakukan apa-apa, hanya membawan

    Last Updated : 2022-04-17
  • Cinta Terpendam Sang CEO   8. Penyakit Lama

    Aldebaran berniat menengok Kania di kamarnya, kalau dia sudah bangun. Namun, ia terkejut ketika mendapati gadis itu justru sedang duduk memeluk lututnya sendiri sambil menangis. "Ada apa?" Aldebaran melintasi ruang kamar dalam langkah panjang agar bisa lekas menghampiri Kania. Ia duduk di tepi tempat tidur menghadap Kania. "Apa ada yang sakit?" Kania tidak menjawab. Ia hanya terus terisak, membuat Aldebaran kebingungan. "Mungkin sebaiknya kau berbaring dulu. Aku panggilkan Ayah supaya memeriksa kondisimu lebih teliti lagi."Kania menggeleng. "Aku mendengar percakapanmu dan ayahmu,"ujarnya dengan suara serak."Kau ... Bagaimana bisa?" "Aku haus dan berniat mengambil air ke dapur, tapi aku salah jalan." Kania menjelaskan di sela-sela isak tangsinya."Ahh." Aldebaran mengangguk mengerti. "Aku seharusnya mengantisipasi hal itu," ujarnya dengan penuh penyesalan. "Maafkan aku."Kania tidak merespon lagi. Gadis itu

    Last Updated : 2022-04-18

Latest chapter

  • Cinta Terpendam Sang CEO   65. Tetap Terpendam Selamanya

    Aldebaran harus menghadiri rapat direksi yang diadakan rutin setiap bulan di perusahaan. Ia hadir bersama Kania tentu saja. Tak peduli berapa banyak yang menggunjing atau menilai dirinya terlalu memanjakan Kania, ia tetap akan membawa istrinya itu ke mana pun ia pergi. Apalagi dalam kondisi istrinya yang sedang hamil saat ini. Setidaknya apa pun pendapat buruk mengenai dirinya dan Kania tidak sampai ke telinganya langsung.Meri sudah menyiapkan sebuah meja dan kursi tambahan untuk Kania. Letaknya persis di tempat Aldebaran duduk nanti. Pekerjaan Meri juga sudah jauh lebih bagus dibanding sebelumnya. Dia bahkan sudah menguasai beberapa ilmu dasar untuk pertahanan diri seperti: menembak, bermain pisau, menyamar, dan karate.Sepertinya para asisten Aldebaran yang lain benar-benar mendidik Meri dengan keras hingga saat ini postur dan cara jalan Meri lun sudah berubah, jauh lebih tegak dan gagah dibanding sebelumnya. Selain itu, Meri pun sudah lebih memahami ritme bekerja dengan keluarga B

  • Cinta Terpendam Sang CEO   64. Pemenang Sejati

    Setelah kurang lebih satu bulan lamanya Alde melakukan pembicaraan dari hati ke hati bersama Kania mengenai bayi, akhirnya ia berhasil membujuk istrinya itu untuk melakukan USG. Ia sengaja tidak melakukan tes urine karena sudah merasa yakin bahwa istrinya itu hamil. Selain fakta bahwa Kania tidak pernah lagi mendapatkan menstruasi, juga beberapa tanda lain yang Kania alami seperti morning sick dan ngidam. Pemeriksaan itu tidak dilakukan di rumah sakit, tetapi, ayah Alde yang datang ke pulau membawa USG portabel untuk memeriksa Kania. Ternyata usia kehamilan Kania sudah 13 Minggu. "Sudah bisa dilakukan tes NIPT ini," ujar ayah Alde sambil memeriksa layar yang menampilkan calon cucunya itu. "Tes apa itu, Ayah?""Itu pemeriksaan materi genetik untuk melihat kalau-kalau ada kelainan bawaan janin yang bersifat genetik. Dari sana juga sudah bisa diketahui jenis kelamin calon cucu Ayah ini.""Benarkah? Canggih sekali." Aldebaran berkata takjub sambil menatap layar hitam putih di samping

  • Cinta Terpendam Sang CEO   63. Bayi

    Aldebaran kembali ke kamar setelah menyiapkan air hangat untuk berendam dirinya dan Kania. Ia menghampiri buntalan selimut di atas tempat tidur, lalu menyingkap selimut itu dan melemparnya ke lantai. Kedua sudut mulutnya terangkat, membentuk seringai geli."Kenapa sembunyi di dalam selimut begini?" Ia naik ke atas tempat tidur, lalu membungkuk di atas Kania yang menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. "Jangan ditutup, dong, cantiknya jadi nggak kelihatan."Kania menolak ketika Aldebaran berusaha membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya. Ia sangat malu hingga rasanya tak sanggup untuk sekedar bertatapan dengan Aldebaran. Apalagi dengan kondisi tak berbusana seperti saat itu. "Kenapa harus malu? Aku sudah terbiasa melihatmu begini, kan? Hampir setiap hari pun aku yang memandikan kamu."Kania terhenyak. Hampir setiap hari? Benarkah? Ia pun mencoba mengingat lagi memorinya bersama Aldebaran selama beberapa waktu belakangan ini. Dan ada sekilas bayangan saat dirinya dimandika

  • Cinta Terpendam Sang CEO   62. Menghapus Jejak

    Rasa tidak nyaman yang seolah mengaduk isi perutnya membuat Kania terbangun. Ia langsung duduk di tepi tempat tidur dengan tangan menutup mulut. Saat, hendak berlari ke kamar mandi barulah ia sadar bahwa dirinya berada di tempat yang asing.Seketika ia terdiam. Ia meneliti lagi setiap sudut kamar itu dan ia memang tidak mengenali ruangan bernuansa coklat dengan semua furniture yang terbuat dari kayu yang di-coating dengan waena bening hingga tekstur asli kayu masih tetap terlihat jelas. Lalu, tatapannya Kania jatuh ke atas tempat tidur. Ia merasa lega karena debaran ada di sana. Setidaknya, meski dirinya berada di tempat asing, tetap ada Aldebaran di sana. Semua rasa tidak nyaman pada perutnya perlahan menghilang berganti dengan rasa was-was. Ia tak tahu mengapa dirinya dan Aldebaran sampai bisa berada di sana. Apakah mereka diculik atau .... Ahh, entah, kepala Kania terlalu berkunang-kunang hingga ia tak mampu berpikir. Ia pun langsung kembali naik tempat tidur dan meringkuk di sam

  • Cinta Terpendam Sang CEO   61. Ngidam

    Aldebaran membongkar kulkas di rumah kakak sulungnya, mencari bahan-bahan untuk membuat rujak manis. Ia hanya menemukan anggur, jeruk, dan pisang. Lalu, sambil membuang napas dengan keras ia membawa semua buah itu ke kamar."Hanya ada ini. Kau mau yang mana?"Kania melipat lengan di depan dada dengan raut dongkol. Ia sendiri tak tahu mengapa minat Alde tidak serius mencarikan rujak buah untuknya bisa membuat hatinya luar biasa sakit. Air matanya yang sudah mengering pun kembali menetes ke pipi. Kali ini diikuti oleh isak pilu, membuat siapa saja yang mendengar pasti merasa iba.Aldebaran meletakkan keranjang buah di tangannya ke atas meja, lalu berjongkok di hadapan Kania. "Aku harus cari ke mana rujak itu malam-malam begini?""Tidak tahu!""Aku janji besok pasti aku belikan itu untukmu."Kania melengos, tak mau menatap wajah Aldebaran yang terlihat makin menyebalkan saat itu. Pura-pura memelas untuk menarik simpatinya. Jangan harap! batinnya keji. "Sayang—""Pelit." Kania memotong u

  • Cinta Terpendam Sang CEO   60. Kembali Normal

    "Berapa orang yang mati?"Aldebaran menjawab pertanyaan kakak sulungnya hanya dengan mengangkat kedua bahunya. Ia datang untuk menjemput istrinya. "Apa kau tidak berhasil membunuh satu pun?""Ohh, diamlah, Kak." Aldebaran langsung menghempaskan tubuhnya di sofa panjang sambil merentangkan tangan. "Aku lelah sekali." Namun, sebelum ia bisa mengatur napas agar lebih rileks, kakak sulungnya itu sudah berdiri di hadapannya sambil mencekik lehernya. "Aku bertanya baik-baik! Jadi, jawablah dengan baik juga!"Aldebaran menarik lepas tangan kakaknya itu dari lehernya. "Apaan, sih, main cekik aja.!?" "Jawab dulu atau kupatahkan lehermu!" Aldebaran mendesah. Kakak sulungnya yang super dingin itu masih belum berubah juga meski sudah mempunyai istri. Meski tubuhnya ramping dan tidak lebih tinggi dari dirinya, tapi soal kekuatan, ia masih kalah jauh bila dibanding Aleron Blackstone. "Oke, aku jelasin detail, tapi nggak ada segelas air minum dulu, nih?" Aldebaran mengusap lehernya yang baru sa

  • Cinta Terpendam Sang CEO   59. Kemenangan Yang Elegan

    Mobil sewaan Raden telah tiba di pelabuhan. Ia tersenyum puas melihat Katerine sudah siap berangkat. Rencananya berjalan dengan mulus. Ia akan segera pergi meninggalkan negara dengan segala permasalahan yang ada. Setelah Aldebaran menyabotase semua peluang bisnisnya, ia mengalami kebangkrutan dengan banyak utang yang melilit. Belum lagi kematian putranya dengan cara mengenaskan, tapi tidak ada satu pun pihak berwajib yang mampu mengusut tuntas masalah itu. Padahal, ia pun langsung tahu siapa pelakunya. Akan tetapi, tanpa bayaran yang cukup besar dan koneksi kuat, ia tak bisa melanjutkan penyelidikan terhadap kasus itu. Berbagai upaya balas dendam yang ia lakukan untuk menghancurkan Aldebaran pun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Pembunuh bayaran yang ia sewa untuk menembak dengan racun Aldebaran berhasil ditangkap dengan mudah oleh para pengawal pribadi Blackstone. Dan berbagai upaya lain yang juga tak membuahkan hasil.Setelah semua kegagalan itu, Raden pun terus mencari tahu d

  • Cinta Terpendam Sang CEO   58. Ardian

    "Siapa namamu?" Aldebaran bertanya sebelum pergi."Ardian.""Oke. Laksanakan tugasmu sekarang!"Setelah mengatakan itu, Aldebaran mencari tempat yang tepat untuk bersembunyi sambil mengamati situasi. Ia tidak mau terlalu jauh dari Ardian, paling tidak sampai dirinya bisa mendengar semua percakapan Ardian dengan temannya. "Dari mana saja kau?" Teman Ardian bertanya."Ke kamar kecil sambil menyeret wanita itu ke tempat yang lebih aman."Teman Ardian menoleh ke tempat Aldebaran tadi digeletakkan, lalu menatap Ardian heran. "Untuk apa repot-repot begitu?""Angin berembus kencang, kalau dia mati kedinginan, gajiku tidak akan cair.""Ahh, kau benar juga." Teman Ardian menyetujui. "Aku bahkan tidak berpikir sampai sana. Tuan Raden pasti marah kalau tahu targetnya mati sebelum laku mahal.""Itulah, kita harus menjaganya dengan baik sampai semua beres." Ardian mengedarkan pandangan ke segala arah berpura-pura sedang meneliti kondisi di sana, padahal ia sedang mencari tahu di mana kapal yang d

  • Cinta Terpendam Sang CEO   57. Dalam Penyamaran

    Suasana pelabuhan malam itu terasa mencekam. Semua berada di posisi masing-masing menunggu aba-aba dan perintah untuk bergerak. Aldebaran pun menunggu sampai instruksi dari ayahnya untuk bergerak. Dan selama itu, dirinya hanya bisa diam tak bergerak terbungkus selimut dengan wajah menekuk ke bawah. Ia sengaja melakukan itu agar tidak ada yang curiga bahwa dirinya bukanlah Kania.Setelah memperkirakan rencana Raden, ia langsung menghubungi saudara kembarnya dan memintanya datang ke pulau. Karena korban yang sedang Raden incar bukanlah dirinya, melainkan Kania. Raden tahu titik kelemahan Aldebaran ada pada Kania. Jadi, untuk menghancurkan dirinya, Raden tidak perlu langsung berurusan dengannya, cukup ambil Kania darinya dan ia akan hancur. Raden membuat jadwal keberangkatan palsu malam kemarin untuk menarik perhatian Aldebaran dan semua pengawalnya. Dan ketika semua perhatian pengawal Blackstone tertuju ke pelabuhan untuk misi penangkapan, Raden justru melakukan hal yang berbeda. Dia m

DMCA.com Protection Status